• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPONSIVITAS PEMERINTAH ATAS REKOMENDASI OMBUDSMAN DI SEKRETARIAT PEMERINTAH KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPONSIVITAS PEMERINTAH ATAS REKOMENDASI OMBUDSMAN DI SEKRETARIAT PEMERINTAH KOTA MAKASSAR"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

i Skripsi

RESPONSIVITAS PEMERINTAH ATAS REKOMENDASI

OMBUDSMAN DI SEKRETARIAT PEMERINTAH

KOTA MAKASSAR

Disusun Dan Diusulkan Oleh:

FITRIANINGSIH Nomor Stambuk: 105610 3875 10

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

ii

RESPONSIVITAS PEMERINTAH ATAS REKOMENDASI OMBUDSMAN DI SEKRETARIAT PEMERINTAH

KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara

Disusun dan Diajukan Oleh :

FITRIANINGSIH

Nomor Stambuk: 105610 3875 10

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)
(4)
(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Mahasiswa : Fitrianingsih Nomor Stambuk : 10561 03875 10

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, 17 Agustus 2017 Yang Menyatakan,

(6)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “RESPON MASYARAKAT DALAM PROGRAM BADAN USAH LORONG (BULO) DI KELURAHAN SUDIANG RAYA”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pula pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Lukman Hakim, M.Si selaku Pembimbing I dan Ibu Dr. Hj. Fatmawati, M. Selaku Pembimbing II. Yang ditengah kesibukannya selalu senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Selain itu, juga sebagai motivator yang tiada hentinya memberi semangat kepada penulis untuk tetap optimis dalam mengejar cita-cita. Juga terima kasih penulis ucapkan kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. H. Muhammad. Idris, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

(7)

viii

2. Bapak Dr. Burhanuddin, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Kedua orang tua tercinta (Ayahanda saya Muhammad Safri, Ibunda saya Hajra) dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan semangat dan bantuan, baik moral maupun materil.

4. Saudara saudara kandung saya yang tidak pernah berhenti memberikan motivasi dan semangat untuk penyelesaian studi,Muhammad firman, Fitra 5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang telah

menyumbangkan ilmunya kepada penulis selama mengenyam pendidikan dibangku perkuliahan.

6. Kakandaku Hardiansyah yang senantiasa memberikan semangat dan bantuan, baik moral maupun materil.

7. Segenap pihak Kelurahan Sudiang Raya Kecamatan Biring Kanaya Kota Makassar yang telah banyak memberikan informasi dan data yang dibutuhkan selama penelitian.

8. Terima kasih kepada sahabat-sahabatku Ekawati, S.Sos, Siti Nurbaeti, S.Sos, Muhammad Akbar, S.Sos, A.Adzimatul Mar’ah S. Sos, Alwhy Asgaf, SE, dan Wahidin Eka Putra (TUMPANG) yang tak henti memberi motivasi sampai penyelesaian studi saya.

9. Kakanda yang senangtiasa membantu dalam Penyelesaian studi saya Kakanda Akhsrullah S.Sos., Musmain S.Sos.,Ahmad Amiruddin S.Sos., Andi Sul Haris Hasan S.Sos., Riska Sari S.Sos., M.AP., dan letting letting

(8)

ix

Seangkatan yang telah memberikan semangat untuk menulis dan menyelesaikan skripsi ini. Yaitu: Arsyad S. Sos Iwan S. Sos, Awa S. Sos, Nurlinda Hasan Dalle S. Sos, Lambate, Lumut, Dedi Rahmat, Asdar S.Sos., Rusdi.S.Sos., Safaruddin S.Sos., Syawal, serta adinda yang senangtiasa menyemangati, faizal malik, Muh.Irham, Rullah, Alam, Andri, Hamdani, Riswanto, Ayu Atifah, Rahmat Bahtiar S.Sos., Aryadi Tri Putra Mahmud, Muh Yusuf Aziz S.Sos.,Salfianti, Andi Akbar, Rika, yang selalu memberikan support dan menyemangati penulis dalam suka dan duka. Demikian kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Makassar, 17 Agustus 2017

(9)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENERIMAAN TIM ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... v

ABSTRAK... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Konsep Respon ... 8

1. Pengertian Respon ... 8

2. Faktor Terbentuknya Respon ... 11

3. Pengertian Responsivitas ... 12 4. Indikator Responsivitas ... 14 B. Konsep Ombudsman ... 15 1. Pengertian Ombudsman ... 15 2. Peran Ombudsman ... 23 3. Paradoks Ombudsman ... 27 E. Kerangka Pikir ... 29 F. Fokus Penelitian ... 31

G. Deskripsi Fokus Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 33

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 33

C. Sumber Data ... 34

D. Informan Penelitian ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

(10)

xi

G. Keabsahan Data ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

B. Respon Pemerintah dalam Menerima Ajuan Rekomendasi Ombudsman ... 58

C. Ombudsman Makassar Menindak Lanjuti Temuan Pelanggaran Mal Administrasi Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Kota Makassar ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

(11)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar Kerangka Pikir ...30 Gambar 4.1 Gambar Struktur Organisasi BKPSDMD ...42

(12)

xiii

DAFTAR TABEL

(13)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN 1. Riwayat Hidup

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sebelum era reformasi, penyelenggaraan negara dan pemerintahan diwarnai dengan praktek maladministrasi, antara lain terjadnyai korupsi, kolusi, dan nepotisme, sehingga diperlukan reformasi birokrasi penyelenggaraan Negara dan pemerintahan demi terwujudnya penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif, jujur, bersih, terbuka, bebas dan adil terkendali. Praktik Korupsi Kolusi Nepotisme sangat sulit untuk dihilangkan, sehingga hal ini menyebabkan masyarakat semakin sukar untuk memperoleh pelayanan sesuai dengan haknya sebagai seorang warganegara. Bentuk dari kekecewaan tersebut mendorong masyarakat, khususnya mahasiswa dan kaum terpelajar, untuk melakukan gerakan reformasi pada tahun 1998 yang terjadi hampir diseluruh pelosok daerah di Indonesia.

Terbentuknya berbagai badan-badan kenegaraan yang ada diharapkan dapat melaksanakan fungsi pengawasan secara optimal dengan harapan pemerinthan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Tetapi badan-badan pengawasan tersebut masih diragukan keterbukaannya dalam melakukan tugas-tugasnya. Kurang optimalnya fungsi pengawasan yang selama ini dilakukan oleh badan pengawasan eksternal yang independen dan bebas dari campur tangan kepentingan pihak manapun dan mempunyai akses pengawasan yang berpengaruh terhadap struktur birokrasi pemerintahan maupun lembaga kenegaraan lainnya.

(15)

2

Lembaga tersebut diharapkan memiliki satu kepentingan yaitu mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance).

Melihat begitu kompleksnya masalah yang sedang dihadapi oleh bangsa ini sehubungan dengan sulitnya mendapatkan rasa keadilan maka muncullah gagasan untuk membentuk Ombudsman sebagai sebuah institusi resmi untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Ide awal mula Ombudsman dilahirkan, dengan harapan dapat memberikan keadilan yang diperlukan sebagai hak dari masyarakat yang merupakan bagian dari Bangsa Indonesia yang berdaulat. Lembaga Ombudsman tersebut diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagaimana yang diamanatkan oleh banyak pihak, terutama masyarakat biasa, yang sangat menginginkan keadilan menjadi milik mereka juga.

