• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3.2. Konsep dan Implemetasi Pelaksanaan HTI Pola PIR PT TPL Tbk

4.3.2.1. Defenisi program

Hutan tanaman dengan Pola PIR adalah suatu usaha pelaksanaan pembangunan Hutan Tanaman Industri dengan menggunakan lahan kawasan hutan sebagai inti dan lahan masyarakat baik lahan milik/lahan adat atau marga sebagai plasma. Hubungan antara Inti dengan petani plasma adalah berdasarkan prinsip yang saling menguntungkan. Pengelolaan Hutan Tanaman Pola PIR PT . TPL Tbk mulai tahun 1990 dengan luasan 4.750 Ha.

Pada dasarnya untuk lahan petani plasma, seluruh kegiatan pembuatan tanaman, biayanya berasal dari perusahaan Inti, mulai dari penyediaan bibit, pupuk dan bimbingan teknis di lapangan dan disamping itu, akan memperoleh upah kerja yang wajar, sesuai dengan volume pekerjaan seperti persiapan lahan/pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemeliharaan tegakan dan pemanenannya. 4.3.2.2. Manfaat program

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ir Posma Tambunan Manager PIR, dapat diketahui bahwa pertimbangan-pertimbangan yang mendasari pelaksanaan program PIR adalah:

a. Bahwa lahan disekitar lokasi PT TPL Tbk sebagian besar kurang produktif, sehingga perlu ditingkatkan produktivitasnya, khususnya di daerah Kabupaten Toba Samosir.

b. Bahwa lahan tersebut sebagian miskin unsur hara sehingga perlu dilakukan upaya peningkatan produktivitasnya melalui penanaman tanaman hutan yang dalam hal ini HTI.

c. Sebagian besar masyarakat sekitar lokasi/areal konsensi PT TPL Tbk tingkat pendapatannya rendah, maka dalam upaya peningkatannya, masyarakat pemilik lahan kritis/tidak produktif dapat ikut berperan serta dalam membangun HTI. d. Wilayah kabupaten sekitar industri pulp dan HPHTI PT TPL Tbk relatif cocok

untuk pengembangan dan pembangunan tanaman Eucalyptus grandis (tanaman pokok yang dikembangkan oleh PT TPL Tbk).

e. Adanya jaminan penampungan hasil HTI yaitu pabrik pulp PT TPL Tbk.

Dalam pengelolahan Hutan Tanaman Industri, PT. Toba Pulp Lestari Tbk sebagai perusahaan inti mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut :

a. Melaksanakan pembangunan Hutan Tanaman Industri di areal plasma yang dimulai dari pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan, sampai dengan pemanenan.

b. Membeli hasil panen dari lahan plasma dengan harga menurut harga dasar yang ditetapkan oleh Gubernur Sumatera Utara.

Demikian halnya petani plasma HTI Pola PIR juga memiliki beberapa hak dan kewajiban antara lain :

a. Menyediakan lahan untuk pelaksanaan Hutan Tanaman Industri pola PIR. b. Melakukan pengamanan terhadap tanaman

c. Menjual kayu hasil panen dari lahan plasma kepada perusahaan inti dengan harga sesuai dengan harga dasar yang ditetapkan oleh Gubernur Sumatera Utara.

Pelaksanaan program PIR PT TPL Tbk memberikan manfaat bagi perusahaan dan juga bagi peserta plasma. Manfaat bagi perusahaan antara lain:

a. Tersedia Tanaman Eucalyptus dan hasil panen mendukung bahan baku indsutri. b. Hasil panen sebesar 60 % dari produksi kayu plasma dapat digunakan untuk

membangun kembali (reforestation) PIR sehingga sistem pembangunan hutan tanaman berkesinambungan.

c. Menciptakan hubungan yang lebih harmonis antara perusahaan dengan masyarakat, dan pemerintah.

d. Memasyarakatkan Tanaman Eucalyptus, spp sebagai komoditi/hasil alternatif sebagaimana layaknya tanaman pertanian lainnya.

