commit to user
HUBUNGAN PERSEPSI ANAK TERHADAP KEHARMONISAN
KELUARGA DAN POLA ASUH ORANG TUA
DENGAN MOTIVASI BELAJAR
(Studi di Prodi D-III Kebidanan FIK UNIPDU Jombang)
TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan
Oleh:
LISTRIANA FATIMAH
S540809208
PROGRAM PASCA SARJANA
commit to user
HUBUNGAN PERSEPSI ANAK TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DAN POLA ASUH ORANG TUA
DENGAN MOTIVASI BELAJAR
(Studi di Prodi D-III Kebidanan FIK UNIPDU Jombang)
Disusun Oleh: Listriana Fatimah
S540809208
Telah Disetujui Oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Prof. Dr. dr. Ambar Mudigdo, Sp PA (K) ………. . ……… NIP. 19490317 197609 1 001
Pembimbing II Ety Poncorini, dr., M.Pd ……….. ……….. NIP. 19750311 200212 2 002
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
commit to user
HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP
KEHARMONISAN KELUARGA DAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR
(Studi di Prodi D-III Kebidanan FIK UNIPDU Jombang)
Disusun Oleh: Listriana Fatimah
S540809208
Telah Disetujui dan Disahkan Oleh Tim Penguji
commit to user KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan ridlo-Nya,
sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul: “ Hubungan Persepsi Anak
terhadap Keharmonisan keluarga dan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi
belajar”.
Mengingat dalam membuat tesis ini tidak dapat lepas dari berbagai pihak yang
membantu dalam memberi dorongan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. H.M. Syamsulhadi, dr.,Sp.KJ(K), selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc.Ph.D, selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr., MM., M. Kes., PAK, selaku Ketua Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga.
4. P. Murdani K., dr., MPHed, selaku Ketua Minat Pendidikan Profesi Kesehatan
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
5. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd., selaku Sekretaris Minat Pendidikan Profesi Kesehatan
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
6. Prof. Dr. dr. Ambar Mudigdo, Sp PA (K), selaku pembimbing I penyusunan tesis,
terima kasih atas masukan dan bimbingannya.
7. Ety Poncorini, dr.,M.Pd, selaku pembimbing II penyusunan tesis, terima kasih atas
commit to user
8. Hj. Sabrina Dwi Prihartini, SKM, selaku Ka. Prodi D-III Kebidanan FIK UNIPDU
Jombang.
9. Keluarga tercinta yang selalu memberikan motivasi dan dukungan.
10.Semua pihak yang membantu dalam rangka penyusunan penelitian ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah memberi
kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang dari sempurna. Oleh
karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan tesis ini.
Jombang, Januari 2011
commit to user
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Listriana Fatimah NIM : S540809208
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “ Hubungan Persepsi Anak terhadap Keharmonisan Keluarga dan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi
Belajar” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik.
Surakarta, Januari 2011 Yang menyatakan,
commit to user
4. Konsep Dasar Keharmonisan Keluarga... 26
5. Konsep Pola Asuh Orang Tua ... 32
6. Hubungan antara Persepsi Anak terhadap Keharmonisan keluarga dan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi Belajar... 45
B. Penelitian yang Relevan ... 47
C. Kerangka Pikir ... 48
D. Hipotesis ... ... 49
commit to user
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 50
C. Desain Penelitian ... 50
D. Populasi dan Sampel ... 51
E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 52
F. Instrumen Penelitian ... 53
G. Teknik Pengumpulan Data ... 56
H. Teknik Analisa Data ... 56
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 57
B. Pembahasan ... 64
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 75
commit to user DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Populasi Mahasiswa D-III Kebidanan FIK UNIPDU Jombang ...
51
Tabel 3.2 Sampel Proporsional Mahasiswa D-III Kebidanan FIK UNIPDU
Jombang ...
52
Tabel 3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...
52
Tabel 3.4 Skor Pernyataan Variabel Skala Likert ...
53
Tabel 3.5 Kisi-kisi Kuesioner Keharmonisan Keluarga ...
54
Tabel 3.6 Kisi-kisi Kuesioner Pola Asuh Orang Tua ...
55
Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuesioner Motivasi belajar...
55
Tabel 4.1 Persepsi Anak terhadap Keharmonisan Keluarga ... 57
Tabel 4.2 Persepsi Anak terhadap Pola Asuh Orang Tua ... 58
Tabel 4.3 Motivasi Belajar ... 58
Tabel 4.4 Tabulasi Silang Persepsi Anak terhadap Keharmonisan
Keluarga dengan Motivasi Belajar ... 59
Tabel 4.5 Perhitungan Chi-Square Persepsi Anak terhadap
commit to user
Tabel 4.6 Perhitungan Spearman’s rho Persepsi Anak terhadap
Keharmonisan Keluarga dengan Motivasi Belajar ... 60
Tabel 4.7 Tabulasi silang Persepsi Anak terhadap Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi Belajar ... 60
Tabel 4.8 Perhitungan Chi Square Persepsi Anak terhadap Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi Belajar ... 61
Tabel 4.9 Perhitungan Spearman”s Rho Persepai Anak terhadap Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi Belajar ... 61
Tabel 4.10 Perhitungan Regresi Logistik Omnibus Test Of Model Coefficients ……….………. 62
Tabel 4.11 Perhitungan Regresi Logistik Model Summary... 62
Tabel 4.12 Klassifikasi Tabel Regresi Logistik ... 62
commit to user DAFTAR GAMBAR
Halaman
commit to user DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan Penelitian 80
Lampiran 2 : Angket Hubungan Persepsi Anak terhadap Keharmonisan keluarga dan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi belajar (Sebelum Uji Coba)
81
Lampiran 3 : Angket Hubungan Persepsi Anak terhadap Keharmonisan keluarga dan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi belajar (Setelah Uji Coba)
88
Lampiran 4 : Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Keharmonisan Keluarga
93
Lampiran 5 : Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pola Asuh Orang Tua
97
Lampiran 6 : Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Motivasi Belajar 101 Lampiran 7 : Sebaran Data Jawaban Kuesioner Persepsi Anak terhadap
Keharmonisan Keluarga
105
Lampiran 8 : Sebaran Data Jawaban Kuesioner Persepsi Anak terhadap Pola Asuh Orang Tua
108
Lampiran 9 : Sebaran Data Jawaban Kuesioner Motivasi Belajar 110 Lampiran 10: Uji Chi Square (Crosstabs) Hubungan Persepsi Anak
terhadap Keharmonisan Keluarga terhadap Motivasi Belajar
112
Lampiran 11: Uji Chi Square (Crosstabs) Hubungan Persepsi Anak terhadap Pola Asuh Orang Tua terhadap Motivasi Belajar
114
Lampiran 12: Uji Regresi Logistik Hubungan Persepsi Anak terhadap Keharmonisan Keluarga dan Pola Asuh Orang Tua terhadap Motivasi Belajar
116
commit to user ABSTRAK
Listriana Fatimah, S540809208, 2010. Hubungan Persepsi Anak terhadap Keharmonisan Keluarga dan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi Belajar . Tesis. Magister Kedokteran Keluarga, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Latar Belakang: Motivasi belajar terdiri dari motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Salah satu faktor timbulnya motivasi belajar ekstrinsik adalah lingkungan keluarga, karena sebagian besar anak menghabiskan waktunya bersama keluarga. Selain itu keluarga adalah tempat pertama anak menerima pendidikan.
