• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1 Konsep Desentralisas

Dalam istilah ketatanegaraan yang dimaksud dengan desentralisasi itu adalah pelimpahan kekuasaan dari pusat ke daerah-daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Logeman dalam Supriatna (1993) diacu Lumbessy (2005) mengemukakan bahwa kelaziman desentralisasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

a. Dekonsentrasi (deconcentratie) atau " ambtelijke decentralisatie" yaitu berkaitan dengan pelimpahan kekuasaan dari alat kelengkapan negara tingkat lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pekerjaan didalam melaksanakan tugas pemerintahan.

b. Desentralisasi ketatanegaraan atau "staatkundige decentralisatie" yang sering disebut sebami desentralisasi politk, yaitu peli mpahan kekuasaan p e r u n d a n g a n d a n p e m e r i n t a h a n k e p a d a d a e r a h o t o n o m d i d a l a m lingkungannya. Di dalam desentralisasi semacam ini, rakyat dengan menggunakan dan memanfaatkan saluran-saluran tertentu (perwakilan) untuk ikut serta dalam pemerintahan, sesuai batas wilayah masing-masing.

Terjadinya Negara Kesatuan yang sentralistik ternyata menimbulkan dampak-dampak negatif yang tidak mengarah kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Sentralisasi kekuasaan tidak memberikan insentif kepada daerah-daerah untuk meningkatkan produktifitasnya, maupun dalam maupun dalam memelihara sumber daya dasar kearah berkelanjutan. Oleh karena itu adanya wacana desentralisasi, kekuasaan pusat yang dilimpahkan

kepada daerah-daerah otonom diharapkan akan memperbaiki kinerja ekonomi secara lebih produktif dan berkelanjutan di masa depan. (Anwar, 200M).

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi bermakna penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan tersebut mencakup semua kewenangan bidang pemerintahan, kecuali kewenangan politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan , moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan melalui peraturan pemerintah.

Sementara menurut Abe (2002), desentralisasi dapat memberi sisi positif : 1. Bagi pemerintah pusat desentralisasi tentu akan menjadi jalan

yang mengurangi beban pusat.

2. Program atau rencana-rencana pembangunan yang hendak diwujudkan akan lebih realistis, lebih mengena dan lebih dekat dengan kebutuhan lokal.

3. Memberi kesempatan kepada daerah untuk belajar mengurus rumah tangganya sendiri dan dengan demikian belajar untuk bisa menangkap dan merumuskan aspirasi masyarakat setempat.

4. Dengan adanya pemberian kewenangan (politis kearah devolusi) maka berarti akan membuka peluang bagi keterlibatan rakyat dalam mengontrol jalannya pemerintahan.

Secara spesifik, berdasarkan kepentingan nasional tujuan utama dari desentralisasi adalah: (a). untuk mempertahankan dan memperkuat integrasi bangsa, (b) sebagai sarana untuk training bagi calon-calon pemimpin nasional; dan (c) untuk mempercepat pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Sedangkan dari sisi kepentingan daerah, tujuan utama dari desentralisasi meliputi, antara lain: (a) untuk mewujudkan demokratisasi di tingkat lokal (political equality, local accountability, dan local responsiveness); (b) untuk peningkatan p e l a y a n a n p u b l i k ; ( c ) u n t u k m e n c i p t a k a n e f i s i e n s i d a n e f e k t i f i t a s penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah (Susanto et al, 2004).

2.2.2. Konsep Otonomi Daerah

Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu autos = sendiri dan nomos = Undang-undang, yang berarti perundangan sendiri (Izelf Wetgeving). Ada beberapa ahli yang memberi pengertian tentang otonomi, diantaranya yaitu Manan (1994) yang mendefinisikan otonomi sebagai kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Otonomi daerah adalah keleluasaan dalam bentuk hak dan wewenang serta tanggung jawab badan pemerintah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sebagai manivestasi desentralisasi. Definisi lebih sederhana disampaikan oleh Mahwood dalam Sudantoko (2003)yaitu kebebasan dari pemerintah daerah dalam membuat dan mengimplementasikan keputusan.