Sedangkan keuntungan peserta plasma PIR sebagai berikut:

a. Menciptakan lapangan kerja bagi peserta dan keluarga serta masyarakat sekitarnya.

b. Sebagai alternatif sumber pendapatan bagi peserta plasma c. Mencegah erosi dan meningkatkan kesuburan lahan plasma

d. Status kepemilikan lahan lebih terjamin dari penguasaan orang lain. e. Pengetahuan peserta plasma akan teknologi silvikultur akan meningkat. f. Plasma dapat melakukan tumpang sari (semusim) pada areal HTI Pola PIR.

4.3.2.3. Prosedur menjadi plasma HTI pola PIR PT TPL Tbk

Dalam rangka penyeragaman mekanisme pengembangan HTI Pola PIR, pihak PT TPL Tbk menetapkan Standart Operating Prosedure (SOP) menyangkut indentifikasi lahan, sosialisasi dan penyuluhan, permohonan, orientasi dan feasibility study lahan, pengukuran dan pemetaan, pembuatan dan pengesahan surat perjanjian kerjasama PIR dan pembuatan Surat Kontrak Kerja (SKK), lebih rinci dijelaskan sebagai berikut.

a. Identifikasi Areal

Identifikasi areal milik masyarakat yang potensial untuk pengembangan HTI Pola PIR meliputi:

a. Identifikasi areal milik masyarakat yang potensial untuk pengembangan PIR harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Lahan kosong atau tidak produktif yang berada pada jarak radius paling jauh 60 Km dari pabrik Pulp PT. TPL Tbk; Atau pada sekitar operasional estate HPHTI PT. TPL Tbk; Atau pada sepanjang lintasan menuju HPHTI PT. TPL ; Atau sesuai ketetapan perusahaan

2. Tidak merupakan kawasan hutan Negara atau diduga merupakan kawasan reboisasi atau inliving.

b. Guna keperluan identifikasi areal potensial tersebut dapat memanfaatkan data dan informasi dari BPS, monografi desa dari kantor kecamatan, serta sumber informasi lainnya,dan berdasarkan informasi tersebut selanjutnya di verifikasi

ke lapangan sehingga diperoleh data lahan kosong yang benar-benar potensial untuk dikembangkan menjadi lahan PIR. Data yang diperoleh diplot ke peta ring 20, 40, dan 60 km yang diterbitkan bagian planning.

c. Setelah data potensial diperoleh maka dilaksanakan identifikasi pemilik lahan. Data pemilik dapat menggunakan informasi dari kepala desa, tokoh masyarakat setempat, maupun dari masyarakat yang bermukim dekat areal tesebut,

d. Data yang hendak diperoleh dalam rangka indentifikasi pemilik lahan tersebut meliputi nama, alamat, umur, pekerjaan. Dan lebih baik bila diperoleh data spesifik seperti hobbi, tempat biasa berkumpul, kebiasaan dan nomor ponsel pemilik lahan dimaksud. Bila pemilik lahan ternyata di luar wilayah yang sulit dijangkau maka dapat mencari keluarga atau penghubung atau minimal mempunyai hubungan dekat dengan pemilik lahan tersebut.

b. Sosialisasi dan Penyuluhan

a) Sosialisasi dan penyuluhan PIR dilakukan dengan berpedoman kepada data hasil identifikasi rencana lokasi dan pemilik lahan potensial.

b) Sasaran atau target penyuluhan adalah masyarakat pemilik lahan yang potensial baik secara perseorangan maupun kelompok.

c) Bentuk penyuluhan dapat dilakukan baik secara formal maupun informal (berupa interpersonal). Penyuluhan yang secara formal yaitu penyuluhan melibatkan pemerintah dan pihak – pihak terkait, baik atas permintaan

pemerintah sendiri maupun atas inisiatif PT TPL Tbk, yang pelaksanaannya tetap memperhitungkan luas pengembangan serta tingkat efektifitasnya.

d) Pendekatan interpersonal kepada pemilik lahan secara umum dengan beberapa pendekatan :

1) Pendekatan kekeluargaan melalui marga /tarombo/ adat istiadat yang berlaku di wilayah tersebut.

