• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep & Elemen Tata Kelola ASRI

I

stilah tata kelola ASRI diperkenalkan pertama kali pada Juni 2004 oleh UN dalam program Global Compact’s “Who Cares Wins”[5] untuk membawa investor dan analis ikut memperhatikan isu lingkungan, sosial dan tata kelola[6]. Investor dan analis memandang pentingnya tata kelola ASRI dengan asumsi bahwa perusahaan yang secara proaktif mengelola isu lingkungan, sosial dan tata kelola mempunyai posisi yang lebih baik dari kompetitornya untuk menghasilkan manfaat jangka panjang baik yang berwujud maupun tak berwujud.

Tata kelola ASRI merupakan isu yang kompleks. Ia melibatkan tiga pilar, yaitu lingkungan, sosial dan tata kelola itu sendiri. Gambar berikut menjelaskan beberapa elemen penting yang perlu diperhatikan dari masing-masing pilar.

Gambar 12. Elemen dalam Tata Kelola Aspek Resiko Sosial dan Lingkungan (ASRI)

[5]Sumber: www.unglobalcompact.org/Issues/inancial_markets/

[6]Istilah yang diperkenalkan oleh program ini adalah Environmental, Social and Governance (ESG).Sedangkan Tata Kelola ASRI pada umumnya lebih memperhatikan bagaimana institusi mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan dalam sistem manajemennya.

Penilaian Lingkungan dan Sosial (Environmental and Social Assessment) adalah proses untuk menentukan potensi resiko dan dampak lingkungan dan sosial (termasuk didalamnya tenaga kerja, kesehatan dan keamanan) dari suatu

proposal proyek pada area yang terkena pengaruh proyek.

Isu tata kelola ASRI mencakup isu lingkungan dan isu sosial. Isu lingkungan penting untuk dimasukkan dalam analisis adalah emisi gas rumah kaca, berkurangnya keanekaragaman hayati, kontaminasi dan polusi, dan energi terbarukan. Isu sosial mencakup hubungan industrial, hak asasi manusia, pembebasan lahan, kesehatan dan keselamatan kerja, dan inklusi keuangan. Isu yang menyangkut tata kelola secara keseluruhan adalah korupsi dan suap, reputasi, dan efektiitas manajemen. Pada akhirnya, setiap institusi mempunyai deinisi dan preferensi sendiri akan apa yang tercakup dalam setiap isu tersebut.

Penerapan manajemen resiko lingkungan dan sosial terkait dengan bagaimana sistem yang ada dalam bank dapat mengikutsertakan aspek resiko sosial dan lingkungan dalam keseluruhan proses penyaluran kredit dari mulai penapisan (screening) dan uji tuntas proposal kredit, mitigasi resiko usaha/ kegiatan, sampai dengan monitoring proyek. Penerapan manajemen resiko sosial dan lingkungan yang baik akan dapat menurunkan resiko bank baik resiko kredit, resiko reputasi dan resiko pasar. Gambar berikut menjelaskan bagaimana aspek lingkungan dan sosial dipertimbangkan dalam setiap tahapan proses kredit.

Gambar 13. Aspek Lingkungan dan Sosial dalam Siklus Transaksi Kredit

Sistem Manajemen Lingkungan dan Sosial adalah sistem manajemen yang mengakomodir persoalan lingkungan, sosial, kesehatan dan keselamatan yang

dapat diterapkan di ingkat perusahaan atau proyek. Sistem ini didisain untuk mengideniikasi dan mengukur resiko dan dampak terkait proyek. Sistem ini

mencakup manual dan dokumen lainnya, termasuk didalamnya kebijakan, rencana dan program manajemen, prosedur, requirement, indikator capaian, tanggung

jawab, training dan audit dan inspeksi ruin terkait isu lingkungan dan sosial, serta

Modul Keuangan Berkelanjutan – Tata Kelola Aspek Resiko Sosial & Lingkungan

Untuk dapat memasukkan ASRI ke dalam siklus kredit, yang perlu diperhatikan oleh perbankan adalah bagaimana mengikutsertakan ASRI ke dalam sistem bank secara integratif ke dalam proses bisnisnya. Ada beberapa komponen yang diperlukan dalam sistem suatu bank sehingga manajemen ASRI dapat secara sistematis berjalan, yaitu:

1. Adanya kebijakan yang merepresentasikan komitmen dan standar yang hendak diacu bank dalam mengimplementasikan ASRI.

2. Adanya prosedur yang mengikutsertakan ASRI baik dalam penilaian kredit maupun dalam monitoring kredit.

3. Adanya sistem pelaporan yang memasukkan kinerja bank dan klien dalam mengimplementasikan ASRI.

4. Adanya kemampuan bank untuk mengimplementasikan ASRI, baik dari sisi sumber daya manusia, kapasitas birokrasi, kemauan manajemen maupun jaringan yang dimiliki oleh bank.

Gambar 14 berikut menjelaskan komponen yang diperlukan bagi bank untuk mengimplentasikan ASRI.

Gambar 14. Komponen Tata Kelola ASRI

Setelah ASRI telah terintegrasi dengan sistem manajemen yang ada dalam sebuah bank, maka suatu proses kredit akan mempunyai alur seperti yang dideskripsikan pada Gambar 15.

Gambar 15. Alur Transaksi Kredit dengan Manajemen ASRI

Penapisan Transaksi (Transaction Screening)

Penapisan transaksi merupakan proses awal bank dalam analisis kredit. Melalui penapisan transaksi, bank dapat menerapkan beberapa kriteria sebelum melakukan analisis lebih lanjut. Penapisan transaksi biasanya diejawantahkan melalui daftar pengecualian (exclusion list) yang merupakan kriteria usaha atau kegiatan yang tidak akan dibiayai oleh bank. Beberapa institusi sudah menerapkan penapisan transaksi yang memperhatikan faktor sosial dan lingkungan. Tabel berikut adalah contoh penapisan transaksi menurut standar IFC (International Finance Corporation), Citibank dan Bank Muamalat Indonesia.

Penapisan transaksi merupakan hal yang lumrah dilakukan di setiap bank. Penapisan transaksi mewakili preferensi bank akan sektor atau jenis usaha yang tidak disukainya. Jika suatu bank hendak mengimplementasikan Tata Kelola ASRI, bank dapat memulainya dari menyesuaikan datar pengecualian dengan mengakomodir sektor atau jenis usaha yang paling memberikan dampak negatif pada lingkungan dan sosial. Setiap bank juga bisa memasukkan preferensi resikonya sendiri, misalkan terhadap usaha sawit, bank dapat menolaknya sama sekali, mensyaratkan RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) atau bank membuat syarat lain yang menurunkan terjadinya dampak lingkungan dan sosial dari jenis bisnis ini.

Modul Keuangan Berkelanjutan – Tata Kelola Aspek Resiko Sosial & Lingkungan

IFC Exclusion List[7] Citibank Transaction Screening BNI Syariah Produksi atau perdagangan

produk atau kegiatan yang dianggap ilegal (nasional/ internasional)

Produksi atau aktivitas yang berbahaya atau menggunakan bahan peledak dan melakukan eksploitasi tenaga kerja paksa atau tenaga kerja anak.

Kegiatan yang tidak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia

Produksi atau perdagangan senjata

Penebangan liar Perjudian, kasino dan

perusahaan sejenis Produksi atau perdagangan

minuman beralkohol (tidak termasuk bir dan anggur)

Produksi atau perdagangan hewan margasatwa atau produk yang diatur dibawah CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).

Minuman beralkohol

Produksi atau perdagangan tembakau

Kegiatan penjaringan ikan di laut dengan menggunakan jaring dengan panjang lebih dari 2.5 km.

Peternakan babi

Perjudian, kasino dan sejenisnya Sektor sektor lain yang

bertentangan dengan prinsip syariah

Produksi atau perdagangan bahan radioaktif (kec. peralatan medis dan peralatan lain yang dianggap aman oleh IFC)

Produksi atau perdagangan

unbonded asbestos ibers

Jaring ikan dengan panjang lebih dari 2,5 km

Produksi atau aktivitas yang berbahaya atau menggunakan bahan peledak dan melakukan eksploitasi tenaga kerja paksa atau tenaga kerja anak.

