KAJIAN PENATAAN SIGNAGE DI JALAN GATOT SUBROTO
MEDAN SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN KOTA YANG
MANUSIAWI SECARA VISUAL
TESIS
OLEH
ZULKIFLI SIREGAR
097020006/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KAJIAN PENATAAN SIGNAGE DI JALAN GATOT SUBROTO
MEDAN SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN KOTA YANG
MANUSIAWI SECARA VISUAL
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Magister Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh
ZULKIFLI SIREGAR
097020006/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
JUDUL TESIS : KAJIAN PENATAAN SIGNAGE DI JALAN GATOT SUBROTO MEDAN SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN KOTA YANG MANUSIAWI SECARA VISUAL
NAMA MAHASISWA : ZULKIFLI SIREGAR
NOMOR POKOK : 097020006
PROGRAM STUDI : TEKNIK ARSITEKTUR
BIDANG KEKHUSUSAN : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
(Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, PhD)
Ketua Anggota
(Wahyuni Zahrah, ST, MS)
Ketua Program Studi, Dekan,
Tanggal Lulus : 26 Juli 2012
Telah diuji pada Tanggal : 26 Juli 2012
Panitia Penguji Tesis
Ketua Komisi Penguji : Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, PhD. Anggota Komisi Penguji : 1. Wahyuni Zahrah, ST, MS
2. Ir. N. Vinky Rahman, MT 3.
4.
PERNYATAAN
KAJIAN PENATAAN SIGNAGE DI JALAN GATOT SUBROTO
MEDAN SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN KOTA YANG
MANUSIAWI SECARA VISUAL
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 26 Juli 2012
ABSTRAK
Kota Medan sebagai ibu kota Sumatera Utara mengalami kemajuan yang cukup signifikan seiring dengan pembangunan pusat-pusat perdagangan dan bangunan-bangunan komersil dibeberapa tempat. Pada umumnya bangunan-bangunan-bangunan-bangunan tersebut menyebar disepanjang koridor jalan yang berfungsi sebagai kawasan komersial di kota Medan. Signage merupakan alat komunikasi yang berfungsi untuk memberi informasi kepada orang-orang yang sedang berjalan maupun berkendaraan, ternyata dapat juga menjadi eye catcher bagi suatu kawasan. Kehadiran signage di koridor jalan Gatot Subroto Medan ternyata lebih cenderung memanfaatkan potensi ekonomi kawasan secara maksimal, sehingga terjadi pergeseran fungsi ruang kota menjadi ruang ekspresi media iklan. Titik-titik pemasangan signage yang terlalu banyak dan beragam serta ukuran signage yang tidak memenuhi skala manusia menimbulkan kesemrawutan fasade pada koridor jalan Gatot Subroto Medan.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari konsep desain penataan signage dalam upaya menciptakan kota yang manusiawi secara visual. Dari studi literatur dan hasil observasi lapangan ditentukan elemen penelitian terkait keindahan, keselamatan, kenyamanan dan efektifitas. Aspek-aspek estetika visual yang mempengaruhi elemen penelitian terdiri dari penempatan signage, keterpaduan signage, jumlah signage, skala signage, proporsi signage, irama signage dan warna signage. Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan observasi langsung ke lapangan untuk menganalisis penataan signage dengan indikator yang bersumber dari tinjauan pustaka. Untuk menganalisis penempatan signage di lakukan penggambaran block plan kawasan penelitian dan perletakan titik-titik signage yang berada di kedua sisi jalannya. Selanjutnya pengukuran dimensi signage secara horizontal dan vertical untuk mencari jarak maupun tinggi signage. Pencatatan nama bangunan pada koridor jalan berguna untuk memberikan informasi tapak dan mempermudah pembuatan gambar potongan penampang dari kedua sisi jalan Gatot Subroto Medan. Teknik analisis deskriftif digunakan dalam penelitian ini untuk menggambarkan dan menjelaskan mengenai kondisi tatanan signage yang berada di jalan Gatot Subroto Medan terkait dengan lokasi perletakan, dimensi, jumlah, warna dan tipologi signage.
Sebagai upaya menciptakan kota yang manusiawi secara visual, penelitian ini menghasilkan konsep desain berupa penempatan signage sesuai zona peruntukkannya, efesiensi pengguna tiang untuk beberapa signage, pembatasan jumlah signage pada bangunan, desain dimensi signage terkait skala manusia atau proporsi jalan, penataan signage yang tersistematis sehingga memberikan kesan tidak monoton.
Kata Kunci: signage, manusiawi secara visual
ABSTRACT
Medan as the capital city of Sumatera Utara province is experiencing an adequately significant development in line with the construction of commercial building and trade centers in several places. In general, the buildings spread along the road corridor which functions as the commercial areas in the city of Medan. Signage is a means of communication functioning to provide information for the people who are walking or driving as well as an eye-catcher for an area. The existence of signage in the corridor of Jalan Gatot Subroto Medan is more likely to maximally utilize the economic potential of the area that the real function of urban space shifts to the space of the expression of advertising media. The numerous and varied signage mounting points and the size of signage that does not meet human scale create the messiness of façade along the corridor of Jalan Gatot Subroto Medan.
The purpose of this study was to find out the concept of signage arrangement design in an effort to create a visually humane city. The results of documentation study and field research determined the elements of the research related to the aesthetics, safety, comfort and effectiveness. The aspects of visual aesthetics influencing the elements of research consist of placement, alignment, number, scale, proportion, rhythm and color of signage. This study was done through a direct observation in the field to analyze the arrangement of the signage with the indicators originally from literature review. To analyze the placement of signage, the block plan of research area and the placement of signage points on both sides of the road were depicted. Then to find out the distance and the height of signage, the dimension of signage was horizontally and vertically measured. The name of the buildings along the corridor of the road was recorded to be used to provide information about the site and to facilitate the making of cross-sectional imaging of the both sides of Jalan Gatot Subroto Medan. This study employed descriptive analysis to describe and explain the condition of signage arrangement on Jalan Gatot Subroto Medan related to its placement, dimension, number, color and typology.
As an effort to create a visually humane city, this study produced a concept of design in the form of the placement of signage in accordance with its intended zone, the efficiency of using a pole for several signage, the limitation of number of signage in the buildings, the design of the human-scale related signage dimension or proportion of road, systematical signage design that provides a non-monotonous impression.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan Hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penyusunan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan kelulusan pada Program Magister Teknik Arsitektur, Universitas Sumatera Utara.
Tesis ini berisi hasil penelitian tentang“Kajian Penataan Signage Di Jalan Gatot Subroto Medan Sebagai Upaya Menciptakan Kota Yang Manusiawi Secara
Visual” topik ini bagi penyusun sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut, dengan pertimbangan masalah keberadaan signage saat ini merupakan bagian penting dari keindahan suatu perkotaan yang cenderung bersifat kompetitif dan dinamis, penataan signage pada suatu koridor perkotaan juga dapat dijadikan aternatif bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat Ibu Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, PhD selaku Pembimbing I dan Ibu Wahyuni Zahrah, ST, MS selaku Pembimbing II, atas masukan dan pengarahannya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dan maksimal. Selanjutnya kepada Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur USU, Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia M.Sc. dan para dosen Magister Teknik Arsitektur beserta staf, penulis menyampaikan terima kasih atas bimbingan dan pendidikan yang telah diberikan kepada penulis.
Pada akhir kata penulis mempersembahkan tesis ini kepada orang tua, mertua, istri dan putri kami yang telah memberikan semua dukungan dalam penyelesaian tesis ini.
