• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Penataan Signage di Jalan Gatot Subroto Medan Sebagai Upaya Menciptakan Kota Yang Manusiasi Secara Visual Menciptakan Kota Yang Manusiasi Secara Visual

DI JALAN GATOT SUBROTO MEDAN SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN KOTA YANG MANUSIAWI SECARA VISUAL

6.5 Konsep Penataan Signage di Jalan Gatot Subroto Medan Sebagai Upaya Menciptakan Kota Yang Manusiasi Secara Visual Menciptakan Kota Yang Manusiasi Secara Visual

Dari analisa dan pembahasan maka terdapat beberapa konsep yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan penataan signage di koridor jalan Gatot Subroto Medan sebagai upaya menciptakan kota yang manusiawi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penataan signage diantaranya adalah keterpaduan signage terhadap lingkungan sekitarnya, khususnya signage komersial harus bisa menyatu dengan signage non komersial seperti rambu-rambu lalu lintas maupun petunjuk jalan tanpa mengurangi fungsi dari masing-masing signage.

Perletakan signage juga menjadi hal yang penting dalam penataaan signage yang manusiawi pada koridor jalan Gatot Subroto Medan. Perletakan signage pada kawasan ini harus dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan ataupun orang yang berada di dalamnya. Penempatan signage yang berdiri pada tiang mandiri diusahakan tidak lagi berada pada jalur pedestrian karena selain mengganggu kebebasan orang bergerak di area tersebut, penempatan signage pada zona pedestrian juga memberikan pengaruh negatif secara visual di koridor jalan Gatot Subroto Medan.

Aspek-aspek estetika visual juga menjadi menjadi faktor penting dalam penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan, diantaranya pengaturan skala sudut pandang mata manusia terhadap signage, proporsi signage terhadap koridor jalan dan pengaturan jarak antara signage sehingga mampu memberikan irama. Konsep-konsep tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Peta

Tabel 6.1 Konsep Penataan Signage Sebagai Upaya Menciptakan Kota Yang Manusiawi Secara Visual

No. Analisa Eksisting dan Masalah Intepretasi Teori Konsep Penataan Signage 1. Keterpaduan

Sebagian besar jenis signage non komersial seperti traffic sign dan petunjuk arah yang berada pada jalan Gatot Subroto Medan kurang maksimal memberikan pesan sebagaimana fungsinya kepada pengguna jalan karena

tertutupi oleh signage komersial yang berukuran lebih besar di dekatnya.

a. Signage akan lebih efisien jika dibuat terpadu dalam satu tiang (Barnet, 1982) dan seperti Spreiregen (1979) ungkapkan banyaknya tiang di jalanan akan mengurangi kualitas estetika.

Teori :

b. Keterpaduan visual dicapai dari kesatuan antara komposisi objek dengan koridor atau lingkungan sekitarnya,serta mendukung pergerakan dalam kawasan (Cullen, 1961).

Rambu-rambu lalu lintas dan petunjuk jalan digabungkan dengan signage komersil maupun perabot kota lainnya secara terpadu pada satu tiang untuk mengurangi jumlah tiang dijalanan sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara signage dan rambu-rambu lalu lintas.

Tabel 6.1 (Lanjutan)

No. Analisa Eksisting dan Masalah Intepretasi Teori Konsep Penataan Signage

Intepretasi Peneliti :

Menggabungkan signage non komersial berupa rambu-rambu, lalu lintas, petunjuk arah dan papan identifikasi dengan signage komersial pada satu tiang akan

mengurangi jumlah tiang yang sudah ada sehingga

kontiniutas pergerakan pedestrian dan visual pengguna jalan tidak

terganggu oleh jumlah tiang signage yang terlalu banyak di koridor jalan tersebut.

Penggabungan signage non komersial yang terdiri dari rambu-rambu lalu lintas dan petunjuk jalan dengan signage komersial secara tidak langsung akan mengurangi jumlah tiang mandiri yang berada di koridor jalan Gatot Subroto Medan sehingga memberikan pengaruh visual ruang kota yang lebih positif.

Tabel 6.1 (Lanjutan)

No. Analisa Eksisting dan Masalah Intepretasi Teori Konsep Penataan Signage 2. Perletakan Lokasi Signage

Penempatan signage di jalur pedestrian jalan Gatot Subroto Medan cukup mengganggu aktifitas, kontiniutas sirkulasi maupun visual pejalan kaki.