Ombudsman merupakan lembaga negara yang dibentuk berdasarkan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Ombudsman mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan penyelenggara negara maupun pemerintah. Termasuk memiliki kewenangan dalam mengawasi pelayanan publik yang diselenggarakan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan hukum milik negara, serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Ombudsman bersifat independen dalam menjalankan tugas dan wewenangnya yang

(16)

3

mengandung azas kebenaran, keadilan, non diskriminasi, tidak memihak, transparansi, keseimbangan dan kerahasiaan.

Komisi Ombudsman pada dasarnya merupakan sebuah lembaga yang secara mandiri menerima dan menyelidiki tuduhan-tuduhan kesalahan administrasi (maladministrasi). Ombudsman berperan untuk melindungi orang dari pelanggaran hak, penyalahgunaan kekuasaan, kesalahan, pengabaian, keputusan yang tidak adil dan kesalahan administratif. Melalui peran ini diharapkan Ombudsman dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja administrasi pemerintahan, mendorong lebih terbukanya pemerintah dan dapat membantu pemerintah dalam akuntabilitas dengan birokrasinya agar lebih akuntabel terhadap masyarakat luas.

Keberadaaan institusi Ombudsman biasanya di dasarkan pada pengaturan konstitusi, undang-undang atau peraturan. Intitusi Ombudsman biasanya mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan secara obyektif atas keluhan masyarakat umum mengenai pelayanan umum dan adminisatrasi pemerintahan. Akan tetapi, institusi Ombudsman juga kerap mempunyai kewenangan untuk menginisiasi suatu penyelidikan sekalipun keluhan tersebut belum didaftarkan.

Ombudsman tidak berwenang membuat keputusan yang mengikat pemerintah, ia hanya membuat rekomendasi -atas dasar penyelidikannya untuk mendorong perubahan ke arah yang lebih baik. Landasan yang sangat penting bagi Ombudsman adalah independensinya terhadap lembaga pemerintah (birokrasi). Supaya investigasi dan rekomendasi Ombudsman dapat dipercaya

(17)

4

(kredibel) baik oleh pemerintah maupun masyarakat, maka Ombudsman harus menjaga dan melindungi integritas dan imparsialitasnya.

Ombudsman sebagai lembaga independen yang bersifat mengawasi diharapkan tetap pada komitmen awal pembentukannya yaitu memberi dorongan agar pekerja publik mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Bagaimanapun Ombudsman sebagai institusi pengawasan tetap berjalan di tempatnya agar penyelenggara negara yang memperoleh dorongan Ombudsman segera berjalan cepat menuju ke arah pemerintahan yang lebih baik (good government). Selain hal tersebut, respon pemerintah sangat dibutuhkan dalam setiap rekomendasi yang diajukan oleh Ombudsman terhadap tindakan-tindakan penyelewengan yang dilakukan oleh institusi publik kepada masyarakat tidak terkecuali di provinsi Sulawesi Selatan khususnya di Kota Makassar agar berbagai tindakan kecurangan tersebut dapat diminimalisir.

Sasaran kerja Ombudsman Makassar adalah mengawasi terjadinya praktek-praktek maladministrasi, yang merupakan perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan daerah yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Rekomendasi yang diajukan oleh Ombudsman Makassar terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh aparat instansi publik di Kota Makassar perlu

(18)

5

mendapatkan respon yang cepat oleh Pemerintah Daerah khususnya Pmerintah Kota Makassar untuk menindaklanjuti kasus-kasus tersebut dalam upaya mengurangi atau bahkan mengeliminasi tindakan-tindakan negatif dari para oknum sehingga mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah yang bebas dari tindakan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).

Selama kurun waktu 6 tahun kelembagaan Ombudsman Kota Makassar dalam menjalankan tugas dan fungsi bukanlah berarti tidak mendapatkan masalah-masalah ataupun tantangan, hal ini dapat diukur dari dinamika yang dialami dalam pelaksanaan pelaksanaan tugas dan fungsi yang ada. Selain masalah sarana dan prasarana yang belum secara optimal pelaksanaan kinerja Ombudsman, misalnya Kantor yang refresentatif, juga dukungan pelaksana pemberi layanan publik, belum sepenuhnya dapat mendukung dalam pelaksanaan penyelesaian aduan masyarakat, karena masih kurangnya respon cepat untuk memenuhi undangan Ombudsman. Hal inilah yang terkadang menjadi bumerang bagi pemerintah Kota Makassar sehingga menimbulkan berbagai tanda tanya besar dan terciptanya asumsi negatif di masyarakat dalam upaya menciptakan institusi publik yang bersih dan berwibawa. Oleh karenanya pemerintah Kota Makassar dituntut untuk mampu memberikan respon yang positif atas berbagai rekomendasi yang diajukan oleh pihak Ombudsman terhadap berbagai temuan pelanggaran yang ditemukan dalam hal ini Maladministrasi yang dilakukan oleh salah satu institusi publik termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang

(19)

6

sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis bermaksud mengangkat penelitian dengan judul “Responsivitas Pemerintah Atas Rekomendasi Ombudsman di Sekretariat Pemerintah Kota Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian singkat di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana responsivitas pemerintah dalam menerima pengajuan rekomendasi Ombudsman dalam temuan pelanggaran Mal administrasi di Kota Makassar?

2. Bagaimana Ombudsman Makassar menindak lanjuti temuan pelanggaran mal administrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Kota Makassar? C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui responsivitas pemerintah Kota Makassar atas rekomendasi yang diajukan oleh Ombudsman Makassar atas temuan pelanggaran Mal administrasi pada institusi publik.

2. Untuk mengetahui tindak lanjut yang dilakukan oleh pihak Ombudsman atas temuan pelanggaran Maladministrasi yang dilakukan oleh salah satu institusi publik di Kota Makassar.

(20)

7 D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis

a) Dapat memperluas dan memperkaya wawasan ilmiah, khususnya dalam Ilmu Administrasi.

b) Sebagai bahan imformasi bagi calon peneliti yang akan melakukan penelitian yang sama.

2. Kegunaan Praktikal

Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kota Makassar khususnya bagi institusi-institusi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik, untuk mengoptimalkan tugas pokok dan fungsinya sebagai abdi masyarakat terutama dalam hal pelayanan.

(21)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Respon

1. Pengertian Respon

Menurut Beum dalam Sarwono (1998: 84), respon sebagai tingkah laku balas atau sikap yang menjadi tingkah laku kuat. Respons merupakan proses pengorganisasian rangsang dimana rangsang-rangsang prosikmal di organisasikan. Sedemikian rupa sehingga sering terjadi representasi fenomenal dari rangsang prosikmal. Sedangkan menurut Rakhmat (1999: 51), respon adalah suatu kegiatan (activity) dari organisme itu bukanlah semata-mata suatu gerakan yang positif, setiap jenis kegiatan (activity) yang ditimbulkan oleh suatu perangsang dapat juga disebut respon. Secara umum respon atau tanggapan dapat diartikan sebagai hasil atau kesan yang didapat (ditinggal) dari pengamatan tentang subjek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan-pesan.

Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi berbicara mengenai respon atau tidak respon tidak terlepas dari pembahasan sikap. Respon juga diartikan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu. Melihat sikap seseorang atau sekelompok orang tehadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon mereka terhadap kondisi tersebut.

