• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Konsep Pemberdayaan Masyarakat

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Sumodiningrat dalam Ambar teguh, (2008: 78) istilah pemberdayaan merupakan terjemahan dari istilah empowerment yang secara harfiah dapat diartikan sebagai “pemberkuasaan” kepada masyarakat yang lemah. Istilah empowerment itu benar tetapi tidak tepat, pemberdayaan yang dimaksud adalah memberi “daya” bukanlah “kekuasaan”. Dengan kata lain, pemberdayaan dalam konteks Indonesia merupakan suatu usaha untuk memberikan daya, atau meningkatkan daya. Namun, hal yang penting dalam pemberdayaan adalah peningkatan kesadaran. Masyarakat yang sadar adalah masyarakat yang memahami hal dan tanggung jawab secara politik, ekonomi dan budaya. Dengan demikian, pemberdayaan merupakan suatu upaya yang dilakukan sebagaian masyarakat dalam meningkatkan harkat dan martabat masyarakat agar lebih baik dari sebelumnya dan memberikan kesadaran sehinga masyarakat mempunyai kesadaran dalam menghadapi persoalan.

Memberdayakan artinya membuat berdaya atau memberi daya. Selain itu, daya adalah kamampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak. Jadi, pemberdayaan adalah suatu proses, cara yang dilakukan agar memiliki kemampuan untuk bertindak sendiri sesuai keinginan.

11

Menurut Winarni dalam Ambar Teguh, (2008: 79) inti dari pemberdayaan masyarakat adalah meliputi tiga hal, yaitu pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), terciptanya kemandirian. Artinya, pemberdayaan tidak saja terjadi pada masyarakat yang tidak memiliki kemmpuan, akan tetapi masyarakat yang memiliki daya msih terbatas, dapat dikembangkan hingga mencapai kemandirian.

Pendapat senada yakni Fredian Tonny N (2014: 89) mengungkapkan bahwa : “Pemberdayaan adalah proses yang ditunjukan untuk membantu klien memperoleh daya (kuasa) untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan”.

Menurut Edi Suharto, (2008: 46) secara konseptual pemberdayaan dapat diartikan bahwa membahas bagaimana individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan dan mengusahakan untuk membentuk masa depannya sendiri sesuai mereka. Pada intinya mendorong individu utnuk memiliki kesadaran dan kekuatan penuh atas kehidupan mereka sendiri. Pendekatan utama dalam kesempatan pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari pembangunan, tetapi merupakan subyek dari upaya pembangunanya sendiri. Pemberian peluang kepada masyarakat untuk memutuskan apa yang mereka inginkan sesuai kemauan, pengetahuan dan kemampuannya sendiri.

12

Menurut Loekman Soetrisno (2010: 68) Pemberdayaan tidak dapat terlepas dari peran serta masyarakat perlu aktif berpartisipasi dan dilibatkan dalam pembangunan, sehingga mampu mengembangkan dayanya secara kreatif serta memiliki kesadaran kritis. Partisipasi rakyat dalam pembangunan adalah kerjasma rakyat dan pemerintah. Oleh karena itu, upaya perlu dilakukan agar rakyat memiliki kapasitas baik secara individu maupun kelembagaan dalam menunjang keberhasilan pembangunan.

Partisipasi masyarakat sering kali dianggap sebagai bagian yang tidak terlepas dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Mikkelsen (dalam Zubaedi, 2013: 54) menjelaskan bahwa participation is the voluntary involvement of people in self-deter-mined change.

Menurut Isbandi Rukminto Adi, (2008: 111) Keterlibatan masyarakat secara sukarela dalam perubahan yang ditentukan sendiri oleh masyrakat. Dengan demikian, berasal dari masyarakat dan dikelola oleh masyarakat itu sendiri. Mengungkapkan bahwa partisipasi masyarakat merupakan keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada dimasyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah dan keterlibatan masyarakat dala proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

13

Keikutsertaan masyarakat dalam berbagai tahap perubahan ini akan membuat masyarakat lebih berdaya dan memiliki ketahanan terhadap perubahan.

Menurut Edi Suharto (2010: 58) mengatakan bahwa pemberdayaan menunjukkan pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kekuasaan dalam:

1) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan

(freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan.

2) Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan.

3) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

Menurut Chambers (dalam Alifitri, 2011: 22) berpendapat bahwa pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep tersebut mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni bersifat people centered, participatory, empowering, and suistenable. Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut.

