• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI CAISIM

1. Umur Petan

Umur petani berkorelasi positif dan nyata terhadap efek inefisiensi teknis usahatani caisim. Koefisien 0,004 menunjukkan jika umur petani bertambah satu tahun maka inefisiensi teknis akan meningkat 0,004 dan akan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis. Petani pada umumnya berada pada usia produktif dimana dominan berada pada usia 35 - 54 (dominan), hal ini menunjukkan bahwa pada rentang usia tersebut petani memiliki efisiensi teknis usahatani (inefisiensi rendah) sehingga semakin dengan bertambahnya umur petani, petani tersebut akan semakin tua sehingga tenaga (kemampuan untuk kerja) juga mulai menurun yang mengakibatkan produktivitas kerjanya pun akan menurun. Usahatani caisim di lokasi penelitian relatif lebih banyak menggunakan tenaga terutama untuk kegiatan penyiraman mengingat sistem penyiraman dilakukan secara manual menggunakan alat penyiram (emrat) berbeda dengan daerah yang memiliki sumber air yang banyak dan saluran irigasi yang baik seperti daerah puncak,

cipanas, maupun cianjur dimana penyiraman dilakukan hanya dengan membuka saluran air sehingga air masuk ke sela-sela garit.

lu a s l a h a n 0.06 0.04 0.02 umur P ro d u k s i 70 60 50 40 30 20 1000 750 500 250 0

Gambar 17. Matrix Plot Hubungan antara Umur terhadap Luas Lahan dan Produksi

Dalam hal ini juga dapat dilihat hubungan antara luas lahan yang digunakan petani. Pada Gambar 17 dapat dilihat bahwa semakin tinggi umur petani rata-rata lahan yang digunakan semakin sempit sehingga sehingga produksipun semakin rendah. Sesuai dengan penemuan pada output MLE penduga model efisiensi bahwa lahan berpengaruh nyata sehingga membuat variabel umur petani berkorelasi positif dan nyata terhadap efek inefisiensi. Selain itu juga diperoleh hasil bahwa semakin tua umur petani, umumnya petani menggunakan bibit muda (Lampiran 8).

2. Umur Bibit

Terdapat empat jenis umur bibit yang digunakan oleh petani responden yaitu bibit yang berumur 14, 15,20 dan 21 hari. Dari hasil output Frontier 4.1, Umur bibit yang ditanam di lokasi penelitian berkorelasi positif dan nyata dengan koefisien sebesar 0,055. Koefisien tersebut menunjukkan bahwa semakin bertambahnya waktu (hari) maka akan semakin meningkatkan pula inefisiensi teknis. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menduga dengan semakin lama

umur bibit yang digunakan maka semakin inefisien secara teknis usahatani caisim tersebut. Bibit yang disebut bibit muda merupakan bibit yang kurang dari 17 hari, sedangkan bibit tua ialah bibit yang lebih dari 17 hari. Pada Gambar 18, dapat dilihat bahwa petani yang menggunakan bibit muda memiliki produktifitas yang lebih tinggi dibanding dengan dengan petani yang menggunakan bibit tua.

produktivitas u m u r b ib it 20000 15000 10000 21 20 19 18 17 16 15 14 Benih 40 20 0 Unsur N 8 4 0 Pupuk Kandang 400 200 0 Obat-obatan 40 20 0 Tenaga Kerja 30 15 0

Matrix Plot of umur bibit vs produktivita, Benih, Unsur N, ...

Gambar 18. Matrix Plot Hubungan Umur Bibit dengan Produktivitas dan Input Produksi Lainnya

Tingginya penggunaan bibit tua juga berhubungan dengan varietas bibit yang digunakan. Sekitar 60 persen petani responden menggunakan benih lokal sedangkan 40 persen menggunakan benih hibrida. Rata-rata umur bibit dari benih hibrida 16 hari sedangkan rata-rata umur bibit dari benih lokal lebih dari 17 hari. Hal ini menunjukkan bahwa umur bibit juga ditentukan oleh varietas benih yang digunakan. Jadi, petani dengan bibit yang berasal dari benih hibrida cendrung menggunakan bibit yang lebih muda dari petani dengan bibit yang berasal dari benih lokal. Standar umur bibit yang umumnya digunakan untuk caisim yaitu 2 – 3 minggu12. Lebih lamanya umur bibit dari benih lokal disebabkan oleh benih lokal yang digunakan merupakan bibit yang diperbanyak dari usatani sebelumnya

12

(bukan keturunan pertama) sehingga sifat-sifat unggul sudah berkurang termasuk pertumbuhan dan hasil yang akan diperoleh.

3. Pendidikan

Pendidikan (formal) diukur dengan menggunakan skala ordinal yaitu satu untuk petani yang tidak sekolah, dua untuk petani yang bersekolah hingga SD (Sekolah Dasar), tiga untuk petani yang bersekolah hingga SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan empat untuk petani yang bersekolah hingga SMA (Sekolah Menengah Atas). Pendidikan berkorelasi negatif dan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis. Koefisiennya sebesar -0,007 berarti bahwa dengan bertambahnya pendidikan satu tahun maka tingkat inefisiensi teknis akan menurun sebesar 0,007. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lama menempuh pendidikan semakin efisien. Hasil ini sama seperti pendugaan hipotesis awal yang menganggap bahwa semakin tingginya pendidikan maka semakin efisien usahatani yang dilakukan. Semakin tingginya pendidikan akan membantu petani dalam pemerolehan informasi dan teknologi budidaya pertanian.