Penebangan komersial pada hutan tropis

Produksi atau perdagangan produk hutan selain produk yang bersifat berkelanjutan

Produksi, perdagangan, penyimpanan atau pengiriman dari bahan kimia berbahaya dalam jumlah yang signiikan. (untuk microinance)

Produksi atau aktivitas pada lahan bersengketa (untuk microinance)

Tabel 5. Contoh Penapisan Transaksi

[7]Untuk datar pengecualian IFC, tes kewajaran akan diterapkan apabila kegiatan proyek perusahaan akan memiliki dampak pembangunan yang signiikan tapi keadaan negara membutuhkan penyesuaian ke Datar Pengecualian.

Kategorisasi Resiko Sosial dan Lingkungan

Setelah melalui proses penapisan transaksi, proposal usaha atau kegiatan akan melewati penilaian kategorisasi resiko lingkungan dan sosial. Pengategorisasian resiko lingkungan dan sosial dimaksudkan untuk memberikan gambaran akan karakteristik besaran dampak resiko lingkungan dan sosial. Dalam sebuah institusi yang sudah mempunyai sistem yang terintegrasi, pada umumnya telah ada panduan lengkap untuk tiap sektor usaha bagaimana mengategorisasikan resiko lingkungan dan sosial. Dalam hal ini, IFC telah membuat kriteria akan kategori resiko seperti yang digambarkan pada Tabel 6.

Kategori Deskripsi

Kategori A (Resiko Tinggi)

Penggunaan dana cenderung memiliki potensi dampak sosial dan lingkungan yang

merugikan secara beragam, idak dapat dipulihkan atau belum pernah terjadi sebelumnya.

Kategori B (Resiko Medium)

Penggunaan dana cenderung memiliki potensi dampak sosial atau lingkungan yang

merugikan dengan jumlah yang sedikit, , umumnya bersifat situs-spesiik, dan sebagian besar dapat dipulihkan kembali serta siap diatasi dengan indakan miigasi.

Kategori C

(Resiko Minimal) Penggunaan dana ini diharapkan memiliki dampak yang minimal atau idak sama sekali

secara sosial atau lingkungan.

Kategori GR[8] “Tinjauan Umum”, penggunaan dana diarahkan untuk beberapa proyek dengan ingkat

risiko yang berbeda-beda.

Tabel 6. Kategorisasi Resiko Sosial dan Lingkungan menurut IFC Resiko sosial dan lingkungan yang muncul

dari setiap jenis usaha atau kegiatan berbeda antar sektor. Karenanya identiikasi resiko sosial dan lingkungan yang mungkin muncul dari proposal usaha atau kegiatan yang sedang diassess menjadi penting. Dalam hal ini, IFC membuat panduan akan poin-poin apa saja yang perlu diassess dari tiap sektor industri terkait lingkungan, kesehatan dan keselamatan (EHS/ Environmental, Health and Safety Guidelines[9]. Lampiran 4 menjelaskan datar sektor yang dicakup dalam EHS Guidelines.

Uji Tuntas Aspek Resiko Sosial dan Lingkungan

Setelah bank mengkategorisasikan resiko usaha dengan mengidentiikasi resiko sosial dan lingkungan apa yang mungkin muncul, serta melihat besaran resiko, maka proses selanjutnya adalah uji tuntas proposal kredit akan aspek resiko sosial dan lingkungan dari proposal usaha/ kegiatan tersebut.

Uji tuntas ini dilakukan untuk membantu analisa kredit yang akhirnya memberikan kesimpulan apakah proposal kredit ini akan dibiayai, ditolak, atau perlu proses penyempurnaan lebih lanjut. Pada hakikatnya uji tuntas bukan kegiatan yang hanya dilakukan satu kali, tetapi dapat berulang, terutama jika proposal kredit butuh perbaikan, misalkan tambahan dokumen atau informasi lainnya.

Pada umumnya, setiap bank sudah mempunyai datar ceklis tersendiri untuk melakukan uji tuntas ini. Aspek yang penting untuk dilihat adalah poin-poin terkait sponsor proyek, kontrak proyek, aspek teknis proyek, dan keuangan proyek. Aspek sosial dan lingkungan selama ini jarang disentuh oleh banyak banyak bank di Indonesia. Pada umumnya, bank hanya melihat apakah suatu usaha/kegiatan sudah mempunyai AMDAL/UKL-UPL dan izin lingkungan.