14

Menurut Saraswati (dalam Alifitri, 2011:24) secara konseptual, pemberdayaan harus mencakup enam hal berikut yaitu:

1. Learning by doing. Artinya, pemberdayaan adalah sebagai proses hal belajar dan ada suatu tindakan konkrit yang terus-menerus dampaknya dapat terlihat.

2. Problem solving. Pemberdayaan harus memberikan andil terjadinya pemecahan masalah yang dirasakan krusial dengan cara dan waktu yang tepat.

3. Self evaluation. Pemberdayaan harus mampu mendorong seseorang atau kelompok tersebut untuk melakukan evaluasi secara mandiri.

4. Self development and coordination. Artinya, mendorong agar mampu melakukan pengembangan diri dan melakukan hubungan koordinasi dengan pihak lain secara lebih luas.

5. Self selection. Suatu kumpulan yang tumbuh sebagai upaya pemilihan dan penilaian secara mandiri dan menetapkan langkah kedepan.

6. Self decision. Dalam memilih tindakan yang tepat hendaknya dimiliki kepercayaan diri dalam memutuskan sesuatu secara mandiri.

Keenam unsur diatas merupakan pembiasaan untuk berdaya, sebagai penguat dan pengait pemberdayaan jika dilakukan secara kontinyu. Maka, ketika unsur tersebut dilaksanakan pengaruh yang ditimbukan semakin lama semakin kuat sehingga proses pemberdayaan dapat berjalan dengan sendirinya.

Dari beberapa pandangan tersebut terlihat jelas bahwa konsep pemberdayaan masyarakat harus didasarkan pada keterlibatan semua pihak, baik pemerintah ataupun seluruh lapisan masyarakat. Maka dari itu dapat dirumuskan konsep pemberdayaan masyarakat merupakan rancangan pembangunan melalui pengembangan dan peamnfaatan sumber daya yang melibatkan seluruh pihak, baik pemerintah dan seluruh masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan di berbagai bidang kehidupan.

15 a. Bentuk-bentuk pemberdayaan

Menurut Suparjan, (2009: 186) Pemberdayaan harus dilakukan secara komprehensif, terus menerus serta sampai mencapai keseimbangan yang dinamis antara pemerintah dengan pihak lain. Pemberdayaan yang komprehensif meliputi:

1) Pemberdayaan politik, membangkitkan kesadaran kritis masyarakat terhadap persoalan yang merugikan mereka, selain itu meningkatkan daya tahan (bargaining position) yang diperintah terhadap masyarakat.

2) Pemberdayaan ekonomi, upaya meningkatkan kemandirian masyarakat sebagai solusi menghadapi dampak negatif dari pembangunan.

3) Pemberdayaan sosial-budaya, bertujuan meningkatkan kemampuan SDM melalui investasi sumber daya manusia (human investment)

guna meningkatkan nilai manusia, penggunaan, dan perlakuan yang adil terhadap manusia.

b. Tujuan pemberdayaan masyarakat

Menurut Ambar Teguh, (2008: 80) Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan.

Menurut Awang, (2010: 47) Kemandirian dapat dicapai melalui sebuah proses belajar secara bertahap untuk memperoleh kemampuan yang diperlukan. Dengan kata lain, melalui proses belajar akan terakumulasi kemampuan / daya yang memadai untuk mengantarkan kemandirian mereka.

Untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses yang bertahap. Melalui proses belajar masyarakat secara

16

bertahap memperoleh kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, dan afektif. Dengan demikian akan terakumulasi kemampuan yang memadai untuk mengantarkan kemandirian mereka.

Komunitas yang baik perlu memiliki beberapa kompetensi yang harus dimiliki, menurut Isbandi Rukminto Adi, (2008: 149) melengkapi sebuah komunitas yang baik sebagai berikut:

1) Mampu mengidentifikasi masalah dan kebutuhan komunitas 2) Mampu mencapai kesempatan tentang sasaran yang hendk

dicapai

3) Mampu menemukan dan menyepakati cara dan alat mencapai sasaran yang telah disetujui

4) Mampu bekerjasama rasional dalam bertindak mencapai tujuan Kompetensi tersebut merupakan pendukung untuk mengantarkan masyarakat agar mampu memikirkan, mencari dan menemukan solusi terbaik dari permasalahannya.

