• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Kebahagiaan

KONSTUKSI KEBAHAGIAAN HAMKA

3. Konsep Kebahagiaan

Pemikiran Hamka mengenai konsep kebahagiaan memang utamanya terkandung dalam karya Hamka berjudul Tasawuf Modern. Buku ini pertama kali diterbitkan di Jakarta oleh Pustaka Panjimas pada tahun 1939. Sebelumnya tulisan-tulisan Hamka yang terkumpul dalam buku ini merupakan rubrik dalam majalah Pedoman Masyarakat dengan judul “Bahagia” yang telah digarap Hamka sejak tahun 1937. Namun, Hamka juga turut menyinggung soal kebahagiaan dalam beberapa karyanya yang lain, termasuk kitab tafsir yang populer di Indonesia, yaitu kitab Tafsir Al-Azhar yang menjadi acuan penafsiran dari makna lafal kata bahagia.439

Secara umum ada beberapa kata dalam Al-Qur’an yang semakna dengan arti kebahagiaan, seperti al-falah, al-farah, al-fawz, dan al-sa’adah. Akan tetapi dalam bab ini penulis hanya memfokuskan pada pembicaraan mengenai dua kata saja, yaitu kata al-falah dan al-farah.

a. Makna al-falah dalam Tafsir Al-Azhar

Setelah penulis menemukan ayat-ayat tentang kebahagiaan yang dalam hal ini penulis memfokuskan penelitian hanya pada kata al-falah dan

al-farah saja, maka penulis mengkategorisasikan ayat-ayat tersebut ke dalam

dua kategori yang terdiri dari: pertama, penafsiran Tafsir Al-Azhar tentang kebahagiaan diambil dari kata al-falah. Kedua, penafsiran Tafsir Al-Azhar tentang kebahagiaan diambil dari kata al-farah. Dari kedua kategori tersebut, penjelasan dari Tafsir Al-Azhar dapat diuraikan seperti berikut ini:

438Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahan, 429. 439Hamka, Pandangan Hidup Muslim, 55.

Penafsiran Hamka tentang kebahagiaan berdasarkan kata al-falah dengan beragam derivasinya dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 40 kali,440 lima di antaranya sebagai berikut:

1) Membersihkan jiwa. QS. Asy-Syams/91:9

Artinya: Maka berbahagialah barangsiapa yang membersihkan dirinya (QS. Asy-Syams/91:9)441

Setelah Allah memberikan ilham dan petunjuk mana jalan yang salah dan mana jalan yang taqwa, terserahlah kepada manusia itu sendiri mana yang akan ditempuhnya. Sebab ia diberi oleh Allah akal budi. Maka berbahagialah orang-orang yang membersihkan jiwanya atau dirinya, gabungan di antara jasmani dan rohaninya. Jasmani dibersihkan dari hadas dan najis.442 Dan jiwanya dibersihkannya pula dari penyakit-penyakit yang mengancam kemurniannya. Penyakit yang paling berbahaya bagi jiwa adalah mempersekutukan Tuhan dengan yang lain, mendustakan kebenaran yang dibawa oleh Rasul atau memiliki sifat dengki kepada sesama manusia.

2) Beruntung QS. Yunus/10:17

Artinya: Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesung-guhnya, Tiadalah beruntung orang-orang yang berbuat dosa. (QS. Yunus/ 10:17)443

440Kata al-falah muncul antara lain dalam QS. Al-A’la/87:14, QS. Asy-Syams/91:9, QS. Al-A’raf/7:8, 69, 157, QS. Thaha/ 20:64, 69, QS. Al-Qashash/ 28:37, 67, 82, QS. Yunus/10:17, 69, 77, QS. Yusuf/12:23, QS. Al-An’am/6:21, 135, QS. Lukman/31:5, QS. Al-Kahfi/18:20, QS. An-Nahl/16:116, QS. Al-Mu’minun/23:1, 102, 117 dan QS. Ar-Rum/ 30:38, QS. Al-Baqarah/ 2:5, 189, QS. Al-Anfal/8:45, QS. Ali-Imran/3: 104, 130, 200, QS. Hasyr/59:9, QS. An-Nur/24:31, 51, QS. Hajj/22:77, QS. Al-Mujadalah/58:22, QS, al-Jumu’ah/62:10, QS. At-Taghabun/64:16, QS. Al-Maidah/5:35, 90, 100 dan QS. At-Taubah/9:88.

441Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahan, h. 1064.

442Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Azim Cet. II (t.t.p: Dar Taybah, 1999), Jilid V, h. 461.

Ayat ini adalah lanjutan penjelasan dari QS. Yunus/10:17 sebelumnya yang menceritakan perkataan Nabi Muhammad Saw bahwa jika Allah menghendakinya untuk tidak menyampaikan Al-Qur’an kepada masyarakat Arab, maka niscaya Rasulullah tidak akan melakukannya. Sebab apa yang disampaikan bukan keinginan hawa nafsunya. Pernyataan ini disebutkan Rasulullah guna menjawab tuduhan bahwa Al-Qur’an itu bukan wahyu hanya perkataan dari Rasulullah Saw saja. Dalam ayat ini Rasulullah Saw menyatakan seandainya ia berani membuat Al-Qur’an atau mengganti kalimat-kalimatNya, yang tidak wahyu dikatakan wahyu dan sebagainya karena hendak memperturutkan kehendak kaumnya, maka tentu ia telah berbuat dosa besar, yaitu mengada-ada atas nama Allah.444

3) Mendapat Petunjuk (QS. Lukman/31:5)

Artinya: Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan-nya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Lukman /31:5)445

Maksudnya adalah petunjuk yang telah disebutkan di dalam kitab Al-Hakim, dituntun oleh rasul utusan Allah sebagaimana yang tesebut di ayat 2 dan 3 di atas tadi. Sebab cara mengerjakan dan mendirikan shalat dan memberikan zakat sudah disebutkan di dalam kitab Al-Hakim, diuraikan secara terperinci oleh rasul; “Dan mereka itulah orang-orang yang bahagia” (ujung ayat 5), apabila petunjuk Tuhan dituruti, pastilah bahagia yang akan diterima.

Rasa bahagia atau keberuntungan ialah kepuasan yang dirasakan oleh manusia bila dia telah melaksanakan tugasnya sebagai orang hidup. Rasa bahagia akan dirasakan seketika diri masih hidup dan sudah tua, dapat menyaksikan amal yang telah dikerjakan di waktu yang lampau. Rasa bahagia akan dirasakan misalnya oleh seorang profesor melihat berkas-berkas mahasiswa yang pernah menerima kuliah dari dia, sekarang semua sudah menjadi orang yang sukses. Rasa bahagia akan dirasakan oleh seorang ayah ketika melihat anaknya yang berhasil baik dalam kehidupan agama maupun dunia. Rasa bahagia akan dirasakan oleh orang yang merasakan bahwa umurnya tidaklah dibuang pada perbuatan yang tidak berfaedah. Rasa Bahagia, lega, tenang, yang sejati seperti itulah yang akan diterima kelak di

444Hamka, Tafsir al-Azhar, 173.

dalam surga jannatun na’im.446

4) Mendapat Keberuntungan. QS. al-A’raf/7:69

Artinya: Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-A’raf/7:69)447

Pada ayat 69, merupakan sebuah tanya tetapi bantahan (istifham

inkari) yang berarti tidak usahlah tercengang jika Allah memilih seseorang

manusia dari kalangan sesamanya sendiri menjadi utusan-Nya untuk menyampaikan ancaman Allah kepada manusia. Bahwa manusia akan mendapatkan azab baik di dunia maupun di akhirat kelak, lantaran tidak mau menerima kebenaran. Mengapa sebagian manusia tercengang, bukankah mereka sendiri mengakui bahwa ada setengah manusia dilebihkan dari yang lain, oleh karena karunia Allah? Nenek moyang yang dijadikan berhala lalu disembah itu, dianggap sangat setia, lebih dari manusia biasa.

