• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Respon

B. Konsep Ombudsman 1. Pengertian Ombudsman

e. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan waktu yang tepat

Waktu yang tepat berarti pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan sehingga dapat memberikan kepastian pelayanan kepada masyarakat.

f. Semua keluhan pelanggan direspon oleh petugas

Bahwa setiap penyedia layanan harus menyediakan akses kepada masyarakat untuk dapat menyampaikan keluhannya dan dapat dicarikan solusi yang terbaik.

B. Konsep Ombudsman 1. Pengertian Ombudsman

Tahun 1809 Swedia resmi mencantumkan Parliamentary Ombudsman di dalam konstitusinya sebagai tempat dimana publik mendapatkan ruang publik untuk menghadapi pelayanan yang buruk (Masthuri, 2005: 57). Popularitas

Parliamentary Ombudsman Swedia ini semakin berkembang memasuki abad

ke-21 (1989) hingga dewasa ini, banyak negara yang sedang mengalami transisi menuju sistem pemerintahan yang demokratis termasuk di Indonesia, penghormatan kebebasan individu mulai ditegakkan untuk melawan ketidakadilan dan penyalahgunaan kewenangan birokrasi publik, maka terdoronglah banyak negara di dunia menginisiasi pembentukan Ombudsman dalam bentuk komisi-komisi independen yang keberadaannya baik di tingkat nasional maupun regional. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan bahwa ombudsman RI selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan

16

mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggaraan negara dan pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan BHMN serta badan swasta atau perorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan atau APBD. Sedangkan dalam Pasal 2 Undang-Undang yang sama disebutkan bahwa Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara atau instansi lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.

Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 tersebut ada hubungannya, yakni hubungan kelaziman. Artinya sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, ombudsman harus tidak mempunyai hubungan apapun dengan lembaga negara atau instansi lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya, sehingga kedudukannya sebagai lembaga yang mandiri benar-benar tercermin, dan dapat bekerja secara maksimal dan optimal dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya. Dengan kata lain, ombudsman adalah lembaga pengawas eksternal bagi penyelenggara negara pada berbagai lembaga tinggi negara. Oleh karena itu pula Pasal 20 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan bahwa Ketua, wakil ketua dan anggota Ombudsman dilarang merangkap menjadi:

17

a. Pejabat Negara atau penyelenggara negara menurut peraturan perundang-undangan

b. Pengusaha

c. Pengurus atau karyawan BUMN atau BUMD d. Pegawai negeri

e. Pengurus parpol, atau profesi lainnya.

Pasal 6 Undang-Undang ini disebutkan bahwa fungsi ombudsman adalah mengawasi penyelenggara pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan baik di pusat dan daerah termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan BHMN, serta badan swasta atau perorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

Berdasarkan pengertian di atas, maka Ombudsman merupakan salah satu bagian organisasi, yang pekerjaanya melakukan pengawasan terhadap penyelenggara pelayanan publik di pusat dan daerah, dengan kegunaannya sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4 yang merupakan tujuan pembentukan ombudsman yaitu:

a. Mewujudkan negara hukum yang demokratis;

b. Mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien; jujur, terbuka, bersih serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; c. Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga

negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik;

18

d. Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktik-praktik maladministrasi, diskriminasi, KKN;

e. Meningkatkan budaya hukum nasional berdasarkan hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.

Menurut Ayeni dalam Makhfudz (2013: 132), tujuan pembentukan lembaga Ombudsman ini adalah untuk mengawasi pelaksanaan kekuasaan absolutisme raja dan pejabat negara saat itu agar tidak terjadi kesewenang-wenangan (tirani). Ombudsman dapat melakukan penyidikan atas inisiatif sendiri memiliki kewenangan untuk menyilidiki pengaduan masyarakat dan jika terbukti pengaduan masyarakat tersebut benar maka Komisi Ombudsman memberi rekomendasi secara hirarkis, ke parlemen ke media massa dan bersifat menekan. Sedangkan menurut Taufiqukohman (2015: 1), Ombudsman merupakan lembaga yang dibentuk untuk menghadapi penyalahgunaan kekuasaan oleh aparatur pemerintah dan membantu aparatur agar melaksanakan pemerintahan secara efisien dan adil, juga untuk mendorong pemegang kekuasaan melaksanakan tanggungjawab serta pelayanan secara baik. Ombudsman dikenal sebagai lembaga independen yang menerima dan meyelidiki keluhan-keluhan masyarakat yang menjadi korban kesalahan administrasi (maladministration) publik.

