TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Konsep Kepuasan
2.3.2. Konsep Kualitas Pelayanan
Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli dalam upaya untuk menemukan definisi penilaian kualitas. Parasuraman, et.al.(1998) mendefinisikan penilaian kualitas pelayanan sebagai pertimbangan global atau sikap yang berhubungan dengan keunggulan dari suatu pelayanan. Dengan kata lain, penilaian kualitas pelayanan adalah sama dengan sikap individu secara umum terhadap kinerja
perusahaan. Selanjutnya mereka menambahkan bahwa penilaian kualitas pelayanan adalah tingkat dan arah perbedaan antara persepsi dan harapan pelanggan.
Parasuraman, et.al.(1998) juga mengutarakan bahwa untuk menentukan sejauh mana kualitas pelayanan, maka dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu:
1. Tangibility (berwujud), fasilitas dan peralatan fisik serta penampilan karyawan yang profesional
2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan apa yang telah dijanjikan dengan handal(segera), akurat dan memuaskan.
3. Responsiveness (kepekaan), kesediaan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang segera (tanggap).
4. Assurance (jaminan), pengetahuan dan kesopanan karyawan, serta kemampuannya untuk mendapatkan kepercayaan dan keyakinan
5. Empaty (perhatian), tingkat perhatian terhadap para pelanggan dan memahami kebutuhan pelanggan.
Selanjutnya Tjiptono (2005) juga menjelaskan bahwa :
”Konsep kualitas itu sendiri sering dianggap sebagai ukuran relatif kesempurnaan atau kebaikan sebuah produk/jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi sedangkan kualitas kesesuaian adalah ukuran seberapa besar tingkat kesesuaian antara sebuah produk/jasa dengan persyaratan atau spesifikasi kualitas yang ditetapkan sebelumnya.”
Menurut Ovreveit dalam Ester Saranga (2000):
”Kualitas dalam jasa kesehatan terdiri dari kualitas konsumen (yang berkaitan dengan apakah pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang dikehendaki pasien), kualitas professional (yang berkaitan apakah pelayanan yang diberikan memenuhi kebutuhan pasien sesuai dengan yang didiagnosa oleh para professional) dan kualitas manajemen (yang berkaitan dengan apakah jasa yang diberikan dilakukan tanpa pemborosan dan kesalahan, pada harga yang terjangkau, dan memenuhi peraturan-peraturan resmi dan peraturan lainnya).”
Kualitas pelayanan adalah salah satu unsur penting dalam organisasi jasa. Hal ini disebabkan oleh kualitas pelayanan merupakan salah satu alat yang digunakan
untuk mengukur kinerja organisasi jasa (Hope dan Muhlemann, 1997). Oleh karena itu, kualitas pelayanan harus mendapat perhatian yang serius dari manajemen organisasi jasa. Untuk menetapkan kualitas pelayanan yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi jasa, terlebih dahulu organisasi tersebut harus mempunyai tujuan yang jelas.
Goetsch dan Davis dalam Tjiptono (2005), Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Beberapa contoh pengertian kualitas menurut Tjiptono (1997) adalah :
1. Kesesuaian dengan persyaratan atau tuntutan; 2. Kecocokan untuk pemakaian;
3. Perbaikan berkelanjutan; 4. Bebas dari kerusakan/cacat;
5. Pemenuhan kebutuhan pelangggan sejak awal dan setiap saat; 6. Melakukan segala sesuatu secara benar;
7. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.
Vincent Gaspersz (2003) mengatakan kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi Konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti: Performansi (Performance), keandalan (Reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics) dan sebagainya. Definisi strategik kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).