Tujuan Penelitian: Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi anak terhadap keharmonisan keluarga dan pola asuh orang tua dengan motivasi belajar mahasiswa D-III Kebidanan FIK UNIPDU Jombang.
Metode Penelitian: Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan kurang lebih 6 bulan dari bulan Juli sampai Desember 2010. Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa Prodi D-III Kebidanan FIK UNIPDU Jombang sebesar 129 mahasiswa. Teknik pengambilan sampel adalah stratified random sampling dengan jumlah 97 mahasiswa. Alat ukur yang digunakan dari masing-masing variabel adalah kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya.
Hasil Penelitian: Hasil penelitian berdasarkan uji regresi logistik didapatkan nilai sig. 0.001 > 0.05, yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi anak terhadap keharmonisan keluarga dan pola asuh orang tua dengan motivasi belajar. Nilai B menunjukkan bahwa 1 skor persepsi anak terhadap keharmonisan keluarga akan meningkatkan motivasi belajar sebesar 0.921dan peningkatan 1 skor persepsi anak terhadap pola asuh orang tua akan meningkatkan motivasi belajar sebesar 0.878.
commit to user ABSTRACT
Listriana Fatimah, S540809208, 2010. The Relationship between Children Perception Family Harmony toward Parent’s Nurturing Pattern and Learning Motivation. Thesis. Medical Family Studies Program, Postgraduate Program of the Sebelas Maret University of Surakarta.
Background: Learning motivation consists of intrinsic and extrinsic motivation. One of factor raising extrinsic learning motivation is the family environment, since it believed that children spend their time with their family. Besides, family is the first educational place for children.
Purpose: The study aims at knowing the is relationship between children perception family harmony toward parent’s nurturing pattern and learning motivation of the D-III Midwifery Student of Nursing Science of UNIPDU Jombang
.
Method: This study uses quantitative research, analytic observational with cross sectional approach. This study was conducted in 6 months, since July to December 2010. The population is 129 Midwifery Students of Nursing Science of UNIPDU Jombang. Technique of sampling is stratified random sampling with 97 students. Measurement test of each variable is a questionnaire which has already been tested on its validity and reliability.
Results: This study result based on logistic regression test shows sig. value of 0.001 > 0.005, means that there is significant relationship betweenchildren perception family harmony toward parent’s nurturing pattern and learning motivation. Meanwhile B mark shows that score one for children’s perception toward family harmony will raise the learning motivation as much as 0.921. while there is a increase of score one for children’s perception toward parent’s nurturing pattern will raise learning motivation
as much as 0.878.
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses belajar mengajar tidak bisa terlepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhi dan menunjang keberlangsungannya. Bagi lembaga pendidikan,
setelah menentukan program-progam dan kurikulum pendidikan, harus
mempunyai prinsip dalam menentukan arah teknis pelaksanaan cita-cita dari
progam dan kurikulum yang telah direncanakan. Salah satu penunjang utamanya
adalah adanya motivasi belajar bagi peserta didik yang terstruktur dan terkonstruk
dengan baik (Hamalik, 2001).
Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual.
Peranan motivasi yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang
dan semangat untuk belajar. Seseorang yang memiliki motivasi kuat akan
mempunyai banyak energi untuk belajar. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang
memiliki motivasi belajar akan dapat meluangkan waktu belajar lebih banyak dan
lebih tekun sehingga bisa mencapai prestasi lebih baik, daripada mereka yang
kurang memiliki atau sama sekali tidak mempunyai motivasi belajar (Sardiman,
2001).
Motivasi mempunyai dua sifat yaitu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi yang paling mendasar adalah motivasi intrinsik dimana
motivasi ini bersumber dari kebutuhan dan tujuan siswa sendiri. Motivasi intrinsik
commit to user
ekstrinsik, yaitu motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi
belajar yang salah satunya adalah faktor lingkungan keluarga.
Menurut pakar pendidikan, William Bennett (dalam Megawangi, 2003),
keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan
fungsi departemen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Keluarga juga
mengajarkan kejujuran, semangat atau motivasi, keinginan untuk menjadi yang
terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar lainnya dimana dalam pencapaiannya
dibutuhkan suasana lingkungan keluarga yang harmonis dan pola asuh orang tua
yang sesuai dengan anak.
Kualitas pendidikan di Indonesia berdasarkan data yang diperoleh sangat
memprihatinkan. Data UNESCO (2000), tentang peringkat Indeks Pengembangan
Manusia (Human Development Index), yang salah satu dari tiga komposisinya
adalah pendidikan, menunjukkan penurunan. Di antara 174 negara di dunia,
Indonesia menempati urutan 102 (1996), 99 ( 1997), 105 (1998) dan
ke-109 (1999). Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC),
kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara Asia.
Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), menyampaikan
bahwa Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin
teknologi dari 57 negara yang di survey di dunia (Suherman, 2010).
Memasuki abad ke-21 dimana gelombang globalisasi dirasakan kuat dan
terbuka, dunia pendidikan di Indonesia semakin mengkhawatiran, dikarenakan
mutu pendidikan di Indonesia semakin menurun dan kesadaran akan bahaya yang
commit to user
negara lain. Prestasi belajar siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.
Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2004, siswa Indonesia
hanya berada di rangking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan
di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi
siswa Indonesia jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara
tetangga yang terdekat (Suherman, 2010).
Masalah rendahnya prestasi pendidikan di Indonesia, dapat terjadi dari
berbagai faktor salah satunya adalah kemungkinan karena siswa Indonesia
mempunyai motivasi yang rendah dalam belajar. Tanpa motivasi belajar yang
kuat, siswa malas untuk belajar dan berprestasi. Untuk itulah peran keluarga
sebagai lingkungan pertama dalam pengasuhan anak sangat berarti. Bagaimana
orang tua menerapkan pola asuh pada anak dan menjaga suasana keluarga yang
nyaman dalam mendukung motivasi belajar anak.
