• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Penerapan Strategi Dakwah Ustadz Ahmad Rifky Umar Said Dalam konsep pemakaian strategi dakwah yang Ustadz Lancip lakukan Dalam konsep pemakaian strategi dakwah yang Ustadz Lancip lakukan

KECAMATAN BOJONGSARI KOTA DEPOK

B. Konsep Penerapan Strategi Dakwah Ustadz Ahmad Rifky Umar Said Dalam konsep pemakaian strategi dakwah yang Ustadz Lancip lakukan Dalam konsep pemakaian strategi dakwah yang Ustadz Lancip lakukan

adalah menerapkan atau memakai sebuah sifat yang wajib dan harus ada pada diri Rasulullah. Yakni: siddiq (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan), dan fathonah (cerdas). Rasulullah saw mempunyai perilaku dan akhlak yang sangat mulia terhadap sesama manusia, khususnya terhadap umatnya tanpa membedakan atau memandang seseorang dari status sosial, warna kulit, suku bangsa atau golongan. Beliau selalu berbuat baik kepada siapa saja bahkan kepada orang jahat atau orang yang tidak baik kepadanya. Oleh karena itu tidak mengherankan di dalam Al-Quran, beliau disebut sebagai manusia yang memiliki akhlak yang paling agung.

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab: 21)

Suri tauladan bagi umat Islam dalam berakhlak mulia adalah Nabi mereka, Muhammad saw, seorang Nabi yang telah dididik langsung oleh Allah dengan sebaik-baik didikan akhlak, telah diajari-Nya dengan sesempurna pengajaran, diberikan Al-Qur’an dan Al-Hikmah, dilindungi dari keburukan-keburukan dan perangai-perangai tercela, dan dijadikan teladan kebaikan bagi seluruh manusia.7

Adapun sifat yang wajib ada pada diri Rasul adalah sebagai berikut: 1. Siddiq

Siddiq artinya benar atau jujur. Benar adalah suatu sifat yang mulia yang menghiasi akhlak seseorang yang beriman kepada Allah dan kepada perkara-perkara yang ghaib. Ia merupakan sifat pertama yang wajib dimiliki para Nabi dan Rasul yang dikirim Tuhan ke alam dunia ini bagi pembawa wahyu dan agamanya.Pada diri Rasulullah SAW, bukan hanya perkataannya yang benar, malah perbuatannya juga benar, yakni sejalan dengan ucapannya. Jadi mustahil bagi Rasulullah SAW itu bersifat pembohong, penipu dan sebagainya. Menurut Ustadz Lancip bahwa untuk menjadi seorang da’i haruslah dimulai dari kejujuran. Kejujuran ini bukan hanya dalam perkataan, akan tetapi kejujuran ini harus dilakasakan dalam perbuatan nyata seorang da’i.

Firman Allah: $tΒuρ ß ,ÏÜΖtƒ Ç tã # “uθoλù;$# ∩⊂∪ ÷ βÎ) u θèδ ā ωÎ) Ö óruρ 4 yrθム∩⊆∪ 7

Yusuf al-Qudrawi, Retorika Islam: Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah Islam,

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.(3) Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.(4)” (QS An-Najm: 3-4)

“Beliau (Muhammad) tidak mengucapkan sesuatu yang bersumber dari hawa nafsunya (ayat 3).” ….beliau hanya menyampiakan apa yang telah diperintahkan kepada beliau dan menyampaikan kepada ummat manusia secara sempurna dan tidak melakukan dan penambahan..8

2. Amanah

Amanah artinya benar-benar boleh dipercayai. Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya bahawa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh kerana itulah penduduk Makkah memberi gelaran kepada Nabi Muhammad saw dengan gelaran ‘Al-Amin’ yang bermaksud ‘terpercaya’, jauh sebelum beliau diangkat jadi seorang Rasul. Apa pun yang beliau ucapkan, dipercayai dan diyakini penduduk Makkah kerana beliau terkenal sebagai seorang yang tidak pernah berdusta.

ö Νà6äóÏk=t/é& Ï M≈n=≈yÍ‘ ’În1u O $tΡr&uρ ö /ä3s9 î î w¾¾$tΡ ∩∉∇∪ÏΒr&

“Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu.” (QS Al-A'raaf: 68) “..Demikian itulah berbagai sifat yang dimiliki para Rasul, yaitu menyampaikan, memberi nasehat, dan dapat dipercaya..”9

Amanah adalah suatu sifat yang amat sulit dimiliki manusia, Ustadz Lancip menganggap bahwa menjaga amanat adalah hal yang paling berat dilaksanakan. Karena amanah ini adalah titipan kepercayaan orang kepada orang yang lainnya. Dalam hal ini pula Ustadz Lancip memanfaatkan sifat amanah dalam dirinya untuk dijadikan tumpuan strategi dakwah. Ustadz Lancip

8

. M. Abdul Ghofar E.M., Abdurahman Mu’thi, Abu Ihsan Al-Atsari (Penerjemah), Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7(Bogor : Pustaka Imam Syafi’i, 2004), h. 568.