Modul Keuangan Berkelanjutan – Tata Kelola Aspek Resiko Sosial & Lingkungan

Dalam dokumen yang dikeluarkan oleh OJK pada Oktober 2014 yang berjudul Buku Pedoman Energi Bersih untuk Lembaga Jasa Keuangan[10], dijabarkan secara rinci poin-poin yang perlu dilihat atau dilakukan dalam uji tuntas sebuah proposal kredit, termasuk poin terkait lingkungan hidup dan sosial yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Kaji deskripsi fasilitas proyek

2. Periksa status kepatuhan dengan persyaratan lingkungan hidup, yaitu, memperoleh izin dan lisensi lingkungan hidup untuk semua fasilitas yang terkait dengan proyek (AMDAL/ UKL-UPL)

3. Kaji AMDAL/UKL-UPL dan tentukan apakah ada masalah sosial dan lingkungan hidup yang penting yang harus ditangani untuk pembangunan dan pengoperasian proyek, dan apakah mereka telah tercermin dalam biaya proyek.

4. Periksa dan kaji apakah prosedur konsultasi publik dan kegiatan telah selesai (atau direncanakan). Kaji kekhawatiran publik yang penting dan bagaimana penanganannya dalam dokumen perencanaan proyek/AMDAL. Apakah ada protes atau publisitas negatif mengenai proyek? 5. Apakah masyarakat setempat memahami

manfaat dari pengembangan proyek?

NO POIN UJI TUNTAS INFORMASI YANG DIPERLUKAN PERIKSA

YA TIDAK

1 Kajian AMDAL/ UKL-UPL

Apakah ada AMDAL/UKL-UPL?    

UKL/UPL mengatasi dan mengurangi risiko lingkungan

hidup dan sosial    

Isu sosial-lingkungan hidup yang kritis ditujukan untuk

pengembangan proyek dan operasi    

Isu sosial-lingkungan hidup yang kritis tercermin dalam

biaya proyek    

2 Kajian Deskripsi Fasili-tas Proyek

Apakah ada potensi risiko yang dapat mempengaruhi

desain proyek dan investasi dan/ atau biaya operasional?    

3

Kajian Prosedur Konsultasi Publik dan Kegiatan

Apakah prosedur dan kegiatan diselesaikan (atau

diren-canakan)?    

Kajian kekhawatiran publik kunci dan bagaimana mereka

ditangani dalam dokumen proyek perencanaan/AMDAL?     Apakah ada protes atau publisitas negatif mengenai

proyek?    

4 Kajian Dukungan dari Masyarakat Setempat Apakah masyarakat setempat memahami manfaat dari

pengembangan proyek energi terbarukan untuk mereka?    

Tabel 7. Datar Periksa Uji Tuntas Sosial Dan Lingkungan Hidup

Buku Pedoman Energi Bersih untuk Lembaga Jasa Keuangan tersebut juga membuat ceklis uji tuntas yang perlu dilakukan oleh bank dalam menilai proposal usaha/kegiatan, seperti yang digambarkan melalui Tabel 7. Pada dasarnya setiap bank dapat membuat ceklis sendiri untuk uji tuntas aspek sosial dan lingkungan. Semakin komprehensif ceklis uji tuntas dalam menilai aspek resiko sosial dan lingkungan, semakin baik proses uji tuntas tersebut.

Setelah dilakukan penapisan transaksi, kategorisasi resiko sosial dan lingkungan, serta uji tuntas proposal kredit, tahap selanjutnya adalah tahap monitoring dan evaluasi proyek. Untuk tahap ini akan dibahas lebih dalam dalam modul Analisis dan Monitoring Proyek PLTMH. Pada materi tersebut juga akan dibahas mitigasi resiko sosial dan lingkungan yang mungkin terjadi.

Modul Keuangan Berkelanjutan – Tata Kelola Aspek Resiko Sosial & Lingkungan

POINT 6

Tahapan Implementasi ASRI

Dokumen terkait