• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

B. Konsep Pemasaran

Konsep inti pemasaran yaitu : kebutuhan, keinginan, dan permintaan. Kebutuhan adalah syarat hidup dasar manusia orang membutuhkan udara, makanan, air, pakaian, dan tempat tinggal untuk dapat bertahan hidup. Orang juga memiliki kebutuhan yang kuat akan rekreasi, pendidikan, dan hiburan. Kebutuhan-kebutuhan ini menjadi keinginan ketika diarahkan ke objek tertentu yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut.

Permintaan adalah keinginan akan produk-produk tertentu yang didukung oleh kemampuan untuk membayar. Pembedaan ini menyoroti kritik yang mengatakan bahwa “pemasar menciptakan kebutuhan” atau “pemasar membuat orang membeli hal-hal yang tidak mereka inginkan”.Pemasar tidak menciptakan kebutuhan : kebutuhan mendahului pemasar. Pemasar, bersama dengan faktor-faktor kemasyarakatan lainnya, mempengaruhi keinginan. (Kotler dan Keller, 2009 : 12).

Dalam konteks pemasaran, kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) dibedakan. Kebutuhan merupakan suatu keadaan merasa tidak memiliki kepuasan dasar.Kebutuhan melekat pada sifat dasar manusia sehingga tidak mudah berubah. Sementara itu keinginan merupakan hasrat akan pemuas tertentu dari suatu kebutuhan. Keinginan lebih bersifat context-driven sehingga lebih mudah berubah

18 dibandingkan kebutuhan. Orang bisa saja memiliki kebutuhan yang sama, tetapi keinginannya berbeda-beda. (Fandy Tjiptono, 2007 : 11).

Sheth, et al (1991) dalam Tjiptono, menegaskan bahwa perilaku konsumsi setiap individu dipengaruhi lima kebutuhan utama di bawah ini :

1. Kebutuhan fungsional

Suatu barang / jasa bisa memuaskan kebutuhan ini melalui tujuan / kegunaan fisik atau fungsionalnya.

2. Kebutuhan sosial

Suatu barang atau jasa dapat memuaskan kebutuhan sosial melalui asosiasinya dengan segmen demografis, sosio ekonomis, atau etnik kultural masyarakat tertentu.

3. Kebutuhan emosional

Barang / jasa tertentu dapat memuaskan kebutuhan ini melalui penciptaan emosi dan perasaan yang tepat.

4. Kebutuhan epistemik

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia untuk mengetahui atau mempelajari sesuatu yang baru.

5. Kebutuhan situasional

Produk-produk tertentu dapat memuaskan kebutuhan yang bersifat situasional atau tergantung kepada waktu dan tempat. (Fandy Tjiptono, 2007 : 10 - 11).

19 Inti dari pemasaran dapat diringkas dalam tiga prinsip dasar. Prinsip yang pertama mengidentifikasi tujuan dan tugas pemasaran, yang kedua realitas persaingan pemasaran, dan yang ketiga berbagai cara utama untuk mencapai dua prinsip pertama. Inti dari pemasaran tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Nilai pelanggan dan persamaan nilai

Intisari pemasaran adalah menciptakan nilai pelanggan yang lebih besar daripada nilai yang diciptakan oleh pesaing.

2. Keunggulan kompetitif dan diferensial

Prinsip dasar pemasaran yang kedua adalah keunggulan kompetitif.Keunggulan kompetitif adalah penawaran total, dihadapkan pada persaingan yang relevan, yang lebih menarik pelanggan. Keunggulan tersebut dapat muncul dalam unsur apapun yang ditawarkan oleh perusahaan : produk, harga, iklan, dan promosi di tempat penjualan, serta distribusi produk itu sendiri.Salah satu strategi yang sangat kuat untuk melakukan penetrasi pasar nasional baru adalah menawarkan produk superior dengan harga yang lebih murah. Keunggulan harga dengan cepat akan menarik perhatian pelanggan dan bagi pelanggan yang membeli produk tersebut, kualitas yang lebih baik akan memberikan suatu kesan. 3. Fokus

Prinsip ketiga adalah fokus, atau konsentrasi perhatian.Fokus diperlukan untuk berhasil dalam tugas menciptakan nilai pelanggan pada keunggulan kompetitif.Semua perusahaan terkemuka, besar dan kecil, mengalami sukses karena mereka memahami dan menerapkan prinsip dasar ini.Fokus

20 yang jelas tehadap kebutuhan dan keinginan pelanggan serta pada penawaran yang bersaing diperlukan untuk menggerakkan usaha, yang diperlukan untuk mempertahankan keunggulan yang membedakan. Semuanya ini hanya dapat dicapai dengan memfokuskan sumber daya dan usaha pada kebutuhan dan keinginan pelanggan serta cara menyampaikan suatu produk yang akan memenuhi kebutuhan dan keinginan tadi. (Warren J Keegan, 1999 : 5).