Medan, Juli 2012
Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
• KETERANGAN PRIBADI
• Nama Lengkap : ZULKIFLI SIREGAR
• Unit Kerja : Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara
• Status Perkawinan : Sudah Menikah
• Jumlah Anak : 1 (satu)
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Tempat/ Tanggal Lahir : Belawan, 3 Desember 1976
• Alamat Rumah
• Jalan : Durung No. 118 Medan
• Agama : Islam
• KETERANGAN PENDIDIKAN
• Sekolah Dasar (SD) : Negeri 060966 Belawan (Tamat 1989)
• SMP : Negeri Labuhan Deli Medan (Tamat 1992)
• STM : Medan Putri (Tamat 1995)
•
Universitas : Institut Teknologi Medan (Tamat 2002)DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Landasan Teori ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 7
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
1.6 Ruang Lingkup Obyek Penelitian ... 8
1.7 Kerangka Berpikir (Frame of Mind) ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1 Kota Yang Manusiawi ... 12
2.2 Kota Manusiawi Secara Visual ... 14
2.3 Tinjauan Terhadap Signage ... 16
2.3.1 Arti signage ... 17
2.3.2 Jenis-jenis signage ... 18
2.3.3 Lokasi perletakan signage ... 19
2.3.4 Bentuk dan desain signage ... 21
2.3.6 Sasaran dan fungsi signage ... 24
2.3.7 Tipologi signage ... 25
2.3.8 Persyaratan penyelenggaraan signage ... 35
2.3.9 Signage sebagai elemen visual ruang kota ... 36
2.4 Fungsi Estetika Visual ... 37
2.5 Karakteristik Visual. ... 38
2.6 Tinjauan Estetika ... 39
2.7 Faktor-Faktor Estetika ... 40
2.7.1 Keterpaduan (Unity) ... 41
2.7.2 Proporsi ... 42
2.7.3 Skala (Scale) ... 44
2.7.4 Keseimbangan ... 46
2.7.5 Irama (Rhythm) ... 48
2.7.6 Warna ... 49
2.7.7 Orientasi (Orientation) ... 50
2.7.8 Posisi (Position) ... 51
2.7.9 Isi (Content) ... 53
2.8 Kaedah-Kaedah Penataan Signage Dalam Upaya Menciptakan Kota Yang Manusiawi Secara Visual ... 54
2.9 Kriteria Penataan Signage ... 60
2.10 Sintesis Teori ... 61
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 71
3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian ... 71
3.2 Metode Pengumpulan Data ... 73
3.3 Alat Yang Digunakan ... 75
3.4 Metode Pengolahan Data ... 77
3.5 Metode Analisa ... 78
BAB IV DESKRIPSI KAWASAN PENELITIAN ... 81
4.1 Lokasi Kawasan Penelitian ... 81
4.2 Kriteria Pemenggalan Lokasi Penelitian ... 85
4.2.2 Visibilitas koridor jalan Gatot Subroto Medan ... 88
4.3 Tipologi Signage Jalan Gatot Subroto ... 90
4.4 Tinjauan Fungsi Signage di Jalan Gatot Subroto Medan .... 94
4.5 Tinjauan Lokasi Penempatan Signage di Jalan Gatot Subroto Medan ... 95
4.6 Tinjauan Dimensi Signage di Jalan Gatot Subroto Medan .. 96
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 98
5.1 Analisis Peraturan Pemerintah Kota Medan terhadap (Papan Reklame) di Jalan Gatot Subroto Medan ... 98
5.2 Analisisi Karakteristik Signage di Jalan Gatot Subroto ... 101
5.2.1 Berdasarkan isi pesannya ... 101
5.2.2 Berdasarkan bahan yang digunakan ... 105
5.2.3 Berdasarkan sifat informasi... 107
5.2.4 Berdasarkan teknis pemasangan ... 109
5.3 Analisis Penempatan Signage ... 124
5.3.1 Zona periklanan (Advertising Zone) ... 125
5.3.2. Zona lalu lintas (Trafic Zone) ... 128
5.3.3 Zona pejalan kaki (Pedestrian Zone)... 131
5.3.4 Zona identifikasi (Identification Zone) ... 133
5.4 Analisis Perletakan Signage Terhadap Estetika Visual ... 134
5.4.1 Keterpaduan (Unity) ... 135
5.4.2 Proporsi (Proportion) ... 136
5.4.3 Skala (Scale) ... 138
5.4.4 Keseimbangan (Balance) ... 141
5.4.5 Irama (Rhytme) ... 142
5.4.6 Warna ... 144
5.4.7 Orientasi (Orientation) ... 146
5.4.8 Posisi (Place) ... 147
BAB VI KONSEP PENATAAN SIGNAGE DI JALAN GATOT SUBROTO MEDAN SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN
KOTA YANG MANUSIAWI SECARA VISUAL ... 151
6.1 Konsep Penataan Perletakan Signage ... 151
6.2 Konsep Penataan Dimensi dan Bentuk Signage ... 153
6.3 Konsep Penataan Jumlah Signage ... 154
6.4 Konsep Penataan Warna Signage ... 155
6.5 Konsep Penataan Signage di Jalan Gatot Subroto Medan Sebagai Upaya Menciptakan Kota Yang Manusiawi Secara Visual ... 156
6.6 Saran ... 167
BAB VII KESIMPULAN ... 170
DAFTAR PUSTAKA ... 173
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
2.1 Klasifikasi Signage Berdasarkan Zona Penempatan ... 20
2.2 Elemen-Elemen Penelitian ... 62
2.3 Kriteria-Kriteria Penataan Signage Menurut Pertimbangan Aspek Visual Manusiawi ... 63
2.4 Kajian Literatur Terkait Signage yang Manusiawi Dengan Elemen-Elemen Penelitian ... 64
4.1 Jumlah Signage di Jalan Gatot Subroto Medan Berdasarkan Klasifikasi Pemasangan ... 93
4.2 Fungsi Signage di Jalan Gatot Subroto Medan ... 95
4.3 Lokasi Penempatan Signage di Jalan Gatot Suboroto ... 96
4.4 Dimensi Signage di Jalan Gatot Suboroto ... 97
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
1.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 11
2.1 Lokasi Signage Menurut Zonanya ... 20
2.2 Jenis Signage Yang Berdiri Sendiri ... 28
2.3 Signage Pada Atap Bangunan (Roof Signs)... 29
2.4 Signage Dari Tenda atau Awning (Canopy and Awning Signs) ... 30
2.5 Projected Signs ... 31
2.6 Signage Yang Ditempatkan Pada Dinding (Wall Signs) ... 32
2.7 Signage Yang Digantung (Suspended Signs) ... 33
2.8 Signage di Atas Pintu Keluar Masuk Bangunan (Marque Signs) ... 34
2.9 Signage pada Jendela Atau Pintu (Window/Door Signs) ... 34
2.10 Proporsi Ukuran Signage Terhadap Luas Dinding Bangunan ... 36
2.11 Segitiga Semiotika Model Odgen Richards ... 38
2.12 Hubungan Antara Elemen-Elemen dan Signage Menjadi Hubungan Menyatu Secara Visual ... 43
2.13 Skala Perkotaan Dengan Memperhatikan Pembatas Place Secara Vertikal ... 45
2.14 Sudut Pandang Manusia Secara Normal Pada Bidang Vertikal ... 46
2.15 Balance Dicapai Dengan Formal Simetry ... 47
2.16 Irama Memiliki Sifat Menarik Dalam Menghubungkan Dua Tempat Secara Visual ... 48
2.18 Dengan Adanya Perasaan Posisi Ini Maka Orang Dapat Measakan
Mereka Berada di Pinggir, di Dalam, atau di Luar Suatu Kawasan 52
2.19 Jarak Antara Signage Memenuhi Aspek Legibilitas dan Redibilitas 55
2.20 Kualitas Rancangan dan Ukuran Advertensi Pribadi Diatur Untuk Membentuk Kesesuaian Dengan Rambu-Rambu Lalu Lintas ... 56
2.21 Penempatan Signage Sesuai Dengan Zonasi Peruntukkannya ... 57
2.22 Jumlah Signage Yang Ideal Dua Buah Perpemilik Bangunan ... 58
2.23 Signage Berukuran Besar Menimbulkan Pengaruh Visual Negatif .. 58
2.24 Signage Pada Dinding Bangunan Tidak Melebihi 15% Dari Luas Fasade Bangunan ... 59
2.25 Penggunaan Signage Harus Dapat Merefleksikan Karakter Ruangan Luar ... 59
2.26 Signage Tidak Menggunakan Warna/ Cahaya Yang Menyilaukan Mata ... 60
3.1 Kerangka Pendekatan Analisa Permasalahan ... 79
4.1 Peta Lokasi Penelitian ... 81
4.2 Potongan dan Dimensi Ruas Jalan Gatot Subroto Medan ... 83
4.3 Tampak Ketinggian Bangunan Dari Pandangan Arah Utara dan Pandangan Arah Selatan Koridor Jalan Gatot Subroto Medan ... 84
4.4 Kondisi Penggal Koridor A,B dan C Berdasarkan Kepadatan dan Kompleksitas Signage ... 87
4.5 Pemandangan Koridor Jalan Gatot Subroto Pada Penggal A,B dan C Beerdasarkan Visibilitas ... 89
5.2 Signage Non Komersial Yang Seharusnya Memberikan Pelayanan Publik Kepada Masyarakat di Jalan Gatot Subroto Saling Tumpang Tindih dengan Signage Komersial Akibat Penataan Yang Tidak Benar ... 104
5.3 Signage Permanen Dan Non Permanen Yang Ditempatkan Di Ruang Terbuka Hijau Jalan Gatot Subroto Medan Tidak Ditata Secara Baik Sehingga Mengganggu Visual Ruang Kota ... 105
5.4 Signage Dengan Sifat Informasi Langsung di Jalan Gatot Subroto Pada Umumnya Memberikan Informasi Mengenai Identitas Bangunan ... 107
5.5 Signage Dengan Sifat Tidak Langsung Pada Umumnya Hanya Bersifat Memberikan Informasi Yang Tidak Ada Hubungannya Dengan Identitas Bangunan Tempatnya Berada ... 108
