• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.2 Konsep Fungsi Produks

Produksi dapat dipandang sebagai suatu proses transformasi dua input atau lebih menjadi satu atau lebih produk. Proses transformasi yang disebutkan di atas dapat berupa proses fisik, bioligis, kimia atau bahkan kombinasinya. Hubungan antara jumlah output (Q) dengan sejumlah input yang digunakan dalam proses produksi (X1,X2, X3, ... Xn) secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

Q = f (X1, X2, X3, ... Xn)

Keterangan : Q = output X = input

Fungsi produksi melukiskan hubungan antara konsep Average Physical Product (APP) dengan Marginal Physical Productivity (MPP) yang disebut kurva

Total Physical Product (TPP) (Beattie dan Taylor (1985)). APP menunjukkan jumlah kuantitas output produk yang dihasilkan.

Dimana :

APP = Average Phisical Product

Y = output X = input

Sedangkan MPP Mengukur banyaknya penambahan atau pengurangan total output dari penambahan input

Dimana :

MPP = Marginal Physical Productivity

dY = Perubahan output dX = Perubahan input

Selain itu, sifat fungsi produksi diasumsikan tunduk pada satu hukum yang disebut The Law of Diminishing Return atau hukum kenaikan hasil berkurang. Hukum ini menyatakan bahwa jika penggunaan satu macam input ditambah sedang input-input lainnya tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang di tambah tadi mula-mula naik tapi kemudian seterusnya menurun jika input tersebut terus ditambah. Hubungan antara produk total, produk marginal, dan produk rata-rata dapat dilihat pada Gambar 1.

Lima sifat yang terdapat dalam kurva tersebut yaitu :

1. Mula-mula terdapat kenaikan hasil bertambah (garis O-A), produk marjinal semakin besar, produk rata-rata naik tetapi tetap di bawah produk marjinal. 2. Pada titik balik A terjadi perubahan dari kenaikan hasil yang bertambah

menjadi kenaikan hasil berkurang, produk maksimal mencapai maksimum (titik QA), produk rata-rata masih terus naik.

3. Setelah titik A, terdapat kenaikan hasil berkurang (garis A–B), produk marjinal menurun, produk rata-rata masih naik sebentar kemudian mencapai maksimum pada titik APL (QB), pada titik ini produk rata-rata sama dengan produk marjinal. Setelah titik APL, produk rata-rata menurun tetapi berada di atas produk marjinal.

4. Pada titik C tercapai tingkat produksi maksimum, produk marjinal sama dengan nol, produk rata-rata menurun tapi tetap positif.

5. Sesudah titik C, mengalami kenaikan hasil negatif, produk marjinal juga negatif, produk rata-rata tetap positif.

Gambar 1. Kurva Produk Total, Produk Marginal, dan Produk Rata-Rata Sumber : Doll dan Orazem (1984)

Menurut Doll dan Orazem (1984), suatu fungsi produksi dapat dibedakan menjadi tiga daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi dari faktor produksi. Elastisitas produksi adalah persentase perubahan produk yang dihasilkan sebagai akibat dari persentase perubahan faktor produksi yang digunakan. Pada Gambar 1 dapat dilihat ketiga daerah tersebut yaitu elastisitas yang lebih besar dari satu (QA- QB), elastisitas diantara nol dan satu (QB-QC), dan elastisitas lebih kecil dari nol (setelah QC).

Tahapan I mempunyai nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu (Increasing Return to Scale). Kondisi ini dicapai saat kurva produksi marjinal berada di atas kurva produksi rata – rata yang berarti bahwa setiap kenaikan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan kenaikan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum masih belum tercapai karena produksi masih bisa diperbesar dengan cara pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Pada Tahapan I disebut daerah irrasional.

Tahapan II mempunyai nilai elastisitas produksi antara nol dan satu (Decreasing Return to Scale) yang berarti setiap kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Pada keadaan ini perusahaan bisa untung dan rugi sehingga perusahaan harus memilih atau menetapkan tingkat produksi yang tepat agar mencapai keuntungan maksimum. Oleh karena itu, Tahapan II disebut sebagai daerah rasional. Di sisi lain, nilai elastisitas produksi sama dengan satu terjadi saat produksi rata – rata maksimum (PM=PR). Hal ini berarti setiap kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi sebesar satu persen. Kondisi ini disebut sebagai (Constant Return to Scale). Elastisitas produksi yang nilainya sama dengan nol dicapai saat produksi total mencapai maksimum atau saat produksi marjinal sama dengan nol.

