• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Diri Anak Jalanan (Kasus Anak Jalanan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Diri Anak Jalanan (Kasus Anak Jalanan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DIRI ANAK JALANAN

(Kasus: Anak Jalanan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)

YUNDA PRAMUCHTIA A14204050

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

YUNDA PRAMUCHTIA. KONSEP DIRI ANAK JALANAN. Kasus Anak Jalanan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. (Di bawah bimbingan NURMALA K. PANJAITAN).

Penelitian ini mengenai konsep diri anak jalanan untuk dapat memahami

tingkah laku mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1)

Karakteristik sosial ekonomi anak jalanan, (2) Konsep diri anak jalanan, (3)

Perbedaan konsep diri berdasarkan karakteristik anak jalanan.

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja yaitu di Kecamatan Tanah Sareal,

Jalan Soleh Iskandar, dan perempatan lampu merah Hotel Pangrango.

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli 2008.

Pengumpulan data dilakukan melalui metode survei dengan didukung data

kualitatif. Data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh dengan penyebaran kuesioner kepada 30 responden, wawancara

mendalam dan pengamatan selama penelitian berjalan sedangkan data sekunder

mengenai Rumah Singgah diperoleh dari dokumen Yayasan Titian Mandiri.

Mayoritas anak jalanan di ketiga lokasi penelitian adalah laki-laki dengan

tingkat pendidikan rendah (rata-rata hanya tamat Sekolah Dasar). Sebagian besar

anak jalanan bekerja sebagai pengamen. Alasan anak jalanan bekerja sebagian

adalah karena kesulitan ekonomi dan sebagian lagi untuk mencari uang tambahan

dan untuk rekreasi. Pendidikan orang tua anak jalanan rata-rata hanya tamat

Sekolah Dasar dan bekerja di sektor marjinal seperti buruh dan pada bidang jasa

seperti tukang ojek dan membuka bengkel.

Konsep diri anak jalanan menyangkut karakter pribadi, penampilan fisik,

(3)

Tuhan ternyata cenderung positif. Artinya sebagian besar anak jalanan melihat

dirinya cenderung positif. Namun konsep diri menyangkut kestabilan emosi yang

dimiliki anak jalanan cenderung sedang, anak jalanan mengakui kondisi mereka

sering labil. Kondisi ini nampak dari masih seringnya mereka berkelahi dengan

teman sesama pengamen, minum minuman keras dan mengkonsumsi narkoba.

Ada perbedaan antara konsep diri anak jalanan berdasarkan karakteristik

sosial ekonomi yang mereka miliki seperti usia, jenis kelamin dan alasan turun ke

jalan, namun tidak ada perbedaan konsep diri berdasarkan tingkat pendidikan dan

jenis pekerjaan. Konsep diri anak jalanan yang berusia 13 sampai 15 tahun

cenderung positif dibandingkan dengan yang berusia 16 sampai 18 tahun. Anak

jalanan perempuan cenderung memiliki konsep diri yang positif dibandingkan

anak laki-laki. Hal ini mengindikasikan bahwa anak jalanan perempuan lebih

menghargai pekerjaannya sebagai anak jalanan dari pada anak jalanan laki-laki.

Berdasarkan alasan anak jalanan turun ke jalan yaitu anak jalanan yang turun ke

jalan untuk tambahan uang saku dan rekreasi yang sebagaian besar berusia 13

sampai 15 tahun cenderung positif dibandingkan anak jalanan yang turun ke jalan

karena kesulitan ekonomi yang sebagian besar berusia 16 sampai 18 tahun.

Konsep diri anak jalanan cenderung positif ternyata belum muncul dalam

usaha mereka untuk memperbaiki diri dalam memilih pekerjaan dan berhubungan

dengan orang lain yang tidak bekerja sebagai anak jalanan ataupun orang lain

yang tidak senasib dengan mereka. Dengan konsep diri yang cenderung positif itu

mereka juga masih melakukan tindakan-tindakan yang negatif. Maka dapat

dikatakan konsep diri anak jalanan tidak selalu berhubungan dengan dengan

(4)

seperti keterbatasan ekonomi, budaya jalanan dan rasa malas yang dimiliki oleh

(5)

KONSEP DIRI ANAK JALANAN

(Kasus: Anak Jalanan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Oleh

YUNDA PRAMUCHTIA A14204050

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh:

Nama : Yunda Pramuchtia

No. Pokok : A14204050

Judul : Konsep Diri Anak Jalanan (Kasus Anak Jalanan di Kota Bogor,

Provinsi Jawa Barat)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Nurmala K. Panjaitan NIP. 131 803 654

Menyetujui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP. 131 124 019

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“KONSEP DIRI ANAK JALANAN (KASUS ANAK JALANAN DI KOTA

BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT)” ADALAH BENAR HASIL KARYA

SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH

PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SEMUA SUMBER DATA DAN

INFORMASI YANG DIGUNAKAN DALAM TULISAN TELAH

DINYATAKAN DENGAN JELAS DAN DAPAT DIPERIKSA

KEBENARANNYA.

Bogor, September 2008

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta, 27 April 1986 sebagai anak dari pasangan suami

istri Muchlisin dan Prayetni. Penulis merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara, memiliki dua orang adik Dinda Pramuchtia dan Nanda Pramuchtia.

Penulis menyelesaikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Islam As’syafi’iyah 02,

Jakarta pada tahun 1997. Pada awal tahun 1998, penulis melanjutkan lagi ke

Sekolah Menengah Pertama Negeri 109 Jakarta. Selanjutnya pertengahan tahun

2001, penulis melanjutkan lagi ke SMU Negri 91 Jakarta dan lulus pada tahun

2004.

Pada tahun 2004, penulis mendapatkan kesempatan untuk belajar di

Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Penulis diterima di Program Studi

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial

Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Semasa kuliah, Penulis pernah aktif

dalam beberapa organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai staf Departemen

Minat dan Bakat di Himpunan Profesi MISETA 2006-2007 dan menjabat sebagai

(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmannirrohim.

Alhamdulliah segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi

Robbi atas ridho, kasih sayang, izin dan hidayah-Nya penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan. Skripsi dengan judul Konsep Diri Anak Jalanan dengan kasus Anak

Jalanan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat merupakan karya ilmiah yang

bertujuan untuk memahami sekaligus mengkaji kaitan antara karakteristik anak

jalanan dengan konsep diri yang dimiliki oleh anak jalanan.

Penulisan skripsi terselesaikan dengan bimbingan, saran dan sumbangan

pemikiran yang menarik dari berbagai pihak. Dengan rasa kekaguman dan rasa

hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Said Rusli, MA sebagai

pembimbing akademik dan Ibu Dr. Nurmala K. Panjaitan sebagai pembimbing

studi pustaka sekaligus pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dalam

proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan

kerendahan hati Penulis menerima kritikan dan saran yang membangun untuk

penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi dikemudian hari. Akhirnya, Penulis

berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, September 2008

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala Puji dan Syukur hanya dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan kekuatan, kesabaran, dan pengetahuan kepada penulis dalam

penyelesaian penulisan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini, dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih dengan rasa hormat kepada:

1. Keluarga besarku tercinta, Papa dan Mama yang telah memberikan kasih dan

doanya, adik-adikku (Dinda, Nanda), serta saudara-saudara, yang senantiasa

memberikan aku semangat. Karya kecil ini kupersembahkan bagi kalian.

Selamanya kalian hal yang paling indah yang pernah kumiliki.

2. Ibu Dr. Nurmala K. Panjaitan, selaku pembimbing utama yang telah

mengarahkan dan memberi masukan sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan

dengan baik. Penulis juga memohon maaf jika terdapat kesalahan dalam

prilaku dan ucapan selama masa bimbingan yang kurang berkenan di hati Ibu.

3. Bapak Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi sebagai dosen penguji utama yang telah

bersedia meluangkan waktu dan kritikan untuk memperbaiki skripsi ini.

Penulis juga mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam prilaku dan ucapan

yang kurang berkenan.

4. Ibu Ratri Virianita S.Sos, MSi., selaku penguji dari Departemen KPM yang

telah banyak mengoreksi kesalahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Ir. Said Rusli, MA., selaku pembimbing akademik yang banyak

(11)

KONSEP DIRI ANAK JALANAN

(Kasus: Anak Jalanan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)

YUNDA PRAMUCHTIA A14204050

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

YUNDA PRAMUCHTIA. KONSEP DIRI ANAK JALANAN. Kasus Anak Jalanan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. (Di bawah bimbingan NURMALA K. PANJAITAN).

Penelitian ini mengenai konsep diri anak jalanan untuk dapat memahami

tingkah laku mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1)

Karakteristik sosial ekonomi anak jalanan, (2) Konsep diri anak jalanan, (3)

Perbedaan konsep diri berdasarkan karakteristik anak jalanan.

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja yaitu di Kecamatan Tanah Sareal,

Jalan Soleh Iskandar, dan perempatan lampu merah Hotel Pangrango.

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli 2008.

