• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.2. Landasan Teori

2.2.2. Konsep Kebijakan Publik

Adapun definisi kebijakan publik menurut Santoso dalam Winarno (2007:19) yang dikemukakan oleh para ahli yang menaruh minat dalam bidang kebijakan publik menyimpulkan bahwa pada dasarnya pandangan mengenai kebijakan publik dapat dibagi kedalam dua wilayah kategori yaitu : Pertama, pendapat ahli yang menyamakan kebijakan publik dengan tindakan-tindakan pemerintah. Para ahli dalam kelompok ini cenderung menganggap bahwa semua tindakan pemerintah dapat disebut sebagai kebijakan publik. Pandangan kedua, berangkat dari para ahli yang memberikan perhatian khusus kepada pelaksana kebijakan. Para ahli yang masuk dalam kategori ini terbagi dalam dua kubu, yakni mereka yang memandang kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan dan maksud-maksud tertentu dan mereka yang menganggap kebijakan publik sebagai memiliki akibat-akibat yang bisa diramalkan. Dengan kata lain kebijakan publik dapat dipandang sebagai proses perumusan, implementasi dan evaluasi kebijakan. Sedangkan kubu kedua lebih melihat kebijakan publik terdiri dari rangkaian keputusan dan tindakan.

Menurut Andreson dalam Agustino (2006:7) memberikan pengertian tentang kebijakan publik yaitu serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/ tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok

aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan.

Dari pengertian diatas dan menurut pemahaman bahwa kebijakan publik harus mengabdi kepada masyarakat, maka dengan demikian dapat disimpulkan kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan masyarakat.

2.2.2.3. Sifat Kebijakan Publik

Menurut Winarno (2007:21) sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori sebagai berikut :

1. Tuntutan-tuntutan Kebijakan (Policy Demands)

Tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik. Tuntutan-tunttutan tersebut berupa desakan agar pejabat-pejabat pemerintah mengambil tindakan atau tidak mengambil tindakan mengenai suatu masalah tertentu.

2. Keputusan Kebijakan (Policy Decisions)

Keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan subtansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik.

Pernyataan-peryataan resmi atau artikulasi-artikulasi (penjelasan) kebijakan publik.

4. Hasil-hasil Kebijakan (Policy Outputs)

Manifestasi nyata dari kebijakan-kebijakan publik, yaitu hal-hal yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijakan.

5. Dampak-dampak Kebijakan (Policy Outcomes)

Lebih merujuk pada akibat-akibatnya bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah.

2.2.2.4.Manfaat Kebijakan Publik

Menurut Dye dan Andreson dalam Subarsono (2005:4), studi kebijakan publik memiliki tiga manfaat penting yaitu :

1. Pengembangan ilmu pengetahuan

Dalam konteks ini, ilmuwan dapat menempatkan kebijakan publik sebagai variabel terpengaruh (dependent variabel) sehingga berusaha menentukan variabel pengaruhnya (independent variabel). Studi ini berusaha mencari variabel-variabel yang dapat mempengaruhi isi dari sebuah kebijakan publik.

2. Membantu para praktisi dalam memecahkan masalah publik.

Dengan mempelajari kebijakan publik para praktisi akan memiliki dasar teoritis tentang bagaimana membuat kebijakan publik yang baik dan memperkecil kegagalan dari suatu kebijakan publik. Sehingga kedepan

akan lahir kebijakan publik yang lebih berkualitas yang dapat menopang tujuan pembangunan.

3. Berguna untuk tujuan politik

Suatu kebijakan yang dibuat melalui proses yang besar dengan dukungan teori yang kuat memiliki posisi yang kuat terhadap kritik dari lawan-lawan politik. Kebijakan publik tersebut dapat meyakinkan kepada lawan-lawan politik yang tadinya kurang setuju. Kebijakan publik seperti itu tidak akan mudah dicabut hanya karena alasan kepentingan sesaat dari lawan-lawan politik.