Keluarga yang tidak harmonis dapat berakibat antara lain anak mengalami
broken home dan perceraian pasangan suami istri. Menurut Direktur Urusan
Agama Islam Departemen Agama, Mochtar Ilyas, mengakui masih tingginya
angka perceraian di DKI Jakarta. Faktornya bervariasi, disebabkan karena
ekonomi, politik, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga,
ketidakharmonisan keluarga, dan lain-lain. Data Pengadilan Agama yang meliputi
wilayah Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat, angka
perceraian meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 ada 2.194 perkara,
tahun 2007 meningkat menjadi 2.374 perkara. Artinya ada peningkatan 20,7 %.
commit to user
ekonomi 580 kasus, disusul alasan ketidakharmonisan keluarga 532 kasus, lepas
tanggung jawab 346 kasus, poligami 19 kasus, dan alasan karena cemburu 7 kasus
(Julianto, 2010).
Ketidakharmonisan keluarga dan tidak sesuainya pola asuh yang diterapkan
oleh orang tua berakibat anak yang menjadi korban. Anak, cenderung mengalami
konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita
dan kemauan yang tinggi sukar dikerjakan sehingga menjadi frustasi, motivasi
belajar menjadi menurun, bahkan bisa mengalami pergaulan yang tidak sehat
(Dheky, 2010).
Fenomena yang terjadi di D-III Kebidanan FIK UNIPDU Jombang,
berdasarkan data yang ada, terlihat bahwa sebagian mahasiswa kurang termotivasi
dalam belajar. Hal ini ditunjukkan dari 129 mahasiswa yang ikut UAS pada tahun
pembelajaran 2009/ 2010, ada 3 mahasiswa (2,3 %) yang tidak bisa mengikuti
ujian dikarenakan tidak memenuhi syarat lebih dari 75 % kehadiran, dan ada 47
mahasiswa (36,4 %) bisa mengikuti ujian dengan menyerahkan tugas pra-ujian,
karena presentasi kehadiran kurang dari 90 %. Untuk itulah penulis tertarik untuk
meneliti hubungan keharmonisan keluarga dan pola asuh orang tua dengan
motivasi belajar di D-III Kebidanan FIK UNIPDU Jombang.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan antara persepsi anak terhadap keharmonisan keluarga
dengan motivasi belajar?
2. Apakah ada hubungan antara persepsi anak terhadap pola asuh orang tua
commit to user
3. Apakah ada hubungan antara persepsi anak terhadap keharmonisan keluarga
dan pola asuh orang tua dengan motivasi belajar di D-III Kebidanan FIK
UNIPDU Jombang?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui hubungan antara persepsi anak terhadap keharmonisan keluarga
dengan motivasi belajar.
2. Mengetahui hubungan antara persepsi anak terhadap pola asuh orang tua
dengan motivasi belajar.
3. Mengetahui hubungan antara persepsi anak terhadap keharmonisan keluarga
dan pola asuh orang tua dengan motivasi belajar di D-III Kebidanan FIK
UNIPDU Jombang.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
a. Melengkapi atau mengembangkan teori tentang hubungan persepsi anak
terhadap keharmonisan keluarga dan pola asuh orang tua dengan motivasi
belajar.
b. Sebagai dasar dalam pengembangan penelitian selanjutnya tentang
hubungan persepsi anak terhadap keharmonisan keluarga dan pola asuh
orang tua dengan motivasi belajar.
commit to user a. Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai masukan bagi instansi bahwa dalam memotivasi belajar
mahasiswa perlu memperhatikan faktor keluarga, karena keluarga
merupakan salah satu faktor eksternal tumbuhnya motivasi belajar
mahasiswa.
b. Bagi Mahasiswa D III Kebidanan
Sebagai masukan bagi mahasiswa untuk selalu meningkatkan motivasi
commit to user BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1.Konsep Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi berasal dari perkataan motif (motive) yang artinya adalah
rangsangan dorongan dan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang
sehingga orang tersebut memperlihatkan perilaku tertentu. Sunaryo (2004)
mengatakan motif sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subjek untuk
melakukan aktivitas tertentu demi mencapai demi mencapai suatu tujuan.
Sewaktu individu dilahirkan telah membawa motif yang berhubungan
dengan kelangsungan hidup, yang dinamakan motif biologis dan bersifat alami.
Dalam perkembangannya motif ini dipengaruhi oleh latihan dan proses belajar.
Dengan demikian ada motif biologis (natural motives) yang terkait dengan
kebutuhan biologis dan motif dasar (learned motif) yang diperoleh karena
latihan atau belajar (Sunaryo, 2004).
Motif berada dalam keadaan kesiapsiagaan sedangkan motivasi adalah
daya penggerak yang telah menjadi aktif. Lebih lanjut Sunaryo (2004)
menyatakan bahwa motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang
ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap
adanya tujuan.
Menurut Nancy Stevenson (dalam Sunaryo, 2004) motivasi adalah semua
hal verbal, fisik, atau psikologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu
commit to user
sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu
(Novianti, 2005).
Dari berbagai pendapat di atas bahwa pengertian motivasi mengandung
unsur sebagai berikut:
1) Dorongan/ drive
2) Kebutuhan
3) Motif
4) Tindakan/ perilaku
5) Tujuan
Menurut gagne, belajar merupakan perubahan yang diperlihatkan dalam
bentuk tingkah laku, yang keadaannya berbeda dari sebelum individu berada
dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang sempurna (Novianti,
2005). Menurut Sardiman (2001), belajar merupakan usaha penguasaan materi
ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya
kepribadian seutuhnya.
Belajar yaitu modifikasi atau memperteguh kelakukan melalui
pengalaman. Jadi belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan
suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas
dari pada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan terhadap
hasil latihan, tetapi merupakan perubahan kelakuan. Pada prinsipnya tujuan
belajar yaitu perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara dan usaha
pencapaiannya (Hamalik, 2001).
Kemampuan motivasi adalah kemampuan untuk memberikan semangat
commit to user
hal ini terkandung adanya unsur harapan dan optimisme yang tinggi, sehingga
memiliki kekuatan semangat untuk melakukan suatu aktifitas tertentu, misalnya
dalam hal belajar. Itulah yang disebut dengan motivasi belajar.
Motivasi merupakan keadaan internal seseorang yang mendorong orang
tersebut untuk melakukan sesuatu (Suhaenah, 2000). Motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak dalam diri mahasiswa yang menimbulkan kegiatan
belajar sehingga tujuan tercapai (Novianti, 2005). Belajar merupakan perubahan
perilaku seseorang melalui latihan dan pengalaman, dengan motivasi akan
memberikan hasil yang lebih baik terhadap perbuatan seseorang (Yamin, 2007).
b. Jenis, Faktor, Sifat dan Ciri Motivasi
1)Jenis Motivasi
Menurut Hamalik (2001) ada 3 pendekatan untuk menentukan jenis motivasi
yaitu:
a) Pendekatan Kebutuhan
Abraham H Maslow melihat motivasi dari segi kebutuhan manusia yang
sifatnya bertingkat-tingkat. Pemenuhan terhadap tingkat kebutuhan tertentu
dapat dilakukan jika kebutuhan sebelumnya telah terpenuhi.
b) Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini berdasarkan pada konsep-konsep motivasi, yaitu:
(1)Penggerak
Merupakan yang memberi tenaga tetapi tidak membimbing. Organisme
berada dalam keadaan tegang, responsive, dan penuh kesadaran.