Sekarang dari kalangan manusia itu sendiri dipilih oleh Allah, diberi kelebihan daripada yang lain, bukan untuk dijadikan Allah, melainkan untuk memperingatkan sesamanya bahwa menuhankan yang lain adalah perbuatan yang amat salah. Dari narasi ini, lalu Nabi Hud pun menyadarkan mereka bahwa mereka pun dilebihkan Allah pula daripada yang lain, supaya mereka lebih insaf dan kembali kepada jalan yang benar. Sambung Nabi Hud: “Dan ingatlah olehmu, tatkala Dia telah menjadikan kamu khalifah-khalifah sesudah kaum Nuh, dan Dia lebihkan kamu pada kejadian. “Maka ingatlah olehmu akan nikmat-nikmat Allah itu, agar kamu berbahagia” (ujung ayat 69).

446Hamka, Tafsir al-Azhar. lihat juga Al-Qurtubi, Al-Jami’ lil ahkam Al-Quran cet I. 447Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahan, 232.

Apabila orang bersyukur kepada Allah, niscaya ia akan merasakan kebahagiaan. Sebab apabila nikmat yang telah ada disyukuri, Allah berjanji akan menambahkan berlipat ganda.448

5) Penafsiran Tafsir Al-Azhar QS. Ar-Rum/30:38

Artinya: Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demi-kian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung.” (QS. Ar-Rum/30:38)449

Dalam ayat ini, pemberian hak diprioritaskan kaum kerabat, keluarga, mereka terlebih dahulu yang perlu ditolong. Imam Abu Hanifah berdasarkan pangkal ayat (faati) yang berarti ‘berikanlah’, berpendapat bahwa mendahulukan keluarga terdekat itu adalah wajib, dan tolong pulalah orang miskin, yang meskipun telah payah berusaha. Sesudah itu, tolong pulalah

ibnu sabil. Kebanyakan ahli tafsir menafsirkannya sebagai orang yang sedang

dalam perjalanan, tetapi arti ini diperluas lagi, yaitu seumpama orang yang merantau dari asalnya untuk menuntut ilmu. Pada ujung ayat 38, orang yang dermawan karena Allah, adalah orang yang beruntung. Dia tidak dibenci orang karena bakhilnya.

Kalimat “beruntung” (menang) adalah bukti bahwasanya perjuangan telah dilalui menghadapi musuh atau berbagai kesulitan. Orang tidaklah sampai kepada menang, jikalau belum melalui dan mengatasi rintangan yang bertemu di tengah jalan.450 Memang sungguh banyak yang harus diatasi. Maka dalam ayat ini, diberikan keterangan bahwasanya kemenangan pastilah didapat oleh orang yang beriman. Kalimat “Qad” yang terletak di pangkal

fi’il madhi (Aflaha) menurut undang-undang bahasa Arab adalah

menunjukkan kepastian. Sebab itu, maka ia (qad) diartikan “sesungguhnya”. Ditunjukkanlah 6 (enam) syarat wajib dipenuhi sebagai bukti iman.451 Jika enam syarat ini telah terisi, pastilah menang. Menang mengatasi

448Hamka, Tafsir Al-Azhar, 278.

449Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahan, 647. 450Hamka, Tafsir Al-Azhar, 351.

kesulitan diri sendiri, menang dalam bernegara, dan lanjutan dari kemenangan semuanya itu ialah syurga. Syarat kemenangan seorang yang beriman ialah terkandung dari ayat selanjutnya dalam QS. Al-Mu’minun yakni:

a) Shalat yang khusyu’

b) Menjauhkan diri dari hal yang tidak berguna c) Orang-orang yang membersihkan jiwa (zakat)

d) Orang-orang yang selalu menjaga kelamin dengan berumah tangga e) Orang yang menjaga amanah dan tugas (janji)

f) Orang yang menjaga waktu shalat.452 b. Makna al-farah dalam Tafsir Al-Azhar

farah dengan beragam derivasinya dalam konteks di dalam

Al-Qur’an disebutkan sebanyak sebanyak 20 kali.453 di antaranya adalah: 1) Gembira dan bangga (QS. Hud/11:10)

Artinya: Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya Dia akan berkata: Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; Sesungguhnya Dia sangat gembira lagi bangga (QS. Hud/ 11:10)454

