• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

5. Konsep Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh pada dasarnya diciptakan oleh adanya interaksi antara orang tua dan anak dalam hubungan sehari-hari yang berevolusi sepanjang waktu, sehingga

commit to user

orangtua akan menghasilkan anak-anak sealiran, karena orang tua tidak hanya mengajarkan dengan kata-kata, tetapi juga dengan contoh (Shochib, 1998).

Hurlock (1999) mengatakan bahwa didalam pengasuhan anak para orang tua mempunyai tujuan untuk membentuk anak menjadi yang terbaik sesuai dengan apa yang dianggap ideal oleh para orang tua dan dalam pengasuhan anak diberikan istilah disiplin sebagai pelatihan dalam mengendalikan dan mengontrol diri. Menurut Tarmudji (2001), pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.

b.Macam-macam Pola Asuh Orang Tua

Menurut Dariyo (2004) bentuk pola asuh orang tua dibagi menjadi empat, yaitu : 1)Pola Asuh Otoriter (parent oriented)

Ciri-ciri dari pola asuh ini, menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua. Dalam hal ini, anak seolah-olah menjadi “robot”, sehingga ia kurang inisiatif, merasa takut tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder dalam pergaulan tetapi disisi lain, anak bisa memberontak, nakal, atau melarikan diri dari kenyataan, misalnya dengan menggunakan narkoba. Dari segi positifnya, anak yang dididik dalam pola asuh ini, cenderung akan menjadi disiplin yakni mentaati peraturan. Akan tetapi bisa jadi anak hanya mau menunjukkan kedisiplinan dihadapan orang tua, padahal dalam hatinya

commit to user

berbicara lain, sehingga ketika dibelakang orang tua, anak bersikap dan bertindak lain. Hal itu tujuannya semata hanya untuk menyenangkan hati orang tua. Jadi anak cenderung memiliki kedisiplinan dan kepatuhan yang semu. 2)Pola Asuh Permisif (children centered)

Sifat pola asuh ini, yakni segala aturan dan ketetapan keluarga ditangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua. Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak semena-mena, tanpa pengawasan orang tua. Anak bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Dari sisi negatif lain, anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Bila anak mampu menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab maka anak akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu mewujudkan aktualisasinya.

3)Pola Asuh Demokratis

Kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus dibawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya. Akibat positif dari pola asuh ini, anak akan menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain, bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya, tidak munafik, jujur. Namun akibat negatif, anak akan cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan anak dan orang tua.

commit to user 4)Pola Asuh Situsional

Pada pola asuh ini orang tua tidak menerapkan salah satu tipe pola asuh tertentu. Tetapi kemungkinan orang tua menerapkan pola asuh secara fleksibel, luwes dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu.

Secara umum, Baumrind (dalam Megawangi, 2003) mengkategorikan pola asuh menjadi tiga jenis, yaitu : (1) Pola asuh Authoritarian, (2) Pola asuh Authoritative, (3) Pola asuh permissive. Tiga jenis pola asuh Baumrind ini hampir sama dengan jenis pola asuh menurut Hurlock juga Hardy & Heyes yaitu: (1) Pola asuh otoriter, (2) Pola asuh demokratis, dan (3) Pola asuh permisif.

Pola asuh otoriter mempunyai ciri orangtua membuat semua keputusan, anak harus tunduk, patuh, dan tidak boleh bertanya. Pola asuh demokratis mempunyai ciri orangtua mendorong anak untuk membicarakan apa yang ia inginkan. Pola asuh permisif mempunyai ciri orangtua memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat.

Menurut Baumrind dalam Megawangi (2003) menyebutkan ada 3 macam pola asuh orang tua yaitu:

1) Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter ditandai dengan orang tua yang melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Pola asuh otoriter mempunyai ciri-ciri sikap orang tua yang kaku dan keras dalam menerapkan peraturan-peraturan maupun disiplin. Orang tua bersikap memaksa dengan selalu menuntut

commit to user

kepatuhan anak agar bertingkah laku seperti yag dikehendaki oleh orang tuanya.

2)Pola Asuh Demokratis

Pola asuh orang tua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang demokratis ini yaitu orang tua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung. Pola ini lebih memusatkan pada aspek pendidikan dari pada aspek hukuman, orang tua memberikan peraturan yang luas serta memberikan penjelasan mengenai sebab diberikan hukuman dan imbalan.

Pola asuh demokratis ditandai dengan sikap menerima, responsive, berorientasi pada kebutuhan anak yang disertai tuntutan, kontrol dan pembatasan. Jadi penerapan pola asuh demokratis dapat memberikan keleluasaan anak untuk menyampaikan segala persoalan yang dialaminya tanpa perasaan takut, keleluasaan yang diberikan orang tua tidak bersifat mutlak akan tetapi adanya kontrol dan pembatasan berdasarkan norma-norma yang ada.