Teori :

Syarat-syarat yang dibutuhkan kota atau ruang publik dalam mengakomodir kebutuhan masyarakatnya antara lain adalah: Comfortable yaitu nyaman dan aman ketika beraktivitas di dalamnya , Relaxation yaitu merasa tenang dengan berada di dalam ruang tersebut, Responsive

yaitu melayani kebutuhan

penggunanya, Democratic yaitu memberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu di dalam ruang kota (Carr et al, 1992)

Intepretasi Peneliti :

Sesuai fungsinya jalur pedestrian disediakan untuk mengakomodir kebutuhan aktivitas pejalan kaki di ruang luar, maka seharusnya kehadiran signage sebagai salah satu elemen perancangan kota di kawasan tersebut tidak mengganggu kenyamanan, ketenangan dan kebebasan pengguna jalan dalam menggunakan jalur pedestrian.

Perletakan tiang-tiang signage di luar jalur pejalan kaki memberikan kenyamanan dan kebebasan dalam pergerakan pengguna jalan untuk beraktifitas tanpa harus terganggu oleh tiang-tiang signage yang berdiri di atas jalur pejalan kaki.

Tabel 6.1 (Lanjutan)

No. Analisa Eksisting dan Masalah Intepretasi Teori Konsep Penataan Signage

3. Skala Sudut Pandang Manusiawi Terhadap Signage

Bervariasinya jenis signage yang ditempatkan pada fasade

bangunan ditinjau dari aspek legibilitas dan redibilitas tidak efektif untuk dijangkau sudut pandang manusia secara normal baik itu terhadap bidang vertikal

5. Sudut pandang manusia

secara normal pada bidang vertikal adalah 60°

Teori :

Ashihara (1974) menjelaskan melalui sudut pandangan mata sebagai berikut:

6. Jika orang melihat lurus ke depan maka bidang pandangan horizontal dengan sudut 40°, atau 2/3 seluruh pandangan mata.

7. Orang dapat melihat

seluruh bangunan atau signage dengan sudut pandang 27°, atau D/H = 2

Intepretasi Peneliti :

Seluruh bagian objek signage akan dapat terlihat oleh visual manusia secara vertikal bila posisi pengamat dari signage berada pada jarak dua kali tinggi signage atau sudut 27° Sedangkan kemampuan visual manusia untuk melihat bidang signage secara horizontal adalah pada sudut 40°, atau 2/3 seluruh pandangan mata

Signage yang ditempatkan pada fasade

bangunan di desain sesuai sudut pandang manusia secara normal pada bidang vertikal 60° dan pada bidang pandangan horizontal 40°. Perbandingan ketinggian penempatan signage terhadap ruang publik bagi pejalan kaki D/H = 2.

Tabel 6.1 (Lanjutan)

No. Analisa Eksisting dan Masalah Intepretasi Teori Konsep Penataan Signage 4. Proporsi Signage

Signage-signage besar yang melintang di atas ruas jalan Gatot Subroto Medan dan yang ditempatkan di jembatan penyeberangan keberadaannya sebagai media ruang luar memberikan proporsi skala ruang jalan berkesan sempit.

Teori :

Menurut Ashihara (1991), proporsi keseimbangan suatu jalan dicapai ketika ukuran lebar jalan sama dengan ukuran ketinggian bangunan atau signage.

Intepretasi Peneliti :

Proporsi dimensi ketinggian

signage yang berada pada

koridor jalan akan manusiawi bila tinggi signage sama dengan lebar jalan tempatnya berada.

1.Penempatan signage komersial di atas jembatan penyeberangan dan badan jalan Gatot Subroto tidak diperkenankan, kecuali untuk rambu-rambu lalu lintas, petunjuk arah dan papan identifikasi.