Dalam Tafsir Azhar, Hamka mengomentari ayat ini dengan menjelaskan kebahagiaan setelah lepas dari bencana. Kerusakan itu telah lepas, sebab roda takdir berputar terus. Dia pun kembali diberi nikmat, maka menepuk dadalah dia. Sekarang ia tidak susah lagi. Bintangnya terang kembali. Lupa lagi dia datangnya dari mana nikmat itu. Lupa lagi dia bahwa dia tempo hari pernah susah. “Sesungguhnya dia gembira sekali lagi sombong” maka manusia yang mengeluh sampai putus asa dan sampai lupa berterima kasih ketika ditimpa susah, adalah orang yang jiwanya kosong dari iman dan tidak ada hubungan hatinya dengan langit. Orang yang lupa daratan, lupa mensyukuri nikmat yang telah datang kembali, lalu bergembira ria tak tentu arah, disertai lagi oleh kesombongan, orang ini pun adalah

452Hamka, Akhlakul Karimah, 8.

453Antara lain dalam QS. An-Naml/27:36, QS. Al-Qashash/28:76 (dua kali), QS. Yunus/ 10:22, 58, QS. Hud/ 11:10, QS. Al-An’am/6:44, QS. Al-Mu’minun/23:53 dan QS. Rum/30:4, 32, 36, QS. Ali-Imran/3:120, 170, 188, QS. Al-Hadid/57:23, QS. Ar-Ra’d/13:26, 36 dan QS. At-Taubah/9:50, 81 dan QS. Ghofir/40:75, 83.

budak, hamba sahaya daripada benda belaka. Kedua perangai itu adalah perangai orang yang datang ke atas dunia ini dengan tidak menyadari hari depan, inilah orang yang kacau hidupnya.

2) Mendapat Rahmat (QS. Asy-Syura/42:48)

Artinya: Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada manusia sesuatu rahmat dari Kami Dia bergembira ria karena rahmat itu. Dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar) karena Sesungguhnya manusia itu amat ingkar (kepada nikmat). (QS. Asy-Syura/42:48)455

Berkenaan dengan ayat ini Hamka menyatakan bahwa ujung ayat ini memberi peringatan kepada kita satu sebab yang penting, mengapa orang melupakan Allah, ataupun kufur kepada Allah. Yaitu ketika datang rahmat Allah atau ketika datang kesusahan. Kalau datang rahmat, girang gembira sehingga lupa kepada yang memberikan rahmat itu., bahkan diperbudak oleh rahmat yang diberikan. Kemudian tiba-tiba datang kesusahan, lalu mengomel kepada yang kesusahan. Tidak mengakui bahwa kesusahan itu datang karena sebab sendiri.

3) Bangga (QS. Al-Qashash/28:76)

Artinya: Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya per-bendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika

kaumnya berkata kepadanya: Jangan-lah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri. (QS. Al-Qashash/28:76)456

Pada ayat ini, faarihin diartikan oleh Hamka sebagai orang yang pongah. Orang yang pongah ialah orang yang selalu mempertontonkan diri dengan bangga, untuk memperlihatkan diri bahwa dia kaya. Disebut juga songa, congkak, poak dan pundik. Artinya hampir sama saja. Di zaman sekarang perangai demikian kerapkali terdapat pada apa yang disebut orang kaya baru. Pongah itu timbul dari sebab hanya kaya yang dengan harta, namun jiwa kosong tidak mempunyai kekayaan budi.457

4) Bergembira (QS. Ali-Imran/3:120)

Artinya: Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. (QS. Ali Imran/3:120)458

Dalam menafsirkan ayat ini, Hamka menjelaskan dengan deskripsi yang lebih detail terkait dengki. Tidur mereka sudah tidak tenang lagi, makan mereka tidak enak lagi. Mereka sendiri yang meracuni jiwa mereka dengan rasa benci dan dendam itu. Mereka susah melihat orang beruntung. Kalau dapat, mereka yang menghamburkan harta lagi untuk menghalangi datangnya kebaikan kepada kamu itu. “Dan jika kamu ditimpa oleh kesusahan, mereka bergembira.” Tentu mereka akan tertawa-tawa dan merasa puas hati. Padahal di dalam perjuangan hidup, senang dan susah tidaklah bercerai. Sungguh ayat ini telah memberikan kupasan tentang jiwa orang yang dengki melihat kemajuan orang lain.459