5.6 Konstruksi Tipe Free Standing Signs yang Ditanam Di Jalur Pejalan Kaki Gatot Subroto Medan Tidak Mencerminkan Ruang Kota Yang Democratic Dalam Memberikan Kebebasan Pengguna Jalan Melakukan Aktivitasnya ... 112
5.7 Signage Yang Berada Di Atas Atap Bangunan (Roof Signs) Bila Ditinjau Dari Aspek Legibilitas Cukup Baik Karena Selain Posisinya Yang Tinggi, Dimensi Signage Juga Cukup Besar Sehingga Dapat Terlihat Dari Sudut Tertentu AtauDengan Perbandingan Jarak Pengamat Dengan Ketinggian Signage D/H>2 114
5.8 Tipe Projected Signs Yang Menjorok Lebih Tiga Meter Ke Area Setback Bangunan Di Jalan Gatot Subroto Medan Memberikan Kesan Kurang Nyaman Bagi Pejalan Kaki Yang Berada Di Bawahnya ... 116
5.9 Ukuran dan Jumlah Wall Signs Yang Menempel Pada Fasade Bangunan Jalan Gatot Subroto Medan Tidak Terkendali Karena Hanya Dianggap Sebagai Elemen Tambahan Saja. ... 117
5.11 Marque Signs Yang Ditempatkan di Atas Pintu Masuk Dan Keluar Bangunan Pertokoan Yang Berada Di JalanGatot Subroto Medan Pada Umumnya Berjumlah Lebih Dari Satu Buah Perbangunan .... 122
5.12 Window/Doors Signs di jalan Gatot Subroto Medan Pada Umumnya Berada Pada Bangunan Yang Memiliki Fasade Transparan dan Signage Dipasang Hampir Menutupi Seluruh Permukaaan Pintu Maupun Jendela Bangunan ... 123
5.13 Lokasi Signage Yang Berada Pada Zona Advertensi ... 127
5.14 Signage Yang Ditempatkan Pada Traffic Zone Jalan Gatot Subroto Medan Di Dominasi Oleh Signage Dengan Pesan Komersial ... 130
5.15 Selain Tanda Petunujuk Arah Dan Rambu-Rambu Lalu Lintas, Zona Pedestrian Jalan Gatot Subroto Dipenuhi Dengan Signage Komersial Yang Penempatannya Mengganggu Fungsinya Sebagai Jalur Untuk Pejalan Kaki ... 132
5.16 Komposisi Elemen-Elemen Signage Yang Tidak Harmonis di jalan Gatot Subroto Medan Memberikan Kesan Tidak Adanya Keterpaduan Secara Visual ... 136
5.17 Proporsi Yang Dihasilkan Dari Keberadaan Signage Berdimensi Besar Di Jalan Gatot Subroto Medan Adalah D/H<1 Artinya Kesan Ruang Yang Tercipta Pada Ruang Publik Pejalan Kaki Berkesan Sempit ... 137
5.18 Penempatan Wall Signs Di Atas Pintu Masuk Bangunan Dapat Terjangkau Dengan Visual Skala Manusia (Antropomorfik Skala),Bila Dilihat dari Ruang Publik Bagi Pejalan Kaki ... 139
5.19 Signage Yang Berada di Atas Atap Bangunan Hanya Dapat Terlihat Oleh Pengamat dari Seberang Jalan (Jarak ±28 Meter) Tempat Signage Berada Tetapi Secara Redibilitas dan Legibilitas Pesan Signage Tidak Tersampaikan Secara Efektif, dan Posisi Kepala Pengamat Akan Mendongak Ke Atas Apabila Signage Di pandang Dengan Sudut Pandang Lebih Dari 60° ... 140 5.20 Signage Besar Yang Melintang di Atas Ruas Jalan dan Yang
5.21 Deretan signage di Sepanjang Koridor Jalan Gatot Subroto Tidak Tampak Sebagai Garis Aksis Yang Membagi Jalan Atau Sebagai Aksis Keseimbangan, Namun Hanya Terlihat Sebagai Pembatas Jalan Akibat Penempatan dan Desain Signage Tidak Memiliki Pola. ... 142
ABSTRAK
Kota Medan sebagai ibu kota Sumatera Utara mengalami kemajuan yang cukup signifikan seiring dengan pembangunan pusat-pusat perdagangan dan bangunan-bangunan komersil dibeberapa tempat. Pada umumnya bangunan-bangunan-bangunan-bangunan tersebut menyebar disepanjang koridor jalan yang berfungsi sebagai kawasan komersial di kota Medan. Signage merupakan alat komunikasi yang berfungsi untuk memberi informasi kepada orang-orang yang sedang berjalan maupun berkendaraan, ternyata dapat juga menjadi eye catcher bagi suatu kawasan. Kehadiran signage di koridor jalan Gatot Subroto Medan ternyata lebih cenderung memanfaatkan potensi ekonomi kawasan secara maksimal, sehingga terjadi pergeseran fungsi ruang kota menjadi ruang ekspresi media iklan. Titik-titik pemasangan signage yang terlalu banyak dan beragam serta ukuran signage yang tidak memenuhi skala manusia menimbulkan kesemrawutan fasade pada koridor jalan Gatot Subroto Medan.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari konsep desain penataan signage dalam upaya menciptakan kota yang manusiawi secara visual. Dari studi literatur dan hasil observasi lapangan ditentukan elemen penelitian terkait keindahan, keselamatan, kenyamanan dan efektifitas. Aspek-aspek estetika visual yang mempengaruhi elemen penelitian terdiri dari penempatan signage, keterpaduan signage, jumlah signage, skala signage, proporsi signage, irama signage dan warna signage. Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan observasi langsung ke lapangan untuk menganalisis penataan signage dengan indikator yang bersumber dari tinjauan pustaka. Untuk menganalisis penempatan signage di lakukan penggambaran block plan kawasan penelitian dan perletakan titik-titik signage yang berada di kedua sisi jalannya. Selanjutnya pengukuran dimensi signage secara horizontal dan vertical untuk mencari jarak maupun tinggi signage. Pencatatan nama bangunan pada koridor jalan berguna untuk memberikan informasi tapak dan mempermudah pembuatan gambar potongan penampang dari kedua sisi jalan Gatot Subroto Medan. Teknik analisis deskriftif digunakan dalam penelitian ini untuk menggambarkan dan menjelaskan mengenai kondisi tatanan signage yang berada di jalan Gatot Subroto Medan terkait dengan lokasi perletakan, dimensi, jumlah, warna dan tipologi signage.
Sebagai upaya menciptakan kota yang manusiawi secara visual, penelitian ini menghasilkan konsep desain berupa penempatan signage sesuai zona peruntukkannya, efesiensi pengguna tiang untuk beberapa signage, pembatasan jumlah signage pada bangunan, desain dimensi signage terkait skala manusia atau proporsi jalan, penataan signage yang tersistematis sehingga memberikan kesan tidak monoton.
Kata Kunci: signage, manusiawi secara visual
ABSTRACT
Medan as the capital city of Sumatera Utara province is experiencing an adequately significant development in line with the construction of commercial building and trade centers in several places. In general, the buildings spread along the road corridor which functions as the commercial areas in the city of Medan. Signage is a means of communication functioning to provide information for the people who are walking or driving as well as an eye-catcher for an area. The existence of signage in the corridor of Jalan Gatot Subroto Medan is more likely to maximally utilize the economic potential of the area that the real function of urban space shifts to the space of the expression of advertising media. The numerous and varied signage mounting points and the size of signage that does not meet human scale create the messiness of façade along the corridor of Jalan Gatot Subroto Medan.
The purpose of this study was to find out the concept of signage arrangement design in an effort to create a visually humane city. The results of documentation study and field research determined the elements of the research related to the aesthetics, safety, comfort and effectiveness. The aspects of visual aesthetics influencing the elements of research consist of placement, alignment, number, scale, proportion, rhythm and color of signage. This study was done through a direct observation in the field to analyze the arrangement of the signage with the indicators originally from literature review. To analyze the placement of signage, the block plan of research area and the placement of signage points on both sides of the road were depicted. Then to find out the distance and the height of signage, the dimension of signage was horizontally and vertically measured. The name of the buildings along the corridor of the road was recorded to be used to provide information about the site and to facilitate the making of cross-sectional imaging of the both sides of Jalan Gatot Subroto Medan. This study employed descriptive analysis to describe and explain the condition of signage arrangement on Jalan Gatot Subroto Medan related to its placement, dimension, number, color and typology.