2.2.2.5. Tujuan Kebijakan

Ada beberapa tujuan kebijakan menurut Hoogerwef dalam Soenarko (2000:82) yaitu :

1. Memelihara ketertiban umum (Negara sebagai stabilisator).

2. Melancarkan perkembangan masyarakat dalam berbagai hal (Negara sebagai perangsang, stimulator).

3. Menyesuaikan berbagai aktivitas (Negara sebagai koordinator).

4. Memperuntunkan dalam membagi berbagai materi (Negara sebagai pembagi, alokator).

Tujuan-tujuan yang demikian itu, tentu saja merupakan tujuan guna untuk mencapai tujuan akhir. Untuk bangsa dan Negara Indonesia, tujuan kebijaksanaan itu adalah :

1. Memajukan kesejahteraan umum. 2. Mencerdaskan kehidupan bangsa.

3. Ikut melaksanakan ketertiban dunia.

2.2.2.6.Faktor Penentu Dilaksanakan/Tidaknya Suatu Kebijakan Publik Beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan atau tidaknya suatu kebijakan publik menurut Agustino (2006:157) yaitu :

1. Faktor Penentu Pemenuhan Kebutuhan

a. Respeknya anggota masyarakat pada otoritas dan keputusan pemerintah; b. Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan;

c. Adanya sanksi hukum; d. Adanya kepentingan publik; e. Adanya kepentingan pribadi; f. Masalah waktu.

2. Faktor Penentu Penolakan atau Penundaan Kebijakan

a. Adanya kebijakan yang bertentangan dengan sistem yang ada; b. Tidak adanya kepastian hukum;

c. Adanya keanggotaan seseorang dalam suatu organisasi; d. Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum.

2.2.2.7. Pemberdayaan Mampu Memperkuat Tujuan Kebijakan Publik

Kebijakan public sebagai serangkaian tindakan yang dipilih dan dialokasikan secara sah oleh pemerintah/Negara kepada seluruh anggota masyarakat mempunyai tujuan tertentu demi kepentingan public (Islamy, 1988). Untuk mencapai tujuan kebijakan, pemerintah harus melakukan aksi atau tindakan berupa penghimpunan sumber daya dan pengelolaan sumber daya tersebut. Hasil yang diperoleh dari aksi pertama disebut input kebijakan, sementara aksi kedua

secara terbatas dapat disebut proses implementasi kebijakan (Wibawa, 1994). Dalam proses kebijakan terdapat tidak saja perilaku administrates dan organisasional melainkan juga perilaku politis (Dunn, 1984).

Dalam proses implementasi, birokrasi pemerintah menginterpretasikan kebijakan menjadi program. Dengan demikian, program dapat dipandang sebagai “kebijakan birokraris” karena dirumuskam oleh birokrasi. Kebijakan birokrasi menjadikan kebijakan politis menjadi lebih operasional dan siap dilaksanaka. Selanjutnya, agar lebih operasional lagi, program dirumuskan sebagai proyekk, yang dengannya para pelaksana di tingkat lapangan dapat bertindak. Setelah diterjemahkan sebagai program dan proyek, lalu diikuti dengan tindakan fisik, kebijakan menimbulkan suatu konsekuensi (hasil, efek, atau akibat). Dunn (1984) membagi konsekuensi kebijakan menjadi dua jenis, yaitu output dan dampak.

Menurut Wrihatnolo dan Dwidjojoto (2007 : 132) menjelaskan bahwa program-program pemberdayaan masyarakatpun dapat dikategorikan sebagai kebijakan public. Sebuah kebijakan atau program pada hakikatnya adalah sebuah instrument yang digunakan pemerintah untuk melakukan perubahan ekonomi, sosial, maupun budaya pada masyarakat. Demikian pula halnya dengan program-program pemberdayaan masyarakat yang dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan ataupun dampak yang diinginkan, untuk memenuhi kepentingan atau kebutuhan public atau masyarakat. Program-program pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu bentuk operasionalisasi kebijakan penanggulangan kemiskinan yang menjadi komitmen nasional.

Dokumen terkait