C. Pengertian, Jenis, dan Perilaku Konsumen Ritel 1. Pengertian Ritel

Menurut Michael Levy dan Barton Weitz, Riteladalahserangkaian kegiatanbisnis yangmemberikan nilai tambahpadaproduk dan jasa yangdijual kepada konsumenuntuk penggunaanpribadiatau keluargamereka.Seringkali orangberpikirritelhanya sebagaipenjualan produkdi toko-toko, tetapiritel jugamelibatkan penjualanjasa sepertipenginapan semalamdi sebuahmotel, ujiandokter, potong rambut, DVDsewa, atau pizzayang diantar ke rumah.

Tidak semuariteldilakukandi toko-toko. Karakteristik yang paling dasar yang digunakan untuk menggambarkanberbagai jenis ritel adalahbauran ritel mereka, atau unsur-unsur ritel yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan mereka.Empat elemen dari bauran ritel sangat berguna untuk mengklasifikasikan ritel : jenis barang dan / atau jasa yang ditawarkan, dan berbagai macam merchandise yang ditawarkan, tingkat pelayanan pelanggan, dan harga merchandise itu sendiri (Levy dan Weitz, 2012 : 6).

21 2. Jenis - Jenis Ritel

Michael Levy dan Barton Weitz, membagi jenis - jenis ritel sebagai berikut: a.Supermarkets

Supermaket konvensional merupakan supermarketyang melayani penjualanmakanan, daging serta produk - produk makanan lainnya.Serta melakukan penjualan terhadap produk – produk non makanan seperti produk

kesehatan, produk kecantikan dan

sebagainya.Meskipunsupermarketkonvensionalmasihmenjualmayoritas barang-barangmakanan, merekaberada di bawah tekanankompetitif yang cukup besar. Supercentersdengan cepatmenarikpelanggansupermarketkonvensional denganlebih luasdari aneka makanan danbarang umumdengan harga menarik.

b. Big box retailers terdiri dari supercenter, hypermarket, warehouse. 1)Supercenters

Adalahtoko besaryangmenggabungkansupermarketdenganfull line discount store.Supercentersdan warehousesangatmenyulitkan bagisupermarketkarenaefisiensioperasimereka yang unggulmemungkinkan merekauntuk memilikibiayadanharga yang rendah. Toko-toko inimemiliki kekuatantawar yang luar biasadi pasar

karenamereka dapatmembeli dalam jumlah

besar.Supercentersmemberikan pengalamanone-stop shopping.

Merchandise umum(nonfood) adalah itemyang seringdibeliketikaalasan utamapelanggan untukdatang kesupercenteradalahuntuk membeli bahan

22 makanan.Barang umummemilikimargin yang lebih tinggi,

memungkinkanharga item makanan di

supercenterslebihagresif.Supercenterssangat besar, sehingga beberapapelangganmenemukan merekanyamankarena dapatmemakan waktu yanglamauntuk menemukanbarang-barang yangmereka inginkan. 2)Hypermarket

Hypermarketmerupakan supermarket dengan kombinasimakanan (60 sampai 70 %) dan barang umum toko (30 sampai 40 %). Carrefour, adalah ritel terbesar kedua di dunia yang beroperasi sebagai hypermarkets.hypermarketsbiasanya persediaannya lebih sedikitdaripada supercenters, antara 40.000 dan 60.000barang, mulai dari bahan makanan, hardware,peralatan olahraga untuk furnitur danperalatan untuk komputer dan elektronik.

3) Warehouse

Kelompok warehouse merupakan ritel yang menjual produk makanan yang jenisnya terbatas dengan layanan minim pada tingkat harga rendah kepada konsumen akhir dan bisnis kecil. Biasanya lokasinya di luar kota dengan interior sederhana.

c. Convenience store

Memiliki variasi dan jenis produk yang terbatas. Luas lantai kurang lebih 350m² dan didefenisikan sebagai swalayan mini yang menjual lini terbatas dari berbagai produk kebutuhan sehari-hari yang perputarannya tinggi seperti roti, susu, dll contohnya adalah 7-Eleven.