Tahapan III mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol. Kondisi ini dicapai saat produksi total menurun atau saat produksi marjinalnya negatif. Pada daerah ini, kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini disebut juga daerah irrasional.

3.1.3 Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Ada beberapa fungsi produksi yang sering digunakan dalam penelitian diantaranya fungsi produksi Cobb-Douglas, fungsi produksi linier berganda, dan fungsi produksi transendental. Fungsi produksi yang menggambarkan output maksimum yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi disebut sebagai fungsi produksi frontier. Fungsi produksi frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis atau menggambarkan produksi maksimum yang dapat diperoleh dari variasi kombinasi faktor produksi pada tingkat pengetahuan dan

teknologi tertentu (Doll dan Orazem, 1984). Fungsi produksi frontier diturunkan dengan menghubungkan titik-titik output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input. Jadi fungsi tersebut mewakili kombinasi input-output secara teknis paling efisien. Konsep frontier dan ukuran efisiensi dalam teori produksi diprakarsai oleh Farrel untuk mengukur inefisiensi teknis dan alokatif dalam kerangka deterministik parametrik. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa output dibatasi oleh fungsi produksi deterministik dengan asumsi constan return to scale. Terdapat dua metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi relatif suatu usahatani. Metode pertama, pendekatan stochastic frontier berkaitan dengan pengukuran kesalahan acak dimana keluaran dari usahatani merupakan fungsi dari faktor produksi, kesalahan acak dan inefisiensi. Sedangkan metode yang kedua, teknik linear programming (Data Envelopment Analysis, DEA) tidak mempertimbangkan adanya kesalahan acak sehingga efisiensi teknis dapat menjadi bias (Seinford dan Trail (1990) dalam Coelli et al

(2005))

Selanjutnya, Van Dijk dan Szirmai (2002) dalam Kurniawan (2008) menyebutkan bahwa stochastic frontier (SF) lebih baik daripada DEA. SF dapat digunakan secara langsung untuk menguji hipotesa yang terkait dengan model produksi. Model fungsi produksi stochastic frontier (stochastic production frontier) diperkenalkan Aigner, et. all. (1977). Model stochastic frontier merupakan perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek yang tak terduga (stochastic effect) di dalam batas produksi. Model fungsi produksi stochastic frontier, secara umum adalah sebagai berikut (Aigner, et. all. (1977) dalam Coelli (1996)) :

Yi = xi + (vi - ui) i=1,2,3...,n, Dimana :

Yi = produksi yang dihasilkan petani pada waktu-t

Xi = vektor masukan yang digunakan petani-i pada waktu-t = vektor parameter yang akan diestimasi

vi = variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal (iklim, hama) sebarannya simetris dan menyebar normal (vi ~ N(0, v2)) ui = variabel acak non negatif, dan diasumsikan mempengaruhi tingkat

inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor-faktor internal dan sebaran ui bersifat setengah normal ( ui ~ | N(0, v2 | ).

Stochastc frontier disebut juga “composes error model” karena error term

terdiri dari dua unsur, dimana: i = vi –ui. Variebel i adalah spesifik error term

dari observasi ke-i. Variabel acak vi berguna untuk menghitung ukuran kesalahan dan faktor-faktor diluar kontrol petani (eksternal) seperti iklim, hama dan penyakityang disebut sebagai gangguan statistik (statistical noise). Sedangkan variabel ui disebut one-side disturbance yang berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi. Komponen error yang bersifat internal (dapat dikendalikan petani) dan lazimnya berkaitan dengan kapabilitas manajerial petani dalam mengelola usahataninya direfleksikan oleh ui. Komponen ini sebarannya asimetris (one sided) yakni ui ≥ 0. Jika proses produksi berlangsung efisien (sempurna) maka keluaran yang dihasilkan berimpit dengan potensi maksimumnya berarti ui = 0. Sebaliknya jika ui > 0 berarti berada dibawah potensi maksimumnya. Distribusi menyebar setengah normal (ui ~ | N(o, 2u |) dan menggunakan metode pendugaan maximum Likelihood (Greene, 1982 dalam Adhiana, 2005).

Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel acak yaitu nilai harapan dari xi + vi atau exp(xi + vi ). Random error bisa bernilai positif bisa juga bernilai negatif begitu pula dengan output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari model frontier, exp(xi ). Struktur dari model

Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Sumber: (Coelli, et. all. 1998)

Komponen dari model frontier yaitu f(x ) yang digambarkan dengan mengaplikasikan asumsi deminising return to scale. Pada Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa aktivitas produksi dari dua petani diwakili oleh simbol i dan j. Petani i menggunakan input sebesar xi dan memperoleh output sebesar yi. Akan tetapi output batas (frontier) dari petani i adalah yi* melampaui nilai pada fungsi produksi f(x ). Hal ini terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan, dimana variabel vi bernilai positif. Sementara itu, petani j menggunakan input sebesar xj dan memperoleh hasil aktual sebesar yj. Akan tetapi hasil batas (frontier) j adalah yj* yang berada dibawah bagian fungsi produksi. Kondisi ini terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan, dimana vi bernilai negatif. Output frontier i dan j tidak dapat diamati atau diukur karena random error dari keduanya tidak teramati. Kondisi ini menggambarkan bagian deterministik pada fungsi stokastik frontier berada diantara output frontier (Coelli et al, 1998).

3.1.4 Konsep Efisiensi dan Inefisiensi

Pelaku agribisnis (petani) akan selalu berusaha untuk dapat mengalokasikan input-input (faktor produksi) seefeisien mungkin agar dapat memperoleh produksi dan hasil maksimum. Dengan kata lain bahwa seorang petani akan berusaha untuk mencapai efisiensi sehingga mendapatkan keuntungan yang maksimal.

Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan dalam proses produksi. Menurut farrel dalam Coelli et al. (1998) mengemukakan dua konsep efisiensi yaitu efisiensi teknis (technical efficiency/TE) dan efisiensi alokatif (allocative efficiency/AE). Efisiensi teknis menggambarkan kemampuan dari usahatani untuk memperoleh output maksimal dari sejumlah penggunaan input tertentu. Sedangkan efisiensi alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani dalam usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marjinal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marjinalnya. Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada isoquant batas.

Pendekatan untuk efisiensi dapat dilakukan melalui dua sisi, yaitu dari sisi input (alokasi pendekatan penggunaan input) dan sisi output (alokasi output yang dihasilkan). Pendekatan dari sisi input memerlukan ketersediaan harga input dan kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Sedangkan sisi output merupakan pendekatan yang dilakukan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa merubah jumlah input yang digunakan.

Kondisi pendekatan berorientasi input (Gambar 3), isoquant yang menunjukkan efisiensi penuh di gambarkan oleh kurva SS’. Jika perusahaan menggunakan input sejumlah P untuk memproduksi satu unit output, maka nilai inefisiensi teknis dicerminkan dari jarak Q ke P. Pada jarak tersebut sebenarnya jumlah input yang digunakan dapat dikurangi untuk memperoleh jumlah output yang sama.

Keterangan : P = input

Q = efisiensi teknis dan inefisiensi alokatif Q’ = efisiensi teknis dan efisiensi alokatif AA’ = kurva rasio harga input

SS’ = isoquant fully efficient

Gambar 3. Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input) Sumber : Coelli et al (1998)

Menurut Daryanto (2002), terdapat dua pendekatan alternatif untuk menguji sumber-sumber inefisiensi teknis. Pertama ialah dengan prosedur dua tahap. Tahap pertama terkait dengan pendugaan terhadap skor efisiensi (efek inefisiensi) bagi individu perusahaan. Tahap kedua, pendugaan terhadap regresi inefisiensi dugaan dinyatakan sebagai fungsi dari variabel sosial ekonomi yang di asumsikan mempengaruhi efek inefisiensi. Pendekatan kedua adalah efek inefisiensi dalam stochastic frontier dimodelkan dalam bentuk variabel yang dianggap relevan dalam menjelskan inefisiensi dalam proses produksi.