Berbagai definisi diberikan para ahli terhadap kualitas pelayanan. Parasuraman et.al.(1998) mengartikan kualitas sebagai suatu bentuk sikap,
berhubungan namun tidak sama dengan kepuasan, yang merupakan hasil dari perbandingan antara harapan dengan kinerja aktual. Namun kualitas pelayanan dan kepuasan dibentuk dari hal yang berbeda. Selanjutnya disebutkan
”Bahwa pengertian yang paling umum dari perbedaan kualitas pelayanan dan kepuasan adalah bahwa kualitas pelayanan merupakan satu bentuk sikap, penilaian dilakukan dalam waktu lama, sementara kepuasan merupakan ukuran dari transaksi yang spesifik. Perbedaan antara kualitas pelayanan dan kepuasan mengarah pada cara diskonfirmasi yang dioperasionalkan. Dalam mengukur kualitas pelayanan yang dibandingkan adalah apa yang seharusnya didapatkan, sementara dalam mengukur kepuasan yang diperbandingkan adalah apa yang pelanggan mungkin dapatkan.” (Parasuraman, et.al, 1998). Kualitas jasa pelayanan sangat dipengaruhi oleh harapan konsumen. Harapan konsumen dapat bervariasi dari konsumen satu dengan konsumen lain walaupun pelayanan yang diberikan konsisten. Kualitas mungkin dapat dilihat sebagai suatu kelemahan kalau konsumen mempunyai harapan yang terlalu tinggi, walaupun dengan suatu pelayanan yang baik. Menurut Wyckof dalam Lovelock yang dikutip dari Nursya’bani Purnama (2006 ) memberikan pengertian kualitas layanan sebagai tingkat kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen, Menurut Gronroos dalam Nursya’bani Purnama (2006 ) menyatakan kualitas layanan meliputi:
1. Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan, terdiri dari: dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku, hubungan internal, penampilan, kemudahan akses dan service mindedness.
2. Kualitas teknis dengan kualitas output yang dirasakan konsumen, meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan estetika output.
3. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi di mata konsumen.
Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan pelayanan yang dapat memenuhi keinginan konsumen/pelanggan yang diberikan oleh suatu organisasi.
Kualitas mengandung banyak arti dan makna, beberapa pakar yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan. Upaya mendefinisikan kualitas dalam organisasi jasa tertentu bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Berikut Tjiptono (1997) mendefinisikan kualitas yang dikemukan oleh empat guru kualitas :
1. Josep M. Juran
Strategi perbaikan kualitas Juran menekankan implementasi proyek-proyek dan rangkaian tahap terobosan. Ia juga menegaskan pentingnya identifikasi dan pemecahan/eliminasi penyebab suatu masalah. Menurutnya, langkah ini sangat kursial, karena bila mencari jalan pintas dari gejala langsung diberikan solusi, maka sumber persoalan sesungguhnya belum diatasi dan sewaktu-waktu bisa terulang lagi. Juran mendefinisikan kualitas sebagai kecocokan untuk pemakaian (fitness for use). Definisi ini menekankan orientasi pada pemenuhan harapan pelanggan.
2. Philip B. Crosby
Pendekatan Crosby menaruh perhatian besar pada transformasi budaya kualitas. Ia mengemukakan pentingnya melibatkan setiap orang dalam organisasi pada proses, yaitu dengan jalan menekankan kesesuaian individual terhadap persyaratan/tuntutan. Pendekatan Crosby merupakan proses top-down.
3. W. Edwards Deming
Strategi Deming didasarkan pada alat-alat statistik. Strategi ini cenderung bersifat bottom-up. Penekanan utama strategi ini adalah perbaikan dan pengukuran kualitas secara terus-menerus. Strategi Deming berfokus pada proses untuk mengeliminasi variasi, karena sebagaian besar variasi (kurang lebih 92%) dapat dikendalikan manajemen. Deming sangat yakin bahwa bila karyawan diberdayakan untuk memecahkan masalah (dengan catatan manajemen menyediakan alat-alat yang cocok), maka kualitas dapat disempurnakan terus-menerus.