23 d. General Merchandise Retail, meliputi department stores, full line discount

stores, specialty stores, categorystores. 1) Department stores

Merupakan ritel yang dikelola menjadi departemen - departemen terpisah misalnya pakaian wanita.pria, anak - anak, peralatan olahraga, furniture, peralatan makan, dan sebagainya.

2) Full line discount stores

Merupakan jenis ritel yang menjual sebagian besar variasi produk dengan layanan terbatas dan harga yang murah karena biasanya menjual produk dengan merek sendiri atau merek umum yang dikenal luas.

3)Specialty stores

Merupakan ritel yang menawarkan lini produk tertentu. 4)Category stores

Merupakan jenis ritel yang menjual produk dengan lini sedikit namun jenis produknya banyak.

e.Extreme Value Retailers 1) Off price retailers

Merupakan ritel yang menyediakan produk dengan merek yang berganti - ganti dan dengan harga yang lebih murah.

2) Value of retailers

Merupakan toko diskon yang menjual sejumlah besar jenis produk dengan tingkat harga rendah dan terdapat di daerah padat penduduk (Levy dan Weitz, 2012 : 28 - 46).

24 3. Perilaku Konsumen Ritel

American Marketing Association mendefinisikan perilaku konsumen sebagai “interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka”. (Peter & Olson, 1999 : 6).Sheth & Mittal (2004) dalam Tjiptono, mendefinisikan perilaku konsumen adalah aktivitas mental dan fisik yang dilakukan oleh pelanggan rumah tangga (konsumen akhir) dan pelanggan bisnis yang menghasilkan keputusan untuk membayar, membeli, dan menggunakan produk dan jasa tertentu. (Fandy Tjiptono, 2007 : 40).

Terdapat komponen roda analisis konsumen yang mempengaruhi strategi pemasaran yaitu :

a. Afeksi & Kognisi

Afeksi mengacu (affect) mengacu pada tanggapan perasaan, sementara kognisi (cognition) terdiri dari tanggapan mental (pemikiran). Orang dapat mengalami empat jenis tanggapan afektif : emosi, perasaan tertentu, suasana hati, dan evaluasi. Setiap jenis afeksi dapat melibatkan tanggapan positif atau negatif. (Peter & Olson, 1999 : 38).Afeksi dan kognisi konsumen mengacu pada dua jenis respons mentalkonsumen yang menunjukkanterhadap rangsangan dan peristiwa di lingkunganmereka.Afeksi mengacu pada perasaan merekatentang rangsangan dan peristiwa, seperti apakah mereka suka atau tidak suka terhadap produk. Pengetahuanmengacu pada pemikiran mereka, seperti keyakinan mereka tentang produktertentu.

25 Tampilanhubungan antara sistem afektif dan kognitif dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini :

Gambar 2.1 Afeksi dan Kognisi

Sumber :(Peter dan Olson, 1999 : 44).

Respon afektif dapat menguntungkan atau tidak menguntungkan danbervariasi dalam intensitas. Misalnya untuk afeksi termasuk intens emosi yang relatif seperti cinta atau marah, menyatakan perasaan yang kurang kuat, seperti kepuasan atau frustrasi, suasana hati seperti kebosanan atau relaksasi,dan sikap keseluruhan ringan. Pemasar biasanya mengembangkan strategi untuk menciptakan dampak positif bagi produk dan merek mereka untuk meningkatkan kemungkinan bahwa konsumen akan membelinya.

Kognisimengacu padastruktur mentaldan proses yang terlibatdalam berpikir,memahami, dan menafsirkanrangsangandan peristiwa.Ini

mencakuppengetahuan,makna, dan keyakinanbahwa

lingkungan sistem kognitif sistem afektif tanggapan afektif emosi perasaan suasana hati evaluasi tanggapan kognitif pengetahuan arti kepercayaan

26 konsumentelahmengembangkan daripengalaman mereka dandisimpan dalamingatan mereka.Ini jugamencakupproses-prosesyang terkait denganmembayarperhatiandan pemahamanrangsangandan peristiwa, mengingatperistiwa masa lalu,membentukevaluasi,dan membuatkeputusan pembeliandan pilihan.