Pada diri manusia terdapat 2 sumber tenaga:
commit to user
Alur pikiran, symbol-simbol dan fantasi dari korteks
(b) Sumber Eksternal
Stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Stimulasi ini masuk dari
luar sampai pada korteks melalui jalur tertentu yaitu mekanisme
pesan.
(2)Harapan
Keyakinan sementara bahwa suatu hasil akan diperoleh setelah
dilakukannya suatu tindakan tertentu. Harapan merupakan rentang
antara ketentuan subjektif bahwa sesuatu akan terjadi dan sesuatu tidak
akan terjadi. Ada perbedaan antara apa yang kita amati dengan apa
yang kita harapkan dalam melakukan pengamatan.
(3)Insentif
Merupakan objek tujuan yang aktual. Ganjaran (reward) dapat
diberikan dalam bentuk konkrit atau simbolik.
c) Pendekatan Deskriptif
Masalah motivasi ditinjau dari pengertian- pengertian deskriptif yang
menunjuk pada kejadian-kejadian yang dapat diamati. Masalah motivasi
dilihat berdasarkan kegunaannya dalam rangka mengendalikan tingkah
laku manusia.
2)Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Suryabrata (2004) mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi
motivasi belajar antara lain:
a) Faktor eksternal
commit to user
(1)Faktor sosial meliputi faktor manusia lain baik hadir secara langsung
atau tidak langsung,
(2)Faktor non sosial yang meliputi keadaan udara, suhu udara, cuaca,
waktu, tempat belajar, dan lain-lain.
b) Faktor internal
Yaitu faktor dari dalam diri individu yang dibagi menjadi dua:
(1)Faktor fisiologis meliputi keadaan jasmani dan keadaan fungsi fisiologis
(2)Faktor psikologis yang meliputi minat, kecerdasan, dan persepsi.
Menurut Dimyati dan Mujiono (2006), ada 3 komponen utama dalam motivasi
yaitu:
a) Kebutuhan
Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa
yang individu miliki dan yang individu harapkan.
b) Dorongan
Merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka
memenuhi harapan.
c) Tujuan
Merupakan hal yang ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan tersebut
mengarahkan pada perilaku tertentu.
3)Sifat Motivasi
Menurut Hamalik (2001), ada 2 jenis motivasi yaitu:
commit to user
Motivasi yang tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dari
kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa sendiri. Motivasi intrinsik adalah
kegiatan belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan penghayatan suatu
kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas
belajar.
Motivasi intrinsik adalah dorongan yang datang dari dalam diri
siswa, motivasi ini juga disebut “motivasi murni” yang antara lain berupa:
(1) Sikap
Sikap adalah suatu cara berinteraksi terhada suatu rangsangan dalam
menghadapi situasi tertentu.
(2)Kebiasaan
Kebiasaan merupakan perbuatan atau tindakan yang dilakukan
seseorang secara tepat dan seragam.
(3)Minat
Suatu kegiatan akan berjalan dengan lncar apabila ada minat atau motif
itu akan bangkit jika ada minat yang besar.
(4)Kebutuhan
Seseorang akan terdorong untuk belajar apabila ia merasa bahwa
belajar merupakan suatu kebutuhan.
b) Motivasi Ekstrinsik
Motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi
belajar, seperti: nilai, kredit, ijazah, tingkatan, hadiah, medali,
commit to user
Mujiono (2006), motivasi ekstrinsik banyak dilakukan di lingkungan
sekolah dan masyarakat yang salah satunya adalah lingkungan keluarga.
Menurut Sunaryo (2004), ada beberapa cara yang dapat diterapkan
untuk meningkatkan motivasi yaitu:
(1)Memotivasi dengan kekerasan (motivating by force)
Cara memotivasi dengan menggunakan ancaman hukuman atau
kekerasan agar yang dimotivasi dapat melakukan apa yang harus
dilakukan.
(2)Memotivasi dengan bujukan (motivating by enticement)
Cara memotivasi dengan bujukan atau memberi hadiah agar
melakukan sesuatu sesuai harapan yang memberikan motivasi.
(3)Memotivasi dengan identifikasi (motivating by identification)
Cara memotivasi dengan menanamkan kesadaran sehingga individu
berbuat sesuatu karena adanya keinginan yang timbul dari dalam
dirinya sendiri dalam mencapai sesuatu.
4) Ciri-ciri Motivasi
Menurut pandangan Maslow dan Rogers (Dalam Dimyati & Mujiono, 2006)
mengakui pentingnya motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Setiap individu
termotivasi untuk mengaktualisasikan diri. Ciri kecenderungan aktualisasi diri
tersebut adalah:
a) Berakar dari sifat bawaan.
b) Berperilaku termotivasi mencapai perkembangan diri optimal
commit to user
Sedangkan ciri individu yang berkembang menjadi seorang yang beraktualisasi
diri penuh adalah:
a) Terbuka terhadap segala pengalaman hidup
b) Menjalani kehidupan secara berkepribadian , tidak terpaku pada masa
lampau atau masa depan.
c) Percaya pada diri sendiri
d) Memiliki rasa kebebasan
e) Memiliki kreativitas.
Menurut Renzuli (dalam Ningsih, 1998) seseorang yang termotivasi akan
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Tekun menghadapi tugas.
b) Ulet menghadapi kesulitan (tidak mudah putus asa).
c) Ingin mendalami bahan atau bidang pengetahuan yang diberikan.
d) Selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan
prestasinya).
e) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah.
f) Senang, rajin, penuh semangat, dan biasanya cepat bosan dengan
tugas-tugas rutin.
g) Dapat mempertahankan pendapat-pendapatnya (kalau sudah yakin sesuatu
tidak mudah melepaskan hal yang diyakininya tersebut).
h) Mengerjakan tujuan-tujuan jangka panjang (dapat menunda pemuasan
kebutuhan sesaat yang ingin dicapai kemudian).
i) Senang mencari dan memecahkan soal-soal.
commit to user
Suryabrata (2004) menyatakan bahwa anak yang memiliki motivasi belajar
tinggi dapat diketahui melalui aktivitas-aktivitas selama proses belajar, antara
lain:
a) Menyiapkan diri sebelum mengikuti pelajaran.
b) Mencatat mata pelajaran.
c) Mengendapkan hasil pelajaran.
d) Mengerjakan tugas rumah dengan baik.
e) Menepati jadwal waktu belajar yang dibuat.
c.Pentingnya Motivasi dalam Belajar
Diperlukan sekali motivasi dalam belajar. Hasil Belajar akan optimal, kalau
ada motivasi. Makin tinggi motivasi yang diberikan, akan semakin berhasil pula
pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar
bagi individu.