(22)

9

Respon merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan, dan prasangaka, pra pemahaman yang mendetail, ide-ide, rasa takut, ancaman dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa cara pengungkapan sikap dapat melalui:

a. Pengaruh atau penolakan b. Penilaian

c. Suka atau tidak suka

d. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi

Adapun Sobur (2003: 56), mengartikan respon sebagai suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penelitian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu. Sedangkan menurut Poerdawarminta (1999: 43), respon diartikan sebagai tanggapan, reaksi dan jawaban. Respon akan muncul dari penerimaan pesan setelah terjadinya serangkaian komunikasi.

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respon positif dilihat dari tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya seseorang mempunyai respon negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindar dan membenci objek tertentu. Menurut Cruthefield dalam Sarwono, (1998: 87), terdapat dua jenis variabel yang mempengaruhi respon, yaitu:

(23)

10

a. Variable struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik.

b. Variable fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat, misalanya kebutuhan suasana hati, dan pengalaman masa lalu.

Pembangunan yang dilakukan pemerintah merupakan media perubahan terhadap masyarakat dan lingkungan dengan maksud menjadikan lebih baik dari sebelumnya. Salah satu faktor yang penting untuk menilai apakah program-program pembangunan yang dilaksanakan cukup berhasil atau bahkan gagal, akan ditunjukkan oleh bagaimana tanggapan masyarakat yang menjadi target atau sasaran dari program-program pembangunan tersebut. Konsep respon manusia lebih banyak dikemukakan oleh bidang-bidang ilmu sosial yang melihat respon pada tindakan dan perilaku individu, kelompok, atau masyarakat. Secara keseluruhan respon individu atau kelompok terhadap suatu situasi fisik dan nonfisik dapat dilihat dari tiga tingkatan, yaitu persepsi, sikap, dan tindakan. Simon dalam Wijaya (2009: 9), membagi respon seseorang atau kelompok terhadap program pembangunan mencakup tiga hal, yaitu:

a. Persepsi, berupa tindakan penilaian (dalam benak seseorang) terhadap baik buruknya objek berdasarkan faktor keuntungan dan kerugian yang akan diterima dari adanya objek tersebut.

b. Sikap, berupa ucapan secara lisan atau pendapat untuk menerima atau menolak objek yang dipersiapkan.

c. Tindakan, melakukan kegiatan nyata untuk peran serta atau tindakan terhadap suatu kegiatan yang terkait dengan objek tersebut.

(24)

11

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa respon itu bermula dari adanya suatu tindakan pengamatan yang menghasilkan suatu kesan sehingga menjadi kesadaran yang dapat dikembangkan pada masa sekarang ataupun menjadi antisipasi pada masa yang akan datang. Jadi jelaslah bahwa pengamatan merupakan modal dasar dari respon, sedangkan modal dari pengamatan adalah alat indera yang meliputi penglihatan dan penginderaan. 2. Faktor Terbentuknya Respon

Tanggapan yang dilakukan seseorang dapat terjadi jika terpenuhi faktor penyebabnya. Hal ini perlu diketahui supaya individu yang bersangkutan dapat menanggapi dengan baik. Pada proses awalnya individu mengadakan tanggapan tidak hanya dari stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitar. Tidak semua stimulus yang ada persesuaaian atau yang menarik darinya. Dengan demikian maka akan ditanggapi adalah individu tergantung pada stimulus juga bergantung pada keadaan individu itu sendiri. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Walsito (1999: 55), bahwa stimulus akan mendapatkan pemilihan dan individu akan bergantung pada 2 faktor, yaitu:

a. Faktor Internal, yaitu faktor yang ada dalam diri individu manusia itu sendiri dari dua unsur yakni rohani dan jasmani. Seseorang yang mengadakan tanggapan terhadap stimulus tetap dipegaruhi oleh eksistensi kedua unsur tersebut. Apabila terganggu salah satu unsur saja, maka akan melahirkan hasil tanggapan yang berbeda intensitasnya pada diri individu yang melakukan tanggapan atau akan berbeda tanggapannya tersebut antara satu orang dengan orang lain. Unsur jasmani atau fisiologis meliputi keberadaan, keutuhan dan

(25)

12

cara kerja atau alat indera, urat syaraf dan bagian-bagian tertentu pada otak. Unsur-unsur rohani dan fisiologisnya yang meliputi keberadaan dan perasaan (feeling), akal, fantasi, pandangan jiwa, mental, pikiran, motivasi, dan sebagainya.

b. Faktor Eksternal, yaitu faktor yang ada pada lingkungan. Faktor ini intensitas dan jenis benda perangsang atau oang menyebutnya dengan faktor stimulus. Bimo walgito dalam bukunya menyatakan bahwa faktor psikis berhubungan dengan objek menimbulkan stimulus dan stimulus akan mengenai alat indera. 3. Pengertian Responsivitas

Menurut Dwiyanto (2006: 148), Responsivitas atau daya tanggap adalah kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan, dan mengembangkannya dalam berbagai program pelayanan. Responsivitas mengukur daya tanggap organisasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi, serta tuntutan warga pengguna layanan. Sedangkan menurut Sedarmayanti (2004: 90), salah satu dimensi untuk menentukan kualitas pelayanan adalah responsiveness/responsivitas. Responsivitas adalah kesadaran atau keinginan untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat.

Responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik. Dengan adanya responsivitas, maka keadilan dalam sebuah organisasi dapat dirasakan. Responsivitas dapat berpengaruh ke

(26)

13

dalam responsibilitas karena responsibilitas dapat menggambarkan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi.

Lebih lanjut menurut Tangkilisan (2005: 177), responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Sedangkan menurut Zeithaml, Parasuruman dan Berry dalam Dwiyanto (2006: 145), responsivitas adalah kerelaan untuk menolong pengguna layanan dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.

Responsivitas pelayanan publik sangat diperlukan karena merupakan bukti kemampuan organisasi publik untuk menyediakan apa yang menjadi tuntutan seluruh rakyat di suatu negara. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Widodo (2007: 272), bahwa responsivitas merupakan cara yang efisien dalam mengatur urusan baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah atau lokal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, karenanya baik pemerintah pusat maupun daerah dikatakan responsif terhadap kebutuhan masyarakat apabila kebutuhan masyarakat tadi diidentifikasi oleh para pembuat kebijakan dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki, secara tepat dan dapat menjawab apa yang menjadi kepentingan publik.