As an effort to create a visually humane city, this study produced a concept of design in the form of the placement of signage in accordance with its intended zone, the efficiency of using a pole for several signage, the limitation of number of signage in the buildings, the design of the human-scale related signage dimension or proportion of road, systematical signage design that provides a non-monotonous impression.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam arsitektur signage dikenal sebagai alat komunikasi dan telah digunakan
sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage
digunakan dengan fungsi dan bentuk yang lebih beragam. Rubenstein (1992)
menjelaskan bahwa signage berfungsi untuk menyampaikan pesan yang berhubungan
dengan fungsi keselamatan dan kesehatan. Selain itu signage juga dapat menjadi eye
cátcher bagi suatu bangunan atau kawasan untuk menghidupkan suasana kota.
Keberadaan signage berfungsi untuk memberi informasi kepada orang-orang yang
sedang melintas atau berjalan maupun berkendaraan (Sanoff, 1991).
Signage memiliki potensi dan cukup berkontribusi dalam memberikan
karakter pemandangan beberapa kota di masa kini (Cullen, 1961). Pada beberapa
kota atau kawasan, pemasangan signage yang begitu banyak, menjadikan dan bahkan
membentuk ciri lingkungan tersendiri. Selain menciptakan karakter tertentu pada
suatu kawasan, pemasangan signage ternyata dapat juga memberikan masalah
tersendiri. Pemasangan signage yang menumpuk dan tidak teratur, menimbulkan
kesan “semrawut” serta informasi yang akan di sampaikan tidak jelas. Hal ini muncul
karena adanya perbedaan kepentingan antara public sign dan private sign. Ada empat
koridor jalan, pertama, signage tidak layak dan membahayakan keselamatan. Kedua,
signage mengeksploitasi penggunaan jalan sehingga tidak ada pilihan lain selain
memperhatikan signage. Ketiga, signage merusak visual lingkungan publik dan
menurunkan selera publik. Keempat, signage terkadang mengalihkan perhatian
pengendara kendaraan bermotor dan pengguna jalan.
Signage akan menuntun orang pada tujuan tertentu bahkan dapat menciptakan
image suatu kawasan, contohnya seperti kota Las Vegas, Image of Las Vegas:
Inclusion and Allusion in Architecture (Venturi, et al, 1978). Penempatan signage
pada bangunan akan mempengaruhi kondisi kawasan dimana tempatnya berada, oleh
sebab itu penempatan signage dapat memberikan dampak positif atau dampak negatif
pada kawasan tempatnya berada. Bangunan merupakan salah satu elemen urban,
maka signage yang menempel pada bangunan mempunyai pengaruh besar terhadap
kualitas visual area urban (Carr, 1992). Pada umumnya penempatan signage
diletakkan pada lokasi-lokasi strategis dan mudah untuk dilihat, baik itu pada
ruang-ruang kota maupun bangunan, kondisi ini dapat dimaklumi karena signage
merupakan outdoor publicity atau alat untuk menyampaikan pesan dengan jangkauan
lokal dan hanya sejauh jangkauan visual (Kasali, 1995).
Perkembangan dunia usaha dan perkembangan Kota Medan memberi dampak
dengan semakin menjamurnya pemasangan media signage dibeberapa ruas jalan yang
ramai dengan aktifitas. Perkembangan pemasangan signage di Kota Medan tersebut
Subroto, Jalan Zainul Arifin, Jalan Yos Sudarso, Jalan Thamrin, Jalan Iskandar
Muda, Jalan Jamin Ginting dan Jalan H.M. Yamin.
Koridor jalan Gatot Subroto yang merupakan jalan arteri sekunder
mempunyai fungsi sebagai kawasan komersial, jasa dan perdagangan sehingga
menjadikan koridor ini menjadi koridor utama yang berkembang pesat.
Perkembangan aktifitas bisnis dan perdagangan serta perkantoran pada koridor ini
menumbuhkan persaingan pengguna bangunan, terutama dalam usaha memberi
informasi untuk meningkatkan keuntungan. Kompleksitas kegiatan yang
berhubungan dengan masalah perdagangan dan bisnis mengakibatkan persaingan
dalam hal promosi. Dengan adanya persaingan promosi tersebut, kebutuhan akan
media promosi merupakan suatu kebutuhan yang vital bagi sebuah kawasan
perdagangan sehingga keberadaan public signs dan private signs cukup banyak di
koridor jalan ini.
Point penting mengapa diperlukannya kajian penataan signage di jalan Gatot
Subroto Medan adalah akibat kehadiran signage di koridor jalan Gatot Subroto yang
lebih cenderung memanfaatkan potensi ekonomi kawasan secara maksimal, sehingga
terjadinya pergeseran fungsi ruang kota menjadi ruang ekspresi media iklan untuk
memenangkan persaingan pasar. Titik-titik pemasangan signage yang terlalu banyak
dan beragam serta ukuran signage yang tidak memenuhi skala visual manusiawi
menimbulkan kekacauan fasade koridor jalan Gatot Subroto Medan.
Permasalahan seperti ini muncul karena belum adanya panduan penataan
dan hal-hal lain yang dapat memberikan kenyamanan kepada masyarakat yang
sedang berada di kawasan tersebut. Studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
kepada pengguna jalan atau masyarakat kota sebagai subjeknya agar mudah
mengidentifikasi dan tertarik pada tampilan tatanan signage yang sesuai dengan skala
visual yang manusiawi.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk merumuskan bagaimana membuat suatu konsep
yang nantinya dapat dijadikan bagian dari panduan penataan signage di koridor jalan
Gatot Subroto Medan sebagai upaya menciptakan kota yang manusiawi secara visual,
maka rumusan masalah yang ditemukan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kualitas penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan
dipandang dari konsep desain yang memenuhi aspek-aspek visual yang
manusiawi.
2. Bagaimanakah solusi berupa konsep desain penataan signage yang
memenuhi kaedah-kaedah visual yang manusiawi terkait dengan jalan
Gatot Subroto Medan.
1.3 Landasan Teori
Kota yang manusiawi erat kaitannya dengan lingkungan binaan yang
terorganisir. Menurut Amos Rapoport kota atau pemukiman adalah contoh spesifik
pengorganisasian empat buah unsur yang meliputi: ruang, makna, komunikasi dan
waktu. Lingkungan tersebut dapat dilihat dari serangkaian hubungan antara manusia
dengan elemen-elemennya (antara benda dengan benda lain, benda dengan
orang-orang, orang dengan orang lainnya). Rancangan dan perancangan pengaturan wilayah
atau suatu kawasan yang besar sampai pengaturan perabot sebuah ruangan dapat
dikelompokkan sebagai pengorganisasian ruang. Landasan teori ini digunakan
sebagai dasar pembahasan mengenai kota yang manusiawi oleh peneliti dalam hal
meningkatkan kualitas kota secara fisik agar kota tidak menjadi sesak dan padat oleh
keberadaan perabot kota, rancangan kota lebih teratur dan terkesan melayani
lingkungannya serta tersedianya ruang publik bagi warganya. Melalui teori ini dapat
diinterpretasikan bahwa kota yang manusiawi adalah kota yang tanggap dan peduli
terhadap lingkungannya serta mampu melayani kebutuhan warganya melalui
elemen-elemen perabot kota yang terorganisir.
Landasan teori yang digunakan dalam membahas aspek visual kota
menggunakan teori Minaret Branch (1995) yang mengemukakan bahwa di dalam
perencanaan kota komprehensif, perancangan kota memiliki suatu makna khusus dan
berbeda dari berbagai aspek proses perencanaan kota. Perancangan kota erat
kaitannya dengan tanggapan inderawi manusia, baik terhadap lingkungan fisik kota,
penampilan visual, kualitas estetika, dan karakter spasial. Teori lain yang berkaitan
dengan visual kota juga dikemukakan oleh Kevin Lynch, yang menyatakan bila salah
satu bentuk keberhasilan pembentuk place untuk desain ruang kota adalah
besar untuk timbulnya image yang kuat diterima orang. Dari teori ini dapat
dinterpretasikan bahwa signage dapat menjadi orientasi manusia dalam ruang kota
dan menjadi sebuah elemen atau objek kota dalam membentuk image. Orientasi
signage terkait dengan kemampuan akses manusia dalam menyesuaikan secara visual
latar ruang kota untuk dapat menciptakan ruang kota yang berkualitas dan lebih
manusiawi secara visual (Lynch, 1960).