2) Pendekatan hobbi dan kebiasaan pemilik lahan yaitu mempertimbangkan hobbi atau kebiasaan pemilik lahan untuk memudahkan interaksi dan komunikasi.

3) Pendekatan tingkat pendidikan dan pengalaman pemilik lahan. Untuk ini perlu dipertimbangkan karena biasanya kritis dan membutuhkan informasi yang faktual dan rasional.

4) Setiap orang biasanya membutuhkan informasi melalui cara yang berbeda-beda sehingga perlu dipertimbangkan mengenai penggunaan pendekatan yang lebih tepat.

c. Permohonan

a) Masyarakat pemilik lahan yang berminat menjadi peserta plasma HTI Pola PIR PT TPL Tbk membuat usulan permohonan sendiri yang diketahui dan disetujui oleh camat dan kepala desa setempat, dengan menggunakan form permohonan untuk lahan dengan kepemilikan perseorangan dan form

permohonan untuk lahan dengan kepemilikan kelompok, dan dibuat rangkap 1 (satu)

b) Untuk lahan status kepemilikan kelompok, bahwa berdasarkan musyawarah seluruh pemilik lahan mengangkat dua sampai tiga orang kuasa plasma sebagai kuasa pemilik lahan untuk koordinasi/bekerjasama dengan pihak perusahaan dalam pelaksanaan administrasi, operasional penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan HTI Pola PIR.

c) Penghunjukan kuasa-kuasa plasma oleh seluruh pemilik lahan dituangkan langsung dalam permohonan sebagaimana isi format permohonan kelompok.

d) Permohonan peserta plasma memuat nama pemilik lahan, alamat lokasi lahan, luas perkiraan, dengan melampirkan bukti kepemilikan lahan (bila ada) serta tanda tangan plasma dan kepala desa.

e) Surat permohonan yang telah dibuat oleh calon peserta plasma belum menjadi bukti kepesertaan plasma.

d. Orientasi dan Feasibility Study Lahan

a) Orientasi dan Fesibility study lahan adalah kegiatan untuk memeriksa secara visual kondisi lahan yang dimohonkan menjadi lahan PIR yang meliputi kebanyakan topografi, vegetási, ketersediaan infrastruktur, jarak dari pabrik, faktor lingkungan, kesuburan tanah, dan kepemilikan lahan.

b) Bersama-sama Land Aquisisi estate, bagian penanaman, dan pihak pemilik tanah (calon plasma) melaksanakan orientasi dan feasibility studi (studi kelayakan) atas lahan yang dimohonkan menjadi areal PIR.

c) Kriteria lahan yang menjadi pedoman dalam studi kelayakan dalam pengembangan PIR adalah sebagai berikut :

1) Jarak lokasi pengembangan PIR dari pabrik (Mill) PT TPL Tbk paling jauh radius 60 Km dan diutamakan yang sudah tersedia infrastruktur jalan (akses) sehingga mudah dalam pengangkutan hasil panen kayu dikemudian hari.

2) Vegetasi areal Grassland sampai Scrabland 3) Kemiringan lahan < 30 %

4) Topografi datar sampai bergelombang. 5) Lahan subur dan solum dalam.