3.1.5 Konsep Pendapatan Usahatani

Dilakukannya analisis pendapatan terhadap usahatani ialah bertujuan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diterima petani yang kemudian dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya untuk usahatani

A

Q

A’

x

2

/y

Q’

S’

x

1

/y

P

S

0

R

tersebut. Selain itu dengan menganalisis pendapatan usahatani juga dapat mengukur keberhasilan usahatani. Soekartawi et al (1985) mengemukakan beberapa definisi yang berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan:

1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani.

2. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

3. Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

4. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. 5. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotorusahatani

dengan pengeluaran total usahatani.

Dengan adanya analisis pendapatan usahatani petani dapat mengetahui gambaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat melakukan evaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Dalam melakukan analisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut.

Pengeluaran usahatani adalah nilai penggunaan faktor-faktor produki dalam melakukan proses produksi usahatani. Biaya dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan petani. Biaya yang diperhitungkan dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa megeluarkan uang tunai seperti sewalahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi.

Pengeluaran usahatani meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh

jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan, semakin besar produksi maka semakin besar pula biaya variabel. Biaya variabel meliputi biaya untuk benih, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja. Pendapatan usahatani terbagi atas pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan kotor mengukur pendapatan kerja petani tanpa memasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai komponennya. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Pendapatan total usahatani mengukur pendapatan kerjapetani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani.

Selain analisis R/C rasio yang menunjukkan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yangdikeluarkan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani tersebut menguntungkan untuk dilaksanakan. Kegiatan usahatani dapat dikatakan layak apabila nilai rasio R/C lebih besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biayanya. Sebaliknya, apabila nilai rasio R/C lebih kecil dari satu, artinya tambahan biaya menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil sehingga kegiatan usahatani dikatakan tidak menguntungkan. Sedangkan jika nilai rasio R/C sama dengan satu, maka kegiatan usahatani memperoleh keuntungan normal.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Sayur-sayuran merupakan komoditi yang permintaanya terus meningkat sebagaimana telah disampaikan sebelumnya. Permintaan yang tinggi tersebut tidak disertai dengan produksi (penawaran sayuran yang tinggi sehingga untuk memenuhi permintaan dalam negeri pemerintah melakukan impor.Terus menambah permintaan akan sayuran, Kementrian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura mulai menyerukan GEMA Sayuran yaitu kegiatan promosi dan kampanye intensif untuk meningkatkan citra, apresiasi dan cinta akan produk sayuran nasional yaitu sayuran produksi petani Indonesia sehingga dapat

meningkatkan konsumsi sayuran masyarakat dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang fokus pada program pertanian, beberapa di antanya program peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis.

Caisim merupakan komoditi hortikultura yang banyak digemari untuk ditanam karena umur panen caisim yang relatif singkat, termasuk jenis tanaman yang tahan terhadap hujan sehingga dapat dibudidayakan sepanjang tahun (tersedia air yang cukup) dan tahan terhadap suhu yang tinggi. Kecamatan Cibungbulang merupakan salah satu sentra produksi sayuran dataran rendah di Bogor yang memproduksi sayur-sayuran dalam jumlah besar termasuk caisim. Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah desa dengan produksi sayuran tertinggi di Kecamatan Cibungbulang, termasuk juga untuk komoditi caisim.

Tujuan utama kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani sebagai pelaku agribisnis komersial yaitu keuntungan. Keuntungan akan diperoleh tergantung dengan berbagai hal yaitu jumlah dan penggunaan input, harga input, jumlah output dan harga output. Penggunaan input dan harga input dapat diidentifikasi biaya produksi sedangkan dari jumlah output dan harga output dapat mengidentifikasi penerimaan sehingga dari keduanya dapat melihat pendapatan usahatani. Selain itu, dari sisi hubungan dari penggunaan input terhadap jumlah output yang dihasilkan dapat dilihat efisiensi teknis dimana efisiensi teknis tersebut juga dipengaruhi oleh inefisiensi (faktor lain) sehinga dari berbagai kerangka tersebut mampu menganalisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani caisim dan mampu memberikan rekomendasi usahatani yang efisien secara teknis dan memberikan keuntungan maksimal bagi petani.