Dalam perilaku belajar terdapat motivasi belajar. Motivasi belajar tersebut
ada yang intrinsik atau ekstrinsik. Penguatan motivasi belajar tersebut berada di
tangan para pendidik, anggota masyarakat, dan orang tua yang bertugas
memperkuat motivasi sepanjang hayat. Dalam prosesnya, orang tua bisa
melakukan tindakan mendidik seperti memberi hadiah, memuji, menegur,
menghukum atau memberi nasihat. Tindakan orang tua tersebut berarti
menguatkan motivasi intrinsik, dan memberikan motivasi ekstrinsik (Dimyati &
Mujiono, 2006).
Sardiman (2001) mengemukakan bahwa motivasi memiliki peran sebagai
pendorong usaha dalam mencapai prestasi. Seseorang melakukan usaha karena
commit to user
hasil yang baik pula, dengan kata lain adanya usaha yang didasari motivasi akan
melahirkan prestasi yang baik.
Keinginan belajar didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu berupa
keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat
tergolong rendah atau tinggi. Ada ahli psikologi pendidikan kekuatan mental yang
mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Motivasi
dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan
perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam memotivasi terkandung
adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan
mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar (Dimyati & Mujiono, 2006).
Perlu ditegaskan bahwa motivasi berkaitan erat dengan tujuan. Dengan demikian
motivasi mempengaruhi adanya kegiatan. Sehubungan dengan hal tersebut,
Purwanto (2001) mengatakan ada 3 fungsi motivasi:
1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2) Menentukan arah perbuatan, yaitu kearah tujuan yang akan dicapai.
3) Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan yang harus dikerjakan
yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyingkirkan perbuatan yang
tidak bermanfaat.
Menurut Dimayati & Mujiono (2006), unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi
belajar:
1) Cita-cita atau aspirasi individu.
commit to user
3) Kondisi lingkungan (lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah)
4) Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran.
5) Upaya pendidik dalam pembelajaran
2.Konsep Persepsi
a.Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menyampaikan pesan
(Rakhmat, 2001).
Walgito (2001) mengatakan persepsi adalah proses pengorganisasian,
penginterpretasian, terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu
sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated
dalam diri individu. Menurut Maramis (dalam Sunaryo, 2004) persepsi adalah
daya mengenal barang, kualitas atau hubungan, dan perbedaan antara hal ini
melalui proses mengamati, mengetahui atau mengartikan setelah panca indranya
mendapat rangsang.
Dengan demikian persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya
rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian sehingga individu
mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati baik
yang ada diluar maupun dalam diri individu.
b.Proses Terjadinya Persepsi
Menurut Idrus (2001) proses terjadinya persepsi pada individu melibatkan
empat komponen, yaitu:
commit to user
2) Adanya kesadaran individu terhadap rangsang tersebut
3) Individu tersebut menginterpretasikan rangsang tersebut
4) Individu mewujudkan dalam bentuk tindakan.
Tanggapan persepsi ada empat yaitu:
1) Proses fisik, yaitu proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indra manusia
2) Proses fisiologis, yaitu diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor ke
otak melalui saraf-saraf sensorik
3) Proses psikologis, yaitu proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus
yang diterima reseptornya
4) Hasil dari proses persepsi, yaitu berupa tanggapan dan perilaku.
Menurut Sunaryo (2004) persepsi melewati tiga proses yaitu:
1) Proses fisik (kealaman)
Objek → stimulus → reseptor (alat indra)
2) Proses fisiologis
Stimulus → saraf sensorik → otak
3) Proses psikologis
Proses dalam otak sehingga individu menyadari stimulus yang diterima.
c.Macam-macam Persepsi
Menurut Sunaryo (2004) ada dua macam persepsi yaitu:
1) External perception
Persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari luar diri
individu.
commit to user
Persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal dari dalam
individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri.
3.Konsep Dasar Keluarga a.Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya
masing-masing menciptakan dan mempertahankan kebudayaan (Baylo &
Maglaya, dikutip oleh Effendi, 1998).
Keluarga adalah dua orang atau labih yang disatukan oleh ikatan-ikatan
kebersamaan melalui pernikahan atau adopsi dan mempunyai ikatan emosional
yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari sebuah keluarga (Imam,
2005).
Menurut Friedman (dalam Suprajitno, 2004) keluarga adalah sekumpulan
dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional
dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari
keluarga.
b.Ciri-ciri Struktur Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari suatu kelompok masyarakat yang memiliki
ciri-ciri khusus. Menurut Carter yang dikutip oleh Effendi (1998) ciri-ciri-ciri-ciri struktur
keluarga adalah:
1) Terorganisasi yaitu saling berhubungan, ketergantungan antara anggota
commit to user
2) Ada keterbatasan, setiap anggota keluarga memiliki keterbatasan tetapi mereka
juga memiliki kemampuan dalam menjalankan fungsi dan tugas
masing-masing.
3) Perbedaan dan kekhususan, setiap anggota keluarga memiliki peranan dan
fungsinya masing-masing.
c.Tipe-tipe Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai
macam pola kehidupan. Sesuai perkembangan sosial maka tipe keluarga
berkembang mengikutinya. Menurut Suprajitno (2004) terdapat beberapa tipe
keluarga diantaranya:
1) Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan
anak yang diperoleh dari keturunan atau adopsi atau keduanya.
2) Keluarga besar (ekstended family) adalah keluarga inti ditambah dengan sanak
saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan
sebagainya.
3) Keluarga bentukan kembali (dyadic family) adalah keluarga baru yang
terbentuk dari pasangan yang telah cerai /kehilangan pasangannya.
4) Orang tua tunggal (single parent family) adalah keluarga yang terdiri dari salah
satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.
5) Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother)
6) Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah
commit to user
7) Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the nonmarital
heterosexual cohabiting family) ataukeluarga kabitas (cahabition)
Jenis tipe keluarga selain yang disebutkan diatas, menurut Effendy (1998) adalah:
8) Keluarga berkomposisi (composite) adalah keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama-sama.
d.Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (dalam Suprajitno,2004) secara umum fungsi keluarga adalah
sebagai berikut:
1) Fungsi Afektif (the affective function)
Fungsi keluarga yang utama untuk menjalankan segala sesuatu dalam
mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.
2) Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social placement
function)
Fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial
sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar
rumah.
3) Fungsi reproduksi (the reproductive function)
Fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4) Fungsi ekonomi (the economic function)
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan tempat
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
commit to user
Fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas
keluarga di bidang kesehatan.
Adanya perubahan pola hidup agraris menjadi industrialisasi, fungsi keluarga
dikembangkan menjadi:
1) Fungsi ekonomi
Keluarga diharapkan menjadi keluarga yang produktif yang mampu
menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya
keluarga.