Tujuan akhir dari pemberdayaan masyarakat harus membuat masyarakat menjadi madiri, mampu menguasi dirinya sendiri, swadana, mampu membiayai keperluan sendiri, dan swasembada mampu memenuhi kebutuhannya sendiri secara berkelanjutan. Kemandirian masyarakat diperoleh melalui proses pembelajaran sehingga masyarakat memiliki daya untuk mengantarkan kemandirian mereka.

c. Tahapan dan proses pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan harus dilakukan secara terus menerus, komprehensif, dan berorientasi pada proses. Dengan menekankan pada proses, Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (dalam jurnal berjudul upaya

17

pemberdayaan ekonomi perempuan melalui pemanfaatan modal sosial, 2009: 29) pemberdayaan memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut:

1) Tahap Penyadaran

Pada tahap ini dilakukan sosialisasi terhadap komunitas tentang pentingnya kegiatan pemberdayaan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dan dilakukan secara mandiri (self help). Masyarakat perlu menyadari tentang kondisi kehidupan mereka dan mampu mengetahui apa yang seharusnya dilakukan. 2) Tahap Pengkapasitasan

Perlu pengkapasitasan individu, organisasi dan sistem nilai kegiatan pemberian pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan dan minat masyarakat sehingga nantinya dapat bersifat fungsional bagi mereka.

3) Tahap Pendayaan

Pada tahap ini target diberi daya, kekuasaan dan peluang sesuai kecakapan yang diperolehnya. Peluang yang tersedia perlu dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Lebih lanjut lagi Ambar Teguh menjelaskan bahwa pada tahap pertama atau tahap penyadaraan dan pembentukan perilaku merupakan tahap persiapan dalam proses pemberdayaan masyarakat. Pada tahap kedua yaitu proses transformasi pengetahuan dan kecakapaan keterampilan dapat berlangsung baik. Tahap ketiga merupakan tahap pengayaan atau peningkatan intelektual dan kecakapan keterampilan yang diperlukan supaya masyarakat dapat membentuk kemampuan kemandirian.

Berhubungan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ambar Teguh seperti tersebut diatas, Aziz (dalam Alfitri 2011: 26) juga memberikan rincian mengenai tahapan yang seharusnya dilalui dalam pemberdayaan. Pertama, membantu masyarakat dalam menemukan masalahnya. Kedua, melakukan analisis terhadap permasalahan secara

18

mandiri. Ketiga, menemukan skala prioritas masalah, dalam arti memilah dan memilih tiap masalah yang sedang dihadapi, antara lain dengan pendekatan sosio kultural yang ada dalam masyarakat. Keempat, mencari penyelesaian masalah yang sedang dihadapi, antara lain dengan pendekatan sosio kultural yang ada dalam masyarakat. Kelima, melaksanakan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Keenam, mengevaluasi seluruh rangkaian dan proses pemberdayaan itu untuk dinilai sejauh mana keberhasilan dan kegagalannya.

Menurut Ambar Teguh (2008: 82) tahapan yang ditempuh melalui pemberdayaan dapat dinilai pada Tabel 1

Tabel 1

Tahapan Pemberdayaan Knowledge, Attitudes, Practice dengan Pendekatan Aspek Afektif, Kognitif, Psikomotorik dan Konatif

Tahapan Afektif Tahapan Kognitif Tahapan psikomotorik Tahapan konatif Belum merasa sadar dan peduli Belum memiliki wawasan pengetahuan Belum memiliki keterampilan dasar Tidak berperilaku membangun Tumbuh rasa kesadaran dan kepedulian Menguasai pengetahuan dasar Menguasai keterampilan dasar Bersedia terlibat dalam pembangunan Memupuk semangat kesadaran dan kepedulian Mengembangkan pengetahuan dasar Mengembangkan keterampilan dasar Bernisiatif untuk mengambil peran dalam pembangunan Merasa membutuhkan kemandirian Mendalami pengetahuan pada tingkat yang lebih Memperkaya variasi keterampilan Berposisi secara mandiri untuk membangun diri dan lingkungan

19

Proses pemberdayaan masyarakat menurut Suharto (dalam Alfitri 2011: 26-27) dapat dilakukan melalui:

1. Pemungkinan yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat kultural dan struktural yang menghambat.

2. Penguatan yaitu memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang memiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuhkembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka.

3. Perlindungan yaitu melindungi masyarakat terutama kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok luar, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah.

4. Penyokongan yaitu memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tuas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyongkong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.

5. Pemeliharaan yaitu memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjdi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.