Dalam desain kota, signage merupakan bagian penting yang termasuk dalam
dimensi visual kota. Signage dalam ruang kota dapat dikategorikan sebagai
townscape yang merupakan hasil dari irama bangunan, material urban dan episode
jalan, yang dalam bahasa Gordon Cullen hal tersebut membentuk drama. Sebagai
dimensi visual, Gordon Cullen dalam bukunya Reviving Main Street menyatakan
bahwa ada beberapa aspek yang perlu dipenuhi oleh suatu signage, yaitu aspek
visibilitas, legibilitas dan redibilitas serta aspek estetika visual. Aspek visibilitas
adalah kemampuan suatu signage untuk dapat terlihat oleh masyarakat yang terdiri
dari beberapa unsur, yaitu : bentuk, penempatan, dimensi, material, pencahayaan dan
jarak antar satu signage dengan signage lain. Legibilitas dan redibilitas adalah
kemampuan pengamat untuk mengenal dan menangkap pesan sebuah signage, yang
terdiri dari unsur-unsur lokasi, ukuran tulisan, jenis tulisan dan warna, sedangkan
aspek estetika visual adalah ketepatan ekspresi dan keharmonisan suatu signage
dengan lingkungan tempat dia berada, yang dapat memberikan karakter pada ruang
digunakan untuk menentukan kaedah-kaedah penataan signage dalam upaya
menciptakan kota manusiawi secara visual.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memberikan gambaran yang
sesungguhnya mengenai kondisi signage di jalan Gatot Subroto Medan, sehingga
nantinya akan menghasilkan sebuah konsep desain penataan signage yang memenuhi
kaedah-kaedah visual yang manusiawi. Secara spesifik tujuan dari penelitian adalah
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kualitas penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan
dipandang dari aspek-aspek visual yang manusiawi.
b. Membuat pemecahan masalah yang tepat dalam penataan signage di jalan
Gatot Subroto Medan dalam bentuk konsep-konsep desain atau
rekomendasi penataan signage yang memenuhi aspek-aspek visual
manusiawi.
c. Membuat konsep-konsep desain penataan signage yang menerapkan
aspek-aspek visual yang manusiawi di jalan Gatot Subroto Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini terdiri dari beberapa point
penting untuk dapat dijadikan sebuah konsep bagi regulasi penataan signage yang
lebih baik, yaitu meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Medan dalam membuat
panduan untuk acuan pemberian izin lokasi dan pengaturan teknis signage.
b. Menjadi rujukan bagi pihak swasta dalam pemasangan dan penataan
signage yang ideal, ditinjau dari lokasi penempatan signage.
c. Sebagai bahan perbandingan dan ide baru untuk merefleksikan karakter
estetika visual kawasan ruang luar yang berkualitas, khususnya di jalan
Gatot Subroto, Medan.
d. Menjadikan signage sebagai elemen yang menyatu dengan bangunan dan
lingkungannya, bukan hanya merupakan sebagai elemen tambahan saja.
e. Menjadikan konsep desain penataan signage yang menerapkan aspek-aspek
visual yang manusiawi sebagai bahan rekomendasi atau cikal bakal untuk
membuat panduan penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan maupun
koridor-koridor jalan lain yang memiliki ciri karakter sama.
1.6 Ruang Lingkup Obyek Penelitian
Ruang lingkup penelitian berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh
pada masalah fisik arsitektur dan unsur-unsur yang mendukung keberadaan signage
terhadap estetika visual koridor di jalan Gatot Subroto mulai dari simpang jalan Guru
Patimpus sampai simpang jalan Iskandar Muda. Kajian penelitian dibatasi dalam
konteks arsitektur perancangan kota, sehingga semua pihak memiliki persepsi yang
sama dalam melihat konteks permasalahan ini, secara khusus ruang lingkup penelitan
ini meliputi:
a. Batasan pengertian kota yang manusiawi adalah penataan pada suatu
elemen perancangan kota yaitu signage, dengan memperhatikan kualitas
lingkungan di dalamnya sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi
masyarakat yang berada di dalamnya.
b. Kajian penataan signage di jalan Gatot Subroto hanya dibatasi pada elemen
lokasi perletakan signage, dimensi signage, jumlah signage dan warna/
pencahayaan signage.
c. Pembahasan dalam penelitian ini diberikan batasan lokasi, dalam kajian ini
tidak membahas seluruh koridor jalan Gatot Subroto Medan, tetapi hanya
sebagian saja yaitu mulai dari penggalan persimpangan Guru Patimpus
sampai dengan persimpangan jalan Iskandar Muda.
d. Pemilihan penggalan jalan berdasarkan pada fungsi jalan, fungsi kawasan
dan perkembangan signage di koridor jalan Gatot Subroto yang cukup
bervariasi.
e. Pedoman penataan signage pada koridor jalan Gatot Subroto Medan hanya
dapat digunakan oleh koridor jalan lain yang memiliki karakter jalan yang
sama.
f. Penelitian ini hanya berlaku untuk pola sirkulasi jalan Gatot Subroto yang
sekarang (situasi saat penelitian dilakukan) yaitu dari persimpangan jalan
Guru Patimpus sampai simpang jalan Iskandar Muda Medan.
g. Aspek-aspek visual yang dibahas pada penelitian ini dibatasi pada aspek
terhadap estetika yakni keterpaduan (unity), proporsi (proportion), skala
(scale), keseimbangan (balance), irama (rhytme), warna (colour), posisi
(potition), orientasi (orientation) dan isi (content).
h. Aspek visual manusiawi yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah
kemampuan inderawi manusia melihat signage dalam skala pedestrian
(pejalan kaki) yang berada di jalan Gatot Subroto Medan.
1.7 Kerangka Berpikir (Frame of Mind)
Untuk menganalisa keberadaan signage di jalan Gatot Subrot Medan hal yang
pertama dilakukan adalah mengidentifikasi kondisi potensi dan permasalahan yang ada
di sepanjang jalan Gatot Subroto Medan, yakni meliputi kajian terhadap kondisi fisik,
lingkungan, setback bangunan dan aktivitas yang ada di kawasan penelitian sebagai data
primer. Selanjutnya studi ini juga akan mengkaji peraturan pemerintah terhadap
pemasangan signage, karakter signage yang berada di jalan Gatot Subroto Medan,
pola penempatan signage dan pengaruh keberadaan signage terhadap penataan kota
yang manusiawi secara visual.
Analisa dari beberapa komponen penelitian dikaitkan dengan beberapa teori
urban design sekaligus menjadi data sekunder dalam studi ini untuk menghasilkan
beberapa konsep penataan signage di jalan Gatot Subroto Medan yang manusiawi
secara visual, baik itu dari aspek perletakan signage, penataan dimensi, signage,
jumlah signage dan penataan warna signage. Untuk lebih lengkapnya secara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kota Yang Manusiawi
Kota dan pemukiman adalah contoh spesifik lingkungan binaan (Amos
Rapoport, 1977), pengertian lingkungan binaan adalah suatu pengorganisasian empat
buah unsur yang meliputi: ruang, makna, komunikasi dan waktu. Menurut
Onggodipuro dalam pengantar sejarah perencanaan perkotaan, bahwa lingkungan
tersebut dapat dilihat dari serangkaian hubungan antara elemen-elemen dengan
manusia (antara benda dengan benda lain, benda dengan orang-orang, orang dengan
orang lainnya). Rancangan dan perancangan pengaturan wilayah atau suatu kawasan
yang besar sampai pengaturan perabot sebuah ruangan dapat dikelompokkan sebagai
pengorganisasian ruang.
Proses perkembangan kota tidak statis melainkan selalu dinamis dan
seringkali susah ditebak. Banyak hal-hal yang diluar dugaan muncul dengan tiba-tiba.
Kejadian dan perubahan, ekspresi dan improvisasi, merupakan faktor yang justru
memanusiawikan lingkungan dan dianggap layak untuk diberi wadah maupun
dikembangkan. Akibatnya ruang terbuka publik berguguran satu demi satu karena
sebagian masyarakat tidak tahu bahwa hakekat ruang terbuka merupakan surga
perkotaan. Para pengelola pembangunan kota cenderung lebih mendambakan
keras yang kontemporer. Padahal sesungguhnya yang lebih penting dalam hal ini
bagaimana menciptakan kota manusiawi dengan sentuhan rasa yang penuh kepekaan.