2) Fungsi mendapatkan status sosial
Keluarga dapat dilihat dan dikategorikan strata soaialnya oleh keluarga lain
disekitarnya.
3) Fungsi pendidikan
Keluarga mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar terhadap
pendidikan anak-anak untuk menghadapai kehidupan dewasanya.
4) Fungsi sosialisasi
Keluarga diharapkan mampu menciptakan kehidupan social yang mirip dengan
luar rumah.
5) Fungsi pemenuhan kesehatan
Keluarga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kesehatan yang primer dalam
rangka melindungi dan pencegahan terhadap penyakit yang mungkin dialami
keluarga.
commit to user
Keluarga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan yang dapat
mengurangi ketegangan akibat berada di luar rumah.
7) Fungsi rekreasi
Keluarga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan yang dapat
mengurangi ketegangan akibat berada di luar rumah.
8) Fungsi reproduksi
Keluarga tidak hanya untuk mengembangkan keturunan, tetapi juga
merupakan tempat untuk mengembangkan fungsi reproduksi secara universal.
9) Fungsi afeksi
Keluarga merupakan tempat yang utama untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial sebelum anggota keluarga berada di luar rumah.
Menurut Anderson yang dikutip oleh Effendi (1998) ada beberapa fungsi yang
dapat dijalankan keluarga sebagai berikut :
1) Fungsi Biologi
a) Untuk meneruskan keturunan.
b) Memelihara dan membesarkan anak.
c) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
d) Memelihara dan merawat anggota keluarga.
2) Fungsi Psikologi
a)Memberikan kasih sayang dan rasa aman.
b)Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.
c)Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.
commit to user a) Membina sosialisasi pada anak.
b) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan perkembangan
anak.
c) Menentukan nilai-nilai budaya bangsa.
4) Fungsi Ekonomi
a) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
b) Pengaturan penggunaan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
c) Menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan datang
misalnya pendidikan anak-anak dijamin dihari tua dan sebagainya.
5) Fungsi Pendidikan
a)Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan
membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya.
b)Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang.
c)Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan.
e.Tugas-tugas Keluarga
Menurut Effendi (1998) pada dasarnya dalam keluarga terdapat delapan tugas
pokok yaitu :
1) Pemeliharaan fisik keluarga.
2) Pemeliharaan sumber daya para anggota.
3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai kedudukannya.
4) Sosialisasi antar anggota keluarga.
5) Pengaturan jumlah anggota keluarga.
commit to user
7) Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
8) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
f.Tugas-tugas Kesehatan Keluarga
Keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggota
keluarganya. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat
dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan oleh keluarga itu sendiri.
Menurut Suprajitno (2004), tugas kesehatan yang harus dilakukan keluarga adalah:
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga.
2. Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga.
3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.
4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.
5. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga.
4.Konsep Dasar Keharmonisan Keluarga a.Pengertian Keharmonisan Keluarga
Keharmonisan keluarga adalah keluarga dimana anggota didalamnya bisa
berhubungan secara serasi dan seimbang, saling memuaskan kebutuhan anggota
lainnya serta memperoleh pemuasan atas segala kebutuhannya ( Zainun, 2006).
Teori Maslow (dalam Sukmana, 2002) yang membahas tentang beragam
kebutuhan manusia telah menyusun suatu hierarki kebutuhan yang harus dipenuhi
oleh individu sebagai pribadi dan sebagai anggota keluarga secara selaras dan
seimbang, yaitu:
1) Kebutuhan biologik-faali (kebutuhan-kebutuhan dasar) seperti makan, minum,
commit to user
2) Kebutuhan akan rasa aman (bebas dari bahaya dan ancaman baik fisik maupun
psikis).
3) Kebutuhan akan kasih sayang (afeksi) dan rasa kebersamaan, rasa memiliki
dan dimiliki, merasa dirinya bagian integral dari keluarga (belonging).
4) Kebutuhan akan penghargaan dan prestasi (self esteem).
5) Kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri).
Kebutuhan-kebutuhan ini membentuk suatu sistem, dimana sebelum
kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah terpenuhi sampai derajat tertentu maka
individu atau kelompok belum akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang
berada pada tingkat yang lebih tinggi.
Sebuah keluarga terdiri atas bermacam-macam orang dengan banyak
keinginan. Dalam satu rumah ada ayah, ibu dan anak, bahkan mungkin ada
pembantu rumah tangga. Daftar penghuni rumah masih bisa ditambah, misalnya
paman, bibi, kakek dan nenek. Beragam orang tersebut niscaya terangkum sebuah
keluarga yang harmonis, tidak banyak ditandai pertikaian, bahkan sanggup
berperan sebagai ajang kehidupan bersama yang menguatkan setiap anggotanya.
Keluarga harmonis ditandai oleh adanya relasi yang sehat antar anggotanya
sehingga dapat menjadi sumber hiburan, inspirasi, dorongan yang menguatkan dan
perlindungan bagi setiap anggotanya (Sukmana, 2002).
commit to user
Dalam keluarga yang harmonis, setiap anggota keluarga harus menyadari
dan mengakui hak dan kewajiban masing-masing. Menurut Zainun (2006) hal ini
berlaku bagi:
1) Hubungan Suami Istri yang Harmonis
Keluarga harmonis merupaka taggungjawab suami istri, bukan kewajiban
salah satu, melainkan keluarga bisa harmonis apabila suami istri dapat rukun
jika masing-masing mensyukuri apa yang ada pada pasangannya.
Hubungan suami-istri yang serasi antara lain:
a) Adanya penyesuaian diri antara keluarga
b) Adanya saling pengertian
c) Saling tenggang rasa
d) Saling penghargaan
e) Saling tanggung jawab
f) Saling gotong royong, bantu membantu
g) Adanya pengakuan dari kedua pihak bahwa masing-masing berhak atas
perwujudan diri pribadi.
2) Hubungan Orangtua Anak yang Harmonis
Selama ini sebagian orangtua ingin agar anaknya bersikap, bertingkah
laku sesuai dengan apa yang diharapkan dan diinginkan oleh orang tua, harapan
masyarakat dan lingkungan sekitar. Padahal kenyataanya apa yang menjadi
kebutuhan anak dan kebutuhan orangtua berbeda.
Ketidakseimbangan kebutuhan dan keinginan inilah yang menjadi
sumber dari tidak efektifnya komunikasi antara orang tua dengan anak. Tanpa
commit to user
anak untuk melakukan apa yang dikehendakinya, menjadi orang tua yang suka
melarang.