Meskipunbanyak aspekkognisiadalahproses kesadaran berpikir, pada dasarnya hal lainnya berlangsung dengan sendirinya.Pemasarsering mencobauntuk meningkatkanperhatiankonsumen terhadapproduk danpengetahuan mereka tentang perusahaan. (Peter & Olson, 2010 : 21).

Tabel 2.1

Jenis Tanggapan Afektif Jenis tanggapan afektif Tingkat gerakan fisiologis Intensitas atau kekuatan perasaan

Contoh afeksi positif dan negatif Emosi Perasaan tertentu Suasana hati Evaluasi Aktivitas dan gerakan tinggi Aktivasi dan gerakan lemah Kuat Lemah  gembira, cinta

 takut bersalah, marah  kehangatan,

penghargaan, kepuasan  kesedihan, muak  siaga, santai, tenang  sendu, bosan, lesu  suka,bagus,

menyenangkan  tidak suka, jelek, tidak

menyenangkan Sumber : (Peter &Olson, 1999 : 38).

Mood dan emosi bisa membuat penilaian pelanggan jasa terhadap service encounter dan penyedia jasa menjadi bias. Mood dan emosi memperkuat

27 pengalaman jasa dan membuatnya lebih positif atau lebih negatif, dari yang sesungguhnya terjadi. Dengan kata lain, layanan yang secara persis bisa dipersepsikan berbeda oleh dua pelanggan yang berada dalam mood yang berbeda. (Fandy Tjiptono, 2007 : 55).

b. Perilaku

Perilaku mengacu pada tindakan nyata konsumen yang dapat diobservasi secara langsung. Afeksi dan kognisi mengacu pada perasaan dan pikiran konsumen, sedangkan perilaku berhubungan dengan apa yang sebenarnya dilakukan oleh konsumen. (Peter &Olson, 1999 : 20).

c. Lingkungan

Lingkungan mengacu pada rangsangan fisik dan sosial yang kompleks di dunia eksternal konsumen. Termasuk didalamnya benda-benda, tempat dan orang lain yang mempengaruhi afeksi dan kognisi konsumen serta perilakunya. (Peter dan Olson, 1999 : 20).Salah satu faktor fundamental dalam studi perilaku konsumen adalah premis bahwa “people often buy products not for what they do,

but for what they mean”.

Artinya, konsumen membeli sebuah produk bukan semata-mata karena mengejar manfaat fungsionalnya, namun lebih dari itu juga mencari makna tertentu (seperti citra diri, gengsi, bahkan kepribadian).Menurut Peter dan Olson, khusus dalam pembelian ritel terdapat pola perilaku tertentu pada konsumen. Perilaku ini terbagi dalam tujuh kategori yang dapat berubah urutannya (Peter dan Olson, 2010 : 194). Pola perilaku tersebut digambarkan sebagai berikut :

28 Gambar 2.2

Perilaku Konsumen Dalam Ritel

Consumption Stage Types of Behaviour Example of Behaviour

Prepurchase Purchase Post Purchase Information Contact Product Contact Transaction Consumption and Disposition Communication Fund Access Store Contact Membaca koran, majalah, iklan, mendengar dari sales, teman

Mengambil uang dari bank,ATM Menggunakan credit

card

Mencari lokasi belanja Pergi dan masuk ke

lokasi belanja Mencari produk di dalam toko Menemukan dan membayar produk Pembayaran Membawa ke lokasi pemakaian produk Menggunakan dan membuang sisa produk Pembelian ulang Memberi informasi

kepada orang lain mengenai produk

29 Secara garis besar, ada empat tipe makna konsumsi yang dialami konsumen sebagai berikut :

1) Self concept attachment, yaitu produk membantu pembentukan identitas diri konsumen.

2) Nostalgic attachment, yaitu produk bisa menghubungkan konsumen dengan kenangan masa lalunya.

3) Interdependence, dimana produk menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari pelanggan.

4) Love, dimana produk membangkitkan ikatan emosional tertentu, seperti kehangatan, kegairahan, dan emosi lainnya. (Fandy Tjiptono, 2007 : 39).