Dari asbabun nuzul ayat, akhir ayat ini menggambarkan betapa sikap mereka, bercakap berkumpul-kumpul berdua, bertiga sambil menyatakan gembira, tertawa-tawa mendengar berita selentingan itu, bahwa Rasulullah

456Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahan, 622. 457Hamka, Tafsir al-Azhar, 126-127.

458Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahan, 96.

telah sakit dan tentaranya banyak yang sengsara karena terlalu panas dan lain- lain, dan mungkin akan pulang dengan kekalahan dan kerusakan. Habis bercakap-cakap itu mereka berkeliling pula dengan sangat gembira ke tempat lain, mencari teman sepaham untuk membicarakan hal itu pula.460

5) Perasaan gembira (QS. At-Taubah/9:81)

Artinya: Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui. (QS. At-Taubah/9:81)461

Mereka telah bergembira karena tidak ikut pergi, karena mereka tidak ikut pergi, karena mereka telah tinggal di rumah. Mereka gembira karena tidak ikut memikul kewajiban yang telah dipikulkan Tuhan kepada mereka, supaya berperang di bawah pimpinan Rasul (mereka gembira) alangkah rusaknya jiwa yang seperti ini. Gembira karena tidak ikut memikul kewajiban. Di mana akan terjadi gembira dalam hal seperti ini, kalau bukan pada orang munafik.

Kalau sekiranya kelak orang lain pulang dengan selamat dan dengan hasil yang gemilang, akan bagaimanakah perasaan mereka. Mereka gembira karena melupakan bahwa keluar itu adalah kewajiban. Mereka gembira karena tidak ingat betapa lebih gembiranya perasaan kelak kalau pulang dengan selamat, atau mati di medan jihad. “Dan mereka memang keberatan bahwa akan berjihad dengan harta benda mereka dan jiwa-jiwa mereka pada jalan Allah” dengan tekanan kata ayat ini, lebih nyatalah lagi bagaimana nilainya kegem-biraan mereka lantaran tidak ikut pergi itu. Gembira karena tidak mengur-bankan harta benda pada jalan Allah.462

Dari pemaparan di atas mengenai penafsiran kata falah dan

al-farah, dapat diambil beberapa analisis perbedaan dan persamaan di antara

keduanya. Antara lain:

460Hamka, Tafsir al-Azhar, 238.

461Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahan, 405. 462Muzakkir, Tasawuf dan Kesehatan, 5.

a. Kata al-falah dan al-farah dapat dirasakan setelah mendapatkan sesuatu yang disukai dan dimaksud oleh manusia.

b. Kata al-falah merupakan sebuah proses untuk meraih keberun-tungan atau kemenangan bahkan kebahagiaan di akhirat kelak. Karena keberuntungan dan kemenangan yang sesungguhnya hanya dapat diraih oleh orang yang beriman dan beramal saleh semasa hidup di dunia. Sedangkan al-farah merupakan perasaan suka cita atau gembira yang sifatnya sementara di dunia. Hanya sebuah bentuk ungkapan senang dan gembira seseorang atas apa yang dicapainya. c. Kata al-falah merupakan kebahagiaan atau kemenangan yang

mencakup dua tempat yaitu perasaan bahagia di dunia dan di akhirat. d. Kata Al-falah dan ragam derivasinya dalam Al-Qur’an selalu

diartikan sebagai kebahagiaan yang terpuji. Sedangkan al-farah dan beragam derivasinya dalam Al-Qur’an diartikan sebagai kebahagiaan yang terpuji dan bisa bermakna tidak terpuji.