Berdasarkan pendapat mengenai responsivitas di atas, dapat disimpulkan bahwa responsivitas merupakan bentuk tanggapan dan kerelaan penyedia layanan

(27)

14

dalam membantu memberikan pertolongan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan. Birokrasi dalam mendekatkan layanan terhadap masyarakat perlu upaya unrtuk mengenali apa saja kebutuhan masyarakat. Kemudian pengenalan kebutuhan masyarakat tersebut menjadi agenda penting bagi pemerintah untuk mengembangkan pemberian layanan, sehingga masyarakat dapat merasa puas. 4. Indikator Responsivitas

Menurut Ziethaml dalam Hardiyansyah (2011: 46), responsivitas dijabarkan menjadi beberapa indikator, yaitu sebagai berikut:

a. Merespon setiap pelanggan/pemohon yang ingin mendapatkan pelayanan Indikator ini mencakup sikap dan komunikasi yang baik dari para penyedia layanan.

b. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cepat

Pelayanan dengan cepat ini berkaitan dengan kesigapan dan ketulusan penyedia layanan dalam menjawab pertanyaan dan memenuhi permintaan pelanggan.

c. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan tepat

Yaitu tidak terjadi kesalahan dalam melayani, artinya pelayanan yang diberikan sesuai dengan keinginan masyarakat sehingga tidak ada yang merasa dirugikan atas pelayanan yang didapatnya.

d. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cermat

Berarti penyedia layanan harus selalu fokus dan sungguh-sungguh dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

(28)

15

e. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan waktu yang tepat

Waktu yang tepat berarti pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan sehingga dapat memberikan kepastian pelayanan kepada masyarakat.

f. Semua keluhan pelanggan direspon oleh petugas

Bahwa setiap penyedia layanan harus menyediakan akses kepada masyarakat untuk dapat menyampaikan keluhannya dan dapat dicarikan solusi yang terbaik.

B. Konsep Ombudsman 1. Pengertian Ombudsman

Tahun 1809 Swedia resmi mencantumkan Parliamentary Ombudsman di dalam konstitusinya sebagai tempat dimana publik mendapatkan ruang publik untuk menghadapi pelayanan yang buruk (Masthuri, 2005: 57). Popularitas

Parliamentary Ombudsman Swedia ini semakin berkembang memasuki abad

ke-21 (1989) hingga dewasa ini, banyak negara yang sedang mengalami transisi menuju sistem pemerintahan yang demokratis termasuk di Indonesia, penghormatan kebebasan individu mulai ditegakkan untuk melawan ketidakadilan dan penyalahgunaan kewenangan birokrasi publik, maka terdoronglah banyak negara di dunia menginisiasi pembentukan Ombudsman dalam bentuk komisi-komisi independen yang keberadaannya baik di tingkat nasional maupun regional. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan bahwa ombudsman RI selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan

(29)

16

mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggaraan negara dan pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan BHMN serta badan swasta atau perorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan atau APBD. Sedangkan dalam Pasal 2 Undang-Undang yang sama disebutkan bahwa Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara atau instansi lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.

Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 tersebut ada hubungannya, yakni hubungan kelaziman. Artinya sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, ombudsman harus tidak mempunyai hubungan apapun dengan lembaga negara atau instansi lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya, sehingga kedudukannya sebagai lembaga yang mandiri benar-benar tercermin, dan dapat bekerja secara maksimal dan optimal dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya. Dengan kata lain, ombudsman adalah lembaga pengawas eksternal bagi penyelenggara negara pada berbagai lembaga tinggi negara. Oleh karena itu pula Pasal 20 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan bahwa Ketua, wakil ketua dan anggota Ombudsman dilarang merangkap menjadi:

(30)

17

a. Pejabat Negara atau penyelenggara negara menurut peraturan perundang-undangan

b. Pengusaha

c. Pengurus atau karyawan BUMN atau BUMD d. Pegawai negeri

e. Pengurus parpol, atau profesi lainnya.

Pasal 6 Undang-Undang ini disebutkan bahwa fungsi ombudsman adalah mengawasi penyelenggara pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan baik di pusat dan daerah termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan BHMN, serta badan swasta atau perorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

Berdasarkan pengertian di atas, maka Ombudsman merupakan salah satu bagian organisasi, yang pekerjaanya melakukan pengawasan terhadap penyelenggara pelayanan publik di pusat dan daerah, dengan kegunaannya sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4 yang merupakan tujuan pembentukan ombudsman yaitu:

a. Mewujudkan negara hukum yang demokratis;

b. Mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien; jujur, terbuka, bersih serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; c. Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga

negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik;

(31)

18

d. Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktik-praktik maladministrasi, diskriminasi, KKN;

e. Meningkatkan budaya hukum nasional berdasarkan hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.

Menurut Ayeni dalam Makhfudz (2013: 132), tujuan pembentukan lembaga Ombudsman ini adalah untuk mengawasi pelaksanaan kekuasaan absolutisme raja dan pejabat negara saat itu agar tidak terjadi kesewenang-wenangan (tirani). Ombudsman dapat melakukan penyidikan atas inisiatif sendiri memiliki kewenangan untuk menyilidiki pengaduan masyarakat dan jika terbukti pengaduan masyarakat tersebut benar maka Komisi Ombudsman memberi rekomendasi secara hirarkis, ke parlemen ke media massa dan bersifat menekan. Sedangkan menurut Taufiqukohman (2015: 1), Ombudsman merupakan lembaga yang dibentuk untuk menghadapi penyalahgunaan kekuasaan oleh aparatur pemerintah dan membantu aparatur agar melaksanakan pemerintahan secara efisien dan adil, juga untuk mendorong pemegang kekuasaan melaksanakan tanggungjawab serta pelayanan secara baik. Ombudsman dikenal sebagai lembaga independen yang menerima dan meyelidiki keluhan-keluhan masyarakat yang menjadi korban kesalahan administrasi (maladministration) publik.

Taufiqukohman (2015:1), menambahkan bahwa sesungguhnya Ombudsman tidak sekedar sebuah sistem untuk menyelesaikan keluhan masyarakat kasus demi kasus, yang utama mengambil inisiatif untuk mengkhususkan perbaikan administratif atau sitemik dalam upayanya meningkatkan mutu pelayanan masyarakat. Maladministrasi adalah perbuatan

(32)

19

koruptif yang meskipun tidak menimbulkan kerugian negara, namun mengakibatkan kerugian bagi masyarakat (warga negara dan penduduk) karena tidak mendapatkan pelayanan publik yang baik, mudah, murah, cepat, tepat, dan berkualitas.

Menurut Prasetyo (2012: 8), dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia diberi kewenangan mengawasi pemberian pelayanan umum oleh penyelenggara negara dan pemerintah kepada masyarakat. Penyelenggara negara dimaksud meliputi Lembaga Peradilan, Kejaksaan, Kepolisian, Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Daerah, Instansi Departemen dan NonDepartemen, BUMN, dan Perguruan Tinggi Negeri, serta badan swasta dan perorangan yang seluruh/sebagian anggarannya menggunakan APBN/APBD. Ombudsman Republik Indonesia yang merupakan lembaga negara bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Dalam rangka memperlancar tugas pengawasan penyelenggaraan tugas negara di daerah, jika dipandang perlu Ketua Ombudman Nasional dapat membentuk perwakilan Ombudsman di daerah provinsi, Kabupaten/Kota yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Ombudsman Nasional.

Dewasa ini Ombudsman telah berkembang menjadi salah satu pilar penting dalam sistem demokrasi dan negara hukum modern. Lebih dari seratus tiga puluh negara di dunia memiliki lembaga Ombudsman dengan nama yang bervariatif, bahkan lebih dari 50 negara mencantumkannya dalam konstitusi.

(33)

20

Menurut Sujata (2002: 69-72), Lembaga Ombudsman saat ini telah menjadi simbol/identitas negara yang:

a. Bertekad menciptakan asas-asas pemerintahan yang baik (good governance) b. Ingin menegakkan demokrasi dengan memberi pelayanan sebaik-baiknya

kepada masyarakat.

c. Melindungi Hak Asasi Manusia. d. Memberantas Korupsi.