D. Experiential Marketing

Experiential marketing ada dimana-mana.Dalam berbagai jenis pasar dan industri, seperti konsumen, pelayanan, teknologi, dan industrial.Banyak organisasi telah menggunakan experiential marketing untuk mengembangkan produk baru, berkomunikasi dengan pelanggan, meningkatkan promosi penjualan, memilih mitra bisnis, merancang lingkungan retail, dan membangun website.Transformasi ini menunjukkan bahwa para pemasar mulai beralih dari pemasaran tradisional

“feature&benefit” menuju penciptaan pengalaman bagi pelanggan.

Salah satu inti utama dari experiential maketing adalah penciptaan berbagai jenis pengalaman yang berbeda bagi pelanggan.Tipe-tipe pengalaman ini dapat disebut dengan SEMs (Strategic Experiential Modules).SEMsdidalamnya terdiri

30 dari pengalaman sensorik (Sense), pengalaman afektif (Feel), kognitif (Think), pengalaman fisik dan gaya hidup (Act), dan pengalaman identitas sosial yang dihasilkan dari kelompok acuan atau budaya (Relate). (Bernd H Schmitt, 1999 : xiii).

Saat ini, pelanggan menganggap fungsi feature&benefit, kualitas produk, dan citra merek sebagai suatu keharusan. Yang mereka inginkan adalah produk, komunikasi, dan kampanye pemasaran yang mempesona indra mereka, menyentuh hati, dan menstimulasi pikiran mereka. Mereka menginginkan produk, komunikasi dan kampanye yang dapat menghubungkan serta menggabungkan ke dalam gaya hidup mereka dan juga yang memberikan pengalaman. (Bernd H Schmitt, 1999 : 22).

Experiential marketing dapat dimanfaatkan dalam banyak situasi :Untuk membangun kembali merek yang sedang mengalami penurunan, untuk membedakan produk dari pesaing, untuk membangun citra dan identitas bagi perusahaan, untuk mempromosikan inovasi, untuk mendorong percobaan, pembelian dan yang paling penting loyal consumption. (Schmitt, 1999 : 34).Experiential Marketing memiliki empat karakteristik yang terdiri dari :

1. Focus on Customer Experience

Experiential marketing lebih memfokuskan kepada pengalaman konsumen yang timbul dari proses menghadapi, menjalani dan berada langsung dalam situasi-situasi tertentu. Mereka dipicu oleh stimulus panca indera, perasaan,dan pikiran.Pengalaman memberikan nilai sensor, emosional,

31 kognitif, tingkah laku, dan penghubung yang menggantikan nilai-nilai fungsional.

2. Examining the Consumption Situation

Konsumsi produk diperhatikan sebagai suatu pengalaman bagi pelanggan. 3. Customers Are Rational and Emotional Animals

Pelanggan adalah makhluk rasional dan emosional.Dalam mengambil keputusan, pelanggan akan menggunakan rasional dan emosinya.

4. Methods and Tools Are Eclectic

Metodologi dan sarana dalam experiential marketing dapat digunakan secara luas.Maksudnya ialah metode dan sarana apapun yang tepat dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang baik. (Bernd H Schmitt, 1999 : 25 - 30).

Sebuahsurvei internasionaldari para senior marketers,yang dilakukan olehMICEGroup,memprediksi bahwaexperiential marketingmenjadipertumbuhan yang besardalam beberapatahun ke depan. Sekarang, banyak pembuat keputusanyangmenyadari bahwaexperiential marketingmenawarkan keuntunganyang cukup besardibandingkan denganpendekatan lain.

Merekamenemukanexperiential marketingsangat bergunadalam mencapai tujuanlain yang sulit dicapai seperti membangunloyalitas merek, mendorongword of mouth,dan membawabrand personalitydalam kehidupan. KetikaMICEmelakukansurveiinternasional, ia menemukanmayoritasresponden(80 persen)

32 menjelaskan kegiatan berbasis experience sebagai hal yang sangatpenting di dalambauran pemasaranmereka. (Smilansky, 2009 : 13).

Experiential marketing membantu menciptakan pengalaman dan emosi kepada pelanggan.Customer experience adalah campuran dari kinerja fisik perusahaan dan emosi yang ditimbulkan dalam pengukuran intuitif terhadap ekspektasi pelanggan di semua momentdalam menjalin hubungan. (Shaw danIvens, 2002 : 6).