Pemberian otonomi kepada daerah menurut Riyadi dan Bratakusumah (2003) merupakan upaya pemberdayaan dalam rangka mengelola pembangunan di daerahnya. Kreativitas, inovasi dan kemandirian diharapkan akan dimiliki oleh setiap daerah, sehingga dapat mengurangi tingkat ketergantungannya pada pemerintah pusat. Hal penting lain adalah dengan adanya otonomi daerah, kualitas pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakatnya akan meningkat. Dengan kata lain penyediann barang-barang publik (public goods) dan pelayanan publik (public service) dapat lebih terjamin.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa implementasi otonomi daerah harus lebih berorientasi pada upaya pemberdayaan daerah, bila dilihat dari konteks kewilayahan (teritorial), sedangkan bila dilihat dari struktur tata pemerintahan, berupa pemberdayaan pemerintah daerah dalam mengelola sumber- sumber daya yang dimiliki dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip kesatuan bangsa dan negara. Kemudian dalam konteks kemasyarakatan, pemberdayaan yang diupayakan harus lebih berorientasi pemberdayaan masyarakat di masing-masing daerah, sehingga lebih berpartisipasi dalam pembangunan.

Menurut Mustopadidjaja (1999) diacu Riyadi dan Bratakusumah (2003) a d a t i g a h a l y a n g p e r l u d i p e r h a t i k a n o l e h p e me r i n t a h d a l a m u p ay a memberdayakan masyarakatnya, yaitu (1) pengurangan hambatan dan kendala-- kendala bagi kreativitas dan partisipasi masyarakat, (2) perluasan akses pelayanan

untuk menunjang berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan (3) pengembangan program untuk lebih meningkatkan kemampuan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk aktif serta dalam mengembangkan sumberdaya produktif yang tersedia, sehingga memiliki nilai tambah guna meningkatkan kesejahteraan mereka.

Dijelaskan pula oleh Mustopadidjaja (1999), bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik, ada tujuhprinsip yang harus dikembangkan dan dimplementasikan dengan segala konsekuensi dan implikasinya, yaitu :

- Demokrasi dan pemberdayaan - Pelayanan

- Desentralisasi

- Transparasi dan Akuntabilitas - Partisipasi

- Konsistensi Kebijakan dan Kepastian Hukum

Otonomi daerah di Indonesia bukan merupakan konsep baru, karena sejak Republik ini berdiri, otonomi daerah sudah menjadi bahan pemikiran founding fathers kita. Hal ini terbukti dengan dituangkannya masalah otonomi daerah dalam UUD 1945, yang ditindaklanjuti dengan berbagai UU sejak Tahun 1958 hingga Tahun 1999 dengan UU No. 22 tentang Pemerintahan Daerah yang direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004. Namun dalam implementasinya selama ini kita tidak pernah mampu melaksanakan otonomi daerah secara nyata (Riyadi dan Bratakusumah, 2003). Lebih jauh diterangkan bahwa ada beberapa permasalahan yang perlu dipahami dalam penerapan otonomi, yaitu :

1. K it a h ar u s me mah a mi b ah w a o to no mi d a er a h a d a lah s u at u s is te m pemerintahan dalam sistem ketatanegaraan secara utuh. Ini berarti bahwa otonomi adalah subsistem dalam sistem ketatanegaraan dan merupakan sistem yang utuh dalam pemerintahan. Artinya, seluas apapun otonomi daerah diterapkan tidak akan pernah lepas dari kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Perlu dipahami pula bahwa untuk dapat melaksanakan otonomi secara baik dan benar diperlukan adanya political will (kemauan politik) dari semua

pihak, baik pemerintah pusat, masyarakat maupun pemerintah daerah. Keamanan politik ini sangat penting, karena diyakini dapat mempersatukan berbagai kepentingan yang berbeda ke dalam suatu wadah pemahaman yang berorientasi pada satu tujuan. Dengan kemajuan politik ini diharapkan pemikiran-pemikiran parsial, primordial, rasial (etnosentris) dan separatisme dapat terbendung, bahkan dapat diakomodasikan secara optimal menjadi suatu kekuatan yang besar bagi proses pembangunan.

3. Perlu adanya komitmen bersama untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan aturan yang berlaku guna mencapai tujuan yang diharapkan.