3)Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan anak. Pelaksanaan pola asuh permisif atau dikenal dengan pola asuh serba membiarkan adalah orang tua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan.

commit to user

Dalam pola asuh permisif, orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya dan anak diizinkan membuat keputusan sendiri tentang langkah apa yang akan dilakukan, orang tua tidak pernah memberikan pengarahan dan penjelasan kepada anak tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh anak. Dalam pola asuh permisif hampir tidak ada komunikasi antara orang tua dengan anak.

Orang tua yang memiliki pola asuh permisif rendah dalam penggunaan kontrol rasional. Mereka kurang hangat, kurang mengacuhkan, kurang mengasihi dan kurang simpatik kepada anak-anaknya. Karena tidak adanya kontrol maka orang tua tidak mendorong anak-anaknya untuk mengemukakan ketidaksetujuan atas keputusan atau peraturan orangtua dan hanya memberikan sedikit kehangatan.

Berdasarkan keterangan diatas, pola asuh apa yang diterapkan oleh orang tua dapat diketahui dari ciri-ciri masing-masing pola asuh tersebut, yaitu sebagai berikut :

1) Pola asuh otoriter mempunyai ciri: kekuasaan orangtua dominan, anak tidak diakui sebagai pribadi, kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat, orangtua menghukum anak jika anak tidak patuh.

2) Pola asuh demokratis mempunyai ciri: ada kerjasama antara orangtua – anak, anak diakui sebagai pribadi, ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua, ada kontrol dari orangtua yang tidak kaku.

3) Pola asuh permisif mempunyai ciri : dominasi pada anak, sikap longgar atau kebebasan dari orangtua, tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua, kontrol dan perhatian orangtua sangat kurang.

commit to user

Tembong (2003) membagi bentuk pola asuh orang tua menjadi empat, yaitu : 1) Pola pengasuhan autoritatif

Pada umumnya pola pengasuhan ini hampir sama dengan bentuk pola asuh demokratis oleh Dariyo (2004) namun hal yang membedakan pola asuh ini yaitu adanya tambahan mengenai pemahaman bahwa masa depan anak harus dilandasi oleh tindakan-tindakan masa kini. Orang tua memprioritaskan kepentingan anak dibandingkan dengan kepentingan dirinya, tidak ragu-ragu mengendalikan anak, berani menegur apabila anak berperilaku buruk. Orang tua juga mengarahkan perilaku anak sesuai dengan kebutuhan anak agar memiliki sikap, pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan yang akan mendasari anak untuk mengarungi hidup dan kehidupan di masa mendatang. 2) Pola pengasuhan otoriter

Pada pola pengasuhan ini, orang tua menuntut anak untuk mematuhi standar mutlak yang ditentukan oleh orang tua. Kebanyakan anak-anak dari pola pengasuhan otoriter ini memiliki kompetensi dan cukup bertanggung jawab, namun kebanyakan cenderung menarik diri secara sosial, kurang spontan dan tampak kurang percaya diri.

3) Pola pengasuhan penyabar atau pemanja

Pola pengasuhan ini, orang tua tidak mengendalikan perilaku anak sesuai dengan kebutuhan perkembangan kepribadian anak, tidak pernah menegur atau tidak berani menegur anak. Anak-anak dengan pola pengasuhan ini cenderung lebih energik dan responsif dibandingkan anak-anak dengan pola pengasuhan otoriter, namun mereka tampak kurang matang secara sosial

commit to user

(manja), impulsif, mementingkan diri sendiri dan kurang percaya diri (cengeng).

4) Pola pengasuhan penelantar

Pada pola pengasuhan ini, orang tua kurang atau bahkan sama sekali tidak mempedulikan perkembangan psikis anak. Anak dibiarkan berkembang sendiri, orang tua juga lebih memprioritaskan kepentingannya sendiri dari pada kepentingan anak. Kepentingan perkembangan kepribadian anak terabaikan, banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan kegiatannya sendiri dengan berbagai macam alasan . Anak-anak terlantar ini merupakan anak-anak yang paling potensial terlibat penggunaan obat-obatan terlarang (narkoba) dan tindakan-tindakan kriminal lainnya. Hal tersebut dikarenakan orang tua sering mengabaikan keadaan anak dimana ia sering tidak peduli atau tidak tahu dimana anak-anaknya berada, dengan siapa anak-anak mereka bergaul, sedang apa anak tersebut.Dengan bentuk pola asuh penelantar tersebut anak merasa tidak diperhatikan oleh orang tua, sehingga ia melakukan segala sesuatu atas apa yang diinginkannya.

