• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pemberdayaan Aparatur

Pemberdayaan pada dasarnya mengacu pada usaha menumbuhkan keinginan pada seseorang dan pemberian peluang serta kesempatan bagi bawahan untuk mengaktualisasikan diri, meningkatkan potensi dan kemampuan yang dimiliki, serta memberikan pengalaman psikologis yang membuat seseorang menjadi berdaya. Dalam hal ini Stewart dalam Harjana (1998:22-23) memberikan defenisi sebagai berikut:

“Pemberdayaan sederhananya merupakan cara yang amat praktis dan produktif untuk mendapatkan yang terbaik dari diri kita sendiri dan dari staf kita.Dituntut lebih dari sekedar pendelegasian agar kekuasaan ditempatkan secara tepat sehingga dapat digunakan secara efektif , yakni dekat dengan pelanggan/konsumen.Ini berarti bukan hanya untuk pelimpahan tugas melainkan juga pelimpahan proses pengambilan keputusan dan tanggung jawab secara penuh”.

Menurut Noe dalam Usmara (2002:123) bahwa pemberdayaan merupakan pemberian tanggung jawab dan wewenang terhadap pekerja untuk mengambil keputusan. Byar dan Rue dalam Usmara (2002:1230) mengemukakan bahwa pengertian empowerrment merupakan bentuk desentralisasi yang melibatkan pada bawahan dalam membuat keputusan.

Lebih lanjut Pranarka dalam Sedarmayanti (2000:79) berpendapat bahwa munculnya konsep pemberdayaan ini pada awalnya merupakan gagasan yang ingin

menempatkan manusia sebagai subyek dari dunianya sendiri, oleh karena itu, wajar apabila konsep ini menampakkan 2 (dua) kecenderungan, yaitu:

1. pemberdayaan menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan (power) kepada masyarakat, organisasi atau individu agar menjadi lebih berdaya. Proses ini sering disebut sebagai kecendrungan primer dari makna pemberdayaan.

2. kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi. Mendorong dan memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya.

Selanjutnya Nisjar dalam Sedarmayanti (2000:80) menyatakan bahwa pemberdayaan organisasi dapat dilakukan melalui pendelegasian wewenang (pemberian wewenang) sehingga diharapkan organisasi lebih fleksibel, efektif, inovatif, kreatif, etos kerja tinggi, yang pada akhirnya produktivitas organisasi menjadi meningkat.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa dengan pemberdayaan dapat mendorong terjadinya inisiatif dan respons, sehingga seluruh masalah yang dihadapi dapat diselesaikan dengan cepat dan fleksibel. Aparatur/karyawan dapat bebas memutuskan sesuatu tanpa harus melapor terlebih dahulu atau merasa khawatir akan reaksi dari pimpinan mereka. Dalam organisasi yang memiliki pemberdayaan, setiap aparatur/karyawan akan dihormati karena peranan penting akan menunjang keberhasilan. organisasi. Mereka memiliki

Organisasi yang mengupayakan pemberdayaan, pada dasarnya mudah diajak berusaha, karena seluruh pola kerjanya diarahkan pada sikap penuh tanggung jawab.

Bertolak dari beberapa pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan pemberdayaan aparatur pemerintah daerah adalah pemberian tanggung jawab dan wewenang kepada aparatur daerah dalam pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan organisasi.

Dengan demikian, untuk mengukur pemberdayaan aparatur Pemerintah Kota Tebing Tinggi, penulis menggunakan 3 (tiga) dimensi atau sub variabel yaitu 1. Pemberian tanggung jawab

2. Pendelegasian wewenang 3. Pengambilan keputusan

2.1.1. Pemberian Tanggung Jawab

Pegawai yang bekerja dalam organisasi pemerintahan daerah pada suatu waktu ingin di percaya memegang tangung jawab yang lebih besar. Tanggung jawab ini bukan saja atas hasil pekerjaan yang baik tetapi juga tanggung jawab berupa kepercayaan yang diberikan sebagai orang yang mempunyai potensi. Ndraha (2003:111) mengemukakan bahwa “Tanggung jawab didefenisikan sebagai kemampuan untuk menjawab atau memenuhi janji atau commitment, baik janji kepada orang lain maupun janji kepada diri sendiri.”