9

M. Abdul Ghofar E.M. (Penerjemah), Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, (Bogor : Pustaka Imam Syafi’i, 2003), h. 403.

menerus menjadikan dirinya sebagai seorang yang amanah. Amanah ini adalah sifat-sifat yang memang didambakan oleh manusia kepada seorang penjaga amanah.

Hal ini dicontohkan secara sederhana: bahwa dalam berdakwah ustadz Lancip mencoba untuk selalu memenuhi undangan baik ceramah, tahlil dan sebagainya, beliau tidak pernah membedakan siapa dan dari mana orang yang mengundangnya, ketika dapat undangan maka dia akan datang. Kemudian juga beliau yang diamanatkan uang dan lainnya untuk kepentingan dakwah Islam dari para donatur, semua itu beliau jalankan dengan baik dalam mengerjakan amanat tersebut.

3. Tabligh

Tabligh artinya menyampaikan. Segala firman Allah SWT yang ditujukan oleh manusia, disampaikan oleh Rasulullah. Tidak ada yang disembunyikan walaupun apa yang disampaikan itu menyinggung Rasulullah sendiri. Rasulullah SAW adalah manusia mulia yang mempunyai sifat tabligh, ketika Rasulullah SAW mendapatkan wahyu maka dia akan menyampaikan kepada manusia, tanpa mengurangi atau melebihkan wahyu yang Rasulullah dapatkan.

Sifat tabligh ini yang menjadi salah satu strategi dakwah yang dilakukan Ustadz Lancip. Artinya ketika Ustadz Lancip mempunyai ilmu, khususnya ilmu agama, maka dia merasa wajib menyampaikan ilmu itu. Menurutnya ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dapat diamalkan untuk kepentingan umat. Tanpa adanya tablihg mustahil Islam bertahan sampai sekarang. Firman Allah:

}

§t6tã # ’¯<uθs?uρ ∩⊇∪ βr& ç νu!%y` 4 ‘yϑôãF{$# ∩⊄∪

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, kerana telah datang seorang buta kepadanya.” (QS 'Abasa: 1~2)

“Lebih dari satu orang ahli tafsir yang menyebutkan bahwa pada suatu hari, Rasulullah saw pernah berbicara dengan beberapa pembesar kaum Quraisy dan beliau berharap mereka mau memeluk islam. Ketika beliau tengah berbicara dan mengajak mereka, tiba-tiba muncul Ibnu Ummi Maktum, di mana dia merupakan salah seorang yang memeluk Islam lebih awal. Maka Ibnu Ummi Maktum bertanya kepada Rasulullah saw, mengenai sesuatu seraya mendesak beliau. Dan Nabi saw sendiri berkeinginan andai saja waktu beliau itu cukup untuk berbicara dengan orang tersebut karena beliau memang sangat berharap dan berkeinginan untuk member petunjuk kepadanya. Dan beliau bermuka masam kepada Ibnu Ummi Maktum seraya berpaling darinya dan menghadap orang lain.”10

Pendakwah yang baik adalah da’i-da’iyang konsisten dalam berdakwah, apapun ilmu agama yang dia dapatkan maka sampaikanlah. Walaupun kadang yang ingin disampaikan itu hal-hal yang menyingung diri kita sendiri sebagai da’i. karena Rasulullah saja mendapat teguran dari Allah dari ayat di atas. Ketika berdakwah ada perasaan menyinggung hati sebagai da’i, maka hilangkanlah itu. Karena tujuan da’i menyampaikan apa yang benar sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits.

4. Fathanah

Fathanah artinya cerdas. Mustahil bagi seseorang Rasul itu bersifat bodoh atau jahlun. Dalam menyampaikan ayat-ayat al-Qur’an dan kemudian menjelaskannya dalam puluhan ribu Hadits, bukankah itu memerlukan kebijaksanaan dan kecerdasan yang luar biasa. Sifat fathanah ini tidak sembarang dipunyai oleh manusia, sifat fathanah adalah sifat yang dimiliki orang-orang pilihan Allah, menurut ustadz Lancip sifat fathanah juga harus contohkan seorang da’i. Ketika ada permasalahan agama, seseorang bisa memecahkan permasalahan

10

M. Abdul Ghofar E.M., Abdurahman Mu’thi, Abu Ihsan Al-Atsari (Penerjemah), Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, (Bogor : Pustaka Imam Syafi’i, 2005) h. 398

agama dengan cara yang baik dan benar. Tanpa adanya fathanah dalam diri manusia pilihan (da’i) maka manusia tidak akan bisa menemukan strategi-strategi dakwah yang ampuh dalam melawan perkembangan zaman ini.

Dalam menyampaikan 6.236 ayat Al Qur’an kemudian menjelaskannya dalam puluhan ribu hadits membutuhkan kecerdasan yang luar biasa. Nabi harus mampu menjelaskan firman-firman Allah kepada kaumnya sehingga mereka mau masuk ke dalam Islam. Nabi juga harus mampu berdebat dengan orang-orang kafir dengan cara yang sebaik-baiknya. Apalagi Nabi mampu mengatur ummatnya sehingga dari bangsa Arab yang bodoh dan terpecah-belah serta saling perang antar suku, menjadi satu bangsa yang berbudaya dan berpengetahuan dalam 1 negara yang besar yang dalam 100 tahun melebihi luas Eropa.11