Taufiqukohman (2015:1), menambahkan bahwa sesungguhnya Ombudsman tidak sekedar sebuah sistem untuk menyelesaikan keluhan masyarakat kasus demi kasus, yang utama mengambil inisiatif untuk mengkhususkan perbaikan administratif atau sitemik dalam upayanya meningkatkan mutu pelayanan masyarakat. Maladministrasi adalah perbuatan

19

koruptif yang meskipun tidak menimbulkan kerugian negara, namun mengakibatkan kerugian bagi masyarakat (warga negara dan penduduk) karena tidak mendapatkan pelayanan publik yang baik, mudah, murah, cepat, tepat, dan berkualitas.

Menurut Prasetyo (2012: 8), dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia diberi kewenangan mengawasi pemberian pelayanan umum oleh penyelenggara negara dan pemerintah kepada masyarakat. Penyelenggara negara dimaksud meliputi Lembaga Peradilan, Kejaksaan, Kepolisian, Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Daerah, Instansi Departemen dan NonDepartemen, BUMN, dan Perguruan Tinggi Negeri, serta badan swasta dan perorangan yang seluruh/sebagian anggarannya menggunakan APBN/APBD. Ombudsman Republik Indonesia yang merupakan lembaga negara bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Dalam rangka memperlancar tugas pengawasan penyelenggaraan tugas negara di daerah, jika dipandang perlu Ketua Ombudman Nasional dapat membentuk perwakilan Ombudsman di daerah provinsi, Kabupaten/Kota yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Ombudsman Nasional.

Dewasa ini Ombudsman telah berkembang menjadi salah satu pilar penting dalam sistem demokrasi dan negara hukum modern. Lebih dari seratus tiga puluh negara di dunia memiliki lembaga Ombudsman dengan nama yang bervariatif, bahkan lebih dari 50 negara mencantumkannya dalam konstitusi.

20

Menurut Sujata (2002: 69-72), Lembaga Ombudsman saat ini telah menjadi simbol/identitas negara yang:

a. Bertekad menciptakan asas-asas pemerintahan yang baik (good governance) b. Ingin menegakkan demokrasi dengan memberi pelayanan sebaik-baiknya

kepada masyarakat.

c. Melindungi Hak Asasi Manusia. d. Memberantas Korupsi.

Selanjutnya menurut Pope (2003:158), mengemukakan bahwa Ombudsman adalah sebuah jabatan yang secara independen menampung dan memeriksa pengaduan mengenai pelayanan administrasi publik yang buruk (mal -admnistrasi). Sedangkan Ferlie dkk dalam Masthuri (2005: 67), bahwa the

Ombudsman is an agent of legislative control of the bureaucracy which identically relates to the administrative law regimes (Ombudsman adalah agen

kontrol legislatif birokrasi yang identik berkaitan dengan rezim hukum administrasi).

Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Ombudsman pada dasarnya adalah:

a. Lembaga bentukan legislatif (parlemen) bersifat independen untuk melakukan pengawasan/kontrol terhadap agensi-agensi pemerintahan yang bertugas dalam menyelenggarakan administrasi publik pemerintahan.

b. Lembaga negara yang diberikan kewenangan dari parlemen secara konstitusional untuk menyilidiki pengaduan-pengaduan masyarakat mengenai mal-administrasi (pemerintahan yang buruk).

21

c. Lembaga negara yang bersifat sebagai patroli polisi terhadap birokrasi pemerintahan.