Beberapa hal yang menjadi indikasi serasinya hubungan antara orang tua – anak,
antara lain:
a) Adanya pengetahuan dan wawasan orangtua-anak tentang pentingnya
hubungan yang setara dalam keluarga.
b) Tumbuhnya rasa cinta dan kasih sayang antara orang tua - anak dan
sebaliknya.
c) Munculnya rasa hormat dan menghargai satu sama lainnya.
d) Adanya sikap dan perilaku orangtua yang rasional dan bertanggungjawab
terhadap proses tumbuh kembang anak.
Adanya kemampuan orang tua untuk mendeteksi gejala yang memungkinkan
timbulnya permasalahan anak.
3) Hubungan Antar Anak yang Harmonis
Interaksi antar saudara didalam keluarga tentunya tidak terlepas dari
peran orang tua sejak awal di dalam pengasuhan. Bagimana orang tua
menanamkan nilai-nilai kekeluargaan diantara kakak beradik serta bagaimana
menciptakan persaingan yang sehat diantara kakak-adik didalam satu keluarga
akan menjadi bekal bagi anak didalam berhubungan satu sama lain.
Hubungan antar saudara yang harmonis menunjukkan:
a) Adanya perasaan saling menyayangi dan saling mengasihi antar anak.
commit to user
c) Munculnya perasaan saling menghormati dan menghargai kewajiban dan hak
antar saudara.
d) Saling membantu satu sama lain yang diwujudkan melalui pemberian
bimbingan dari kakak kepada adik dan sebaiknya adik menghargai.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan indikasi keluarga harmonis
adalah sebagai berikut:
1) Saling tenggang rasa dan menghargai antar keluarga.
2) Dapat menjalankan tanggung jawabnya masing-masing.
3) Saling gotong-royong dan bantu membantu.
4) Saling menghormati dan menghargai kewajiban dan hak antar anggota
keluarga.
5) Tumbuhnya rasa cinta dan kasih sayang antar anggota keluarga.
6) Adanya sikap dan perilaku orang tua yang rasional dan bertanggungjawab.
7) Adanya keinginan dan kebutuhan untuk saling melindungi antar anggota
keluarga.
8) Suasana keluarga nyaman dan damai.
d.Membangun Keluarga Harmonis
Beberapa faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membangun
keharmonisan keluarga menurut Sukmana (2002) adalah:
1) Peran masing-masing anggota keluarga
Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing sesuai dengan
status yang disandangnya.
commit to user
Suami istri saling menghargai keberadaan masing-masing sehingga terjadi
saling pengertian dan tumbuh cinta kasih yang berkesinambungan.
3) Pengalaman hidup
Semakin luas pengalaman hidup suami istri, maka akan semakin matang dalam
menghadapi masalah yang akan timbul.
4) Adat istiadat
Perbedaan adat istiadat suami istri yang dilatarbelakangi oleh keluarganya
masing-masing, seyogyanya saling menghargai dan menghormati.
5) Tujuan Keluarga
Tujuan keluarga hendaknya ditetapkan dengan tegas dan jelas, apa yang harus
dilakukan dan yang harus dihindari.
6) Anggaran pendapatan dan belanja keluarga (APBK)
Dalam sebuah keluarga seharusnya disusun APBK, penghasilan ekonomi
dapat mencukupi sehingga tercapai kebahagiaan keluarga.
7) Hubungan (komunikasi)
Dalam keluarga harus tercipta komunikasi yang harmonis sehingga akan
terhindar dari salah tafsir dalam menanggapi suatu pesan yang disampaikan.
5.Konsep Pola Asuh Orang Tua
a.Pengertian Pola Asuh
Pola asuh pada dasarnya diciptakan oleh adanya interaksi antara orang tua
commit to user
orangtua akan menghasilkan anak-anak sealiran, karena orang tua tidak hanya
mengajarkan dengan kata-kata, tetapi juga dengan contoh (Shochib, 1998).
Hurlock (1999) mengatakan bahwa didalam pengasuhan anak para orang tua
mempunyai tujuan untuk membentuk anak menjadi yang terbaik sesuai dengan
apa yang dianggap ideal oleh para orang tua dan dalam pengasuhan anak diberikan
istilah disiplin sebagai pelatihan dalam mengendalikan dan mengontrol diri.
Menurut Tarmudji (2001), pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak
dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti
orang tua mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak
untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam
masyarakat.
b.Macam-macam Pola Asuh Orang Tua
Menurut Dariyo (2004) bentuk pola asuh orang tua dibagi menjadi empat, yaitu :
1)Pola Asuh Otoriter (parent oriented)
Ciri-ciri dari pola asuh ini, menekankan segala aturan orang tua harus
ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh
anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang
diperintahkan oleh orang tua. Dalam hal ini, anak seolah-olah menjadi “robot”,
sehingga ia kurang inisiatif, merasa takut tidak percaya diri, pencemas, rendah
diri, minder dalam pergaulan tetapi disisi lain, anak bisa memberontak, nakal,
atau melarikan diri dari kenyataan, misalnya dengan menggunakan narkoba.
Dari segi positifnya, anak yang dididik dalam pola asuh ini, cenderung akan
menjadi disiplin yakni mentaati peraturan. Akan tetapi bisa jadi anak hanya
commit to user
berbicara lain, sehingga ketika dibelakang orang tua, anak bersikap dan
bertindak lain. Hal itu tujuannya semata hanya untuk menyenangkan hati orang
tua. Jadi anak cenderung memiliki kedisiplinan dan kepatuhan yang semu.
2)Pola Asuh Permisif (children centered)
Sifat pola asuh ini, yakni segala aturan dan ketetapan keluarga ditangan
anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua. Orang tua
menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak semena-mena, tanpa
pengawasan orang tua. Anak bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Dari
sisi negatif lain, anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku.
Bila anak mampu menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab
maka anak akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu
mewujudkan aktualisasinya.
3)Pola Asuh Demokratis
Kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil
bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan
yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus
dibawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara
moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi
kepercayaan dan dilatih untuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya.
Akibat positif dari pola asuh ini, anak akan menjadi seorang individu yang
mempercayai orang lain, bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya,
tidak munafik, jujur. Namun akibat negatif, anak akan cenderung merongrong
kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan
commit to user 4)Pola Asuh Situsional
Pada pola asuh ini orang tua tidak menerapkan salah satu tipe pola asuh
tertentu. Tetapi kemungkinan orang tua menerapkan pola asuh secara fleksibel,
luwes dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu.
Secara umum, Baumrind (dalam Megawangi, 2003) mengkategorikan pola
asuh menjadi tiga jenis, yaitu : (1) Pola asuh Authoritarian, (2) Pola asuh
Authoritative, (3) Pola asuh permissive. Tiga jenis pola asuh Baumrind ini hampir
sama dengan jenis pola asuh menurut Hurlock juga Hardy & Heyes yaitu: (1) Pola
asuh otoriter, (2) Pola asuh demokratis, dan (3) Pola asuh permisif.