Syarat-syarat yang dibutuhkan kota atau ruang publik dalam mengakomodir
kebutuhan masyarakatnya antara lain adalah (Carr et al, 1992 dalam Ariyanti, 2005):
1. Comfortable, yaitu nyaman dan aman ketika beraktivitas di dalamnya.
2. Relaxation, yaitu bisa merasa tenang karena tekanan aktivitas sehari-hari
berkurang dengan berada di dalam ruang tersebut.
3. Passive engagement, yang umumnya merupakan aktivitas “melihat atau
mengamati” sehingga dapat menciptakan rasa dan kenikmatan sendiri dan
bisa didukung dengan penambahan atraksi-atraksi pada event-event
tertentu dan didukung dengan bentuk fisik yang membuat orang menjadi
tertarik.
4. Responsive, yaitu dirancang dan dikelola untuk melayani kebutuhan
penggunanya.
5. Democratic, yaitu terbuka untuk semua kelompok manusia dan dapat
memberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu.
6. Meaningfull, dapat memberikan makna tersendiri bagi manusia yang
dirasakan ketika berada didalamnya dan memberikan hubungan yang kuat
antara tempat, kehidupan pribadi dan dunia yang lebih luas.
Terkait dengan pengertian kota manusiawi dibutuhkan adanya sinergi antara
kualitas kota secara fisik agar kota tidak menjadi sesak dan padat oleh perabot kota,
tidak terjadinya kemacetan di mana-mana, rancangan kota lebih teratur dan terkesan
melayani lingkungannya serta tersedianya ruang publik bagi warganya. Jadi dalam
mewujudkan kota yang manusiawi bagi warganya, kota tersebut harus tanggap dan
peduli terhadap lingkungan.
2.2 Kota Manusiawi Secara Visual
Minaret Branch (1995) mengemukakan bahwa di dalam perencanaan kota
komprehensif, perancangan kota memiliki suatu makna yang khusus sehingga
membedakannya dari berbagai aspek proses perencanaan kota. Perancangan kota
berkaitan dengan tanggapan inderawi manusia terhadap lingkungan fisik kota:
penampilan visual, kualitas estetika, dan karakter spasial. Jika teori ini dihubungkan
dengan judul penelitian dapat diinterpretasikan kalau signage erat kaitannya dengan
inderawi manusia secara visual, dimana visibilitas (keterlihatan) papan/tanda
terpengaruh oleh faktor lokasi, tiang penempatan, cat pantul dan sebagainya.
Begitu pula kaitannya dengan legibilitas informasi (keterbacaan, kejelasan),
dengan macam dan ukuran, jarak, lokasi, warna dasar, warna dan sebagainya sangat
tergantung pada tanggapan inderawi manusia yang melihatnya. Teori mengenai
gagasan bahwa pikiran manusia tersusun untuk menyerap lingkungan dengan suatu
bagian yang berbeda dan bertalian disebut psikologi gestalt. Sedangkan pengaturan
pola yang berlainan yang diserap disebut gestalt. Teori ini merupakan bagian proses
gestalt memiliki seperangkat karakter yang digunakan untuk memperkuat atau
memperlemah hubungan visual antara bagian-bagian komposisi.
Nilai visual dapat diperoleh dari skala, pola, warna, tekstur, dan dimensi.
Teori dari Gordon Cullen menjadi landasan teori dalam penelitian ini sebab untuk
membuat konsep desain signage yang memenuhi aspek-aspek manusiawi. Selain
keharmonisan signage dengan arsitektur bangunan tempatnya berada, keberadaan
signage juga perlu dikendalikan sehingga mampu mengkomunikasikan informasi
penting yang terkandung di dalamnya dengan baik kepada semua orang, baik yang
sedang bergerak cepat maupun lambat. Penampilan signage harus disesuaikan
dengan target audiencenya (manusia yang melihat objek tersebut) sehingga tercipta
keseimbangan antara pengendalian kesemrawutan dan penciptaan perhatian sekaligus
penyampaian pesan/informasi dari signage tersebut.
Menurut Kevin Lynch dalam bukunya, The Image of The City, 1960
mengemukakan bahwa salah satu keberhasilan pembentuk ruang untuk merancang
sebuah kota adalah imageability, artinya kualitas secara fisik suatu obyek akan
memberikan pengaruh kuat untuk menciptakan image yang dapat diterima orang.
Dalam hal ini image ditekankan pada kualitas fisik suatu kawasan yang
menghubungkan atribut identitas dengan strukturnya. Kaitan teori ini dengan
penelitian yang dilakukan adalah mengenai image atau citra sebuah kota akibat
adanya signage dalam ruang kota. Selain image yang menjadi pembentuk place,
begitu pula halnya dengan visual dan symbol conection. Visual Conection adalah
objek lain dalam suatu kawasan, sehingga menimbulkan image tertentu (kota yang
manusiawi). Dalam hal ini kesamaan objek dapat didefenisikan sebagai bagian dari
elemen-elemen fisik kota termasuk di dalamnya adalah signage.
2.3 Tinjauan Terhadap Signage
Menurut Shirvani Hamid (1985), dalam bukunya The Urban Design Process,
Van Nostrand Reinhold Company, disebutkan bila dalam perancangan kota ada 6
(enam) kriteria yang tak terukur, salah satunya adalah pemandangan (views).
Pemandangan bukan hanya aspek kejelasan yang terkait dengan orientasi manusia
terhadap bangunan, tetapi juga merupakan hubungan dengan view dari elemen fisik
kota lainnya, salah satu elemen tersebut yaitu signage. Signage yang ideal harus
mampu merefleksikan karakter visual kawasan, mampu menjamin kemampuan
pandangan/memiliki sudut pandang untuk dapat dilihat secara jelas, bentuk yang ada
sesuai dengan arsitektur bangunan dimana signage ditempatkan, signage merupakan
elemen yang menyatu dengan bangunan bukan sebagai elemen tambahan serta
mampu menyatukan komunikasi langsung atau tidak langsung (Shirvani, 1985).
Kondisi signage pada koridor Jalan Gatot Subroto Medan tidak
mencerminkan apa yang terdapat pada teori di atas, pola tatanan signage yang
semrawut tidak memiliki keteraturan dan mengganggu sudut pandang manusia baik
terhadap kawasan tersebut maupun bangunan yang ada di sekitarnya. Signage yang
bangunan, dimana satu signage dengan yang lainnya saling memperebutkan
lokasi-lokasi yang strategis dalam menyampaikan informasinya.
2.3.1 Arti signage
Menurut Echols (1975), signage adalah tanda sedangkan dalam arsitektur
signage diartikan sebagai bentuk-bentuk informasi dan orientasi kota yang dirancang
khusus sebagai bagian dari delapan elemen urban design (Shirvani, 1985). Sedangkan
Rubenstain (1992) mendefeniskan signage sebagai tanda-tanda visual diperkotaan
yang berfungsi sebagai sarana informasi atau komunikasi secara arsitektural. Senada
dengan hal tersebut, Lynch (1962) menyebutkan bahwa sign dapat berfungsi sebagai
alat untuk orientasi bagi warga kota. Sama halnya dengan Sanoff (1991) yang
mengatakan bahwa signage memberikan informasi kepada masyarakat yang sedang
melintas, berjalan atau berkendaraan. Venturi et al. (1978) dalam penelitian signage
di kota Las Vegas mengidentifikasikan bahwa signage dapat menciptakan image bagi
suatu kota, Image of Las Vegas: Inclusion and Allusion. Hal ini disebabkan oleh
keberadaan signage yang mendominasi kota Las Vegas, Las Vegas Without Signage
is Not Las Vegas, (Frey, 1999).
Dari teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa signage adalah kumpulan
dari tanda-tanda individual yang telah didesain untuk mengidentifikasikan atau
mengarahkan lalu lintas dan atau sebuah bangunan yang kompleks atau berkelompok.
Hal-hal yang menyangkut tanda sebagai sebuah sistem harus berdasarkan
yang dipakai di dalam sebuah signage pada dasarnya mengungkapkan makna
aturan-aturan yang merupakan standar internasional, sehingga akan mudah untuk dipahami
maksudnya oleh semua orang di seluruh dunia.
2.3.2 Jenis-jenis signage
Dalam sistem komunikasi visual, tanda mengalami perkembangan menjadi
lima jenis tanda dengan kode yang mudah untuk diingat (Rubenstein, 1992).