2. Penempatan videotron elektronik pada dinding kaca mall bridge yang tidak menghalangi pemandangan visual dari dalam bangunan tetapi dapat dinikmati secara visual oleh pengamat yang berada di luar bangunan menjadi salah satu solusi penempatan signage di atas badan jalan Gatot Subroto Medan. Peta

Tabel 6.1 (Lanjutan)

No. Analisa Eksisting dan Masalah Intepretasi Teori Konsep Penataan Signage

5. Irama (Rhytme)

Tidak adanya pengaturan dimensi jarak dan pembatasan jumlah signage pada tiap-tiap bangunan dan lokasi penempatan mengakibatkan terjadinya penurunan estetika visual pada koridor jalan Gatot Subroto Medan.

a. Jakle (1987) menambahkan bahwa irama dapat memainkan peranan sehingga dapat memunculkan kesan kawasan yang berkarakter, dimana dengan adanya pengulangan objek signage menimbulkan kesan irama pergerakan bagi pengamat dalam ruang koridor.

Teori :

b. Menurut Darmawan (2003) keberhasilan desain sebuah signage pada koridor dari segi estetis apabila dapat menghindari kemonotonan dan

a. Pengaturan irama dengan menggunakan jarak yang tersistem akan memunculkan karakter serta dapat memberikan kesan pergerakan bagi pengamat yang berada di koridor jalan Gatot Subroto Medan.

b. Mengelompokkan jenis signage yang seragam secara sistematis dan mengulangnya dalam interval jarak yang terpola memberikan irama pada deretan signage di jalan Gatot Subroto Medan.

c. Pola irama yang dapat digunakan bisa berdasarkan jenis tipologi signage, dimensi signage dan jarak antar signage yang tersistem, alternative pola yang dapat digunakan antara lain; pola 1-1-1-1-1-1 (irama monoton), pola 1-2-1-2-1-2 (irama semi dinamis), pola 1-2-3-1-2-3 (irama sangat dinamis) atau kombinasi Peta

Tabel 6.1 (Lanjutan)

No. Analisa Eksisting dan Masalah Intepretasi Teori Konsep Penataan Signage Intepretasi Peneliti :

Penataan signage dengan memberikan aspek irama pada jarak signage maupun tipologi signage secara tersistematis akan menimbulkan kesan pergerakan yang tidak monoton dan

memberikan kesan berkarakter pada koridor jalan sehingga keberadaan signage akan menjadi objek yang menarik pada kawasan tersebut.

Tabel 6.1 (Lanjutan)

No. Analisa Eksisting dan Masalah Intepretasi Teori Konsep Penataan Signage 6. Jumlah Signage

Tidak adanya pengaturan atau pembatasan jumlah signage pada tiap-tiap bangunan dan lokasi

penempatan signage mengakibatkan terjadinya penurunan estetika visual pada koridor jalan Gatot Subroto Medan

Teori :

Menurut Shirvani (1985) terdapat pembagian lokasi signage berdasarkan zona peruntukannya, dimana pada bangunan jumlah maksimal signage yang diperbolehkan maksimal 2 buah per

bangunan untuk menghindarkan kebingungan

pengamat dalam berorientasi

di kawasan tersebut. Jumlah maksimal signage yang

diizinkan adalah dua buah per pemilik bangunan. Ketentuan ini diberlakukan untuk mempermudah pengamat dalam mengidentifikasi signage dan berorientasi di koridor jalan Gatot Subroto Medan.

Tabel 6.1 (Lanjutan)

No. Analisa Eksisting dan Masalah Intepretasi Teori Konsep Penataan Signage Intepretasi Peneliti :

Kemampuan visual manusia untuk memahami maksud isi pesan yang ingin disampaikan melalui signage komersial pada satu tempat secara bersamaan tidak lebih dari dua objek signage. Visual manusia tidak akan efektif lagi untuk memahami isi pesan yang disampaikan lebih dari dua signage komersial pada satu tempat yang sama.

Tabel 6.1 (Lanjutan)

No. Analisa Eksisting dan Masalah Intepretasi Teori Konsep Penataan Signage 7. Warna Signage

Kombinasi warna yang terlalu bervariasi menimbulkan ketidakjelasan terhadap informasi yang ingin disampaikan atau ditampilkan oleh signage komersial yang berada di jalan Gatot Subroto Medan.

Teori :

Menurut Daniel dalam Kurniawan (2002) suatu objek (signage) akan kelihatan baik jika kombinasi warna tidak lebih tiga macam, apabila lebih akan menimbulkan ketidakjelasan objek yang ingin ditampilkan.