Ombudsman secara umum difahami sebagai lembaga censorate atau pengawas kepada pemerintah. Berkenaan dengan pemahaman Ombdusman sebagai lembaga censorate, menurut Masthuri (2005: 74), terdapat dua kelompok pemahaman teori censorate di dalam Ombudsman, yaitu, teori yang mengemukakan bahwa:

a. Pemerintah harus taat kepada Undang-Undang. Pemahaman ini dikenal di Inggris sebagai ultra vires dan di Jerman dalam istilah echtstaats prinzip. b. Pemahaman dari doktrin konfusianis yang berkenaan dengan adanya ruang

bagi masyarakat untuk tidak setuju (disagreement) dengan pemerintah atau penguasa, dengan dua opsi: (a) Jika kebijakan penguasa buruk dan tidak ada yang berani mengemukakan hal tersebut, maka akan terbentuk kebisuan yang akan merusak keberadaan negara tersebut; (b) Jika ada seseorang yang berada dekat dengan puncak kekuasaan, tetapi tidak mau melakukan koreksi semata-mata karena ingin mendapatkan manfaat pribadi. Pengawas atau censorate dapat berupa sebuah “complaint drum” yang diletakkan di depan istana agar raja tahu apa yang dikeluhkan rakyatnya.

Definisi Ombudsman secara kontemporer yang cukup relevan dengan perkembangan Ombudsman modern pada masa sekarang ini, seperti Haller dan Hill dalam Sujata (2002:73), mengemukakan Ombudsman adalah The

Ombudsman an organ can use its extensive powers of investigation in performing a post-decision administrative audit, that the findings are reported publicly but it

22

cannot change administrative decisions (Ombudsman sebagai lembaga yang dapat

menggunakan kekuasaan yang luas untuk penyilidikan atau melakukan audit pasca keputusan administratif bahwa temuannya yang didapati, dilaporkan ke publik tetapi tidak dapat mengubah keputusan administratif).

Selain itu, Heede dalam Masthuri (2005:75), menyatakan Ombudsman ialah “A reliable person who for the purposes of legal protection of individuals as

well as parliamentary control supervises almost all administrative bodies and civil servants” (Ombudsman ialah seseorang yang dapat diandalkan untuk tujuan

perlindungan hukum terhadap individu serta kontrol parlemen, mengawasi hampir semua badan administratif dan pegawai negeri sipil).

Berdasarkan definisi di atas, dapat diberi pengertian bahwa Ombudsman adalah sebuah lembaga independen yang dibentuk oleh Negara dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari tindakan penyelewengan para pejabat/aparatur negara dan pemerintahan. Mengunakan kewenangannya yang luas dan bebas dari pengaruh manapun untuk melakukan penyilidikan terhadap pengaduan-pengaduan masyarakat mengenai tindakan-tindakan para birokrat atau pegawai negeri yang memproseskan administrasi pemerintah yang tidak sesuai dengan kebijakan-kebijakan peraturan perundang-undangan.

Ombudsman tidak bersaing dengan pengadilan, atau bukan sebuah lembaga tempat naik banding bagi orang yang kalah di pengadilan. Sebagian besar ombudsman tidak mempunyai wewenang memeriksa badan pengadilan. Sebagaimana dikemukakan Pope (2003: 159), fungsi utama dari ombudsman adalah memeriksa:

23

a. Keputusan, proses, saran, tindakan yang seharusnya dilakukan, tetapi tidak dilakukan, atau tindakan yang tidak seharusnya dilakukan tetapi justru dilakukan, yang melanggar Undang-Undang, pedoman atau peraturan, atau menyimpang dari praktik atau prosedur yang berlaku, kecuali bila putusan bersangkutan bonafide dan ditopang oleh alasan yang kuat; tercela, sewenang-wenang atau tidak masuk akal, tidak adil, berpihak, menindas atau membedakan; berdasarkan alasan-alasan yang tidak masuk akal; atau, menggunakan wewenang atau gagal atau menolak menggunakan wewenang atas dasar alasan-alasan yang didorong oleh niat korup atau tercela seperti suap, mengais keuntungan pribadi dari pelaksanaan tugas pemerintahan, penyelewengan, pilih kasih, nepotisme, dan penyalahgunaan perangkat administrasi;

b. Kelalaian, sikap tidak peduli, memperlambat, tidak memenuhi syarat bidang pekerjaan, inefi siensi dan tidak mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab.

