BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
KARAKTERISTIK DAN KONSEP DIRI ANAK JALANAN
7.3 Konsep Diri Berdasarkan Alasan Turun ke Jalan
Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat bahwa konsep diri anak jalanan berdasarkan alasan mereka turun ke jalan cenderung positif. Ada perbedaan
konsep diri antara responden yang turun ke jalan karena alasan kesulitan ekonomi dengan responden yang turun ke jalan karena tambahan uang saku dan rekreasi. Sebagian besar alasan responden turun ke jalan karena tambahan uang saku dan rekreasi sehingga konsep diri mereka cenderung tinggi dibandingkan dengan responden yang turun ke jalan karena kesulitan ekonomi.
Tabel 22. Jumlah Responden berdasarkan Alasan Turun ke Jalan dan Konsep Diri Anak Jalanan
Konsep Diri Anak Jalanan Alasan turun ke jalan Negatif (%) Sedang (%) Positif (%) Jumlah (%) Kesulitan Ekonomi 0 (0.00) 4 (28.57) 10 (71.43) 14 (100.00) Tambahan uang saku 0 (0.00) 3 (27.27) 8 (72.73) 11 (100.00) rekreasi 0 (0.00) 2 (40.00) 3 (61.00) 5 (100.00) Total 0 (0.00) 9 (30.00) 21 (70.00) 30 (100.00)
Responden yang turun ke jalan karena kesulitan ekonomi lebih merasa rendah diri karena pekerjaan yang mereka lakukan di jalanan adalah untuk mencari uang. Berbeda halnya dengan responden yang turun ke jalan karena tambahan uang saku atau rekreasi, mereka tidak merasa rendah diri dengan pekerjaannya karena turun ke jalan karena pilihan mereka sendiri, bukan karena dituntut oleh keadaan ekonomi.
Dari pengamatan di lapangan, walaupun mereka mengatakan bahwa penampilan mereka menarik, responden yang turun ke jalan karena alasan ekonomi mempunyai penampilan yang lebih dekil dan kotor. Hal ini dikarenakan mereka bekerja hampir seharian penuh dan terkena debu di jalanan dan sinar matahari. Berbeda halnya dengan responden yang turun ke jalan karena tambahan uang saku dan rekreasi. Penampilan mereka terlihat lebih bersih dan biasanya
memakai aksesoris seperti kalung, anting maupun sepatu. Hal ini memperlihatkan bahwa responden yang alasan turun ke jalan untuk rekreasi dan mencari tambahan uang saku lebih memperhatikan penampilan fisik mereka karena mereka turun ke jalanan hanya untuk bersenang-senang.
Salah satu contoh kasus adalah dua orang responden yang bekerja sebagai pengamen dan bersekolah di sekolah yang sama yaitu PLY (17 tahun) dan AWL (17 tahun). PLY mengatakan bahwa ia menjadi pengamen karena kesulitan ekonomi yang dialami keluarganya sehingga ia harus membayar biaya sekolahnya sendiri. Lain halnya dengan AWL yang bekerja sebagai pengamen karena dia memang menyukai kebebasan sebagai anak jalanan dan mempunyai banyak teman di jalanan (rekreasi). PLY mengatakan bahwa dibandingkan dengan dirinya dia merasa lebih tidak menarik dibandingkan dengan AWL. Sebagai sesama laki- lakipun PLY mengatakan bahwa AWL itu keren. Menurut PLY, walaupun AWL orang yang mampu membiayai kehidupan sehari-harinya tetapi dia masih mau mengamen dan bergaul dengan teman-temannya yang bekerja sebagai pengamen. Hal ini menunjukkan bahwa alasan anak jalanan turun ke jalan bisa menyebabkan perbedaan pada konsep diri anak jalanan.
Perbedaan konsep diri responden berdasarkan alasan mereka turun ke jalan memperlihatkan bahwa keterbatasan ekonomi mempengaruhi konsep diri anak jalanan. Kesulitan hidup secara finansial maupun ekonomi, akan menghasilkan konsep diri rendah. Salah satu contohnya adalah dimana beberapa responden menunjukkan tanda-tanda depresi akibat pada usia mereka dituntut untuk mencari nafkah keluarga.
“…saya dulu pernah minum air putih campur Baygon teh, serius, gara-gara pusing aja mikirin duit, buat sekolahlah, buat makan…stress aja saya…” (PLY, 17 tahun).
7.4 Ikhtisar
Berdasarkan alasan turun ke jalan, responden yang turun ke jalan untuk mencari tambahan uang saku dan rekreasi memiliki konsep diri yang cenderung positif dibandingkan responden yang turun ke jalan karena alasan ekonomi. Hal ini menunjukkan konsep diri dapat dipengaruhi oleh faktor keterbatasan ekonomi. Dari pernyataan tersebut maka hipotesis yang menyatakan konsep diri anak jalanan berbeda berdasarkan alasan mereka turun ke jalan ternyata dapat diterima.