Kartajaya berpendapat, bahwa empati memiliki peran besar dalam membentuk customer experience.Karena “layanan tak terduga” yang kita berikan sebagai hasil dari kemampuan kita merasakan apa yang dirasakan pelanggan, tak jarang mampu membangkitkan memorable experience bagi si pelanggan. Tanpa hal tersebut, produk hanya dianggap sebagai komoditi oleh konsumen, bahkan walaupun produk telah memiliki ekuitas merek yang tinggi. (Kartajaya dkk, 2003 : 89).

Empati bukanlah kemampuan yang mudah diperoleh, karena tak semua emosi dan perasaan seseorang diungkapkan dengan kata-kata. Dalam banyak kasus, emosi dan perasaan justru tidak diungkapkan secara verbal, tapi nonverbal melalui bahasa tubuh (gesture), ekspresi muka, atau intonasi suara (tone of voice).(Kartajaya dkk, 2003 :87).Menurut Robert Passikof, experiential marketing pada dasarnya menetapkan peta proses untuk lingkungan di mana suatu perusahaan akan menempatkan mereknya. (Passikoff, 2006 : 23).

Colin Shaw dan John Ivens, berpandangan bahwa suatu perusahaan apabila mengambil aspek perbedaan hanya dari komoditi, maka akan ada banyak

33 kesamaan : produk yang sama, orang yang sama, teknologi yang sama, dan harga yang sama.Yang menjadi perbedaan adalah merek, persepsi, dan nuansa perusahaan, dan segala hal yang disampaikan dengan melalui pengalaman pelanggan. Pengalaman pelanggan ini yang akan membedakan suatu perusahaan. (Shaw dan Ivens, 2002 : xi).

Experiential marketing adalah proses mengidentifikasi dan memuaskan kebutuhan pelanggan dan aspirasi yang menguntungkan, melibatkan pelanggan melalui komunikasi dua arah yang membawa kepribadian merek untuk hidup dan menambah nilai target audiens. Komunikasi dua arah dan keterlibatan interaktif adalah kunci untuk menciptakan pengalaman mengesankan yang mendorong word of mouth, dan mengubah konsumen menjadi pendukung merek dan loyalitas konsumen terhadap suatu merek. (Smilansky, 2009 :13).

Experiential marketing dapat diterapkan di semua sektor,dari jasa keuangan ke FMCG, dari minuman ke musik, dari teknologi ke rekreasi.Tidak ada satu sektor (baik produk atau jasa) yang kurang atau lebihsesuai untuk experiential marketing, karena inspirasi untukideexperiential marketingberasal dari kepribadian merek dankhalayak sasaran. (Smilanksy, 2009 : 17).

Menurut Hauser, founder dari www.experientialforum.com,Experiential marketing bagian yang sama dengan filsafat, seni dan psikologi. Sederhananya, experiential marketing adalah pendekatan yang lebih holistik terhadap hubungan pelanggan / merek.Kampanye experiential dirancang untuk menarik kedua sisi rasional dan emosional. (Hauser, 2007).Terdapat dua aspek yang membentuk kerangka experiential marketing yaitu:

34 1. The Strategic Underpinning Of Experiential Marketing : SEMs

Strategic experiential models(SEMs) merupakan bentuk dasar dari experiential marketing.Pengalaman dapat dibagi menjadi beberapa tipe yang masing-masing tidak dapat dipisahkan struktur dan prosesnya.5 bentuk dasar dari kerangka experiential marketingyaitu :

a. Sense

Sense marketing mempunyai daya tarik dengan indera, bertujuan untuk menciptakan pengalaman sensorik melalui penglihatan(sight), suara(sound), sentuhan(touch), rasa(taste), dan penciuman(smell). Sense marketing dapat digunakan untuk membedakan perusahaan dan produk, untuk memotivasi pelanggan, dan menambah nilai produk.Sense marketing membutuhkanpemahaman tentang bagaimanauntuk mencapai dampaksensorik.(Bernd H Schmitt, 1999 : 64).