Selanjutnya menurut Pope (2003:158), mengemukakan bahwa Ombudsman adalah sebuah jabatan yang secara independen menampung dan memeriksa pengaduan mengenai pelayanan administrasi publik yang buruk (mal -admnistrasi). Sedangkan Ferlie dkk dalam Masthuri (2005: 67), bahwa the

Ombudsman is an agent of legislative control of the bureaucracy which identically relates to the administrative law regimes (Ombudsman adalah agen

kontrol legislatif birokrasi yang identik berkaitan dengan rezim hukum administrasi).

Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Ombudsman pada dasarnya adalah:

a. Lembaga bentukan legislatif (parlemen) bersifat independen untuk melakukan pengawasan/kontrol terhadap agensi-agensi pemerintahan yang bertugas dalam menyelenggarakan administrasi publik pemerintahan.

b. Lembaga negara yang diberikan kewenangan dari parlemen secara konstitusional untuk menyilidiki pengaduan-pengaduan masyarakat mengenai mal-administrasi (pemerintahan yang buruk).

(34)

21

c. Lembaga negara yang bersifat sebagai patroli polisi terhadap birokrasi pemerintahan.

Ombudsman secara umum difahami sebagai lembaga censorate atau pengawas kepada pemerintah. Berkenaan dengan pemahaman Ombdusman sebagai lembaga censorate, menurut Masthuri (2005: 74), terdapat dua kelompok pemahaman teori censorate di dalam Ombudsman, yaitu, teori yang mengemukakan bahwa:

a. Pemerintah harus taat kepada Undang-Undang. Pemahaman ini dikenal di Inggris sebagai ultra vires dan di Jerman dalam istilah echtstaats prinzip. b. Pemahaman dari doktrin konfusianis yang berkenaan dengan adanya ruang

bagi masyarakat untuk tidak setuju (disagreement) dengan pemerintah atau penguasa, dengan dua opsi: (a) Jika kebijakan penguasa buruk dan tidak ada yang berani mengemukakan hal tersebut, maka akan terbentuk kebisuan yang akan merusak keberadaan negara tersebut; (b) Jika ada seseorang yang berada dekat dengan puncak kekuasaan, tetapi tidak mau melakukan koreksi semata-mata karena ingin mendapatkan manfaat pribadi. Pengawas atau censorate dapat berupa sebuah “complaint drum” yang diletakkan di depan istana agar raja tahu apa yang dikeluhkan rakyatnya.

Definisi Ombudsman secara kontemporer yang cukup relevan dengan perkembangan Ombudsman modern pada masa sekarang ini, seperti Haller dan Hill dalam Sujata (2002:73), mengemukakan Ombudsman adalah The

Ombudsman an organ can use its extensive powers of investigation in performing a post-decision administrative audit, that the findings are reported publicly but it

(35)

22

cannot change administrative decisions (Ombudsman sebagai lembaga yang dapat

menggunakan kekuasaan yang luas untuk penyilidikan atau melakukan audit pasca keputusan administratif bahwa temuannya yang didapati, dilaporkan ke publik tetapi tidak dapat mengubah keputusan administratif).

Selain itu, Heede dalam Masthuri (2005:75), menyatakan Ombudsman ialah “A reliable person who for the purposes of legal protection of individuals as

well as parliamentary control supervises almost all administrative bodies and civil servants” (Ombudsman ialah seseorang yang dapat diandalkan untuk tujuan

perlindungan hukum terhadap individu serta kontrol parlemen, mengawasi hampir semua badan administratif dan pegawai negeri sipil).

Berdasarkan definisi di atas, dapat diberi pengertian bahwa Ombudsman adalah sebuah lembaga independen yang dibentuk oleh Negara dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari tindakan penyelewengan para pejabat/aparatur negara dan pemerintahan. Mengunakan kewenangannya yang luas dan bebas dari pengaruh manapun untuk melakukan penyilidikan terhadap pengaduan-pengaduan masyarakat mengenai tindakan-tindakan para birokrat atau pegawai negeri yang memproseskan administrasi pemerintah yang tidak sesuai dengan kebijakan-kebijakan peraturan perundang-undangan.

Ombudsman tidak bersaing dengan pengadilan, atau bukan sebuah lembaga tempat naik banding bagi orang yang kalah di pengadilan. Sebagian besar ombudsman tidak mempunyai wewenang memeriksa badan pengadilan. Sebagaimana dikemukakan Pope (2003: 159), fungsi utama dari ombudsman adalah memeriksa:

(36)

23

a. Keputusan, proses, saran, tindakan yang seharusnya dilakukan, tetapi tidak dilakukan, atau tindakan yang tidak seharusnya dilakukan tetapi justru dilakukan, yang melanggar Undang-Undang, pedoman atau peraturan, atau menyimpang dari praktik atau prosedur yang berlaku, kecuali bila putusan bersangkutan bonafide dan ditopang oleh alasan yang kuat; tercela, sewenang-wenang atau tidak masuk akal, tidak adil, berpihak, menindas atau membedakan; berdasarkan alasan-alasan yang tidak masuk akal; atau, menggunakan wewenang atau gagal atau menolak menggunakan wewenang atas dasar alasan-alasan yang didorong oleh niat korup atau tercela seperti suap, mengais keuntungan pribadi dari pelaksanaan tugas pemerintahan, penyelewengan, pilih kasih, nepotisme, dan penyalahgunaan perangkat administrasi;

b. Kelalaian, sikap tidak peduli, memperlambat, tidak memenuhi syarat bidang pekerjaan, inefi siensi dan tidak mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab.

2. Peran Ombudsman

Ombudsman menjalankan peran atau berfungsi, atau bertugas sebagai lembaga yang mengusut tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh lembaga pelayanan publik atau mal-administrasi, yang dilaporkan, dikeluhkan, atau diadukan masyarakat, secara perorangan, kelompok, dan/atau lembaga kepadanya. Penyimpangan tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Pemalsuan

(37)

24 c. Intervensi secara berlebihan

d. Penanganan yang tidak baik (tidak ditangani, atau ditangani tetapi lambat atau berlarut-larut)

e. Penyalahgunaan wewenang f. Berpihak secara tidak adil

g. Meminta dan/atau menerima imbalan yang bukan haknya, atau korupsi h. Penggelapan

i. Penguasaan tanpa hak j. Bertindak tidak layak k. Melalaikan kewajiban

l. Melakukan represi secara fisik maupun psikologis (Sujata, 2002: 35-36). Fungsi ombudsman tersebut dapat dijalankan melalui pelaksanaan tugas-tugasnya, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan tugas ombudsman yaitu:

a. Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

b. Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan;

c. Menindak lanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan ombudsman;

d. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

e. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;

(38)

25 f. Membangun jaringan kerja;

g. Melakukan upaya pencegahan maladiminstrasi dalam penyelenggraan pelayanan publik;

h. Melakukan tugas lain yang diberikan undang-undang.