Jenis-jenis tanda tersebut adalah:
a. Tanda Petunjuk dan Informasi, tanda ini biasanya digunakan untuk
menuntun audiencenya dengan menginformasikan di mana suatu lokasi
berada, juga di saat kantor-kantor atau toko-toko yang sedang buka atau
tutup, dan informasi-informasi lainnya.
b. Tanda Petunjuk Arah, tanda-tanda yang termasuk dalam kelompok ini
mencakup arah panah yang mampu mengarahkan pemakainya menuju ke
suatu tempat, seperti sebuah ruangan, toko, jalan, atau fasilitas lain.
c. Tanda Pengenal, tanda ini dipakai untuk menunjukkan suatu identitas,
seperti sebuah kantor, toko, fasilitas, atau sebuah gedung.
d. Tanda Larangan dan Peringatan, tanda ini bertujuan untuk
menginformasikan mengenai apa yang tidak boleh dikerjakan atau
dilarang. Selain itu, tanda ini juga menginformasikan agar audience
berhati-hati. Biasanya, dalam penerapannya dikombinasikan dengan
e. Tanda Pemberitahuan Resmi, tanda ini menunjukkan informasi tentang
pemberitahuan resmi dan agar tidak dikacaukan dengan tanda-tanda
petunjuk (orientation sign).
2.3.3 Lokasi perletakan signage
Menurut Shirvani (1985) terdapat pembagian lokasi signage berdasarkan zona
peruntukannya (Gambar 2.1), adapun zona-zona tersebut antara lain:
a. Zona Periklanan (Advertising Zone)
Merupakan zona penempatan tanda informasi yang bersifat private dan
berukuran besar. Penempatan pada zona ini diperhitungkan untuk tidak
mengganggu sirkulasi dan pandangan pejalan kaki.
b. Zona Trafic(Traffic Zone)
Merupakan zona tanda informasi yang ditempatkan di badan atau pulau
jalan. Peruntukan signage adalah yang relevan dengan kegiatan
pengendalian sirkulasi lalu lintas.
c. Zona Pejalan Kaki(Pedestrian zone)
Merupakan zona tanda informasi untuk kepentingan umum, seperti
petunjuk arah, orientasi pedestrian, papan informasi kota dan sebagainya.
d. Zona Identifikasi(Identification zone)
Merupakan zona yang diperuntukkan bagi orientasi identitas bangunan,
Gambar 2.1 Lokasi Signage Menurut Zonanya
Sumber: Shirvani, Urban Design Process, City of Charlotte Design Guidelines
Pengklasifikasian signage berdasarkan zona penempatannya dapat dilihat
pada tabel Tabel 2.1).
Tabel 2.1 Klasifikasi Signage Berdasarkan Zona Penempatan
No. Zona Penempatan
Signage Jenis-Jenis Signage
1 Advertising Zone (Zona Periklanan)
a) Free Standing Signs (Pole Signs dan Ground Signs)
b) Wall Signs c) Projected Signs d) Window/ Door Signs e) Roof Signs
f) Marque Signs
2 Trafic Zone (Trafic zone)
a) Tanda Peraturan Lalu Lintas b) Umbul- Umbul
[image:41.612.199.437.113.335.2]Tabel 2.1 (Lanjutan) No. Zona Penempatan
Signage
Jenis-Jenis Signage
3 Pedestrian Zone (Zona Pejalan Kaki)
a) Tanda Peraturan Lalu Lintas b) Tanda Petunjuk Arah
c) Awning Signs d) Suspended Signs 4 Identification Zone
(Zona Identifikasi)
a) Tanda Identifikasi (Identitas Gedung)
b) Tanda Larangan dan Peringatan c) Peta-Peta dan Tanda Khusus
Sumber: Shirvani 1985:42
2.3.4 Bentuk dan desain signage
Elemen gambar pertama yang dapat dijadikan landasan dalam
mengekspresikan kategori dari fungsi adalah suatu bentuk. Ada tiga fungsi dasar
dimana tanda/simbol memungkinkan untuk dipakai, yaitu peraturan, peringatan, dan
informasi. Masing-masing fungsi tersebut diwakili oleh bentuk geometris, yaitu:
a. Lingkaran, bentuk ini digunakan untuk tanda-tanda yang berisikan
peraturan.
b. Segitiga sama sisi, bentuk ini digunakan untuk tanda-tanda peringatan.
c. Persegi empat, bentuk ini digunakan untuk tanda yang berisi informasi
(McLendon 42 – 43 dalam Pramono, 2006).
Dalam desain perkotaan (Shirvani, 1985) terdapat elemen-elemen fisik urban
design yang bersifat ekspresif dan mendukung terbentuknya struktur visual kota serta
penelitian, salah satu elemen tersebut adalah simbol dan tanda,ukuran dan kualitas
dari signage diatur untuk; menciptakan kesesuaian, mengurangi dampak negatif
visual, menghilangkan kebingungan serta persaingan dengan tanda lalu lintas atau
tanda umum yang penting, selain itu tanda yang didesain dengan baik
menyumbangkan karakter pada fasade bangunan dan menghidupkan street space dan
memberikan informasi bisnis.
Dua pendekatan yang dipakai untuk mendesain signage yaitu: pertama
hendaknya disesuaikan dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu, pembuatan signage
sebaiknya dipertimbangkan agar menjadi satu kesatuan dengan elemen-elemen yang
sudah ada, karena suatu signage mempunyai aspek fungsional dan estetika. Untuk
mengkomunikasikan suatu informasi, tanda-tanda tersebut harus diperhatikan, namun
untuk membuatnya memiliki nilai estetis dibutuhkan suatu kehati-hatian dalam
menyeimbangkan antara nilai estetis dan fungsinya. Dalam pembuatannya,
perancangan ini lebih kompleks dan membutuhkan banyak waktu, karena semua
hubungan antara lingkungan dan tanda harus betul-betul dipertimbangkan.
Pendekatan kedua yang bisa dilakukan adalah mendahulukan fungsi
komunikasinya, baru memasukkan nilai estetis. Dalam pendekatan ini, semua elemen
yang ada harus diseragamkan, baik dalam bentuk, material, warna, dan detail.
Pendekatan ini biasanya menghasilkan suatu signage yang kontras dengan
lingkungan sekitarnya agar terlihat lebih fokus oleh orang yang berada di sekitar
lingkungan tersebut, dan biasanya sesuai digunakan untuk proyek-proyek transportasi
Dimensi signage berkaitan dengan luasan dan ketinggian signage, beberapa
faktor yang mempengaruhi dimensi signage adalah lokasi penempatan, luas ruang
dan kecepatan pergerakan (Ashihara 1983, Lynch 1988, Kelly dan Raso 1991,
Smardon 1992). Oleh sebab itu dimensi signage akan berlainan untuk jalan di dalam
kota dan jalan bebas hambatan. Selain itu skala signage, yang meliputi jangkauan dan
proporsi signage terhadap lingkungan sekitarnya juga harus diperhatikan.
2.3.5 Warna dan pencahayaan signage
Dalam pemilihan warna dan material signage yang menjadi pertimbangan
utamanya adalah keindahan dan faktor kejelasan (legibility). Hal ini dikarenakan
sasaran signage adalah untuk menarik perhatian orang yang melihatnya maka,
signage dibuat dalam warna-warna mencolok. Hal ini dapat menimbulkan efek
kontras terhadap lingkungan. Untuk mengurangi efek negatif warna maka perlu
penyesuaian warna signage dengan lingkungan sekitarnya. Menurut Daniel dalam
Kurniawan (2002) suatu objek akan kelihatan baik jika kombinasi warna tidak lebih
tiga macam, apabila lebih akan menimbulkan ketidakjelasan objek yang ingin
ditampilkan. Sedangkan pemilihan material berpengaruh terhadap estetika dan efek
pencahayaan. Material mengkilap seperti fiber glass atau plastik menimbulkan glare
jika terkena cahaya, terutama cahaya langsung.
Efek utama pencahayaan adalah penerangan pada malam hari, seperti
menarik selain pencahayaan di malam hari. Dari pencahayaan tersebut dapat terlihat
node-node, dengan banyaknya cahaya tidak beraturan yang ditimbulkan oleh signage.
Menurut Kelly dan Raso (1992), ada tiga dasar pencahayaan signage yaitu;
(1) Internal Lighting, penyinaran yang berasal dari permukaan bidang, (2) Direct
External Lighting, penerangan langsung dari luar bidang seperti spotlight, lampu
sorot, (3) External but Integral to Signage, penyinaran dari luar tapi integral dengan
signage, seperti lampu bohlam.
2.3.6 Sasaran dan fungsi signage
Signage mempunyai dua sasaran, yaitu langsung dan tidak langsung.
Komunikasi langsung menspesifikasikan identitas usaha, lokasi dan barang-barang
bisnis serta pelayanan yang ditawarkan. Signage tersebut mempunyai keterkaitan
langsung dengan bangunan dan lingkungan setempat. Sedangkan signage yang tidak
mempunyai keterkaitan dengan kegiatan di dalam bangunan atau lingkungan
setempat merupakan komunikasi tidak langsung.