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir

Produksi sayuran meningkat sehingga pendapatan petani

meningkat GEMA Sayuran 2010 Kabupaten Bogor :program peningkatan ketahanan pangan dan pengembang an agribisnis Caisim : berkontribusi besar terhadap

produksi sayuran segar di Indonesia, dapat dibudidayakan sepanjang tahun dan relatif tahan terhadap hujan

Kecamatan Cibungbulang : Salah satu sentra produksi sayuran. Desa Ciaruteun Ilir : Desa dengan produksi caisim terbesar di

Kecamatan Cibungbulang.

Efisiensi Teknis

Rekomendasi usahatani yang efisien secara tenis dan memberikan keuntungan maksimal Jumlah Output Harga Input Penggunaan input : Lahan, Bibit, Tenaga Kerja, dan lain- lain.

Harga Output

Faktor lain : Umur petani, pengalaman berusahatani, pendidikan, pendapatan di luar usahatani, umur bibit, status kepemilikan lahan.

Biaya Produksi

Pendapatan, R/C rasio

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani caisim ini dilakukan di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra produksi sayuran (caisim) di Kabupaten Bogor sehingga tersedia banyak objek-objek dan permasalahan-permasalahan yang dapat diangkat sebagai bahan penelitian. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan yakni bulan Maret sampai April 2012.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, pencatatan, dan wawancara langsung dengan petani untuk mengetahui pengunaan input, penerimaan serta faktor-faktor produksi usahatani. Sedangkan data sekunder juga diperoleh dari petani yang meliputi luas lahan yang diusahakan, harga produk, biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung, jumlah produksi yang diperoleh selama periode siklus produksi berlangsung serta data- data lainnya yang mendukung sehingga dapat menentukan efisiensi yang diperoleh, Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, internet dan literatur yang relevan.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari :

1. Identifikasi Langsung

Identifikasi dilakukan dengan melakukan proses pengamatan langsung terhadap kondisi yang ada di daerah penelitian. Proses identifikasi dilakukan untuk mengetahui mekanisme, proses, penggunaan dan aktivitas-aktivitas serta kondisi yang terkait dengan usahatani caisim.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk melengkapi informasi yang diperoleh melalui pengamatan. Data dikumpulkan melalui responden yang ditentukan ditentukan berdasarkan tujuan penelitian.

4.4 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada responden petani dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap, yang pertama dengan Cluster Sampling. Melalui Cluster Sampling lokasi penelitian dibagi berdasarkan dusun, dimana dalam desa tersebut terdapat empat dusun. Kemudian setelah itu untuk menentukan jumlah responden dari masing-masing dusun ditentukan dengan metode Proportional Sampling

yaitu dilihat dari jumlah penduduk dari masing dusun yang bermata pencaharian sebagai petani. Terakhir, pengambilan sampel dengan cara (Purposive Sampling) yaitu sample dipilih secara sengaja dengan meminta rekomendasi dari kepala dusun. Sample yang ditunjuk merupakan petani yang memiliki kriteria khusus yaitu petani yang secara rutin menanam caisim, selain itu petani tersebut memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Jumlah sampel secara keseluruhan adalah sebanyak 35 orang dari populasi petani caisim. Jumlah tersebut sudah dianggap dapat mempresentasikan keadaan petani caisim di Desa Ciarutuen Ilir dan ukuran yang dapat diterima serta memenuhi syarat dari suatu metode penelitian (minimal 30 orang).

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan dua cara yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel sedangkan data kualitatif dipaparkan dalam bentuk uraian guna mendukung data kuantitatif yang telah tersedia sebelumnya. Data yang terkumpul diverifikasi dan validasi terlebih dahulu, selanjutnya diolah dengan bantuan program computer antara lain Microsoft excel. Minitab 13 dan Frontier 4.1.

Frontier 4.1 digunakan untuk membantu mengestimasi nilai parameter dari maximum-likelihood untuk model fungsi produksi stochastic frontier. Program Frontier 4.1 terdiri dari tiga tahap yaitu :

1. Mengkalkulasi nilai estimasi dari dan s2 menggunakan OLS (Ordinary Least Square) semua nilai estimasi kecuali 0 unbias.

2. Dua frase grid search dari fungsi likelihood digunakan untuk mengevaluasi

Dokumen terkait