6) Pemiliknya bersedia menjadi peserta PIR paling sedikit 2 ( dua ) rotasi serta bersedia mengikuti prosedur pengembangan PIR.

d) Hasil Feasibility study dibuat dalam laporan hasil pemeriksaan lahan, dan hasilnya paling lambat satu hari setelah pemeriksaan harus disampaikan kepada calon plasma (layak atau tidak menjadi lokasi PIR beserta penjelasannya).

e) Bila areal dinilai layak dan atas petunjuk petugas perusahaan maka calon plasma harus melaksanakan pembatasan areal dengan cara membuat jalan rintis yang berfungsi menegaskan boundery (batas) areal yang akan menjadi

lokasi penanaman PIR dengan areal lain serta berfungsi jalan operator alat ukur dalam melaksanakan pengukuran areal.

e. Pengukuran dan Pemetaan

1. Lahan yang dinilai layak menjadi PIR, dan telah dibuat batas rintis maka dilakukan pengukuran.

2. Hasil pengukuran selanjutnya dibuat peta areal yang dinamai ”Peta Land Preparation” (belum tanam).

3. Hasil peta Land Preparation dicetak pada kertas ukuran A3 dengan skala 1 : 5000 jika luasnya < 50 Ha, dan skala 1 : 10.000 jika luasnya ≥ 50 Ha, dan akan menjadi peta sebagai lampiran Surat Perjanjian Kerja sama PIR (SPK).

f. Pembuatan dan Pengesahan Surat Perjanjian Kerjasama PIR

1) Apabila Luas Areal calon PIR telah disepakati dengan calon plasma maka hasil pengukuran areal yang terdapat pada peta land preparation akan menjadi acuan luas areal yang terkait dalam perjanjian kerja sama dengan perusahaan dan perjanjian Kerja sama ( SPK ) PIR.

2) Surat Perjanjian Kerja sama ( SPK ) memuat hak dan kewajiban pihak petani plasma dan perusahaan meliputi :

a) Petani plasma menyediakan lahan, perusahaan menyediakan Investasi untuk membangun HTI Pola PIR.

b) Investasi mencakup penyediaan bibit, pupuk, herbisida, serta material lain yang diperlukan, serta pembayaran upah kerja mulai kegiatan persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman samapai kegiatan pemanenan kayu.

c) Prosedur pelaksanaan pembangunan HTI, pemeliharaan, dan pemanenan serta pengangkutan hasil panen didasarkan atas petunjuk perusahaan. d) Hak dan Kewajiban masing-masing pihak selama perjanjian kerja sama

berlangsung.

3) SPK yang telah disepakati ditandatangani oleh pihak perusahaan (sebagai pihak pertama ) dan plasma (sebagai pihak kedua) di atas materai secukupnya, dan SPK dibuat rangkap 2 (dua).

4) Setelah SPK ditandatangani kedua belah pihak maka dilanjutkan pengesahan oleh Kepala Desa, Camat dan Kepala Dinas pada Kabupaten yang mengurusi bidang Kehutanan.

g. Pembuatan Surat Kontrak Kerja (SKK)

1. Surat Kontrak Kerja ( SKK ) dibuat oleh estate perusahaan, dan paling lama 7 (tujuh hari) sudah harus selesai di proses dan sudah dapat dipedomani oleh pihak operasional penanaman PIR dan pihak pelaksana yang ditunjuk perusahaan.SKK dibuat rangkap dua dengan materai cukup, yang didistribusi ke pihak terkait.

2. Bila ternyata pihak plasama tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan waktu dan prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan maka pihak perusahaan dapat melaksanakan pekerjaan dan atau menunjuk pihak lain untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan PIR dimaksud tanpa harus memberitahukan kepada plasma. 3. Bila pelaksanaan pekerjaan dimaksud adalah pihak lain atas petunjuk

perusahaan maka dapat dibuatkan Surat Kontrak Kerja ( SKK ) kepada pihak yang ditunjuk oleh pihak perusahaan.

4. Format SKK disesuaikan dengan standar yang ditetapkan perusahaan 4.3.2.4. Kegiatan dalam pembangunan HTI pola PIR PT TPL Tbk

Setelah selesai dibuat SKK, dilanjutkan dengan kegiatan pembangunan HTI Pola PIR dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Penyiapan lahan, meliputi :

1) Pembersihan gulma dengan cara membabat total yang dilakukan oleh plasma dan Perusahaan Inti memberikan upah sesuai dengan hasil kesepakatan. Untuk membabat lahan tersebut dalam 1 ha dibutuhkan antara 14 HOK ( Hari Orang Kerja ) dan dilaksanakan 2 bulan sebelum penanaman.