4. Pengalaman

Pengalaman berpengaruh positif dan tidak nyata terhadap inefiiensi teknis usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir. Koefisien sebesar 0,028 menunjukkan bahwa jika pengalaman petani bertambah satu satuan (tahun) maka akan meningkatkan inefisiensi teknis usahatani caisim sebesar 0,028. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menduga bahwa semakin lama pengalaman seorang petani dalam mengusahakan caisim maka semakin efisien. Semakin inefisiennya usahatani yang dilakukannya disebabkan oleh budidaya caisim relatif cukup mudah sehingga petani dapat cepat mempelajari dan menyesuaikan diri dengan sistem budidaya caisim dalam waktu yang relatif singkat.

5. Pendapatan di Luar Usahatani

Pendapatan diluar usahatani berpengaruh negatif dan tidak nyata terhadap inefiiensi teknis. Hipotesis awal menduga bahwa semakin besarnya pendapatan diluar usahatani maka semakin mengurangi inefisiensi teknis pada usahatani caisim karena pendapatan tersebut dapat digunakan untuk menambah modal usahatani. Ternyata output frontier sesuai dengan hipotesis awal yang

menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin mengurangi inefisiensi. Ketersediaan modal petani membantu petani dalam kegiatan budidaya dan penyediaan saprotan sehingga kedua poin tersebut dapat sesegara mungkin dilakukan pada waktunya (efisien waktu).

6. Varietas

Varietas benih diukur dengan dummy varietas hibrida = 1 dan varietas lokal = 0. Varietas bibit yang digunakan berkorelasi negatif dan nyata pada taraf kepercayaan 95 persen terhadap produksi caisim. Hal ini menunjukkan bahwa petani yang menggunakan benih hibrida lebih memiliki inefisiensi yang rendah dari pada petani yang menggunakan varietas benih lokal. Dengan kata lain bahwa petani yang menggunakan benih hibrida akan lebih efisien daripada petani yang menggunakan benih lokal. Hal ini disebabkan oleh bibit lokal yang kebanyakan digunakan petani diproduksi secara tradisional tanpa mempertimbangkan karakteristik bibit induk yang baik. Umumnya petani membeli dari petani yang menjual benih produksi sendiri dan ada pula yang memproduksi sendiri dengan menanam bibit indukan dipinggiran garit serta ada pula yang sengaja menanam ditengaah garit secara tumpang sari dengan dengan komoditi lain (bayam atau kangkung). Benih lokal lebih banyak digunakan karena harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan benih hibrida yang harganya mencapai Rp 12.000/25gr. Benih hibrida lebih baik dibanding dengan benih lokal mengingat bahwa benih hibrida merupakan benih keturunan pertama dari persilangan yang dihasilkan dengan mengatur penyerbukan dan kombinasinya sehingga mampu menghasilkan produksi caisim sesuai dengan karakteristik yang diharapkan sedangkan benih lokal yang digunakan merupakan benih yang diperbanyak dari tanaman produksi sebelumnya sehingga benih yang dihasilkan merupakan benih keturunan kedua, ketiga, dan selanjutnya. Dengan kondisi seperti ini maka kombinasi sifat genetiknya pun lebih cendrung berbeda dengan keturunan pertama (benih nibrida).

7. Status Lahan

Status kepemilikan lahan berpengaruh berkorelasi negatif dan tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa petani milik lahan sendiri dan sakap memiliki inefisiensi teknis lebih rendah. Sebaliknya petani yang lahannya dengan status

sewa lebih inefisien. Kondisi ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menduga petani sewa akan berusaha bertani sebaik mungkin untuk mendapatkan hasil maksimum sehingga berpendapatan maksimum, dengan begitu petani tersebut mampu membayar uang sewa.

6.3 Implikasi Penelitian

Hasil penelitian ini dapat diketahui tingkat efisiensi petani secara teknis sehingga memberikan beberapa implikasi bagi petani responden dan manajerial usahatani sebagai upaya untuk meningkatkan produksi dan efisiensi teknis usahatani caisim. Peningkatan dapat dicapai dengan memperbaiki tingkat efisiensi cara menggeser production frontier (peningkatan efisiensi teknis) atau perbaikan efisiensi dengan penggunaan atau penerapan teknologi tertentu (bergerak menuju

frontier). Implikasi kebijakan yang dapat diambil antara lain :

1. Variabel benih dan pupuk kandang berkorelasi positif dan berdampak nyata dengan elastisitas yang tinggi. Dengan itu upaya peningkatan produksi dapat dilakukan dengan peningkatan penggunaan input berupa peningkatan benih (perapatan jarak tanam), dan pupuk. Pupuk yang dapat ditambah yaitu pupuk kandang, TSP, Phonska ataupun KCL sedangkan variabel lahan meskipun memiliki elastisitas yang cukup tinggi akan tetapi hal tersebut sulit dilakukan akibat terbatasnya lahan untuk pertanian.

2. Petani juga dapat meningkatkan efisiensi dengan mengunakan benih hibrida. Selama ini masih banyak petani yang menggunakan benih lokal karena benih lokal lebih murah. Namun jika mengunakan benih hibrida, maka dapat diperoleh kelebihan-kelebihan yang diberikan oleh benih hibrida seperti umumr bibit dapat menjadi lebih muda sehingga dapat meningkatkan efisiensi usahatani caisim. Selain itu petani juga perlu terbuka terhadap informasi teknik budidaya dan memulai menerapkan teknologi guna meningkatkan produksi. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan penyuluhan mengingat sangat jarangnya kegiatan penyuluhan di daerah penelitian.

BAB VII

Dokumen terkait