Dari apa yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa setiap ulama membedakan pemaknaan antara kata al-falah dan al-farah dalam konteks definisi kebahagiaan. Hamka sendiri menggambarkan kebahagiaan dengan mendekatkan diri kepada Allah sehingga hilanglah kesedihan dalam hidup manusia. Bagi Hamka, kaidah kebahagiaan adalah ketika seseorang telah banyak mengalami penderitaan, dan kekecewaan. Ia merumuskan kebahagia-an dengkebahagia-an empat jalkebahagia-an, yaitu; a) adkebahagia-anya itikad, motivasi ykebahagia-ang ada pada dirinya sendiri; b) yakin, yaitu keyakinan yang kuat atas sesuatu yang diinginkan dan dikerjakannya; c) iman, lebih tinggi dari sekadar keinginan yang dibuktikan melalui perbuatan dan dan ucapan; dan d) al-din, penyerahan diri secara total kepada Allah sebagai bentuk penghamba-an yang sempurna kepada-Nya.

Mengenai definisi kata al-falah dan al-farah, dapat diambil kesimpulan bahwa dua kata tersebut terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaan dua kata tersebut adalah; al-falah dan al-farah dapat dirasakan setelah mendapatkan sesuatu yang disukai dan dimaksud. Keduanya bisa terjadi baik di dunia maupun di akhirat. Sedangkan perbedaan dua kata tersebut adalah; kata al-falah dan beragam derivasinya dalam Al-Qur’an selalu diartikan sebagai kebahagiaan yang terpuji. Sementara kata al-farah dan beragam derivasinya dalam Al-Qur’an diartikan sebagai kebahagiaan yang terpuji dan bisa bermakna tidak terpuji.

B. Unsur-unsur Kebahagiaan Menurut Hamka 1. Bahagia dalam Konteks Jasmani

Sebelum masuk ke pembahasan kunci kebahagian terlebih dahulu akan dipaparkan beberapa pandangan ahli baik di Timur maupun di Barat terkait kebahagiaan. Tokoh pertama yang diuraikan di bagian ini adalah Betrand Russel,463 filsuf yang terkenal di Inggris dan ia menegaskan filsafat tersebut dengan pemikiran Imam Ibnul Qayyim. Tokoh kedua adalah Amin Al-Raihany seorang filsuf Arab yang beragama Nasrani, dan seorang wanita ahli sastra bernama Annisah Mai yang juga beragama Nasrani. Hasil karya-karya mereka amat penting dipaparkan agar pemahaman atas kebahagiaan menjadi luas.464

Betrand Russel seorang filsuf asal Inggris menerangkan bahwa bahagia terbagi dua; pertama yaitu tempat timbulnya perasaan dan yang kedua adalah tempat timbulnya pikiran. Bahagia manusia pada tingkatan yang pertama sama derajatnya namun yang bagian yang kedua tidak semua orang bisa merasakannya kecuali dalam kalangan para ilmuan.465

Rasa bahagia timbul berdasarkan suasana hati, seseorang di Australia yang memburu kangguru merasa sangat beruntung jika ia berhasil menangkap kangguru tersebut, dan seorang dokter ahli bidang bakteriologi yang bekerja memisahkan bakteri-bakteri dalam laboraturium, merasa sangat beruntung karena dapat mengetahui jenis-jenis bakteri dalam penelitiannya perasaan itu sama halnya dengan seorang pemburu yang di atas tersebut.

Begitu pula menjalankan pekerjaan sehari-hari dengan bermacam-macam pula corak manusianya. Ada yang menghadapi pekerjaan dengan kesombongan, tidak menghargai jasa dan usaha orang lain, namun sebaliknya ada yang menghadapi pekerjaan dengan tawadhu sadar akan kekurangan dirinya, dan sadar bahwa pengalaman dan perjalanan hidup itu adalah sekolah yang paling tinggi, dan tidak akan selesai sebelum ajal menjemputnya. Maka seseorang yang melakukan pekerjaan dengan kesombongan dan takabur ia tidak akan merasakan nikmat kebahagiaan walaupun ia mendapatkan kesuksesan kesombongan itu akan terus menghambatnya karna selalu menganggap dirinya paling tinggi. Adapun orang yang tawadhu memandang segala sesuatu dan langkah perjalanan hidup ini ialah kemenangan yang harus disyukuri, timbulnya kekuatan