Proses pemberdayaan masyarakat hendaknya dilakukan secara bertahap. Pemberdayaan masyarakat harus berorientasi pada hasil yang ingin dicapai, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial.

20

d) Prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat

Menurut Totok Mardikanto (2015: 105) menyatakan bahwa pemberdayaan memiliki prinsip-prinsip sebagi berikut:

1) Mengerjakan, artinya melibatkan masyarakat untuk mengerjakan atau menerapkan sesuatu. Karena melalui mengerjakan mereka akan mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan keterampilannya) yang akan terus diingat untuk jangka waktu yang lebih lama.

2) Akibatnya, artinya kegiatan pemberdayaan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik atau bermanfaat karena perasaan senang/puas atau tidak senang/kecewa akan mempengaruhi semangatnya untuk mengikuti kegiatan belajar atau pemberdayaan di masa-masa yang akan datang.

3) Asosiasi, artinya setiap kegiatan pemberdayaan harus dilakukan dengan kegiatan lainnya, sebab setiap orang cenderung mengaitkan/menghubungkan kegiatannya dengan kegiatan atau peristiwa yang lainnya.

Dalam pelaksanaanya, Nerayan dalam jurnal herliawati agus berjudul upaya pemberdayaan ekonomi perempuan melalui pemanfaatan modal sosial (2009: 29) mengemukakan bahwa dalam meningkatkan keberdayaan dalam komunitas didukung oleh beberapa elemen berikut:

1) Akses terhadap informasi

Informasi merupakan salah satu sarana bagi masyarakat untuk memperoleh akses terhadap kesempatan dan kekuatan. Kekuatan diartikan sebagai kemampuan masyarakat, khsusnya masyarkat miskin untuk memperoleh akses dan kesempatan mendapatkan hak-hak dasarnya. Informasi memberikan wawasan abru bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Informasi tidak hanya berupa kata-kata tertulis namun dapat pula berupa diskusi, cerita, dan biasanya menggunakan media seperti radio, televisi dan internet.

2) Partisipasi

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, diantaranya masyarakat akan lebih dihargai apabila keterlibatan meraka berpengaruh langsung terhadap apa yang mereka rasakan. Faktor lainnya adalah penyesuaian diri pemangku

21

kepentingan atas apa yang penting dan apa yang tidak penting dalam komunitas.

3) Akuntabilitas

Akuntabilitas merujuk pada kemampuan pemerintah, perusahaan swasta, atau penyedia layanan untuk mempertanggungjawabkan kebijakan, tindakan, serta penggunaan data yang mendukung pelaksanaan tindakan tersebut. Terdapat tiga mekanisme akuntabilitas yaitu akuntabilitas politik, administratif, dan publik.

4) Kapasitas organisasi lokal

Merujuk pada kemampuan masyarakat untuk bekerja sama, mengorganisasikan diri merak, dan memobilisasi sumber daya untuk memecahkan masalah. Saura dan permintaan masyarakat yang terorganisasi umumnya lebih didengar daripada masyarakat yang tidak terorganisasi. Keanggotaan masyarakat miskin berdasarkan organisasi dapat efektif untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, namun terhambat oleh sumber daya dan pengetahuan terbatas. Kapasitas organisasi lokal adalah kunci efektifnya pemberdayaan.

Dalam setiap implementasi pemberdayaan masyarakat, Menurut Suparjan Hempri Suryanto, (2009: 43) dapat dilihat beberapa aspek antara lain:

1) Pemanfaatan jaringan sosial yang telah ada 2) Melihat tingkat kohesivitas masyarakat

3) Menentukan premium mobile yang nantinya akan menjadi agent of change pada diri manusia sendiri dan sekitarnya.

e) Indikator Keberhasilan Pemberdayaan masyarakat

Untuk mengetahui tujuan pemberdayaan secara operasional maka perlu diketahui beberapa indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang itu berdaya atau tidak. Kemandirian masyarakat merupakan hasil yang dihadapkan dalam pemberdayaan. Masyarakat perlu diberdayakan dulu dengan pemberdayaan, kemudian

22

mereka menjadi mandiri dan mampu memenuhhi kebutuhan, mengatur dan mengurus diri sendiri. Upaya mewujudkan masyarakat yang mandiri merupakan konsep pemberdayaan masyarakat. Dengan asumsi bila masyarakat berdaya maka mereka mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri secara mandiri. Menurut (Jim Ife,dalam azam awang, 2016: 62) indikator masyarakat yang telah berdaya antara lain:

1. Mempunyai kemampuan menjangkau dan menggunakan sumber daya yang ada dimasyarakat

2. Dapat berjalannya bottom up planning 3. Kemampuan dan aktivitas ekonomi

4. Kemampuan menyiapkan hari depan keluarga

5. Kemampuan menyampaikan pendapat dan aspirasi tanpa ada tekanan

Keberhasilan pemberdayaan masyarakat khususnya segi ekonomi dapat dilihat dari keberdayaan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Lebih rinci, Gunawan Sumodiningrat (dalam Muhammad Vathul Aziz, 2008: 56) mengungkapkan beberapa indikator keberhasilan program pemberdayaan ekonomi, antara lain: 1) Berkurangnya jumlah penduduk miskin

2) Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

3) Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin dilingkungannya

4) Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok dan makin rapinya administrasi kelompok serta makin luasnya interaksi kelompok dengan masyarakat

23

5) Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhannya

f) Indicator kegagalan suatu usaha

Hal ini sesuai dengan teori menurut Watson dalam Adi (2008:259-575), bahwa kendala yang terjadi dalam pelaksanaan program pemberdayaan dapat berasal dari kepribadian individu dalam komunitas dan bisa juga berasal dari sistem sosial. Kendala tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kendala yang berasal dari kepribadian individu 1) Kestabilan

2) Kebiasaan (habit)

3) Hal yang utama (primacy) 4) Persepsi

5) Ketergantungan (dependence)

6) Superego

7) Rasa tidak percaya diri (self distrust)

8) Rasa tidak aman dan regresi (insecurity and regression)

b. Kendala yang berasal dari system social 1) Komitmen

2) Budaya

3) Kepentingan kelompok 4) Hal yang bersifat sacral 5) Penolakan terhadap orang luar

24 2. Definisi Pendidikan Luar Sekolah

Pendidikan luar sekolah atau yang sering disebut dengan pendidikan nonfromal merupakan salah satu dari sekian banyak istilah yang muncul dalam studi kependidikan. Menurut Philips H. Combs dalam (Soelaiman, 2008: 50) mengungkapkan bahwa: pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan diluar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimasudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan belajar.

Selain itu definisi dan fungsi dari pendidikan nonformal sebagaimana yang tercantum didalam Undang-undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003 Pasal 26 yaitu:

Pendidikan luar sekolah adalah jalur pendidikan yang diselenggarkan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonfromal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

Pendidikan luar sekolah dapat dikatakan sebagai proses memanusiakan manusia untuk meningkatkan kualitas berfikir moral dan mental sehingga mampu memahami, mengungkapkan, membebaskan dan menyesuaikan dirinya terhadap realitas yang melingkupinya.

25

Dari beberapa definisi para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah, guna membantu peserta didik dalam mengaktualisasikan potensi diri dalam mengembangkan tingkat pengetahuan, penalaran, keterampilan sesuai dengan usia dan kebutuhannya.

Bentuk-bentuk kegiatan pendidikan luar sekolah meliputi:

1) Kursus adalah suatu lembaga kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu

2) Kelompok belajar adalah lembaga kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu tergantung pada kebutuhan warga belajar

3) Pusat pemagangan adalah suatu lembaga kegiatan belajar mengajar sehingga yang merupakan pusat kegiatan kerja atau bengkel sehingga peserta didik dapat belajar dan bekerja

4) Pusat kegiatan belajar terdapat didalam masyarakat luas seperti pesantren, perpustakaan, gedung kesenian, toko, rumah ibadah, dll 5) Keluarga adalah lembaga pertama dan utama yang dialami oleh

seseorang diaman proses belajar yang terjadi tidak berstruktur dan pelaksanaannya tidak terikat oleh waktu

6) Belajar sendiri. Dipihak lain setiap individu dapat belajar sendiri di manapun dan kapanpun melalui buku-buku bacaan ilmiah, modul, buku paket belajar dan sebagainya

7) Kegiatan lainnya sering kali terdapat wadah lain yang kegiatan dapat menunjung kegiatan pendidikan luar sekolah

Dalam UU Sisdiknas pasal 26 ayat 3 Nomor 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan non formal terdiri dari pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemebrdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

26

Sedangkan pada ayat 4 disebutkan bahwa, satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajr masyarakat (PKBM) dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

Berdasarkan urian diatas dapat disimpulkan bahwa satuan dan jenis pendidikan luar sekolah mencakup pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini hingga pendidikan orang tua.

Dokumen terkait