Intepretasi Peneliti :

Penggunaan kombinasi warna yang baik pada signage tidak lebih dari tiga warna primer. Penggunaan warna lebih dari tiga macam mengakibatkan penyampaian pesan menjadi tidak efektif.

Objek signage yang ditempatkan pada jalan Gatot Subroto tidak boleh memiliki kombinasi warna lebih dari tiga macam agar informasi yang ingin disampaikan secara legibilitas dan redibilitasi dapat terpenuhi.

6.6 Saran

Beberapa point penting yang dapat dijadikan saran dalam penataan signage di koridor jalan Gatot Subroto dan keterkaitannya dengan kualitas visual ruang kota yang manusiawi adalah sebagai berikut:

a. Untuk mendukung aspek legibilitas dan redibilitas terhadap objek signage maka jarak antara signage sebaiknya mengunakan skala kemampuan jarak pandang manusia, dimana untuk melihat keseluruhan signage adalah 270

b. Rambu-rambu lalu lintas, petunjuk arah dan papan identifikasi yang ada di jalan Gatot Subroto akan lebih efisien jika dibuat terpadu dalam satu tiang karena dengan banyaknya tiang signage di jalanan akan mengurangi kualitas estetika.

, atau jarak posisi pengamat dengan signage adalah dua kali tinggi signage (D/H=2).

c. Penempatan signage tidak diperkenankan pada jalan atau jalur publik (traffic zone) atau daerah milik jalan. Badan jalan publik (traffic zone) hanya dikhususkan untuk perambuan lalulintas, nama jalan dan informasi umum saja, signage komersial diperkenankan ditempatkan bersama rambu lalu lintas pada satu tiang yang sama tetapi tidak boleh dominan.

d. Signage komersil yang sifatnya permanen maupun temporer harus mempertimbangkan dimensi ruang yang tersedia yakni luas signage

didesain tidak melebihi dua kali luasan ruang (halaman, trotoar) tempatnya berada, bila lebar halaman bangunan ke jalan kurang dari 5 meter maka luasan permukaan signage yang diizinkan pada lokasi tersebut adalah 2,5 m² dan dipasang menghadap ke arus kendaraan atau membentuk sudut tertentu jika ditempatkan pada persimpangan jalan.

e. Untuk setiap bangunan hanya satu atau maksimal dua signage yang diperkenankan di pasang pada fasade bangunan, kecuali bila di dalam bangunan tersebut terdapat lebih dari satu kegiatan yang membutuhkan penyampaian informasi penting sehingga orang yang berada di kawasan tersebut tidak bingung untuk berorientasi ke tempat tujuannya.

f. Kombinasi warna signage yang tidak terlalu beragam akan kelihatan baik jika kombinasi warna tidak lebih dari tiga macam, apabila lebih akan menimbulkan ketidakjelasan terhadap informasi yang ingin disampaikan atau ditampilkan oleh signage komersial yang berada di jalan Gatot Subroto Medan.

g. Untuk menghindari kesan monoton pada ruang koridor jalan Gatot Subroto akibat jarak signage yang tidak memiliki pola maka signage dapat dikombinasikan dengan memberikan interval jarak yang sistematis dalam beberapa sequence sehingga terjadi pengulangan yang tersistem dan tidak

menjemukan untuk dilihat tetapi dapat memberikan image dan daya tarik bagi orang yang melihatnya.

h. Regulasi yang mengatur signage terkait jalan Gatot Subroto Medan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini sehingga diperlukan konsep-konsep desain yang baru dan lebih manusiawi untuk memperbaikinya.

BAB VII

KESIMPULAN

Dari penjabaran teori-teori kajian penataan signage yang memenuhi kaedah-kaedah visual yang manusiawi diketahui beberapa prinsip yang dapat menjadi konsep desain penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan sehingga mampu menciptakan kota yang manusiawi secara visual, diantaranya teori yang dijabarkan oleh Amos Rapoport mengenai kota sebagai contoh lingkungan binaan yang menghasilkan sebuah ruang kota yang nyaman, indah dan dapat dinikmati serta dirasakan khususnya melalui indera visual manusia. Bila perletakan signage tertata dengan baik akan mampu menciptakan visualisasi perkotaan yang indah dan lebih manusiawi. Teori lain yang berkaitan dengan visual kota juga dikemukakan oleh Kevin Lynch mengenai elemen perancangan kota berupa signage dalam membentuk sebuah image terkait dengan kemampuan akses manusia dalam menyesuaikan secara visual latar ruang kota. Demikian pula dengan teori Gordon Cullen mengenai aspek-aspek visual manusiawi yang perlu dipenuhi oleh suatu signage, yakni berupa aspek visibilitas, legibilitas, redibilitas dan estetika visual.