Pengumpulan data dilakukan melalui metode survei dengan didukung data

kualitatif. Data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh dengan penyebaran kuesioner kepada 30 responden, wawancara

mendalam dan pengamatan selama penelitian berjalan sedangkan data sekunder

mengenai Rumah Singgah diperoleh dari dokumen Yayasan Titian Mandiri.

Mayoritas anak jalanan di ketiga lokasi penelitian adalah laki-laki dengan

tingkat pendidikan rendah (rata-rata hanya tamat Sekolah Dasar). Sebagian besar

anak jalanan bekerja sebagai pengamen. Alasan anak jalanan bekerja sebagian

adalah karena kesulitan ekonomi dan sebagian lagi untuk mencari uang tambahan

dan untuk rekreasi. Pendidikan orang tua anak jalanan rata-rata hanya tamat

Sekolah Dasar dan bekerja di sektor marjinal seperti buruh dan pada bidang jasa

seperti tukang ojek dan membuka bengkel.

Konsep diri anak jalanan menyangkut karakter pribadi, penampilan fisik,

(13)

Tuhan ternyata cenderung positif. Artinya sebagian besar anak jalanan melihat

dirinya cenderung positif. Namun konsep diri menyangkut kestabilan emosi yang

dimiliki anak jalanan cenderung sedang, anak jalanan mengakui kondisi mereka

sering labil. Kondisi ini nampak dari masih seringnya mereka berkelahi dengan

teman sesama pengamen, minum minuman keras dan mengkonsumsi narkoba.

Ada perbedaan antara konsep diri anak jalanan berdasarkan karakteristik

sosial ekonomi yang mereka miliki seperti usia, jenis kelamin dan alasan turun ke

jalan, namun tidak ada perbedaan konsep diri berdasarkan tingkat pendidikan dan

jenis pekerjaan. Konsep diri anak jalanan yang berusia 13 sampai 15 tahun

cenderung positif dibandingkan dengan yang berusia 16 sampai 18 tahun. Anak

jalanan perempuan cenderung memiliki konsep diri yang positif dibandingkan

anak laki-laki. Hal ini mengindikasikan bahwa anak jalanan perempuan lebih

menghargai pekerjaannya sebagai anak jalanan dari pada anak jalanan laki-laki.

Berdasarkan alasan anak jalanan turun ke jalan yaitu anak jalanan yang turun ke

jalan untuk tambahan uang saku dan rekreasi yang sebagaian besar berusia 13

sampai 15 tahun cenderung positif dibandingkan anak jalanan yang turun ke jalan

karena kesulitan ekonomi yang sebagian besar berusia 16 sampai 18 tahun.

Konsep diri anak jalanan cenderung positif ternyata belum muncul dalam

usaha mereka untuk memperbaiki diri dalam memilih pekerjaan dan berhubungan

dengan orang lain yang tidak bekerja sebagai anak jalanan ataupun orang lain

yang tidak senasib dengan mereka. Dengan konsep diri yang cenderung positif itu

mereka juga masih melakukan tindakan-tindakan yang negatif. Maka dapat

dikatakan konsep diri anak jalanan tidak selalu berhubungan dengan dengan

(14)

seperti keterbatasan ekonomi, budaya jalanan dan rasa malas yang dimiliki oleh

(15)

KONSEP DIRI ANAK JALANAN

(Kasus: Anak Jalanan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Oleh

YUNDA PRAMUCHTIA A14204050

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh:

Nama : Yunda Pramuchtia

No. Pokok : A14204050

Judul : Konsep Diri Anak Jalanan (Kasus Anak Jalanan di Kota Bogor,

Provinsi Jawa Barat)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Nurmala K. Panjaitan NIP. 131 803 654

Menyetujui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP. 131 124 019

(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“KONSEP DIRI ANAK JALANAN (KASUS ANAK JALANAN DI KOTA

BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT)” ADALAH BENAR HASIL KARYA

SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH

PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SEMUA SUMBER DATA DAN

INFORMASI YANG DIGUNAKAN DALAM TULISAN TELAH

DINYATAKAN DENGAN JELAS DAN DAPAT DIPERIKSA

KEBENARANNYA.

Bogor, September 2008

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta, 27 April 1986 sebagai anak dari pasangan suami

istri Muchlisin dan Prayetni. Penulis merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara, memiliki dua orang adik Dinda Pramuchtia dan Nanda Pramuchtia.

Penulis menyelesaikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Islam As’syafi’iyah 02,

Jakarta pada tahun 1997. Pada awal tahun 1998, penulis melanjutkan lagi ke

Sekolah Menengah Pertama Negeri 109 Jakarta. Selanjutnya pertengahan tahun

2001, penulis melanjutkan lagi ke SMU Negri 91 Jakarta dan lulus pada tahun

2004.

Pada tahun 2004, penulis mendapatkan kesempatan untuk belajar di

Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Penulis diterima di Program Studi

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial

Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Semasa kuliah, Penulis pernah aktif

dalam beberapa organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai staf Departemen

Minat dan Bakat di Himpunan Profesi MISETA 2006-2007 dan menjabat sebagai

(19)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmannirrohim.

Alhamdulliah segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi

Robbi atas ridho, kasih sayang, izin dan hidayah-Nya penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan. Skripsi dengan judul Konsep Diri Anak Jalanan dengan kasus Anak

Jalanan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat merupakan karya ilmiah yang

bertujuan untuk memahami sekaligus mengkaji kaitan antara karakteristik anak

jalanan dengan konsep diri yang dimiliki oleh anak jalanan.

Penulisan skripsi terselesaikan dengan bimbingan, saran dan sumbangan

pemikiran yang menarik dari berbagai pihak. Dengan rasa kekaguman dan rasa

hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Said Rusli, MA sebagai

pembimbing akademik dan Ibu Dr. Nurmala K. Panjaitan sebagai pembimbing

studi pustaka sekaligus pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dalam

proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan

kerendahan hati Penulis menerima kritikan dan saran yang membangun untuk

penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi dikemudian hari. Akhirnya, Penulis

berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, September 2008

(20)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala Puji dan Syukur hanya dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan kekuatan, kesabaran, dan pengetahuan kepada penulis dalam

penyelesaian penulisan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini, dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih dengan rasa hormat kepada:

1. Keluarga besarku tercinta, Papa dan Mama yang telah memberikan kasih dan

doanya, adik-adikku (Dinda, Nanda), serta saudara-saudara, yang senantiasa

memberikan aku semangat. Karya kecil ini kupersembahkan bagi kalian.

Selamanya kalian hal yang paling indah yang pernah kumiliki.

2. Ibu Dr. Nurmala K. Panjaitan, selaku pembimbing utama yang telah

mengarahkan dan memberi masukan sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan

dengan baik. Penulis juga memohon maaf jika terdapat kesalahan dalam

prilaku dan ucapan selama masa bimbingan yang kurang berkenan di hati Ibu.

3. Bapak Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi sebagai dosen penguji utama yang telah

bersedia meluangkan waktu dan kritikan untuk memperbaiki skripsi ini.

Penulis juga mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam prilaku dan ucapan

yang kurang berkenan.

4. Ibu Ratri Virianita S.Sos, MSi., selaku penguji dari Departemen KPM yang

telah banyak mengoreksi kesalahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Ir. Said Rusli, MA., selaku pembimbing akademik yang banyak

(21)

6. Teman seperjuangku Tina Suhartini, terima kasih atas bantuan yang diberikan

selama penelitian ini.

7. Misbahul Munir yang selalu mendukung, mendoakan, dan memberikan

semangat selama penelitian.

8. Teman-temanku tercinta DR’es: Mira, Ami, Oline, Yoyo, Wulan, Mei, Elin,

Anyu, Dewi, Dhini, Coy, Marisa, Resty. Terima kasih untuk semangat,

kegilaan, kesabaran dan doa-doanya.

9. D’bencongsku: Ajeng, Ade, Intan, Asti, Oline, Mira, Momot. Terima kasih

atas kegilaan dan dukungan pada masa-masa asrama.

10.Ilham, Ucie, Leonard, Adi, Nceq, Sani, Ani, Bayu, Uby, Tutc, Ina, Qori,

Yudie, Lala, Hadim dan semua teman-teman KPM 41 yang tidak bisa

disebutkan satu-persatu.

11.Mba Fera dan Mas Iqbal terima kasih atas masukan dan bantuan yang

diberikan selama penulisan skripsi.

12.Bang Deden dan pihak dari Rumah Singgah Yayasan Titian Mandiri, terima

kasih atas bantuan selama di lapangan.

13.Syahrul, Eneng, Erlan, Andre, Peloy dan semua teman-teman jalananku,

terima kasih atas cerita dan pengalaman yang kalian berikan padaku selama

penelitian.

14.Semua rekan yang telah memberikan sumbangsih sekecil apapun dalam

penyelesaian skripsi ini.