Tujuan keseluruhan dari kampanye sense ini adalah untukmenciptakan kesenangan estetika, kegembiraan, keindahan, dan kepuasan melalui rangsangan indera. (Bernd H Schmitt, 1999 : 99).Terdapat tiga strategi kunci yang dapat memotivasi sense marketing. Organisasi dapat menggunakan sense marketing untuk membedakan dirinya dan produk-produknya di pasar, memotivasi pelanggan untuk membeli produknya, dan memberikan nilai kepada pelanggan.Tiga kunci yang dapat memotivasi sense marketing antara lain :

1) sense as differentiator

Kampanye sense mungkin menarik bagi pelanggan karena tampil dengan cara yang luar biasa dan istimewa. Cara yang dilakukan untuk menarik konsumen

35 melebihi standar, dimana terbiasa dengan desain produk, komunikasi, ruang ritel.Kampanye sense menstimulus indera melalui cara-cara dan strategi baru yang menjadi pembeda produk.

2) sense as motivator

Kampanye sensebisa berbuat lebih banyak.Dapat memotivasi pelanggan untuk mencoba produk dan membelinya.Masalah utama adalah bagaimana untuk merangsang pelanggan tanpa memaksa atau acuh pada mereka.Dengan tingkat optimal dari stimulasi dan aktivasi, kampanye sense dapat menjadi kekuatan motivasi yang kuat.

3) sense as value provider

Kampanye sense juga dapat memberikan nilai yang unik kepada pelanggan.(Bernd H Schmitt, 1999 : 109 - 111).

Untuk dapat mencapai ketiga tujuan tersebut, maka digunakan S-P-C model atau singkatan dari Stimuli, Processes, dan Consequences dari rangsangan indera. Untuk mendiferensiasikan produk perusahaan melalui ketertarikan inderawi, maka perlu diperhatikan rangsangan apa yang paling tepat untuk menciptakannya (stimuli).Sementara itu, untuk memotivasi konsumen, perlu dilakukan identifikasi proses (processes). Pada akhirnya, untuk menciptakan suatu nilai, kita harus memahami konsekuensi dari ketertarikan inderawi tersebut (consequences). (Bernd H Schmitt, 1999 : 111).

36 Dalam menciptakan kesan positif dari konsumen, perusahaan perlu memperhatikan primary elements, style, dan themes.Primary elements ini mencakup warna, musik (suara), desain, hingga material dan tekstur dari produk.Style merupakan gabungan dari primary elements yang dibentuk melalui desain tertentu.Theme adalah suatu pesan yang mengkomunikasikan isi dan arti tentang suatu perusahaan dan mereknya dalam bentuk brand names, simbol visual, slogan verbal, jingles, general concept, atau kombinasi dari beberapa hal tersebut. (Bernd H Schmitt, 1999 : 103 - 107).

b. Feel

Feel marketing menarik perasaan dan emosi pelanggan, dengan tujuan menciptakan pengalaman afektif dari suasana hati positif terkait dengan merek, sampai emosi yang kuat dari kegembiraan dan kebanggaan. Yang diperlukan dalam feel marketing adalah pemahaman dari stimulus apa yang dapat memicu emosi tertentu serta kemauan pelanggan untuk terlibat dalam pengambilan perspektif dan empati. (Bernd H Schmitt, 1999 : 66).

Menurut Hermawan Kartajaya,feeling atau perasaan merupakan akar yang dalam banyak hal mempengaruhi segala perilaku, sebab perasaan terkait dengan emosi. Emosi sangat mempengaruhi pemikiran seseorang, emosi membentuk dan mempengaruhi penilaian, dan emosi membentuk perilaku. (Kartajaya, 2003 : 26).

Istilah emosi, affect, dan mood sering digunakan silih berganti. Kendati demikian, menurut oliver (1997) dalam Tjiptono, ketiganya bisa dibedakan. Ia mengatakan bahwa affect mengacu pada aspek perasaan dari consciousness atau

37 kesadaran, berbeda dengan aspek pikiran yang lebih merefleksikan komponen kognitif. (Fandy Tjiptono, 2007 : 382).

Sheth et, al (1999) dalam Tjiptono berpendapat, bahwa konsumen membeli dan mengkonsumsi produk/jasa bukan sekedar karena nilai fungsionalnya, namun juga karena nilai sosial dan emosionalnya. Nilai sosial dan emosional tersebut mencakup sensory enjoyment, mewujudkan mood states yang diharapkan, mewujudkan tujuan-tujuan sosial, dan memenuhi konsep diri. (Fandy Tjiptono, 2007 : 382).

Untuk menggunakan affective experiences (pengalaman afektif) secara efektif sebagai bagian dari pemasaran, pemasar perlu memahami dua tipe yang

Dokumen terkait