2. Peran Ombudsman

Ombudsman menjalankan peran atau berfungsi, atau bertugas sebagai lembaga yang mengusut tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh lembaga pelayanan publik atau mal-administrasi, yang dilaporkan, dikeluhkan, atau diadukan masyarakat, secara perorangan, kelompok, dan/atau lembaga kepadanya. Penyimpangan tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Pemalsuan

24 c. Intervensi secara berlebihan

d. Penanganan yang tidak baik (tidak ditangani, atau ditangani tetapi lambat atau berlarut-larut)

e. Penyalahgunaan wewenang f. Berpihak secara tidak adil

g. Meminta dan/atau menerima imbalan yang bukan haknya, atau korupsi h. Penggelapan

i. Penguasaan tanpa hak j. Bertindak tidak layak k. Melalaikan kewajiban

l. Melakukan represi secara fisik maupun psikologis (Sujata, 2002: 35-36). Fungsi ombudsman tersebut dapat dijalankan melalui pelaksanaan tugas-tugasnya, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan tugas ombudsman yaitu:

a. Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

b. Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan;

c. Menindak lanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan ombudsman;

d. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

e. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;

25 f. Membangun jaringan kerja;

g. Melakukan upaya pencegahan maladiminstrasi dalam penyelenggraan pelayanan publik;

h. Melakukan tugas lain yang diberikan undang-undang.

Menurut Tobri (2010), maladminstrasi artinya administrasi yang buruk atau pemerintahan yang buruk. Maladministrasi diartikan dengan perilaku yang tidak wajar, kurang sopan dan tidak peduli terhadap masalah yang menimpa seseorang disebabkan penggunaan kekuasaan secara semena-mena atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan yang tidak wajar, tidak adil, intimidatif atau diskriminatif dan tidak patut didasarkan seluruhnya atau sebagian atas ketentuan Undang-Undang atau fakta tidak termasuk akal, atau berdasarkan tindakan

unreasonable, unjust, oppresive, dan diskriminasi. Sedangkan menurut Sadjiyono

(2008: 37), maladministrasi adalah suatu tindakan atau perilaku administrasi oleh penyelenggara administrasi negara (pejabat pemerintahan) dalam proses pemberian pelayanan umum yang menyimpang dan bertentangan dengan kaidah atau norma hukum yang berlaku atau melakukan penyalahgunaan wewenang (detournement de povoir) yang atas tindakan tersebut menimbulkan kerugian dan ketidak adilan bagi masyarakat.

Kategori maladministrasi bahwa tindakan hukum dimaksud bertentangan dengan kaidah atau norma dalam menjalankan pemerintahan termasuk norma hukum, sehingga menurut Hartono dalam Tobri (2010), tindakan atas perilaku maladministrasi bukan sekedar merupakan penyimpangan dari prosedur atau tata

26

cara pelaksanaan tugas pejabat atau aparat penegak hukum, tetapi juga dapat merupakan perbuatan hukum.

Komisi Ombudsman Nasional juga memberikan indikator bentuk-bentuk maladministrasi antara lain melakukan tindakan yang janggal, menyimpang, sewenang-wenang, melanggar ketentuan, penyalahgunaan wewenang, atau keterlambatan yang tidak perlu dan pelanggaran kepatutan.

Sadjiyono (2008: 38), mengatakan bahwa tindakan maladministrasi memiliki kaitan dengan sikap dan perilaku penyelenggara administrasi negara (pemerintahan) sebagai subjek hukum yang secara teori pemerintah memiliki kedudukan khusus sebagai satu-satunya pihak yang diserahi kewajiban untuk mengatur dan menyelenggarakan kepentingan umum dalam rangka melaksanakan kewajiban ini kepada pemerintah diberikan wewenang atau menerapkan sanksi -sanksi hukum, sehingga penyelenggaraan pemerintahan memiliki pengaruh yang sangat dominan.