Menurut Ndraha (2003:115) bahwa ada beberapa dimensi tanggung jawab, yaitu: 1. Konsep tanggung jawab

3. Pentingnya tanggung jawab 4. Isi pertanggung jawaban

5. Batas, dan bentuk pertanggungjawaban 6. Mengapa pemerintah bertanggung jawab 7. Kepada siapa pemerintah bertanggung jawab

8. Bagaimana pemerintah melakukan pertanggungjawaban 9. Akibat pertanggungjawaban

10. Saat pertanggungjawaban.

Bertolak dari beberapa pendapat diatas, maka yang dimaksud dengan pemberian tanggung jawab adalah pemberian kewajiban kepada aparatur pemerintah daerah yang dipercaya untuk memenuhi janji dan melaksanakan tugas atau pekerjaan sesuai dengan fungsi dan kedudukannya dalam organisasi.

Dengan demikian maka indikator dari sub variabel pemberian tanggung jawab adalah:

1. Tanggung jawab yang di berikan oleh atasan

2. Bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah

3. Melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai tujuan/sasaran unit kerja masing-masing.

2.1.2. Pendelegasian Wewenang

Pendelegasian wewenang merupakan salah satu dimensi dari pemberdayaan aparatur. Menurut Ndraha (2003:85) bahwa wewenang atau kewenangan adalah

padanan kata authority, yaitu “ The power or right delegated or given; the power to

judge, act or command”.

Menurut Steers dalam Yamin (1985:72) bahwa “Desentralisasi kewenangan sering menghasilkan beberapa segi dari efektifitas organisasi khususnya desentralisasi yang berhubungan dengan meningkatnya komunikasi dua arah yang terbuka. Dengan adanya komunikasi dua arah, akan mendorong menghasilkan peningkatan inovasi dan kreatifitas dalam organisasi”.

Handoko (1994:224) merumuskan pendelegasian wewenang sebagai “proses dimana para manajer mengalokasikan wewenang ke bawah kepada orang-orang yang melapor kepadanya”.

Bertolak dari beberapa pendapat diatas, maka yang dimaksud dengan Pendelegasiaan wewenang adalah suatu proses dimana para atasan/pimpinan menyerahkan sebagian besar kekuasaanya kepada bawahannya untuk mengambil tindakan dalam melaksanakan tugas, sehingga atasan lebih aktif untuk mengarahkan dan mengawasi bawahannya.

Dengan demikian maka indikator dari sub variabel pendelegasian wewenang adalah:

1. Atasan menyerahkan sebagian besar kekuasaanya kepada bawahannya ;

2. Bawahan melaksanakan penyerahan wewenang yang diberikan oleh atasan dengan sebaik-baiknya;

2.1.3. Pengambilan Keputusan

Pengambilan Keputusan menurut Rivai (2003:151) adalah ”Proses mental dimana seorang manajer memperoleh dan menggunakan data dengan menanyakan hal lainya, menggeser jawaban untuk menemukan informasi yang relevan dan menganalisis data; manajer secara individual dan dalam tim, mengatur dan mengawasi informasi terutama informasi bisnisnya“. Dengan demikian maka fokus pengambilan keputusan adalah pada kemampuan untuk menganalisis situasi dengan memperoleh informasi seakurat mungkin, sehingga permasalahan dapat dituntaskan. Dalam pelaksanaanya, pengambilan keputusan dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu proses dan gaya pengambilan keputusan.

Menurut Rivai (2003:235) bahwa agar individu mencapai hasil yang maksimal maka proses pengambilan keputusan harus rasional. Model pengambilan keputusan rasional melalui 6 (enam) langkah yaitu: (1) Menetapkan masalah; (2) Mengidentifikasi kriteria keputusan; (3) Mengalokasikan bobot pada kriteria; (4) mengembangkan alternatif; (5) Mengevaluasi alternatif dan (6) Memilih alternatif terbaik . Model pengambilan keputusan rasional diatas didasarkan atas asumsi yaitu (1) kejelasan masalah dan tidak mendua; (2) Pilihan-pilihan diketahui yaitu semua kriteria dapat diidentifikasi dan disadari konsekuensinya; (3) pilihan yang jelas yaitu kriteria dan alternatif dapat diperingkatkan dan ditimbang akan arti pentingnya; (4) Pilihan yang konstan; (5) Tidak ada batasan waktu atau biaya dan (6) Pelunasan maksimal yaitu pengambil keputusan rasional akan memilih alternatif yang

Bertolak dari beberapa pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan pengambilan keputusan adalah proses mental yang didalamnya terdapat seperangkat langkah dalam memilih suatu alternatif cara bertindak yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan menggunakan metode yang efisien sesuai situasi untuk memecahkan suatu masalah.

Dengan demikian maka indikator dari sub variabel pengambilan keputusan adalah:

1. Kebijakan yang akan di keluarkan di diskusikan dahulu; 2. Mampu berfikir secara rasional;

3. Kualitas informasi/data akurat dan relevan;

Dokumen terkait