2) Penyemprotan gulma dilakukan satu setengah bulan sebelum tanam yaitu menggunakan herbisida round up sebanyak 5 liter/ha dan dibutuhkan tenaga 3 HOK.

3) Jika setengah bulan mau ditanam masih ada gulma yang tumbuh, maka dilakukan penyemprotan koreksi dengan dosis 2 liter/ha yang membutuhkan 1 HOK. Kegiatan penyemprotan ini menggunakan tenaga dari perusahaan inti untuk menghindari kesalahan dan kehilangan herbisida. Dalam pelaksanaan penyemprotan ini, perusahaan inti biasanya menunjuk mitra kerja (pihak ke III).

b. Penanaman

Kegiatan penanaman yaitu mulai dari pembuatan lubang tanam ukuran 30 x 30 x 30 cm, jarak tanam 3 x 2,25 m, pemasangan ajir, pemberian pupuk dasar penanaman.

c. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan meliputi pembersihan gulma dan pemberian pupuk dan pemeliharaan tegakan. Pembersihan gulma dan pendangiran dilakukan pada umur 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan, penyemprotan pada umur 13 bulan, 17 bulan, dan 21 bulan, sedangkan pemeliharaan tegakan dilakukan pada umur 4 s/d 5 tahun, termasuk didalamnya menjaga dari bahaya kebakaran.

d. Pemanenan dan Penjualan

Dalam kegiatan pemanenan kayu pada lahan plasma mulai dari penebangan, pemotongan, pengangkutan ke TPn dilaksanakan oleh plasma atas biaya dari Perusahaan Inti. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya konflik sesama plasma dengan pengawasan dari Perusahaan Inti. Harga penjualan kayu dari lahan plasma berdasarkan hasil musyawarah dari Perusahaan Inti, Plasma,

Bupati, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi dan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten kemudian ditetapkan Gubernur Sum. Utara Rp. 37,500,-/ton (tahun 2004 s/d sekarang).

e. Pembinaan dan pengawasan

Agar pembangunan Hutan Tanaman pola PIR dapat berjalan baik dan lancar, maka pemerintah membentuk Tim Pembina dan Pengawas Operasional di lapangan. Organisasi Pembina ini merupakan wadah koordinasi dan konsultasi antar instansi yang terkait dengan pelaksanaan program HTI Pola PIR di tingkat Provinsi dan kabupaten. Susunan tim Pembina di tingkat Provinsi adalah sebagai berikut :

1. Penanggung jawab : Gubernur Sumatera Utara 2. Wakil penanggung jawab : Kepala Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Prop.

Sumatera Utara

3. Pelaksana harian : Kepala Dinas Kehutanan

Provinsi Sumatera Utara

Sedangkan susunan Tim Pembina di tingkat Kabupaten mempunyai struktur sebagai berikut :

1. Pembina : Bupati Toba Samosir

2. Koordinator : Kepala Bappeda Kab. Toba Samosir 3. Ketua pelaksana harian : Kepala Dinas Kehutanan

Daur/siklus HTI Pola PIR membutuhkan waktu sekitar 6-7 tahun, namun sejak tahun 2003 telah dikembangkan bibit dari hasil kloning sehingga dimungkinkan panen umur 5 tahun. Gambar 4.4 akan menjelaskan siklus/daur HTI Pola PIR.

Gambar 4.4 Siklus/daur HTI Pola PIR

Lahan Tidak Produktif Persiapan lahan Penanaman HTI umur 3 tahun

HTI siap panen

Pemanenan Pengukuran di TPn

Pengangkutan Penimbangan

4.3.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Lahan HTI Pola PIR