4. Taguchi
Filosofi Taguchi didasarkan pada premis bahwa biaya dapat diturunkan dengan cara memperbaiki kualitas dan kualitas tersebut secara otomatis dapat diperbaiki dengan cara mengurangi variasi dalam produk atau proses.
Strategi Taguchi difokuskan pada loss function, yang mendefinisikan setiap penyimpangan dari target sebagai kerugian yang ditimbulkan oleh suatu produk bagi masyarakat setelah produk tersebut dikirim, selain kerugian-kerugian yang disebabkan fungsi intrinsik produk.
Tak satupun definisi dari para guru kualitas tersebut yang sempurna. Akan tetapi, definisi-definisi tersebut merupakan usaha mereka untuk menunjukkan bahwa setiap orang memerlukan definisi operasional mengenai kualitas. Definisi operasional merupakan deskripsi dalam ukuran-ukuran yang dapat dikuantifikasikan mengenai apa yang diukur dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengukurnya secara konsisten. Tujuan pengukuran ini adalah untuk menentukan kinerja aktual proses tersebut.
Vincent Gaspersz (2003) mengatakan kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi Konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti: Performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics) dan sebagainya. Definisi strategik kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers). Berdasarkan definisi tentang kualitas baik yang konvensional maupun yang lebih strategik, kita boleh menyatakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada pokok sebagai berikut :
1. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu.
2. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.
Feigenbaum dalam Nasution (2004) menyatakan, bahwa ”kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya. Suatu produk berkualitas apabila dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk”. Sementara itu Garvin dan Davis dalam Nasution (2004) menyatakan kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
Berdasarkan pengertian tentang kualitas dimaksud tampak bahwa kualitas selalu berfokus pada pelanggan (customer focussed quality). Dengan demikian produk didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Karena kualitas mengacu kepada segala sesuatu yang menentukan kualitas pelanggan, maka suatu produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta dihasilkan dengan cara yang baik dan benar. Dengan demikian, kualitas pelayanan bagi pelanggan adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi yang dituntut yang dimaksud dan apa yang dianggap penting. Sehingga kualitas adalah tercapainya
sebuah harapan dengan kenyataan sesuai dengan komitmen yang telah ditetapkan sebelumnya.
Rendahnya kualitas pelayanan, akan mengakibatkan terjadinya pemborosan baik berupa dana, waktu, alat dan sumber daya yang lainnya. Selain itu, bagi pemerintah, pelayanan yang buruk akan menurunkan citra pemerintah, sedangkan pelayanan yang baik dari pemerintah akan menimbulkan image bahwa pemerintahan sudah dikelola dengan baik. Untuk itu sesuai dengan pendapat Lukman (1999) yang menyatakan bahwa dalam menghadapi tuntutan pelanggan akan kualitas pelayanan, diperlukan adanya peningkatan kualitas mulai dari perencanaan sampai dengan kontrol terhadap pelayanan.
Selain itu Albert dan zemke dalam Ratminto (2006) mengemukakan bahwa organisasi-organisasi yang berhasil yang bergerak dibidang pelayanan memiliki tiga kesamaan yaitu :
1. Disusunnya strategi pelayanan yang baik
2. Orang di garis depan yang berorientasi pada pelanggan/konsumen 3. Sistem pelanggan yang ramah
Dari berbagai pendapat tentang kualitas pelayanan di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi kualitas pelayanan secara umum adalah bahwa kualitas harus memenuhi harapan-harapan pelanggan dan memuaskan kebutuhan mereka. Namun demikian meskipun definisi ini berorientasi pada konsumen, tidak berarti bahwa dalam menentukan kualitas pelayanan penyedia jasa harus menuruti semua keinginan konsumen. Dengan kata lain, dalam menetapkan kualitas pelayanan, perusahaan
harus mempertimbangkan selain untuk memenuhi harapan-harapan pelanggan, juga tersedianya sumberdaya dalam perusahaan.