Menurut Tobri (2010), maladminstrasi artinya administrasi yang buruk atau pemerintahan yang buruk. Maladministrasi diartikan dengan perilaku yang tidak wajar, kurang sopan dan tidak peduli terhadap masalah yang menimpa seseorang disebabkan penggunaan kekuasaan secara semena-mena atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan yang tidak wajar, tidak adil, intimidatif atau diskriminatif dan tidak patut didasarkan seluruhnya atau sebagian atas ketentuan Undang-Undang atau fakta tidak termasuk akal, atau berdasarkan tindakan

unreasonable, unjust, oppresive, dan diskriminasi. Sedangkan menurut Sadjiyono

(2008: 37), maladministrasi adalah suatu tindakan atau perilaku administrasi oleh penyelenggara administrasi negara (pejabat pemerintahan) dalam proses pemberian pelayanan umum yang menyimpang dan bertentangan dengan kaidah atau norma hukum yang berlaku atau melakukan penyalahgunaan wewenang (detournement de povoir) yang atas tindakan tersebut menimbulkan kerugian dan ketidak adilan bagi masyarakat.

Kategori maladministrasi bahwa tindakan hukum dimaksud bertentangan dengan kaidah atau norma dalam menjalankan pemerintahan termasuk norma hukum, sehingga menurut Hartono dalam Tobri (2010), tindakan atas perilaku maladministrasi bukan sekedar merupakan penyimpangan dari prosedur atau tata

(39)

26

cara pelaksanaan tugas pejabat atau aparat penegak hukum, tetapi juga dapat merupakan perbuatan hukum.

Komisi Ombudsman Nasional juga memberikan indikator bentuk-bentuk maladministrasi antara lain melakukan tindakan yang janggal, menyimpang, sewenang-wenang, melanggar ketentuan, penyalahgunaan wewenang, atau keterlambatan yang tidak perlu dan pelanggaran kepatutan.

Sadjiyono (2008: 38), mengatakan bahwa tindakan maladministrasi memiliki kaitan dengan sikap dan perilaku penyelenggara administrasi negara (pemerintahan) sebagai subjek hukum yang secara teori pemerintah memiliki kedudukan khusus sebagai satu-satunya pihak yang diserahi kewajiban untuk mengatur dan menyelenggarakan kepentingan umum dalam rangka melaksanakan kewajiban ini kepada pemerintah diberikan wewenang atau menerapkan sanksi -sanksi hukum, sehingga penyelenggaraan pemerintahan memiliki pengaruh yang sangat dominan.

Apabila wewenang tersebut melekat suatu tanggung jawab atau akuntabilitas kepada masyarakat, sehingga tindakan maladministrasi sebagai tindakan yang bertentangan dengan kehendak rakyat, maka tindakan maladministrasi sebagai tolok ukur moralitas suatu pemerintahan yang mendapatkan penilaian baik apabila tidak terjadi maladministrasi, dan sebaliknya. Selain itu tindakan maladministrasi bertentangan dengan konsep good

governance, yang esensinya sebagai kaidah etika atau moral dalam

(40)

27

Sebagaimana diketahui bahwa dalam konsep hukum administarsi setiap pemberian wewenang kepada suatu badan atau pejabat administrasi negara selalu disertai dengan tujuan dan maksud pemberian wewenang itu sehingga penerapannya harus sesusai dengan tujuan dan maksudnya. Apabila penggunaan wewenang tidak sesuai dengan tujuan dan maksud pemberian wewenang, berarti telah terjadi penyalahgunaan wewenang. Dan maksud pemberian wewenang merupakan parameter dalam menilai penerapan kewenangan penyelenggara negara yang tergolong penyalahgunaan wewenang. Parameter dengan tujuan dan maksud tersebut dikenal dengan asas spesilitas.

Minarno (2009: 78), menyebutkan bahwa kekuasaan pemerintah tidaklah semata sebagai kekuasaan yang terikat tetapi juga merupakan suatu kekuasaan bebas. Indoharo dalam Tobri (2010), menambahkan wewenang fakultatif, yaitu wewenang yang tidak mewajibkan badan atau pejabat tata usaha negara menerapkan wewenangnya, tetapi memberikan pilihan sekalipun hanya dalam hal -hal tertentu sebagaimana ditentukan dalam peratuan dasarnya.

3. Paradoks Ombudsman

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, Ombudsman dalam dirinya sangat paradoks. Dia sangat berkuasa (powerful) dan sangat tidak berkuasa (powerless). Ia sangat berkuasa penuh dengan rekomendasi yang diberikan berdasarkan dengan fakta-fakta yang ditemukan dan memberikan pelaporan. Tetapi di lain pihak ia tidak bisa memaksa seorang kepala pemerintahan atau unit pemerintahan, atau kepala daerah untuk mengubah atau meperbaiki atas sebuah kebijakan yang dianggap tidak benar.

(41)

28

Sebagai gambaran untuk kelembagaan Ombudsman tergantung dengan struktur organisasinya agar efektif dalam bekerja secara maksimal. Dalam struktur paling tidak ada beberapa unit yang harus dibentuk, antara lain: a) Unit investigasi; b) Unit dokumentasi; c) Unit legal, advisory; d) Unit koordinasi, monitoring, dan evaluasi; dan e) Unit keuangan dan administrasi.

Sebagaimana dikemukakan Pope (2003: 161), Ombudsman turun tangan paling akhir sekali. Ombudsman bukanlah lembaga yang pertama-tama dihubungi. Di dalam pemahaman kita, keluhan atau gugatan atas penyelenggaraan pelayanan yang mal-administrasi setelah melalui rangkaian jenjang sebagai berikut:

a. Melalui lembaga pelayanan pengaduan dan keluhan dari lembaga pemberi pelayanan kepada publik

b. Melalui lembaga non-pemerintah yang memberikan pelayanan untuk mengadukan kepada Pemerintah, atau juga melalui lembaga kontrol publik, diantaranya adalah media massa

c. Melalui lembaga peradilan

Jika ketiga lembaga ini sudah tidak mampu, maka publik dapat mempergunakan pelayanan yang diberikan oleh lembaga Ombudsman. Secara umum, Ombudsman berperan sebagai pembela publik atau warga negara terhadap mal-administrasi, namun pada prakteknya, peran Ombudsman “dapat diperluas” kepada lingkup-lingkup yang lebih kritikal, dengan alasan-alasan karena berkenaan dengan pelayanan publik yang buruk. Ruang-ruang kerja Ombudsman meluas kepada: a) Penanggulangan korupsi; b) Pelanggaran atas hak-hak asasi manusia; dan c) Transparansi penyelenggaraan pemerintahan.

(42)

29

Bahkan, Ombudsman juga menjangkau “pelayanan publik” yang dilakukan badan-badan usaha, terutama badan usaha yang seluruh atau sebagian sahamnya dimiliki negara. Pada beberapa negara, misalnya di Indonesia, dibentuk juga ombudsman untuk menangani keluhan masyarakat terhadap pelayanan dari badan-badan usaha swasta atau bukan milik Negara (Dwidjowijoto dan Patarai, 2008: 35).