(22)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR TABEL... v DAFTAR LAMPIRAN... vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 4 1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak Jalanan ... 6

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35 3.2 Teknik Pemilihan Responden ... 35 3.3 Metode Pengumpulan Data ... 36 3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 37

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Profil Lokasi Penelitian... 38 4.2 Yayasan Titian Mandiri ... 41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

(23)

BAB VI KONSEP DIRI ANAK JALANAN

6.1 Konsep Diri Karakter ... 56 6.2 Konsep Diri Penampilan Fisik ... 57 6.3 Konsep Diri Terhadap Hubungan dengan Orang Tua... 59 6.4 Konsep Diri Kestabilan Emosi... 60 6.5 Konsep Diri Umum ... 61 6.6 Konsep Diri Terhadap Sikap Jujur dan Percaya ... 62 6.7 Konsep Diri Hubungan Dengan Tuhan... 64 6.8 Ikhtisar ... 65

BAB VII TIPOLOGI KONSEP DIRI ANAK JALANAN

7.1 Konsep Diri Berdasarkan Karakteristik Anak Jalanan ... 68 7.2 Ikhtisar ... 73 7.3 Konsep Diri Berdasarkan Alasan Turun ke Jalan ... 73 7.4 Ikhtisar ... 76

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan ... 77 8.2 Saran... 78

(24)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(25)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman Teks

1. Frekuensi Tingkat Kekerasan yang Sering Dialami oleh Anak Jalanan .... 16 2. Jumlah Responden Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin... 44 3. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan 45 4. Jumlah Responden Berdasarkan Alasan Turun ke Jalan... 48 5. Jumlah Responden Berdasarkan Alasan Turun ke Jalan dan Usia ... 49 6. Jumlah Responden Berdasarkan Keinginan Bekerja ... 50 7. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Akhir Orang Tua ... 51 8. Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua ... 52 9. Jumlah Responden Berdasarkan Penghasilan Orang Tua per bulan... 53 10. Jumlah Responden Berdasarkan Bentuk dan Pelaku Kekerasan ... 54 11. Jumlah Responden Berdasarkan Konsep Diri Karakter Pribadi ... 56 12. Jumlah Responden Berdasarkan Konsep Diri Penampilan Fisik... 58 13. Jumlah Responden Berdasarkan Konsep Diri Hubungan dengan Orang

Tua ... 59 14. Jumlah Responden Berdasarkan Konsep Diri Kestabilan Emosi ... 60 15. Jumlah Responden Berdasarkan Konsep Diri Umum... 62 16. Jumlah Responden Berdasarkan Konsep Diri Sikap Jujur dan Percaya .... 63 17. Jumlah Responden Berdasarkan Konsep Diri Hubungan Dengan Tuhan . 64 18. Jumlah Responden Berdasarkan Usia dan Konsep Diri Anak Jalanan ... 68 19. Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Konsep Diri Anak

Jalanan ... 69 20 Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Konsep Diri

Anak Jalanan ... 70 21 Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Konsep Diri

Anak Jalanan ... 71 22 Jumlah Responden Berdasarkan Alasan Turun ke Jalan dan Konsep Diri

Anak Jalanan ... 74

(26)

Lampiran Halaman 1. Gambar Kegiatan Belajar di Rumah Singgah Titian

(27)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Isu kesejahteraan anak terus mendapat perhatian masyarakat dunia. Mulai

dari permasalahan buruh anak, peradilan anak, pelecehan seksual pada anak, dan

anak jalanan. Hal tersebut juga dicerminkan dari banyaknya dokumen

Internasional yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak seperti Resolusi

MU-PBB 1988; Convention On The Right Of The Child, Resolusi Komisi HAM

PBB 1991;The Special Rapporteur On The Sale Of Children, Child Prostitution

And Child Pornography dan lainnya (Tauran, 2000). Salah satu isu kesejahteraan

anak yang terus berkembang menjadi perhatian dunia adalah masalah anak

jalanan. Laporan Dunia tentang Situasi Anak, menyebutkan bahwa terdapat 30

juta anak tinggal dan menjaga diri mereka sendiri di jalan. Di Asia, saat ini paling

tidak terdapat sekitar 20 juta anak jalanan. Jumlah tersebut diramalkan akan

meningkat dua kali lipat pada 30 tahun mendatang (Childhope, 1991 dalam

Tauran, 2000).

Laporan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (1994) memberitakan

bahwa fenomena anak jalanan semakin meningkat dari segi kualitas maupun

kuantitas. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat

Statistik Republik Indonesia tahun 1998 memperlihatkan bahwa anak jalanan

secara nasional berjumlah sekitar 2,8 juta anak. Dua tahun kemudian, angka

tersebut mengalami kenaikan sekitar 5,4 persen, sehingga jumlahnya menjadi 3,1

(28)

2003 berjumlah 400 jiwa. Jumlah ini meningkat kurang lebih sebesar 50 persen

dari tahun sebelumnya (Anonim, 2003). Ketua Komisi Nasional Perlindungan

Anak Seto Mulyadi mengatakan jumlah anak jalanan pada tahun 2008 di wilayah

Jabodetabek mencapai 80 ribu anak dengan 30 ribu anak berada di wilayah

Jakarta (Moeko, 2008). Hal ini memperlihatkan jumlah anak jalanan yang terus

meningkat tiap tahunnya.

Fenomena ini merupakan persoalan sosial yang kompleks. Fenomena ini

terjadi di masyarakat akibat terganggunya social functioning, dikatakan terganggu

social functioningnya karena seharusnya anak berada pada suatu situasi rumah,

sekolah atau lingkungan bermain yang di dalamnya terdapat interaksi yang

mendukung perkembangan anak tersebut, baik itu fisik, motorik, sosial, psikologis

maupun moralnya (Hartini dkk, 2001). Kondisi demikianlah yang tidak dapat

dipenuhi oleh anak jalanan.

Anak jalanan adalah anak-anak berumur di bawah 16 tahun yang sudah

lepas dari keluarganya, sekolah, lingkungan masyarakat terdekatnya larut dalam

kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya (UNICEF). Keberadaan anak

jalanan memang bervariasi. Menurut Tauran (2000), anak jalanan dikelompokkan

menjadi tiga tipologi berdasarkan penyebab anak jalanan turun ke jalan, yaitu (1)

anak yang bekerja di jalanan karena alasan ekonomi, (2) anak yang hidup di

jalanan karena kurang perhatian keluarga, dan (3) anak yang turun ke jalan untuk

mencari tambahan uang saku.

Di mata masyarakat, keberadaan anak jalanan dianggap ”limbah kota”

(29)

dirinya sampah masyarakat1. Anak jalanan tersebut dipandang sebagai warga

masyarakat marjinal yang membebani masyarakat umum dan negara. Oleh karena

itu, ada sebagian anak jalanan yang melakukan hal-hal kurang sopan seperti

meminta dengan cara yang kasar dan agak memaksa. Situasi ini merupakan

permasalahan yang kompleks dan rumit yang terjadi di masyarakat pada saat ini.

Hingga saat ini penanganan masalah anak jalanan masih terbatas. Tinjauan

terhadap berbagai kebijakan pemerintah menunjukkan bahwa secara konseptual

penanganan anak jalanan dijamin oleh kebijakan yang ada, namun hasil survei

Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia terhadap 100 anak, menunjukkan hanya

10 persen anak jalanan yang terjangkau oleh program penanganan baik yang

dilaksanakan oleh pemerintah maupun oleh lembaga swadaya masyarakat

(Publikasi YKAI, 1994 dalam Tauran, 2000). Untuk itu, perlu dilakukan kegiatan

pemberdayaan anak jalanan yang tepat sasaran. Sebagai penunjang kegiatan

pemberdayaan anak jalanan tersebut, perlu diketahui konsep diri anak jalanan

karena konsep diri mempunyai pengaruh yang besar terhadap keseluruhan

perilaku yang ditampilkan seseorang (Muslim dan Mardiyati, 2004). Dengan

adanya konsep diri yang baik dan positif akan membawa seseorang berperilaku

yang positif, begitu juga sebaliknya, jika seorang mempunyai konsep diri negatif

maka akan membawa seseorang untuk berperilaku negatif.

1      Diambil dari situs internet www.kksp.or.iddengan judul Anak Jalanan. Diakses tanggal 17

(30)

1.2 Perumusan Masalah

Jumlah anak jalanan menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun

ke tahun namun penanganannya masih terbatas. Studi-studi yang ada sebelumnya

masih terbatas pada pembahasan mengenai karakteristik sosial ekonomi,

pembinaan rumah singgah dan tingkat kekerasan yang dialami anak jalanan saja

dan belum melihat anak jalanan dari sudut psikologi sosial yaitu dengan

memahami konsep diri anak jalanan. Dengan memahami konsep diri anak jalanan

maka pembinaan anak jalanan akan tepat sasaran sesuai dengan konsep diri anak

jalanan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik sosial dan ekonomi Anak Jalanan?

2. Bagaimana konsep diri yang terbentuk pada anak jalanan?

3. Bagaimana perbedaan konsep diri anak jalanan berdasarkan karakteristik

sosial ekonomi anak jalanan?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penulisan ini adalah

sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi anak jalanan.