Konsep diri cenderung positif yang dimiliki oleh responden ternyata tidak mendukung mereka untuk memperbaiki diri. Padahal, sudah ada beberapa yang diberi kesempatan untuk bekerja di sektor yang lebih menjanjikan seperti menjadi buruh. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak mau berusaha untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik dari pengamen untuk memperbaiki kehidupan mereka.
Sebagai contoh yaitu NVL (15 tahun) yang tidak mau lagi sekolah karena lebih bebas hidup di jalanan. Contoh lainnya yaitu SYF (17 tahun) dan BRQ (17 tahun) yang tidak mau bekerja di pabrik besi. Hal ini disebabkan mereka merasa pekerjaan tersebut terlalu berat dan tidak bisa bebas karena harus bekerja sesuai jadwal yang telah ditentukan. Mereka lebih memilih kembali ke jalanan karena mereka merasa bisa bebas melakukan apa saja sesuai keinginan mereka. Selain itu masih banyak anak jalanan yang mengkonsumsi minuman keras dan narkoba menunjukkan bahwa konsep diri yang dimiliki oleh responden tidak sama dengan realitas atau kondisi fisik dan psikis anak jalanan yang sebenarnya.
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
1. Pada umumnya anak jalanan adalah laki-laki dengan sebagian besar berusia 16 sampai 18 tahun dengan sebagian lainnya berusia 13 sampai 15 tahun. Pekerjaan yang banyak dilakukan anak jalanan adalah pengamen. Tingkat pendidikan responden sebagian besar hanya sampai Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Tingkat sosial ekonomi keluarga responden secara keseluruhan menunjukkan mereka tergolong dalam keluarga miskin menurut kriteria BPS yaitu pendapatan di bawah Rp 600.000,00 per bulan dan pendidikan tertinggi kepala rumah tangga hanya sampai Sekolah Dasar. Sebagian besar anak jalanan tidak pernah mengalami kekerasan di lingkungan kerjanya.
2. Anak jalanan memiliki konsep diri cenderung positif kecuali konsep diri kestabilan emosi yang cenderung sedang.
3. Ada perbedaan antara konsep diri anak jalanan berdasarkan karakteristik sosial ekonomi anak jalanan seperti usia, jenis kelamin dan alasan turun ke jalan. Semakin bertambah usia maka konsep diri anak jalanan cenderung negatif, anak jalanan perempuan memiliki konsep diri cenderung positif dibandingkan dengan anak laki-laki, dan anak jalanan yang turun ke jalan untuk tambahan uang saku dan rekreasi mempunyai konsep diri cenderung positif dibandingkan karena alasan ekonomi. Namun perbedaan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan tidak menyebabkan perbedaan pada konsep
diri anak jalanan karena konsep diri anak jalananan cenderung tinggi pada setiap pendidikan dan jenis pekerjaan anak jalanan cenderung sama yaitu pengamen.
4. Konsep diri anak jalanan yang cenderung positif belum nampak dalam tingkah laku keseharian mereka seperti pada saat pemilihan pekerjaan dan ketika berhubungan dengan orang lain yang tidak bekerja sebagai anak jalanan atau tidak senasib dengan mereka. Konsep diri anak jalanan ternyata tidak selalu berhubungan dengan tingkah laku dan ada faktor lainnya yang mempengaruhi seperti keterbatasan ekonomi, budaya jalanan dan rasa malas.
8.2 Saran
Saran yang dapat direkomendasikan sebagai berikut ini:
1. Penelitian lanjutan diharapkan lebih mempertajam kuesioner agar lebih terlihat konsep diri anak jalanan yang lebih terperinci dan dikaitkan dengan hubungannya dengan tingkah laku sehingga bisa dibuat suatu bentuk pemberdayaan anak jalanan yang tepat sasaran sesuai dengan konsep diri yang mempengaruhi tingkah laku anak jalanan. Secara metodologis dalam mengukur konsep diri tidak dapat hanya dengan metode kuantitatif tetapi perlu pengamatan dan metode kualitatif agar dapat dilihat keadaan anak jalanan yang sebenarnya.
2. Penelitian selanjutnya diperlukan untuk mengetahui apakah fenomena anak jalanan diakibatkan oleh rasa malas atau karena adanya budaya jalanan sehingga anak jalanan tetap kembali ke jalanan walaupun sudah
diberi kesempatan yang lebih baik dibandingkan dengan pekerjaan mereka di jalanan.
3. Penelitian selanjutnya diharapkan menambah jumlah responden dengan jenis pekerjaan yang lebih bervariasi agar dapat dilihat perbedaan konsep diri yang lebih beragam berdasarkan karakteristik anak jalanan.
4. Pembinaan untuk memberdayakan anak jalanan yang tepat sasaran perlu dilakukan. Pemberdayaan tersebut perlu melihat kondisi anak jalanan yang sebenarnya, tidak hanya melihat fenomena anak jalanan secara makro dimana anak jalanan turun ke jalan karena kesulitan ekonomi tetapi juga adanya faktor lain seperti tidak adanya kesempatan yang mereka miliki ataupun adanya kebudayaan jalanan yang bebas sehingga menyebabkan mereka kembali turun ke jalanan.