C. Kerangka Pikir

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia secara jelas menetapkan tugas dan wewenang Ombudsman Republik Indonesia yakni menerima dan menyelesaikan laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Kata-kata Maladministrasi dengan definisinya untuk pertama kalinya secara khusus tercantum di dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Dalam Pasal 1 angka 3 ini, Maladministrasi bukan hanya berbentuk perilaku/tindakan tetapi juga meliputi Keputusan dan Peristiwa yang melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan, termasuk perseorangan yang membantu pemerintah memberikan pelayanan publik yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

(43)

30 Penyelenggaraan Pelayanan Publik Mal Administrasi: 1. Intervensi 2. Diskriminasi 3. Penyalahgunaan wewenang 4. Praktek KKN Rekomendasi Ombudsman Respon Pemerintah Peningkatkan mutu pelayanan

Berdasarkan uraian di atas, maka untuk meminimalisir tindakan-tindakan penyelewengan yang dilakukan oleh aparat pemerintah selaku penyelenggara Negara dalam pemberian pelayanan publik kepada masyarakat dibutuhkan suatu kerja sama yang baik dan komitmen bersama antara pemerintah dengan lembaga Ombudsman. Oleh karenanya respon cepat dari pemerintah atas ajuan rekomendasi Ombudsman sangat dibutuhkan dalam menuntaskan tindakan-tindakan maladministrasi yang terjadi diberbagai institusi pelayanan publik.

Ombudsman menjalankan peran atau berfungsi, atau bertugas sebagai lembaga yang mengusut tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh lembaga pelayanan publik atau mal-administrasi, yang dilaporkan, dikeluhkan, atau diadukan masyarakat, secara perorangan, kelompok, dan/atau lembaga kepadanya. Penyimpangan tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut: (a) intervensi, (b) Diskriminasi, (c) penyalahgunaan wewenang, (d) Praktek KKN dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka pikir di bawah ini:

Bagan Kerangka Pikir

(44)

31 D. Fokus Penelitian

Adapun fokus penelitian ini mengenai bagaimana respon pemerintah Kota Makassar atas rekomendasi ombudsman terhadap temuan maladministrasi dan tindak lanjut yang dilakukan oleh lembaga Ombudsman kota Makassar.

D. Deskripsi Fokus

Berdasarkan uraian dari kerangka pikir di atas, maka deskripsi fokus pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Respon pemerintah adalah tingkah laku atau sikap positif pemerintah kota Makassar dalam menanggapi ajuan rekomendasi dari pihak ombudsman akan temuan pelanggaran maladministrasi yang terjadi pada salah satu institusi publik.

2. Rekomendasi Ombudsman adalah pemberitahuan kepada pemerintah kota Makassar yang berbentuk saran atau anjuran mengenai temuan pelanggaran maladministrasi yang dilakukan oleh salah satu institusi penyelenggara pelayanan publik di kota Makassar.

3. Maladministrasi adalah suatu tindakan atau perilaku administrasi oleh penyelenggara administrasi negara (pejabat pemerintahan) dalam proses pemberian pelayanan umum yang menyimpang dan bertentangan dengan kaidah atau norma hukum yang berlaku atau melakukan penyalahgunaan wewenang yang atas tindakan tersebut menimbulkan kerugian dan ketidakadilan bagi masyarakat.

4. Intervensi adalah adanya campur tangan berlebih dari pihak birokrasi/instansi pemerintah kota Makassar dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

(45)

32

5. Diskriminasi adalah pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung yang dilakukan oleh salah satu instansi pemerintah dalam memberikan pelyanan kepada masyarakat.

6. Penyalahgunaan wewenang adalah segala tindakan pemerintah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan menyimpang dari tujuan kewenangan yang diberikan oleh UU atau peraturan lainnya.

7. Praktek KKN adalah terjadinya tindakan-tindakan penyelewengan yang dilakukan oleh oknum aparat pemerintah baik dari segi anggaran maupun aturan yang tidak semestinya.

(46)

33 BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih dua bulan dari bulan Juli – Agustus 2017, bertempat di Kantor Ombudsman Makassar dan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Penelitian ini bermaksud melihat bagaimana respon pemerintah Kota Makassar atas rekomendasi Ombudsman terhadap temuan maladministrasi yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan publik terhadap masyarakat. Alasan penulis untuk meneliti di Ombudsman Makassar berdasarkan pada banyaknya keluhan/pengaduan dari masyarakat akan penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah.

B. Jenis dan Tipe Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan tujuan untuk mengetahui responsivitas pemerintah Kota Makassar terhadap rekomendasi Ombudsman Kota Makassar atas temuan pelanggaran maladministrasi yang dilakukan oleh salah satu instansi pemerintah. Menurut Prastowo (2011: 24), Metode deskriptif digunakan untuk mencari fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat terhadap situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan, sikap, pandangan dan proses-proses yang sedang berlangsung serta pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.

(47)

34 2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah fenomenologi yaitu menjelaskan dan menggambarkan pengalaman para informan tentang pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah kota Makassar. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Moleong (2007: 17), tipe penelitian fenomenologi berorientasi untuk memahami, menggali, dan menafsirkan arti dan peristiwa-peristiwa, dan hubungan dengan orang-orang yang biasa dalam situasi tertentu.

C. Sumber Data

Menurut Sugiyono (2009: 137), sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer (Data Utama)

Yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus menyelesaikan permasalahan yang sedang ditangani. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan. Adapun sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: (a) Informasi dari Ketua Ombudsman Kota Makassar; (b) Informasi dari anggota Ombudsman Kota Makassar; (c) Informasi dari masyarakat.

2. Data Sekunder (Data Penunjang)

Yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini dapat ditemukan dengan cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder adalah literatur,

(48)

35

artikel, jurnal serta situs di internet yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.

D. Informan Penelitian

Teknik penentuan informan dilakukan secara purposive yaitu sengaja memilih orang-orang yang dianggap paling mengetahui dan dapat memberikan informasi sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun informan yang dimaksud dalam penelitian sebanyak 6 orang yang dapat dilihat pada tabel:

Tabel 1. Informan Penelitian

No. Nama Inisial Jabatan Jumlah

1 H. B. AMIRUDDIN, SE.,MM AR Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia 1 2 Dr. H. BASRI RAKHMAN ,M.Si , MUNANDAR, SH.MSi

BR, MN Sekertaris dan pegawai BKPSDMD Kota Makassar 2 3 DRS. M. KHUDRI ARSYAD, MM KA Ketua Ombudsman Kota Makassar 1 4 ANDI MARLINA, SH. MH, IKHWAN RAJAB, SH

AM, IR Anggota Ombudsman Kota Makassar

1

Total Informan 5 Sumber : Data Primer, Data Diolah sendiri (2017)

E. Teknik Pengumpulan Data

Guna memperoleh data yang relevan dengan tujuan penelitian, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan beberapa cara yaitu

(49)

36 sebagai berikut:

1. Observasi

Teknik ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan di lapangan terhadap berbagai pelanggaran maladministrasi yang dilakukan oleh oknum-oknum instansi pemerintah Kota Makassar yang ditemukan oleh Ombudsman Kota Makasssar. Peneliti melakukan observasi di Pemeritah Kota makassar dan Kantor Ombudsman Kota Makassar dengan dilengkapi kamera untuk mengambil gambar dari objek penelitian.

2. Wawancara

Peneliti akan melakukan wawancara langsung dengan informan yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun wawancara dalam penelitian ini dilakukan Kepala Dinas BKPSDMD Kota Makassar , Pegawai BKPSDMD Kota Makassar berjumlah 2 Orang, Ketua Ombudsman Kota Makassar dan Anggota Ombudsman Kota Makassar berjumlah 2 orang. Dalam melakukan wawancara dengan informan, peneliti menggunakan tab recorder atau alat perekam dengan maksud untuk memperoleh data penelitian yang diinginkan. 3. Dokumentasi

Dokumnetasi yang dimaksud dalam penelitian ini bukan sekedar gambar akan tetapi, juga melalui pencatatan, meringkas maupun menganalisis dari bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan obyek yang diteliti seperti dokumen-dokumen, buku-buku, surat kabar dan majalah.