2. Mengidentifikasi konsep diri yang ada pada anak jalanan.

3. Mengidentifikasi perbedaan konsep diri berdasarkan karakteristik sosial

(31)

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk

menambah wawasan dan informasi mengenai anak jalanan dan dapat digunakan

sebagai bahan penulisan yang berkaitan dengan konsep diri anak jalanan. Bagi

pihak-pihak yang berkaitan dengan anak jalanan diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan untuk membuat suatu solusi dalam melakukan upaya pemberdayaan

(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak Jalanan

2.1.1 Karakteristik Anak Jalanan

Anak jalanan adalah anak berusia kurang dari 16 tahun, berada di jalan

untuk hidup maupun bekerja dengan memasuki kegiatan ekonomi di jalan, seperti

pedagang asongan, semir sepatu, pedagang koran, pengamen, mengelap kaca

mobil, menyewakan payung di waktu hujan, dan sebagainya (Anonim, 2004).

Menurut Anonim (2006) indikasi anak jalanan adalah anak yang berusia di bawah

18 tahun, orientasi hubungan dengan keluarganya adalah hubungan yang

sekedarnya, tidak ada komunikasi yang rutin diantara mereka, tidak mempunyai

orientasi waktu mendatang, waktu yang dihabiskan di jalanan lebih dari empat

jam setiap harinya dan biasanya aktivitas yang mereka kerjakan adalah aktivitas

yang berorientasi pada kemudahan mendapatkan uang sekedarnya untuk

menyambung hidup seperti, menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo,

menjajakan koran/majalah, mencuci kendaraan, menjadi pemulung, mengamen,

menjadi kuli angkut, dan menjadi penghubung atau penjual jasa. Adapun jenis

pekerjaan anak jalanan oleh Anonim (1998) dikelompokkan menjadi empat

kategori, yaitu :

1. Usaha dagang yang terdiri dari pedagang asongan, penjual koran, majalah

(33)

2. Usaha di bidang jasa yang terdiri dari pembersih bus, pengelap kaca mobil,

pengatur lalu lintas, kuli angkut pasar, ojek payung, tukang semir sepatu,

dan kenek atau calo.

3. Pengamen. Dalam hal ini menyanyikan lagu dengan berbagai macam alat

musik seperti gitar, kecrekan, suling bambu, gendang, radio karaoke, dan

lain-lain.

4. Kerja serabutan yaitu anak jalanan tidak mempunyai pekerjaan tetap,

dalam arti dapat berubah-ubah sesuai keinginan mereka.

Studi yang dilakukan Sugiharto (2001) pada dua rumah singgah yang

berada di Kotamadya Bandung, menyimpulkan bahwa rentang usia anak jalanan

berkisar antara 13 sampai 18 tahun. Menurut Irwanto dalam Sutinah (2001) rasio

anak jalanan laki-laki di Indonesia kurang lebih 7:3. Hal ini juga didukung oleh

Farid dalam Sutinah (2001) yang mengatakan jumlah anak jalanan perempuan

berkisar 10 persen dari seluruh anak jalanan di Indonesia.

Garliah (2004) menuliskan bahwa anak jalanan bukanlah satu kelompok

yang homogen. Sekurang-kurangnya mereka bisa dikategorikan ke dalam dua

kelompok yaitu anak yang bekerja di jalan dan anak yang hidup di jalan.

Perbedaan diantaranya ditentukan berdasarkan kontak dengan keluarganya. Anak

yang bekerja di jalan masih memiliki kontak dengan orang tua sedangkan anak

yang hidup di jalan sudah putus hubungan dengan orang tua. Hal ini lebih

diperinci oleh Anonim (2004) dengan membedakan ciri-ciri anak jalanan

(34)

• Anak yang hidup di jalanan:

1. Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya minimal

setahun yang lalu.

2. Berada di jalanan seharian dan meluangkan 8-10 jam untuk bekerja,

sisanya untuk menggelandang atau tidur.

3. Bertempat tinggal di jalanan dan tidur di sembarang tempat seperti

emper toko, kolong jembatan, taman, terminal, stasiun, dll.

4. Tidak bersekolah lagi.

5. Pekerjaannya mengamen, mengemis, pemulung, dan serabutan yang

hasilnya untuk diri sendiri.

6. Rata-rata berusia di bawah 14 tahun.

• Anak jalanan yang bekerja di jalanan, cirinya adalah:

1. Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, yakni pulang secara

periodik misalnya seminggu sekali, sebulan sekali, dan tidak tentu.

Mereka umumnya berasal dari luar kota yang bekerja di jalanan.

2. Berada di jalanan sekitar 8-12 jam untuk bekerja, sebagian mencapai

16 jam.

3. Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri atau bersama

teman, dengan orang tua/saudaranya, atau di tempat kerjanya di jalan.

Tempat tinggal umumnya kumuh yang terdiri orang-orang sedaerah.

4. Pekerjaannya menjual koran, mengasong, pengasong, pencuci bis,

pemulung sampah, penyemir sepatu, dan sebagainya. Bekerja

(35)

mereka harus membantu orang tuanya karena miskin, cacat, dan tidak

mampu lagi.

5. Rata-rata usianya dibawah 16 tahun.

Anonim (2006) merumuskan ciri-ciri anak jalanan kedalam dua kategori

yaitu ciri fisik dan psikis. Ciri fisik anak jalanan adalah anak jalanan mempunyai

kulit kusam, rambut kemerah-merahan, kebanyakan berbadan kurus, dan pakaian

kotor. Ciri psikis adalah mereka mempunyai mobilitas yang tinggi terutama untuk

memenuhi kebutuhan pangan, masa bodoh, mempunyai rasa penuh curiga, sangat

sensitif, sulit diatur, berwatak keras, kreatif, semangat hidup yang tinggi, tidak

berpikir panjang (berani menanggung resiko), dan mandiri.

Menurut Garliah (2004) di kalangan anak-anak jalanan berkembang satu

trend cara berpakaian yang cukup khas, yakni gaya berpakaian yang kotor dan

kumal, karena dengan memakai pakaian kotor, justru banyak orang yang mau

menyemirkan sepatu atau memberi uang. Dengan memakai pakaian bersih tak

banyak orang yang mau menyemirkan sepatunya atau memberikan uangnya. Hal

ini menunjukkan adanya satu pertentangan, disatu sisi, masyarakat umum

menginginkan mereka tampil secara "bersih", namun bila tampil dengan cara

semacam ini maka ia tidak mendapatkan uang yang cukup. Berbeda dengan bila ia

menggunakan pakaian kumal, orang tidak menyukai tetapi menghasilkan uang

yang cukup.

Hasil penelitian Syahril dkk. (2000) merumuskan bahwa sebagian besar

anak jalanan berjenis kelamin laki-laki. Anak jalanan tersebut pada umumnya

berasal dari keluarga kurang mampu secara ekonomi dan termasuk anak yang

(36)

membatasi definisi anak-anak kurang beruntung sebagai anak yang berasal dari

keluarga dengan penghasilan rendah, keluarga yang tidak mempunyai orientasi

terhadap bahasa, keluarga yang terlalu sibuk untuk mempertahankan hidup secara

ekonomi dan tidak menunjukkan minat terhadap pendidikan.

Amal (2002) dalam Yudi (2006) menemukan kenyataan bahwa sebagian

besar anak jalanan tidak bersekolah lagi atau tidak melanjutkan pendidikannya.

Namun masih ada juga yang masih sekolah meskipun tidak banyak jumlahnya.

Kategori tidak bersekolah dapat dibagi menjadi :

1.Anak yang tidak pernah bersekolah

2.Sekolah sampai kelas 2 SD (Sekolah Dasar)

3.Bersekolah lebih dari kelas 3 SD namun tidak mampu menyelesaikan

sekolahnya

4.Hanya lulus SD

5.Lulus SD dan melanjutkan SMP.

Sedangkan untuk kategori yang melanjutkan pendidikan terbagi atas :

1.Anak pada tingkat pendidikan kelas 2 SD

2.Lebih dari kelas 2 SD

3.Pada tingkat pendidikan SLTP

Faktor-faktor Penyebab Anak Turun ke Jalan

Secara umum beberapa penyebab anak-anak hidup di jalanan, dapat

(37)

1. Tingkat mikro

Pada tingkat ini, biasanya anak menjadi anak jalanan disebabkan faktor

internal dalam keluarga. Faktor penyebab timbulnya anak jalanan ini juga sesuai

dengan apa yang ditulis oleh Mulandar dalam Anonim (2004) yaitu faktor

kemiskinan keluarga. Kemiskinan ini diperparah oleh rendahnya pendidikan

keluarga itu sendiri, sehingga kedua orang tua tidak mempunyai pandangan yang

tepat terhadap masa depan anak.