Sebagai salah satu elemen urban design dan penanda bagi suatu kawasan atau
kota, signage memiliki bermacam-macam fungsi. Rubenstein (1992) dalam bukunya
Pedestrian Malls, Streetscape and Urban Spaces, ada beberapa fungsi utama signage
yang menjadikannya elemen penting di dalam kota:
1. Jati diri (identitas), mall identity, dapat berupa simbol atau logo untuk
memberikan identitas suatu mall dan dapat digunakan sebagai informasi
2. Rambu-rambu lalu lintas (traffic sign), yang meliputi rambu-rambu pada
highway, lampu-lampu lalu lintas, rute-rute perjalanan, tanda parkir, tanda
berhenti, penyeberangan pejalan kaki dan tanda petunjuk arah.
3. Jati diri komersial (commercial identity), dimana penempatan signage pada
bangunan sebagai jatidiri pertokoan seperti papan nama, sign advertising di
sepanjang jalan atau blok bangunan.
Tanda-tanda informasi (informatial sign), merupakan tanda-tanda yang
berfungsi untuk memberikan informasi seperti petunjuk arah, peta-peta dan
tanda-tanda khusus yang menunjukkan lokasi parkir, subway atau halte bus sehingga orang
yang melihatnya dapat dituntun menuju arah tertentu.
2.3.7 Tipologi signage
Signage dapat dibedakan dalam berbagai klasifikasi, pengklasifikasian setiap
signage berbeda–beda dan disesuaikan dengan sudut pandang tujuan dan kepentingan
yang hendak dicapai. Perbedaan pengklasifikasian ini berkaitan erat dengan bentuk–
bentuk pengelolaan atau pengaturan yang ditetapkan. Pemahaman atas kesamaan dan
perbedaan antara kelompok signage tersebut diklasifikasikan merupakan kunci dalam
memahami suatu pengelolaan signage (Yulisar,1999).
2.3.7.1 Klasifikasi secara umum
Secara umum klasifikasi signage dapat berdasarkan isi pesan, bahan, sifat
informasi dan teknis pemasangannya. Berdasarkan hal tersebut, klasifikasi media
1. Berdasarkan isi pesannya, media signage dibedakan atas (Mandelker, 1982
dalam Pramono, 2006):
a. Media komersial, menyangkut media signage yang memberikan
informasi suatu barang atau jasa untuk kepentingan dagang (private
sign).
b. Media signage non-komersial, merupakan media signage yang
mengandung informasi pelayanan kepada masyarakat (public sign).
2. Berdasarkan bahan dan periode waktu yang digunakan, media signage
dibedakan atas (Damain dan Gray, 1989 dalam Pramono, 2006):
a. Media signage permanen, media ini ditempatkan atau dibuat pada
pondasi sendiri, dimasukkan ke dalam tanah, dipasang atau digambar
pada struktur yang permanen. Kebanyakan jenis media signage ini yang
diizinkan untuk dipasang.
b. Media signage temporer, biasanya digunakan pada suatu waktu yang
tertentu saja ketika ada suatu acara/pertunjukan dan sejenisnya, dan
sesudahnya tidak digunakan lagi. Media signage jenis ini mempunyai
ciri mudah untuk dipindahkan atau dibongkar secara tidak terbuat dari
bahan yang mahal.
3. Berdasarkan sifat penyampaian informasi, terdiri atas (Shirvani, 1982):
a. Media signage yang bersifat langsung, media ini berkaitan dengan
tersebut diletakkan, seperti media signage yang menunjukkan identitas
usaha atau bangunan.
b. Media signage yang bersifat tidak langsung, media signage jenis ini
berisi pesan–pesan yang tidak mempunyai keterkaitan langsung dengan
kegiatan dalam bangunan atau lingkungan dimana media signage
tersebut berada.
2.3.7.2 Klasifikasi berdasarkan teknis pemasangan
Secara teknis pemasangannya, signage dapat dibedakan dalam beberapa jenis
(Kelly dan Raso, 1989), yakni:
Signage yang berdiri sendiri (free standing signs) memiliki dua bentuk (Gambar 2.2)
yaitu:
1. Signage dengan tiang (pole signs), signage ini didukung oleh tiang,
kadang–kadang lebih dari satu, terpisah dari tanah oleh udara dan terpisah
dari bangunan dan struktur yang lain. Tipe signage ini hanya diperbolehkan
di jalan arteri, ketinggian maksimumnya tidak lebih dari 16 ft dan luas
maksimum 72 ft²
2. Signage yang terletak di tanah (ground signs), dasar dari media signage ini
terletak di tanah atau tertutup oleh tanah dan terpisah dari bangunan atau
Gambar 2.2 Jenis signage yang berdiri sendiri (free standing signs) Sumber: Sign regulations (City of San Luis Obispo, 2004)
Signage pada atap bangunan (roof signs) ada dua jenis, yaitu (lihat Gambar 2.3):
1. Signage yang tidak menyatu dengan atap, signage ini dibangun di atas atap
bangunan atau disangga oleh struktur atap dan pada umumnya berada
tinggi di atas atap.
2. Signage yang menyatu dengan atap, signage yang menyatu dengan atap ini
dicirikan dengan tidak adanya bagian signage yang melebihi ketinggian
Gambar 2.3 Signage pada atap bangunan (roof signs) Sumber : Sign regulations (City of San Luis Obispo, 2004)
Signage dari tenda (canopy signs and awning signs) dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Ketentuan penataan signage dari tenda (awning) adalah:
1. Signage ini ditempatkan pada tenda maupun awning yang permanen.
2. Signage pada tenda maupun awning yang dapat dilihat dengan berbagai
ukuran.
3.
4.
Jumlah awning signs yang diizinkan adalah satu buah per pemilik
bangunan.
Jarak bebas awning signs minimal 8 feet
5.
(2,4 meter) dari atas permukaan
trotoar tempat pejalan kaki.
6.
Ukuran awning signs tidak lebih dari 25 persen dari luas permukaan tenda.
Gambar 2.4 Signage dari tenda atau awning (canopy and awning signs) Sumber : Sign Regulations (City of San Luis Obispo , 2004)
Signage yang diletakkan pada bangunan atau dinding bangunan dengan menghadap
arus kendaraan (Projected Signs), seperti terlihat pada Gambar 2.5. Ketentuan
pemasangan projected signs adalah sebagai berikut:
1. Jarak signage dari permukaan dinding tidak lebih dari 15 cm dari dinding
bangunan dan dipasang tegak lurus dari bangunan.
2. Projected signs harus melekat pada fasade bangunan yang memiliki pintu
masuk publik dan harus menjaga jarak bebas minimal 8 kaki di atas
3.
trotoar.
Jumlah projected signs yang diperbolehkan hanya satu per pemilik
[image:51.612.132.510.113.354.2]Gambar 2.5 Projected Signs
Sumber : Sign Regulations (City of San Luis Obispo, 2004)
Signage yang ditempatkan pada dinding (wall signs), signage yang masuk dalam
kategori ini adalah signage yang dipasang secara pararel dalam jarak maksimum 15
cm dari dinding bangunan, signage biasanya dicat pada permukaan dinding atau
sruktur bangunan yang lain (Gambar 2.6). Adapun ketentuan lain untuk penataan
signage tipe ini adalah:
1. Signage harus terpasang pada permukaan bangunan yang datar dan tidak
menghalangi detail arsitektural bangunan.
2. Signage harus diletakkan pada fasade bangunan yang terdapat pintu masuk
untuk umum.
3. Jumlah maksimal signage yang diizinkan adalah dua buah per pemilik
bangunan.
4. Luas signage tidak lebih 15% dari luas fasade bangunan.
5. Dapat dilengkapi dengan lampu penerangan pada segmen kawasan tertentu,
6. Wall signs diizinkan dipasang di seluruh area dinding bangunan.
Gambar 2.6 Signage yang ditempatkan pada dinding (wall signs) Sumber: Sign Regulations (City of San Luis Obispo , 2004)
Signage yang digantung (suspended signs) pada bagian bawah bidang horizontal
(langit–langit) pada serambi bangunan. Umumnya signage ini berukuran lebih kecil
dari papan nama atau alamat untuk memberitahukan pada pejalan kaki yang tidak
dapat melihat media signage lebih besar diletakkan pada dinding di atas serambi
bagian depan bangunan (Gambar 2.7).
Ketentuan pemasangan suspended signs adalah sebagai berikut:
1.
2.
Signage harus melekat pada fasade bangunan yang memiliki pintu masuk
untuk umum.
Jarak ketinggian signage minimal 8 ft
3. <