Dari beberapa uraian pendapat para ahli di atas mengenai bentuk pola asuh orang tua dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya terdapat tiga pola asuh yang diterapkan orang tua yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh bebas (permisif). Dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada tiga bentuk pola asuh yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan permisif, hubungannya dengan motivasi belajar anak.

commit to user

Banyak pemikiran yang melahirkan sikap yang mengakui otoritas orang tua hanya karena rasa takut dan anggapan bahwa orang tua adalah bagian dari kehidupannya. Akibatnya, tidak ada konformitas dan transaksional antara orang tua dengan anak sebagai panutan untuk mengembangkan nilai-nilai yang diharapkan. Menurut Nelson (Shochib, 1998) orang tua yang tidak dapat melakukan hubungan intim dan penuh keterbukaan akan melahirkan kepadaman pengakuan anak terhadap otoritasnya.

Adanya pemikiran seperti itu, maka orang tua memberikan gagasan yang sulit untuk diterima oleh anak-anaknya dan sulit untuk dihilangkan, bahwa orang tua harus menggunakan kekuasaan dalam menghadapi anak-anaknya yang merupakan penghalang bagi terciptanya keharmonisan keluarga.

Menurut Shochib (1998), secara khusus perlakuan orang tua terhadap anak-anaknya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1) Pengalaman masa lalu, mencerminkan perlakuan mereka yang diterima dari orang tuanya waktu kecil dulu. Bila perlakuan yang mereka terima keras dan kejam, maka perlakuan terhadap anak-anaknya juga seperti itu dan sebaliknya. 2) Kepribadian orang tua, dapat mempengaruhi cara mengasuhnya. Orang tua

yang berkepribadian tertutup dan konservatif cenderung memperlakukan anaknya dengan ketat dan otoriter.

3) Nilai-nilai yang dianut orang tua, ada sebagian orang tua yang menganut faham aqualitarian yaitu kedudukan anak sama dengan kedudukan orang tua, yang biasanya berlaku di negara barat. Tetapi di negara timur cenderung orang tua masih menghargai keputusan anak.

commit to user

Dari generasi ke generasi berikutnya jelas ada perubahan dalam hubungan orang tua dan anak. Faktor yang mempengaruhi perubahan pola asuh orang tua, sebagai berikut:

1) keadaan masyarakat dimana keluarga itu hidup. 2) Kesempatan yang diberikan oleh orang tua. 3) Persepsi timbal antara orang tua dan anak.

Pola asuh yang baik sulit sulit berjalan efektif bila tidak didukung oleh lingkungan. Namun, kelekatan anak-orang tua dapat meminimalkan pengaruh negatif lingkungan. Pola asuh yang baik tak hanya datang dari pihak orang tua. Lingkungan sekitar, seperti pengasuh, kakek-nenek, kerabat dekat, tetangga, dan juga sekolah, semua harus sejalan. Soalnya, seperti yang diutarakan Chandra (2008) pola asuh yang berbeda satu sama lain akan membuat hasil yang dicapai tidak maksimal, bahkan bisa berantakan.

Beberapa faktor faktor yang dapat membuat pola asuh tidak maksimal datang dari lingkungan yang sangat dekat dengan anak. Menurut Hasuki (2008), psikolog dari Spectrum Treatment and Education Center, Bintaro, Banten faktor yang dapat membuat pola asuh tidak maksimal adalah sebagai berikut:

1) Pengasuh

Pengasuh sebetulnya bisa menjadi “kepanjangan tangan” orang tua yang cukup efektif, tetapi karena misi orang tua dan pengasuh pada dasarnya berbeda yang terjadi justru bisa sebaliknya. Misi orang tua dalam mengasuh adalah mengoptimalkan tumbuh kembang anak, sedangkan pengasuh bisa saja bekerja semata-mata untuk mendapatkan gaji.

commit to user

Kakek dan nenek bisa saja membuat pola asuh menjadi tidak efektif, berbeda dari pengasuh, sikap inkonsitensi kakek-nenek biasanya disebabkan rasa sayang mereka yang besar terhadap cucu.

3) Saudara atau Kerabat

Disatu sisi, hidup berdampingan dengan keluarga besar, seperti paman, tante, dan kerabat lain, bisa membuat anak lebih mengenal banyak karakter manusia. Namun di sisi lain, ada pula hal negatif yang dapat mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anaknya, misalnya: ketidakdisiplinan berhubungan erat dengan inkonsistensi pola asuh. Bila paman atau tante sering membiarkan keponakannya melanggar aturan yang telah disepakati bersama kedua orang tuanya, kemungkinan anak pun akan melakukan hal lain yang sebenarnya tidak boleh dilakukan.