2. Tingkat messo

Pada tingkat messo, faktor sebab dapat diidentifikasi sebagai berikut (a)

masyarakat atau komunitas miskin mempunyai pola hidup dan budaya miskinnya

sendiri. Pola hidup yang tidak teratur dan memandang anak sebagai aset untuk

menunjang hidup keluarga yang menyebabkan hilangnya kebutuhan-kebutuhan

anak sesuai tugas perkembangannya; (b) ada pola urbanisasi ke kota-kota besar

tanpa perbekalan yang memadai.

Menurut Suparlan (1993), sekali kebudayaan kemiskinan tersebut tumbuh,

ia cenderung melanggengkan dirinya dari generasi ke generasi melalui

pengaruhnya terhadap anak-anak. Ketika anak-anak di wilayah slum berumur

enam atau tujuh tahun, mereka biasanya menyerap nilai-nilai dasar dan

sikap-sikap dari sub-kebudayaan mereka dan secara kejiwaan tidak sanggup

memanfaatkan kondisi-kondisi perubahan dan memberikan

kesempatan-kesempatan yang mungkin terjadi dalam hidup mereka. Hal ini terlihat dari

penelitian Handoyo dkk (2004) bahwa anak jalanan yang turun ke jalan pada usia

dini (3 sampai 10 tahun) adalah mereka yang mengikuti aktivitas orang tuanya

(38)

3. Tingkat makro

Pada tingkat makro, faktor sebab dapat diidentifikasi sebagai berikut (a)

kebijakan pembangunan yang kurang menyentuh azas pemerataan antara pusat

dengan daerah, sehingga pusat-pusat keramaian hanya muncul di daerah

perkotaan (P.Jawa); (b) kondisi ekonomi masyarakat (Negara) yang tidak stabil,

kenaikan harga barang-barang tiap tahun terjadi mengharuskan keluarga untuk

beradaptasi dengan pengeluaran sedangkan penghasilan tidak bertambah; (c) tidak

semua keluarga miskin dapat atau memperoleh akses pelayanan sosial (gratis)

yang menjadi haknya, baik pelayanan kesehatan, pendidikan, maupun pelayanan

publik lainnya; (d) kebijakan penanganan masalah anak jalanan kurang bersifat

sinergis, koordinatif dan berkelanjutan.

Rata-rata anak jalanan di lokasi penelitian mengaku pergi ke jalan

merupakan keinginan sendiri. Namun motif ini bukanlah semata-mata timbul dari

dalam diri mereka melainkan juga didorong oleh faktor lingkungan. Dari hasil

penelitian Tauran (2000), penyebab anak jalanan turun ke jalan sebagai berikut:

a. Semata-mata menopang kehidupan ekonomi keluarga

b. Mencari kompensasi dari kurangnya perhatian keluarga

c. Sekedar mencari tambahan uang saku.

Penyebab tipe pertama, anak jalanan pergi ke jalan karena kondisi

keluarga yang tidak stabil dan mereka diposisikan sebagai tulang punggung

keluarga. Umumnya ini terjadi pada anak jalanan dengan keluarga yang

mengalami disharmoni dan tidak memiliki sumber-sumber ekonomi yang dapat

mendukung. Anak jalanan dengan motif seperti ini umumnya membelanjakan

(39)

seringkali diidentikkan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur

kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi

hingga sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek

payung, dan kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama

dengan saudara atau teman-teman senasibnya.

Penyebab tipe kedua, anak pergi ke jalan sebagai kompensasi dari tidak

terpenuhinya kesejahteraan anak di rumah. Biasanya anak jalanan pada motif ini

berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi yang cukup stabil tetapi

terabaikannya fungsi yang seharusnya diperankan oleh orang tua (perhatian, kasih

sayang dan bimbingan)mereka kurang mendapat kesejahteraannya, terutama dari

aspek emosional secara baik. Pada keluarga yang pecah atau tidak utuh, baik yang

disebabkan oleh perceraian atau meninggalnya salah satu atau kedua orang tua

akan memberikan akibat bagi anak berupa:

a. Kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tuntunan pendidikan

orangtua.

b. Kebutuhan dan harapan tidak terpenuhi

c. Tidak mendapat latihan fisik dan mental

Sebagai akibat ketiga bentuk pengabaian tersebut anak dapat menjadi bingung,

risau, sedih, atau malu. Bahkan kadang diliputi rasa dendam dan benci sehingga

kemudian mereka menjadi liar dan mencari kompensasi di luar lingkungan

keluarga. Mereka mulai sering menghilang dari rumah dan lebih suka

menggelandang mencari kesenangan hidup imaginer di tempat-tempat lain.

Penyebab tipe yang ketiga, yaitu sekedar mencari tambahan uang saku.

(40)

demikian mereka memiliki inisiatif sendiri untuk mencari tambahan uang saku di

jalan. Umumnya mereka berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah

ke bawah. Mayoritas anak jalanan dengan motif seperti ini memilih pekerjaan

sebagai pedagang koran.

2.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Anak Jalanan

Keluarga memiliki fungsi-fungsi dasar menurut Berns (1997) dalam

Purwaningsih (2003), yaitu :

a. Fungsi reproduksi yaitu keluarga berfungsi untuk mempertahankan

keturunan dengan cara berkembangbiak, melahirkan generasi penerus.

b. Fungsi sosialisasi yaitu keluarga merupakan tempat penanaman nilai-nilai,

kepercayaan, sikap, keterampilan, dan teknik-teknik.

c. Penentuan peran sosial yaitu keluarga merupakan tempat pembagian

pekerjaan, peran sebagai ayah, ibu, dan anak dengan tugas masing-masing.

d. Dukungan ekonomi yaitu keluarga merupakan tempat perputaran uang.

e. Dukungan emosi yaitu keluarga memberikan pengalaman interaksi sosial

pertama, interaksi pengasuhan, keakraban, keabadian, dan rasa aman bagi

anak. Keluarga merupakan tempat berbagi sakit, sedih, terluka, dan saat

usia senja.

Menurut Soe’oed (1999), agen sosialisasi merupakan significant others

(orang yang paling dekat) dengan anak jalanan, seperti orang tua, kakak-adik,

saudara, teman sebaya, guru atau instruktur dan lainnya. Pada anak jalanan yang

(41)

tua dan anggota keluarga lainnya yang merupakan significant other bagi anak, dan

orang tualah yang menjadi role model bagi seorang anak dalam membentuk

perilakunya, sehingga apabila orang tua atau significant other bekerja di jalanan

maka secara otomatis anak akan mencontoh hal tersebut dari orang tua atau

significant other. Akan tetapi, agen sosialisasi berubah bagi anak jalanan beranjak

masa remaja, dimana sosialisasi yang dilakukan oleh peer group menjadi sangat

bahkan lebih penting.

Pada keadaan anak jalanan, salah satu permasalahan yang dihadapi mereka

adalah telah bergesernya fungsi keluarga, salah satu contohnya fungsi ayah

sebagai pencari nafkah yang digantikan oleh anak-anak mereka. Menurut

Purwaningsih (2003), orang tua sangat mempengaruhi keputusan anak dalam

rangka mencari nafkah. Dukungan ini dapat berupa langsung maupun tidak

langsung. Dukungan ini ditunjukkan dengan perilaku orang tua yang meminta

uang ’setoran’ pada anak jalanan. Keadaan sosial ekonomi keluarga yang serba

kekurangan mendorong anak jalanan untuk mencari penghasilan lebih. Keadaan

sosial ekonomi keluarga dapat dilihat salah satunya melalui pekerjaan orang tua.

2.1.3 Kekerasan pada Anak Jalanan

Kekerasan dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai sifat atau hal

yang keras, paksaan. Dinas Sosial Jawa Barat (dalam Marliana, 2006)

mendefinisikan anak yang menjadi korban kekerasan atau diperlakukan salah

yaitu anak yang berusia 5-18 tahun, anak yang terancam secara fisik maupun non

(42)

lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi

kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial.

Ciri-ciri anak yang menjadi korban kekerasan menurut Dinas Sosial Jawa

Barat (dalam Marliana, 2006) adalah:

1. Anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, berusia 5-18 tahun.

2. Sering mendapat perlakuan kasar, kejam, dan tindakan yang berakibat

menderita secara psikologis.

3. Pernah dianiaya atau diperkosa.

4. Dipaksa bekerja, tidak atas kemauannya.

Tabel 1. Frekuensi Tingkat Kekerasan yang Sering Dialami oleh Anak Jalanan di Kota Bogor, Jawa Barat.