Apabila wewenang tersebut melekat suatu tanggung jawab atau akuntabilitas kepada masyarakat, sehingga tindakan maladministrasi sebagai tindakan yang bertentangan dengan kehendak rakyat, maka tindakan maladministrasi sebagai tolok ukur moralitas suatu pemerintahan yang mendapatkan penilaian baik apabila tidak terjadi maladministrasi, dan sebaliknya. Selain itu tindakan maladministrasi bertentangan dengan konsep good

governance, yang esensinya sebagai kaidah etika atau moral dalam

27

Sebagaimana diketahui bahwa dalam konsep hukum administarsi setiap pemberian wewenang kepada suatu badan atau pejabat administrasi negara selalu disertai dengan tujuan dan maksud pemberian wewenang itu sehingga penerapannya harus sesusai dengan tujuan dan maksudnya. Apabila penggunaan wewenang tidak sesuai dengan tujuan dan maksud pemberian wewenang, berarti telah terjadi penyalahgunaan wewenang. Dan maksud pemberian wewenang merupakan parameter dalam menilai penerapan kewenangan penyelenggara negara yang tergolong penyalahgunaan wewenang. Parameter dengan tujuan dan maksud tersebut dikenal dengan asas spesilitas.

Minarno (2009: 78), menyebutkan bahwa kekuasaan pemerintah tidaklah semata sebagai kekuasaan yang terikat tetapi juga merupakan suatu kekuasaan bebas. Indoharo dalam Tobri (2010), menambahkan wewenang fakultatif, yaitu wewenang yang tidak mewajibkan badan atau pejabat tata usaha negara menerapkan wewenangnya, tetapi memberikan pilihan sekalipun hanya dalam hal -hal tertentu sebagaimana ditentukan dalam peratuan dasarnya.

3. Paradoks Ombudsman

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, Ombudsman dalam dirinya sangat paradoks. Dia sangat berkuasa (powerful) dan sangat tidak berkuasa (powerless). Ia sangat berkuasa penuh dengan rekomendasi yang diberikan berdasarkan dengan fakta-fakta yang ditemukan dan memberikan pelaporan. Tetapi di lain pihak ia tidak bisa memaksa seorang kepala pemerintahan atau unit pemerintahan, atau kepala daerah untuk mengubah atau meperbaiki atas sebuah kebijakan yang dianggap tidak benar.

28

Sebagai gambaran untuk kelembagaan Ombudsman tergantung dengan struktur organisasinya agar efektif dalam bekerja secara maksimal. Dalam struktur paling tidak ada beberapa unit yang harus dibentuk, antara lain: a) Unit investigasi; b) Unit dokumentasi; c) Unit legal, advisory; d) Unit koordinasi, monitoring, dan evaluasi; dan e) Unit keuangan dan administrasi.

Sebagaimana dikemukakan Pope (2003: 161), Ombudsman turun tangan paling akhir sekali. Ombudsman bukanlah lembaga yang pertama-tama dihubungi. Di dalam pemahaman kita, keluhan atau gugatan atas penyelenggaraan pelayanan yang mal-administrasi setelah melalui rangkaian jenjang sebagai berikut:

a. Melalui lembaga pelayanan pengaduan dan keluhan dari lembaga pemberi pelayanan kepada publik

b. Melalui lembaga non-pemerintah yang memberikan pelayanan untuk mengadukan kepada Pemerintah, atau juga melalui lembaga kontrol publik, diantaranya adalah media massa

c. Melalui lembaga peradilan

Jika ketiga lembaga ini sudah tidak mampu, maka publik dapat mempergunakan pelayanan yang diberikan oleh lembaga Ombudsman. Secara umum, Ombudsman berperan sebagai pembela publik atau warga negara terhadap mal-administrasi, namun pada prakteknya, peran Ombudsman “dapat diperluas” kepada lingkup-lingkup yang lebih kritikal, dengan alasan-alasan karena berkenaan dengan pelayanan publik yang buruk. Ruang-ruang kerja Ombudsman meluas kepada: a) Penanggulangan korupsi; b) Pelanggaran atas hak-hak asasi manusia; dan c) Transparansi penyelenggaraan pemerintahan.

29

Bahkan, Ombudsman juga menjangkau “pelayanan publik” yang dilakukan badan-badan usaha, terutama badan usaha yang seluruh atau sebagian sahamnya dimiliki negara. Pada beberapa negara, misalnya di Indonesia, dibentuk juga ombudsman untuk menangani keluhan masyarakat terhadap pelayanan dari badan-badan usaha swasta atau bukan milik Negara (Dwidjowijoto dan Patarai, 2008: 35).

Dokumen terkait