4) Lingkungan Rumah

Dari lingkungan sekitar rumah seperti tetangga, anak pun bisa mendapatkan pengalaman negatif yang sedikit banyak akan mempengaruhi keberlangsungan pola asuh orang tua terhadapnya. Jika anak mendapati toleransi yang berbeda di rumah temannya dari apa yang ditemuinya di rumah sendiri, tak mustahil anak akan kerap melanggar. Anak tahu bahwa ada keleluasaan lebih di rumah tetangganya, jadi mengapa di rumah sendiri tidak bisa seperti itu. Banyak anak yang semula sangat santun dan jujur jadi sering berbohong, mencerca, berkata kasar, dan sebagainya karena mencontoh perilaku negatif teman.

5) Lingkungan Sekolah

Sebaiknya rumah mengacu pada pola asuh yang diterapkan di sekolah karena umumnya sekolah mengajarkan kebaikan pada anak. Di sekolah, anak juga

commit to user

mengenal beragam perilaku negatif lain yang umumnya datang dari kalangan teman.

Kesimpulannya memang sulit membentengi anak dari pengaruh lingkungan yang tidak mendukung pola asuh orang tua. Apa boleh buat, anak memang tidak mungkin dijaga agar selalu steril karena seorang anak tetap butuh berinteraksi dengan lingkungannya. Lagi pula tak ada lingkungan yang bisa secara murni mendukung pola asuh orang tua.

Oleh karena itu, satu hal yang dapat kita lakukan agar anak dapat berkembang sesuai harapan orang tua yaitu menjaga kedekatan dengan anak. Lakukan dengan komunikasi yang tepat agar pola asuh yang kita terapkan mendapat tempat dihatinya. Kedekatan akan mendorong anak untuk lebih mengutamakan harapan orang tua dan memperbaiki perilakunya jika bertentangan dengan nilai-nilai yang diajarkan ayah dan ibunya.

d.Aspek-aspek Pengukuran Pola Asuh Orang Tua

Tingkah laku yang tidak dikehendaki oleh anak dapat merupakan gambaran dari keadaan di dalam keluarga. Tidak tepat jika orang tua selalu menilai tingkah laku anaknya dengan awal pandangan kejengkelan dan kebencian, sebaliknya justru sikap dan tingkah laku orang tua dewasalah yang sering mengawali kegelisahan pada diri anak.

Mussen (1994) menyatakan bahwa ada beberapa aspek persepsi terhadap pola asuh orang tua, yaitu:

commit to user

Merupakan usaha mempengaruhi aktivitas anak untuk mencapai tujuan, memodifikasi ekspesi ketergantungan, agresifitas, tingkah laku dan bermain. Orang tua yang senantiasa menjaga keselamatan anak-anak (over protection) dan mengambil tindakan-tindakan yang berlebihan agar anak-anaknya terhindar dari bermacam-macam bahaya akan menghasilkan perkembangan anak dengan ciri-ciri sangat tergantung kepada orang tuanya dalam bertingkah laku.

2) Tuntutan Kedewasaan

Menekankan kepada anak untuk mencapai suatu tingkat kemampuan secara intelektual, sosial dan emosional. Dengan memberikan kesempatan belajar pada anak untuk mengalami pahit getirnya kehidupan, menghadapi dan mengatasi berbagai masalah mereka, diharapkan dari pengalaman tersebut anak bisa menjadi dewasa namun anak masih tetap memerlukan campur tangan orang tuanya untuk mengubah dan mengarahkan proses-proses perkembangan pada seluruh aspek kepribadian dalam arti orang tua perlu berusaha mempersiapkan anak dalam menghadapi masa remaja.

3) Komunikasi Anak dan Orang tua

Menggunakan penalaran untuk memecahkan masalah, menanyakan bagaimana pendapat dan perasaan anak. Sangat bijaksana jika orang tua menyediakan cukup waktu untuk percakapan yang bersifat pribadi, pada kesempatan ini orang tua akan mendengarkan dan menemukan banyak hal di luar masalah rutin.

4) Kasih sayang

Meliputi penghargaan dan pujian terhadap prestasi anak. Komunikasi keluarga dapat dilakukan melalui gerakan, sentuhan, belaian, senyuman, mimik wajah, dan

commit to user

ungkapan kata. Pola komunikasi keluarga yang demikian, keakraban, keintiman, saling memiliki, rasa melindungi anak oleh orang tuanya semakin besar.

6.Hubungan antara Persepsi Anak terhadap Keharmonisan Keluarga dan

Dokumen terkait