No. Jenis Kekerasan Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Dikeroyok teman karena melanggar

wilayah kerja

5 12,5

2. Dijewer orang tua karena tidak bekerja 10 25

3. Ditendang teman 9 22,5

4. Dipalak teman 2 5

5. Dipukul orang tua karena tidak memberi uang

5 12,5

6. Digebukin teman karena melanggar

wilayah kerja

7 17,5

7. Dihajar teman 3 7,5

8. Dihajar preman karena tidak membayar

uang keamanan

13. Dimarahi teman karena melewati batas wilaya kerja

2 5

14. Dipaksa oleh teman untuk menurutinya 7 17,5

15. Diancam orang tua untuk bekerja 3 7,5

16. Dipaksa orang tua untuk bekerja 12 30

17. Diancam teman agar mau memberinya

uang

1 2,5

(43)

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa bentuk kekerasan yang sering

dialami oleh anak jalanan menurut hasil survey yaitu dipaksa orang tua untuk

bekerja. Dari 40 anak jalanan terdapat 12 anak (30%) yang sering dipaksa oleh

orang tuanya untuk bekerja. Bentuk kekerasan lain yang sering dialami oleh anak

jalanan adalah dijewer orang tua karena tidak bekerja dan diejek oleh teman

seprofesi.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Marliana (2006), kekerasan yang

dialami oleh anak jalanan biasanya dilakukan oleh orang dewasa yang berkuasa

atas mereka, seperti orang tua, preman maupun anak jalanan yang lebih tua dari

mereka. Keterbatasan ekonomi keluarga menjadi faktor yang menyebabkan orang

tua memaksa anaknya untuk bekerja di jalan. Kekerasan yang dilakukan oleh

preman terhadap anak jalanan dilakukan agar anak jalanan lebih menuruti

perkataan mereka, sehingga preman dapat terus berkuasa. Kekerasan yang

dilakukan oleh anak jalanan yang lebih tua dilakukan untuk memanfaatkan dan

menunjukkan kekuasaan mereka agar lebih dihormati oleh anak jalanan yang

lebih muda.

Hartini dkk (2001) menyatakan bentuk-bentuk tindakan kekerasan yang

dialami anak jalanan ke dalam empat jenis yaitu:

1. Kekerasan ekonomi

Kekerasan ekonomi cenderung dilakukan oleh anak jalanan laki-laki yang

lebih besar/tua usianya dan atau oleh aparat keamanan. Bahkan secara tidak

langsung kekerasan ekonomi juga dilakukan oleh orang tua mereka.

Kekerasan ekonomi yang dilakukan oleh orang tua mereka sendiri dapat

(44)

serta memberi sumbangan secara ekonomi bagi keluarganya. Kekerasan orang tua

biasanya dilakukan dengan memarahi anak mereka jika beristirahat atau harus

cepat-cepat berlari mendekati mobil bila lampu merah menyala agar mendapat

uang yang lebih banyak.

Kekerasan ekonomi juga dilakukan oleh aparat yang sering melakukan

cakupan pada anak jalanan. Menurut anak jalanan, cakupan dilakukan oleh

petugas keamanan seperti Polisi Kotamadya (maksud satpol PP) dan Hansip.

Penangkapan yang dilakukan oleh petugas sebagai wujud upaya pemerintah kota

untuk menjaga ketertiban dan salah satu solusi yang dapat memecahkan

permasalahan di kota besar, sebaliknya justru dianggap sebagai tindak kekerasan

ekonomi dan psikis bagi anak jalanan karena jika mereka sampai tertangkap, anak

jalanan akan dimintai uang. Jika tidak diberi uang, anak jalanan tersebut diancam

akan dimasukkan ke tempat penampungan-penampungan yang ada di daerah

tersebut.

2. Kekerasan psikis

Bentuk kekerasan ini adalah berupa ancaman tidak diperbolehkan

beroperasi/mengamen/mengemis di tempat/perempatan jalan tertentu,

dimaki-maki dengan kata kasar sampai ancaman dengan menggunakan senjata tajam

seperti clurit dan sebagainya.

Ancaman yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan psikis ini sering

terjadi dan selalu bersamaan dengan kekerasan ekonomi. Kekerasan psikis yang

dilakukan baik oleh sesama anak jalanan atau aparat, cenderung memberikan

(45)

3. Kekerasan fisik

Kekerasan fisik merupakan bentuk kekerasan yang sangat mudah

diketahui dengan melihat akibat yang ditimbulkannya. Kekerasan fisik ini

biasanya berupa tamparan, tendangan, pukulan, gigitan, benturan dengan benda

keras, sampai luka sebagai akibat terkena senjata tajam.

Kekerasan fisik yang dialami anak jalanan perempuan tersebut ternyata

bukan hanya di tempat kegiatan sehari-hari tetapi juga di tempat penampungan

bila anak jalanan tersebut terkena cakupan oleh petugas. Misalnya: anak jalanan

harus mengepel penampungan, pemberian makanan dan tempat tidur yang tidak

memenuhi syarat kesehatan sehingga menimbulkan penyakit dan sebagainya,.

4. Kekerasan seksual

Studi ini menemukan bahwa kekerasan seksual yang terjadi pada anak

jalanan perempuan di Surabaya lebih sering dilakukan pada anak jalanan

perempuan yang telah menginjak remaja (12 tahun ke atas). Kekerasan seksual

yang pernah dialami oleh anak jalanan ini mulai yang sangat ”sederhana” seperti

mencolek pantat, pegang-pegang payudara sampai diajak pergi ke tempat-tempat

yang biasa digunakan untuk melakukan perbuatan seksual (losmen dan hotel-hotel

kecil).

Secara keseluruhan, temuan tentang kekerasan yang dialami anak jalanan

tersebut menunjukkan hidup di jalanan bagi anak-anak berlaku ”hukum jalanan”.

Artinya siapa yang kuat dan berkuasa itulah pemenangnya. Kondisi sepeti itu

(46)

2.2 Konsep Diri

2.2.1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri merupakan bagian penting dalam kepribadian manusia.

Pemahaman mengenai konsep diri merupakan hasil dari bagaimana kita

melakukan proses mengenali diri sendiri. Perkembangan selanjutnya, proses

pengenalan itu sendiri akan sangat beraneka ragam. Dimulai dari penilaian fisik,

seperti cantiknya wajah seseorang, maupun bentuk tubuh yang kemudian

berkembang kepada pengenalan diri nonfisik seperti sejauh mana kepandaian

saya, sudah sebaik apakah tingkah laku saya (Puspasari, 2007).

Konsep diri secara umum dapat didefinisikan sebagai keyakinan,

pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Hal ini seperti yang

dikemukakan oleh Baron (2003) bahwa konsep diri adalah kumpulan keyakinan

dan persepsi diri terhadap diri sendiri yang terorganisir . Konsep diri memberikan

sebuah kerangka berpikir yang menentukan bagaimana kita mengolah informasi

tentang diri kita sendiri, termasuk motivasi, keadaan emosional, evaluasi diri,

kemampuan, dan banyak hal lainnya (Klein dkk dalam Baron, 2004).

Brooks (dalam Mardiyati dan Mudaris, 2004) mengatakan, konsep diri

adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita sendiri. Persepsi tentang diri

ini dapat bersifat psikis, sosial dan psikologis. Persepsi tentang diri diperoleh dari

pengalaman-pengalaman dan hubungan dengan orang lain. Konsep diri bukan

hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kita tentang diri kita

sendiri. Selain itu, Taylor (dalam Mardiyati dan Mudaris, 2004) juga

mendefinisikan konsep diri meliputi apa yang kita pikirkan, dan apa yang kita

(47)

Di dalam konsep diri, diri kita menjadi suatu subjek dan objek sekaligus.

Cooley (dalam Rakhmat, 1994) menyebut gejala ini looking-glass self (diri

cermin), seakan-akan kita menaruh cermin di depan kita. Pemikiran ini

mengatakan konsep diri seseorang dipengaruhi oleh apa yang diyakini

individu-individu bahwa orang-orang berpendapat mengenai dia (Cooley dalam Burns,

1993). Kronologisnya adalah sebagai berikut, pertama, kita membayangkan

bagaimana kita tampak pada orang lain, kita melihat sekilas diri kita seperti dalam

cermin. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan

kita. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa, orang mungkin merasa

sedih atau malu (Zanden dalam Rakhmat, 1994). Misalnya individu mengganggap

dirinya jelek, lalu dia berpikir bahwa orang lain menganggap dirinya tidak

menarik dan pada akhirnya individu tersebut merasa kecewa dengan dirinya

sendiri.

Melalui proses pengalaman yang panjang, pada akhirnya konsep diri

seseorang terbentuk, yakni bahwa konsep diri seseorang bisa positif (tinggi) bisa

pula negatif (rendah) (Hasbiansyah, 1997). Konsep diri yang positif dapat

diperoleh, jika seseorang memandang dirinya sebagai seorang yang mampu.

Konsep diri yang positif memungkinkan seseorang untuk menatap hidup dengan

penuh antusiasme, berkemauan untuk menjelajahi minat-minat baru, mencari

tantangan baru bagi diri dan hidupnya, serta sebagai individu yang bahagia.