Permasalahan utama mengenai keberadaan signage di jalan Gatot Subroto Medan saat ini diakibatkan signage lebih memanfaatkan potensi ekonomi secara maksimal guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Medan melalui nilai sewa pajak papan reklamenya, sehingga keberadaan signage tersebut cenderung

mengganggu kenyamanan visual bahkan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi orang yang berada di dekatnya. Sementara Peraturan Walikota Medan Nomor 58 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame belum ada mengatur tentang penataan lokasi penempatan signage, jarak signage, jumlah dan dimensi signage.

Beberapa kesimpulan mendasar tentang penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan yang memenuhi kaedah-kaedah visual yang manusiawi serta penerapannya dalam konsep desain diantaranya; konstruksi signage tidak diperkenankan berada di luar halaman atau dilarang berada di trotoar pejalan kaki dan penempatan konstruksi signage di atas trotoar tidak diperbolehkan, namun bila di lokasi tersebut terdapat elemen perlengkapan jalan seperti tempat sampah atau tempat telepon umum maka signage dapat digabungkan atau ditempatkan pada elemen tersebut. Jumlah signage yang ditempatkan pada daerah milik jalan dibatasi hanya untuk signage yang penempatannya digabungkan dengan perlengkapan jalan yang lain, sedangkan ketinggian daun signage yang paling bawah dirancang minimal 250 cm dari permukaan trotoar sehingga tidak mengganggu aktivitas pedestrian yang melintas di bawahnya.

Penempatan signage di atas badan jalan Gatot Subroto Medan tidak diperbolehkan agar visibilitas pemandangan dari arah timur ataupun sebaliknya tidak tertutup oleh signage berukuran besar yang melintang di atas badan jalan sehingga dapat memberikan kontribusi pada keindahan, keefektivan dan penyampaian informasi. Pengaturan dimensi dan ketinggian signage dapat dilakukan dengan

memberikan interval jarak signage secara sistematis sehingga ada pengulangan jarak dan dimensi terhadap kelompok-kelompok signage pada setiap sequence.

Perletakan antara satu signage dengan signage lainnya diatur dengan menggunakan skala kemampuan jarak pandang manusia agar seluruh bagian signage dapat terlihat. Bila sudut pandang manusia untuk dapat melihat keseluruhan bagian signage secara vertikal adalah 27°, maka jarak signage yang berdiri pada tiang mandiri antara satu dengan yang lainnya harus berjarak minimal dua kali tinggi signage (D/H=2) sehingga aspek legibilitas dan redibilitas signage tersebut dapat terpenuhi.

Signage yang ditempatkan pada jendela kaca (windows/door signs) tidak diizinkan menutupi lebih dari 20% permukaan jendela atau pintu sehingga pengamat yang berada di luar maupun di dalam bangunan dapat melihat ke dalam. Selain itu setiap bangunan hanya boleh memiliki satu atau maksimal dua signage pada fasade bangunan, kecuali bila di dalam bangunan tersebut terdapat lebih dari satu kegiatan yang membutuhkan penyampaian informasi penting. Sejumlah signage permanen dan temporer yang tidak memiliki kaitan langsung dengan kegiatan ditempatnya berada yang terkumpul dalam satu lokasi perlu dikurangi atau melarang signage lain untuk ditempatkan di tempat tersebut. Selanjutnya konsep penataan warna signage pada koridor jalan Gatot Subroto yakni dengan memberikan kombinasi warna yang tidak terlalu beragam pada signage, sebab suatu objek signage akan kelihatan baik jika kombinasi warnanya tidak lebih dari tiga macam dan apabila lebih akan menimbulkan ketidakjelasan terhadap objek signage yang ingin ditampilkan.