(50)

37 F. Teknik Analisis Data

Menurut Miles dan Huberman dalam Bungin (2008: 34), teknik analisis data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan cara:

1. Reduksi Data (data reduction)

Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, makin lama peneliti di lapangan maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.

2. Penyajian Data (data display)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (conclusion drawing and verification) Langkah ketiga dalam analisis data kulitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan data yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh kembali bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

(51)

38 G. Keabsahan Data

Salah satu cara paling penting dan mudah dalam uji keabsahan hasil penelitian adalah dengan melakukan triangulasi. Menurut Sugiyono (2012:127), teknik pengumpulan data triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Menurut Sugiyono ada tiga macam triangulasi yaitu:

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber berarti membandingkan dengan cara mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang berbeda. Misalnya membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara; membandingkan antara apa yang dikatakan umum dengan yang dikatakan secara pribadi, membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang ada. 2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau kuesioner. Bila dengan teknik pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilakan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar atau mungkin semuanya benar, karena sudut pandangnya berbeda-beda.

(52)

39

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpul dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu, dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga ditemukan kepastian datanya. Triangulasi dapat juga dilakukan dengan cara mengecek hasil penelitian, dari tim peneliti lain yang diberi tugas melakukan pengumpulan data.

(53)

40 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHSAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum BKPSDMD Kota Makassar

Kota Makassar dari tahun 1971 hingga 1999 secara resmi dikenal sebagai Ujungpandang atau Ujung Pandang adalah kotamadya dan sekaligus Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan. Kota Makassar mempunyai posisi strategis karena berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam propinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Secara goegrafis wilayah kota Makassar berada pada koordinat 1190Bujur Timur dan 5,80 LintangSelatan, dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. Dengan batas wilayah administrasi sebagai berikut; Utara : Kabupaten Kepulauan Pangkajenne Selatan; Kabupaten Bone Barat; Selat Makassar Timur; Kabupaten Maros.

Kota ini tergolong salah satu kota terbesar di Indonesia dari aspek pembangunannya dan secara demografis dengan berbagai suku bangsa yang menetap di kota ini. Suku yang signifikan jumlahnya di Kota Makassar adalah suku Makassar, Bugis, Toraja, Manda, Jawa, dan Tionghoa. Makanan khas Makassar yang umum dijumpai seperti Coto Makassar, Roti Maros, Jalangkote, Kue Tori, Palubutung, Pisang Ijo, Sop Saudara dan Sop Konro. 46 Kota Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0-5 derajat ke arah barat,

(54)

41

diapit dua muara sungai yakni sungai Tallo yang bermuara di bagian utara kota dan sungai Jeneberang yang bermuara di selatan kota.

Luas wilayah Kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 Km2 daratan dan termasuk 11 pulau di selat Makassar ditambah luas wilayah perairan kurang lebih 100 Km², dengan jumlah penduduk sebesar kurang lebih 1,25 juta jiwa. Jumlah kecamatan di kota Makassar sebanyak 14 kecamatan dan memiliki 143 kelurahan. Diantara kecamat-an tersebut, ada tujuh kecamatan yang berbatasan dengan pantai yaitu kecamatan Tamalate, Mariso, Wajo, Ujung Tanah, Tallo, Tamalanrea dan Biringkanaya. Dari gambaran sepintas mengenai lokasi dan kondisi geografis Makassar, memberi penjelasan bahwa secara geografis, kota Makassar memang sangat strategis dilihat dari sisi kepentingan ekonomi maupun politik. Dari sisi ekonomi, Makassar menjadi simpul jasa distribusi yang tentunya akan lebih efisien dibandingkan daerah lain.

Dalam mengakomodasi dan memfasilitasi kepentingan pelayanan terhadap masyarakat dalam bidang pengelolaan kebersihan dan ruang terbuka hijau (RTH) serta pemakaman. Selain dari pada itu institusi ini memiliki tugas dan fungsi yang sangat luas dalam mengakselerasikan hasil pembangunan. Mendukung terciptanya pelestarian lingkungan hidup, karena itu kapasitas kinerjanya diharapkan akan lebih efektif dan efisien.

(55)

42 1. Struktur Organisasi BKPSDMD

2. Tugas dan Fungi BKPSDMD a) Sekretariat

Mempunyai tugas memberikan pelayanan administratif bagi seluruh satuan kerja di lingkungan Badan Kepegawaian Daerah. Sekretariat menyelenggarakan fungsi :

a. Pelaksanakan pengelolaan ketatausahaan; b. Pelaksanaan urusan kepegawaian Badan; c. Pelaksanaan urusan keuangan;

d. Pelaksanaan urusan umum dan rumah tangga;

e. Pelaksanaan koordinasi terhadap penyusunan perencanaan dan program kerja badan;

f. Pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.

(56)

43 1. Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan

Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan mempunyai tugas menyusun perencanaan dan pelaporan.

Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan menyelaenggarakan fungsi : a. Menyusun rencana dan program kerja;

b. Mengumpulkan dan menyusun laporan kegiatan bidang;

c. Mengumpulkan dan menyusun Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah;

d. Mengumpulkan dan menyiapkan bahan penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan Dokumen Perencanaan Anggaran (DPA) dari masing-masing satuan kerja sebagai bahan konsultasi perencanaan ke Bappeda;

e. Melakukan koordinasi dengan unit kerja lain yang terkait dengan bidang tugasnya;

f. Melakukan tugas kedinasan lain yang diberikan atasan; g. Mengevaluasi dan menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas. 2. Subbagian Keuangan

Subbagian Keuangan mempunyai tugas menyusun rencana kerja, melaksanakan tugas teknis keuangan

Subbagian Keuangan menyelenggarakan fungsi : a. Menyusun rencana dan program kerja;

b. Menyusun realisasi perhitungan anggaran dan administrasi perbendaharaan badan;

Gambar

Gambar  2.1 Gambar  Kerangka  Pikir .................................................................30  Gambar  4.1 Gambar  Struktur  Organisasi BKPSDMD ......................................42
Tabel 3.1 Informan  Penelitian ............................................................................35
Tabel 1. Informan  Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pengetahuan diet seperti yang dikatakan oleh Rickert (1996) bahwa kebanyakan orang kurang memahami seperti apa tubuh yang gemuk, normal maupun kurus yang sebenarnya akibat

Untuk menjamin kecukupan jumlah tikus (dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi) serta guna menjamin akurasi dan validitas dalam analisis inferensial data,

Pengambilan Sampel Akurasi Meter Meter Air Pelanggan. Universitas

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing pada Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 4, No. Tambunan,

E xplanation and determination of ac hievement of the C ompany’ s net profit for the fis cal year 2013 and the approval of the us e of C ompany’ s net profit for fis c al

Pengembangan yang Dilakukan Guru dalam Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Multikultural Guna Memupuk Nasionalisme pada Siswa di SMA St Aloysius Bandung .... Perilaku

Against the extremely challenging market, I am pleased to report that PT Toba Bara Sejahtra Tbk, through our three operating coal mine subsidiaries, generated net consolidated