Sebaliknya, individu yang memiliki konsep yang negatif, merasa tidak mampu,

tidak berdaya, menolak untuk mencoba tugas atau hal-hal baru, dan mudah

menyerah sebelum mencoba sesuatu karena selalu merasa dirinya akan mengalami

(48)

2.2.2 Faktor Pembentuk Konsep Diri

Pembentukan konsep diri pada manusia sesungguhnya melalui proses yang

panjang dan terus-menerus sejak lahir hingga dewasa. Proses itu dimulai dari pola

asuh orang tua, bentukan bahasa yang digunakan, imitasi, permainan peran,

sehingga mulai muncul identitas diri yang diterimanya yang menghubungkan

dirinya dengan kehidupan sosial yang sedang berlangsung dalam keluarga dan

kelompok-kelompok lain, dan akhirnya dalam komunitas itu secara keseluruhan

(Hasbiansyah, 1997)

Konsep diri terbentuk oleh kesadaran akan diri dengan melakukan

penilaian langsung terhadap dirinya sendiri, juga terbentuk karena kesadaran akan

kehadiran orang lain yang menilainya atau diduga menilainya. Komentar orang

lain tentang seseorang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang menilai dirinya.

Komentar atau perlakuan orang lain tersebut dapat digunakannya untuk

memperkuat, melegitimasi, atau mengubah persepsi tentang dirinya.

Tidak semua orang lain memiliki pengaruh yang sama terhadap seseorang,

ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengannya.

George Herbert Mead (Rakhmat, 1993) menyebutnya significant others.

Significant others meliputi orang tua, saudara-saudara, famili, dan sebagainya,

yang mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan seseorang secara intens.

Semakin luas pergaulan, semakin banyak pula ia mengumpulkan penilaian orang

lain tentang dirinya. Seluruh penilaian dari significant others dan lain-lainnya itu

kemudian dihimpun menjadi satu kesatuan penilaian. Keseluruhan pandangan

(49)

Selain identitas unik yang sering disebut dengan konsep diri personal, juga

ada aspek sosial dari diri yang kita bagi dengan orang lain (Brewer & Gardner,

1996 dalam Baron, 2004). Bagian dari siapa kita dan bagaimana kita berpikir

tentang diri kita sendiri ditentukan oleh identitas kolektif yang disebut sebagai diri

sosial (social self). Diri sosial, juga terdiri dari dua komponen: (1) berasal dari

hubungan interpersonal dan (2) berasal dari keanggotaan pada kelompok yang

lebih besar dan kurang pribadi seperti ras, etnis, dan budaya. Berdasarkan hasil

penelitian dalam mempelajari tiga kelompok (pra remaja, remaja awal, dan remaja

akhir), konsep diri sosial menjadi semakin terdiferensiasi dan didefinisikan

dengan baik seiring dengan bertambahnya usia.

Menurut Pikunas (dalam Mudaris dan Mardiyati, 2004), pada pertengahan

dan akhir masa kanak-kanak, teman sebaya (peer group), dan kelompok acuan

(reference group) mulai memegang peranan penting dalam menggantikan

kedudukan orang tuanya, sebagai pembentuk utama konsep diri anak. Anak mulai

mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok seusia mereka dan mengadopsi

tingkah laku kelompok sebayanya dari jenis kelamin yang sama dengan dirinya.

Pada akhir masa anak-anak keadaan konsep diri anak akan stabil.

Puspasari (2007) merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi konsep

diri yaitu:

a) Pengaruh keterbatasan ekonomi

Pada lingkungan dengan keterbatasan ekonomi akan menghasilkan

permasalahan perkembangan yang berkaitan dengan proses pertumbuhan

aktualisasi diri. Kesulitan hidup secara finansial maupun ekonomi, akan

(50)

beberapa anak menunjukkan tanda-tanda depresi akibat pada usia mereka adanya

tuntutan untuk mencari nafkah keluarga.

b) Pengaruh kelas sosial

Contohnya adalah pada ras-ras tertentu terdapat karakteristik konsep diri

yang unik satu sama lain. Ras kulit hitam yang dianggap kaum minoritas

cenderung untuk bersifat defensif terhadap kritik, agresif dan mempunyai nilai

konsep diri yang rendah.

c) Pengaruh usia terhadap konsep diri.

Pada beberapa individu, konsep diri dapat meningkat atau menurun sesuai

kondisi atau pengalaman dari individu itu sendiri.

Konsep diri menurut Puspasari (2007) dapat dilihat dari aspek-aspek

berikut ini:

• Konsep diri skala kemampuan fisik

Konsep diri skala kemampuan fisik didefinisikan sebagai kemampuan

seseorang untuk mendeskripsikan dirinya dalam melakukan kegiatan yang

bersifat menguji kemampuan fisik.

• Konsep diri skala penampilan fisik

Konsep diri yang berkaitan dengan penampilan fisik merupakan deskripsi

seseorang terhadap penampilan fisiknya. Proses deskripsi bisa dilakukan

dengan membandingkan diri sendiri, penilaian yang dilakukan dengan

membandingkan diri dengan orang lain, ataupun penilaian yang berasal dari

(51)

• Konsep diri skala hubungan dengan lawan jenis

Konsep diri yang menyangkut deskripsi diri yang berkaitan dengan proses

sosial dengan lawan jenis.

• Konsep diri skala hubungan dengan teman yang berjenis kelamin sama

Deskripsi diri remaja yang terbentuk sebagai akibat proses dengan teman

yang memiliki jenis kelamin yang sama.

• Konsep diri hubungan dengan orang tua

Gambaran mengenai bagaimana anak mendeskripsikan dirinya terhadap

hubungan antara anak dengan orang tuanya sendiri.

• Konsep diri terhadap sikap jujur dan percaya

Konsep diri yang berkaitan dengan bagaimana seorang anak

mendeskripsikan dirinya terhadap sikap jujur dan percaya terhadap orang lain.

ketidakjujuran akan menyebabkan seseorang salah memahami deskripsi diri

yang ada pada dirinya, sedangkan anak yang memiliki tingkat kepercayaan

yang tinggi terhadap hubungannya dengan orang lain akan memiliki

keterbukaan dalam mengungkapkan deskripsi dirinya. Seorang anak yang

menghadapi tekanan cenderung untuk mempertahankan diri dengan cara

berbohong ataupun lari dari masalah.

• Konsep diri kestabilan emosi

Konsep diri yang berkitan dengan proses pengendalian emosi pada diri

individu. Individu yang cenderung sulit untuk mengendalikan emosinya akan

mudah marah, selalu merasa khawatir dan terancam ataupun mudah resah.

(52)

umumnya jarang menunjukkan emosi negatif kepada orang lain ataupun

terlalu terbawa emosi pada kegiatan sehari-harinya.

• Konsep diri akademis umum

Alat ukur ini mencoba untuk melihat konsep diri seseorang terhadap

kemampuan akademisnya. Pada anak dengan usia sekolah, konsep diri akan

kemampuan akademis atau keberhasilan dirinya di sekolah dapat digunakan

untuk mengembangkan konsep diri yang dimiliki.

• Konsep diri umum

Konsep diri umum merupakan generalisasi pemahaman konsep diri, tanpa

spesifik melihat deskripsi apa yang dilihat secara khusus. Konsep diri ini

digunakan untuk melihat kemampuan menghargai diri sendiri dan membangun

rasa percaya diri.

2.3 Kerangka Pemikiran

Penjelasan-penjelasan di atas dapat dirangkai menjadi sebuah kerangka

pemikiran yang selanjutnya dapat dirangkai lagi menjadi satu permasalahan baru

yang mengangkat tema tentang konsep diri anak jalanan terkait dengan

faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri tersebut.

Konsep diri merupakan faktor yang penting bagi pembentukan tingkah

laku manusia. Manfaat individu mengetahui konsep diri adalah mereka dapat

menampilkan perilaku yang diterima dari respon-respon dan

pandangan-pandangan yang diberikan oleh orang lain. Terkait dengan anak jalanan, konsep

(53)

ini merupakan apa yang diyakini anak jalanan pada dirinya, meliputi karakteristik

fisik, psikologi, sosial, dan emosional serta aspirasi-aspirasi dan prestasinya.

Gambaran yang dimiliki anak jalanan ini adalah penilaian dari segala hal yang

mereka ketahui, rasakan dan mereka yakini ada pada diri mereka, meliputi

karakteristik diri dan bagaimana mereka berhubungan dengan dunia luar, yang

berkembang berdasarkan hasil persepsi dari orang lain dan diri mereka sendiri.

Cara seseorang memandang dan menilai dirinya, menurut para ahli

psikologi memiliki kaitan dengan perilaku dengan yang ditampilkannya. Orang

yang menilai dirinya sebagai tidak baik (konsep diri negatif), cenderung menarik

diri dalam berhubungan dengan orang lain, atau bertindak agresif secara tidak

wajar. Jika seorang anak jalanan berpikir bahwa dirinya bodoh, ia akan merasa tak

sanggup melaksanakan tugas-tugas yang dipandangnya tugas “orang-orang

pintar”. Bila seorang anak jalanan merasa dirinya memiliki kemampuan mengatasi

masalah, maka persoalan apapun yang dihadapinya pada akhirnya cenderung

dapat diatasi. Bila seorang anak jalanan merasa dirinya tampan dan ketampanan

itu merupakan bagian penting dalam melaksanakan pekerjaannya, ia akan tampil

percaya diri dan bertindak positif. Burns, seorang ahli psikologi yang secara

khusus mempelajari ihwal konsep diri dengan perilaku, mengisyaratkan bahwa

konsep diri secara potensial memiliki kaitan dengan bagian-bagian yang amat luas

dari perilaku manusia (Burns, 1993).

Karakteristik anak jalanan yang terdiri dari faktor internal dan faktor

eksternal diduga dapat mempengaruhi konsep diri anak jalanan. Faktor internal

dalam karakteristik sosial ekonomi anak jalanan ini terdiri dari usia, jenis kelamin,

(54)

jalanan ini akan dilihat hubungannya dengan konsep diri yang terbentuk pada

anak jalanan. Hal ini dapat disederhanakan melalui gambar kerangka pemikiran

(Gambar 1). • Alasan Turun ke Jalan

Karakteristik Sosial Ekonomi Anak Jalanan

Faktor Eksternal:

• Tingkat Kekerasan yang Diterima Anak Jalanan • Tingkat Sosial Ekonomi

Anak Jalanan

Konsep Diri Anak Jalanan

Tingkah Laku Anak Jalanan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

Keterangan:

: mempengaruhi

: mempengaruhi tetapi tidak diteliti

2.4 Hipotesis Penelitian

1. Diduga konsep diri anak jalanan berbeda berdasarkan karakteristik sosial

(55)

2. Diduga konsep diri anak jalanan berbeda berdasarkan alasan anak turun ke

jalan.

2.5 Definisi Operasional

1. Anak jalanan adalah anak berusia 13 sampai 18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dan tempat umum

lainnya (pasar, terminal, stasiun dan lainnya).

2. Usia adalah lama hidup responden dari sejak lahir sampai ketika diwawancarai, kategori yang digunakan adalah:

1. Antara 13 hingga 15 tahun, kode =1

2. Antara 16 hingga 18 tahun, kode = 2

3. Jenis kelamin adalah struktur biologis yang ada pada diri anak jalanan.

Kategorinya adalah:

1. Laki-laki, kode =1

2. Perempuan, kode = 2

4. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang diperoleh anak jalanan.

Kategorinya adalah:

1. Tidak pernah sekolah, kode = 1

2. Sekolah Dasar (SD) dan sederajat, kode = 2

3. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat, kode = 3

(56)

5. Jenis Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah uang dalam satu bulan terakhir.

1. Usaha dagang terdiri dari pedagang asongan, penjual koran, majalah

serta menjual sapu atau lap kaca mobil, kode = 1

2. Usaha di bidang jasa terdiri dari pembersih bus, pengelap kaca mobil,

pengatur lalu lintas, kuli angkut di pasar, ojek payung, tukang semir

sepatu, dan kenek atau calo, kode = 2

3. Pengamen. Dalam hal ini menyanyikan lagu dengan berbagai macam

alat musik seperti gitar, kecrekan, suling bambu, gendang, radio

karaoke, dan lain-lain, kode = 3

4. Kerja serabutan yaitu anak jalanan tidak mempunyai pekerjaan tetap,

dalam arti dapat berubah-ubah sesuai keinginan mereka, kode = 4

6. Alasan turun ke jalan adalah alasan yang menyebabkan anak memilih untuk turun ke jalan. Kategori yang digunakan adalah:

(1) Tipe pertama: turun ke jalan karena alasan ekonomi/ mencari nafkah

untuk keluarga, kode = 1

(2) Tipe kedua : turun ke jalan karena kurang kasih sayang keluarga/

disharmoni keluarga, kode = 2

(3) Tipe ketiga : turun ke jalan karena iseng/ menambah uang saku,

kode = 3

(57)

7. Keadaan sosial ekonomi keluarga adalah suatu gambaran kehidupan keluarga yang menitikberatkan pada tingkat pendidikan, tingkat

pendapatan dan jenis pekerjaan orang tua.

8. Tingkat pendapatan orang tua adalah penghasilan yang dimiliki oleh ayah dan ibu. Kategori yang digunakan adalah:

1. Tidak tahu, kode = 1

2. Tidak berpenghasilan, kode = 2

3. Kurang dari atau sama dengan Rp 200.000,00, kode = 3

4. Lebih dari Rp 200.000,00 - Rp 500.000,00, kode = 4

5. Lebih dari Rp 500.000,00 - Rp 830.000,00, kode = 5

6. Lebih dari Rp 830.000,00 kode = 6

9. Tingkat pendidikan orang tua adalah pendidikan formal yang pernah dijalani oleh ayah atau ibu anak jalanan. Kategori:

1. Tidak tahu, kode = 1

2. Tidak pernah sekolah, kode = 2

3. Sekolah Dasar (SD), kode = 3

4. Sekolah Menengah Pertama (SMP), kode = 4

5. Sekolah Menengah Atas (SMA), kode = 5

6. Perguruan Tinggi, kode = 6

10.Pekerjaan orang tua adalah kegiatan yang dilakukan ayah atau ibu anak jalanan untuk membiayai hidup keluarga. Kategori yang digunakan adalah:

(58)

2. Tidak bekerja atau Ibu rumah tangga, kode = 2

3. Buruh terdiri dari tukang batu, kuli angkut, dan buruh cuci atau

pembantu rumah tangga, kode = 3

4. Bidang jasa (terdiri dari tukang sepatu, tukang kebun, penarik becak,

penggali sumur, supir, penjahit, pramuniaga, dan satpam) dan usaha

dagang, kode = 4

5. Petani, kode = 5

6. Pemulung dan pengemis, kode = 6

7. Lainnya, kode = 7.

11.Tingkat kekerasan yang diterima anak jalanan adalah intensitas tindak kejahatan yang dilakukan pihak lain (aparat keamanan, keluarga, anak

jalanan lain dll) yang merugikan anak jalanan Untuk kekerasan yang

diterima anak jalanan kategorinya adalah:

(1). Dipaksa bekerja, kode = 1

(2). Dipukuli, kode = 2

(3). Dipaksa memberikan uang, kode = 3

(4). Pelecehan seksual, kode = 4

(5). Lainnya, kode = 5

12.Konsep diri adalah cara anak jalanan memandang dan menilai dirinya sendiri. Kategori yang digunakan adalah:

(1) Konsep diri karakter pribadi: konsep diri mengenai karakter diri anak

jalanan

(59)

• Sedang: 19-29

• Rendah: 30-40

(2) Konsep diri penampilan fisik: deskripsi anak jalanan mengenai

penampilan fisiknya.

• Tinggi: 5-9

• Sedang: 10-14

• Rendah: 15-20

(3) Konsep diri hubungan dengan orang tua: deskripsi anak jalanan

terhadap hubungan dengan orang tua mereka

• Tinggi: 8-18

• Sedang: 19-29

• Rendah: 30-40

(4) Konsep diri kestabilan emosi: deskripsi anak jalanan terhadap

pengendalian emosi pada diri individu.

• Tinggi: 6-13

• Sedang: 14-21

• Rendah: 22-30

(5) Konsep diri umum: deskripsi anak jalanan mengenai kemampuan

menghargai dirinya sendiri

• Tinggi: 6-13

• Sedang: 14-21

(60)

(6) Konsep diri sikap jujur dan percaya: deskripsi anak jalanan terhadap

sikap jujur dan percaya

• Tinggi: 5-9

• Sedang: 10-14

• Rendah: 15-20

(7) Konsep diri hubungan dengan Tuhan: deskripsi anak jalanan terhadap

hubungan dengan Tuhan.

• Tinggi: 4-8

• Sedang: 9-13

Gambar

Tabel                                                                                                            Halaman
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

Referensi

Dokumen terkait

Namun demikian terdapat perbedaan yang sangat nyata antara petani laki-laki dan perempuan, di mana petani laki-laki berada pada kategori tinggi (43,1 persen) sedangkan

Dengan kata lain, dalam memohon petunjuk ke jalan yang benar itu, dalam ketulusan, kta harapkan senantiasa kepada Allah bahwa Dia akan mengabulkan permohonan kita, namun pada

Karya Kita Bandung, diperoleh informasi bahwa motivasi kerja karyawan pada saat ini cenderung menurun hal ini disebabkan oleh kurangnya penghargaan diri dan pengakuan akan

〔最高裁民訴事例研究四五一〕代位弁済者が原債権を財団債権として破産手続外で行使すること

Hasil penelitian yang dilakukan dihasilkan bahwa pengelolaan resolusi konflik yang dilakukan TNGGP di kawasan perluasan TNGGP di Desa Ciputri Blok Sarongge Girang

In order to design services and formulate operations strategy for multicultural markets, managers need to determine: (1) important service attributes along with each customer

Dilihat dari nilai Indeks Bagian Terbesar ( Index of Prepoderance ), nilai IP dari organisme makanan ikan Selar Kuning jenis Clausocalanus arcuicornis dan Copepoda pada ikan

Kedua: memperbaiki alokasi sumberdaya produktif melalui penggeseran peran pengambilan keputusan public ketingkat pemerintahan yang paling rendah yang memiliki informasi