Pola asuh otoriter mempunyai ciri orangtua membuat semua keputusan,
anak harus tunduk, patuh, dan tidak boleh bertanya. Pola asuh demokratis
mempunyai ciri orangtua mendorong anak untuk membicarakan apa yang ia
inginkan. Pola asuh permisif mempunyai ciri orangtua memberikan kebebasan
penuh pada anak untuk berbuat.
Menurut Baumrind dalam Megawangi (2003) menyebutkan ada 3 macam pola
asuh orang tua yaitu:
1) Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter ditandai dengan orang tua yang melarang anaknya
dengan mengorbankan otonomi anak. Pola asuh otoriter mempunyai ciri-ciri
sikap orang tua yang kaku dan keras dalam menerapkan peraturan-peraturan
commit to user
kepatuhan anak agar bertingkah laku seperti yag dikehendaki oleh orang
tuanya.
2)Pola Asuh Demokratis
Pola asuh orang tua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan
adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam
aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang demokratis ini yaitu orang tua
yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung. Pola ini lebih
memusatkan pada aspek pendidikan dari pada aspek hukuman, orang tua
memberikan peraturan yang luas serta memberikan penjelasan mengenai sebab
diberikan hukuman dan imbalan.
Pola asuh demokratis ditandai dengan sikap menerima, responsive,
berorientasi pada kebutuhan anak yang disertai tuntutan, kontrol dan
pembatasan. Jadi penerapan pola asuh demokratis dapat memberikan
keleluasaan anak untuk menyampaikan segala persoalan yang dialaminya
tanpa perasaan takut, keleluasaan yang diberikan orang tua tidak bersifat
mutlak akan tetapi adanya kontrol dan pembatasan berdasarkan norma-norma
yang ada.
3)Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas
kepada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan anak. Pelaksanaan
pola asuh permisif atau dikenal dengan pola asuh serba membiarkan adalah
orang tua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi
secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak
commit to user
Dalam pola asuh permisif, orang tua memberikan kebebasan
sepenuhnya dan anak diizinkan membuat keputusan sendiri tentang langkah
apa yang akan dilakukan, orang tua tidak pernah memberikan pengarahan dan
penjelasan kepada anak tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh anak.
Dalam pola asuh permisif hampir tidak ada komunikasi antara orang tua
dengan anak.
Orang tua yang memiliki pola asuh permisif rendah dalam penggunaan
kontrol rasional. Mereka kurang hangat, kurang mengacuhkan, kurang
mengasihi dan kurang simpatik kepada anak-anaknya. Karena tidak adanya
kontrol maka orang tua tidak mendorong anak-anaknya untuk mengemukakan
ketidaksetujuan atas keputusan atau peraturan orangtua dan hanya memberikan
sedikit kehangatan.
Berdasarkan keterangan diatas, pola asuh apa yang diterapkan oleh orang tua dapat
diketahui dari ciri-ciri masing-masing pola asuh tersebut, yaitu sebagai berikut :
1) Pola asuh otoriter mempunyai ciri: kekuasaan orangtua dominan, anak tidak
diakui sebagai pribadi, kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat,
orangtua menghukum anak jika anak tidak patuh.
2) Pola asuh demokratis mempunyai ciri: ada kerjasama antara orangtua – anak,
anak diakui sebagai pribadi, ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua, ada
kontrol dari orangtua yang tidak kaku.
3) Pola asuh permisif mempunyai ciri : dominasi pada anak, sikap longgar atau
kebebasan dari orangtua, tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua,
commit to user
Tembong (2003) membagi bentuk pola asuh orang tua menjadi empat, yaitu :
1) Pola pengasuhan autoritatif
Pada umumnya pola pengasuhan ini hampir sama dengan bentuk pola
asuh demokratis oleh Dariyo (2004) namun hal yang membedakan pola asuh
ini yaitu adanya tambahan mengenai pemahaman bahwa masa depan anak
harus dilandasi oleh tindakan-tindakan masa kini. Orang tua memprioritaskan
kepentingan anak dibandingkan dengan kepentingan dirinya, tidak ragu-ragu
mengendalikan anak, berani menegur apabila anak berperilaku buruk. Orang
tua juga mengarahkan perilaku anak sesuai dengan kebutuhan anak agar
memiliki sikap, pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan yang akan
mendasari anak untuk mengarungi hidup dan kehidupan di masa mendatang.
2) Pola pengasuhan otoriter
Pada pola pengasuhan ini, orang tua menuntut anak untuk mematuhi
standar mutlak yang ditentukan oleh orang tua. Kebanyakan anak-anak dari
pola pengasuhan otoriter ini memiliki kompetensi dan cukup bertanggung
jawab, namun kebanyakan cenderung menarik diri secara sosial, kurang
spontan dan tampak kurang percaya diri.
3) Pola pengasuhan penyabar atau pemanja
Pola pengasuhan ini, orang tua tidak mengendalikan perilaku anak
sesuai dengan kebutuhan perkembangan kepribadian anak, tidak pernah
menegur atau tidak berani menegur anak. Anak-anak dengan pola pengasuhan
ini cenderung lebih energik dan responsif dibandingkan anak-anak dengan
commit to user
(manja), impulsif, mementingkan diri sendiri dan kurang percaya diri
(cengeng).
4) Pola pengasuhan penelantar
Pada pola pengasuhan ini, orang tua kurang atau bahkan sama sekali
tidak mempedulikan perkembangan psikis anak. Anak dibiarkan berkembang
sendiri, orang tua juga lebih memprioritaskan kepentingannya sendiri dari pada
kepentingan anak. Kepentingan perkembangan kepribadian anak terabaikan,
banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan kegiatannya sendiri dengan
berbagai macam alasan . Anak-anak terlantar ini merupakan anak-anak yang
paling potensial terlibat penggunaan obat-obatan terlarang (narkoba) dan
tindakan-tindakan kriminal lainnya. Hal tersebut dikarenakan orang tua sering
mengabaikan keadaan anak dimana ia sering tidak peduli atau tidak tahu
dimana anak-anaknya berada, dengan siapa anak-anak mereka bergaul, sedang
apa anak tersebut.Dengan bentuk pola asuh penelantar tersebut anak merasa
tidak diperhatikan oleh orang tua, sehingga ia melakukan segala sesuatu atas
apa yang diinginkannya.
Dari beberapa uraian pendapat para ahli di atas mengenai bentuk pola
asuh orang tua dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya terdapat tiga pola asuh
yang diterapkan orang tua yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan
pola asuh bebas (permisif). Dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada tiga
bentuk pola asuh yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan permisif,
hubungannya dengan motivasi belajar anak.
commit to user
Banyak pemikiran yang melahirkan sikap yang mengakui otoritas orang
tua hanya karena rasa takut dan anggapan bahwa orang tua adalah bagian dari
kehidupannya. Akibatnya, tidak ada konformitas dan transaksional antara orang
tua dengan anak sebagai panutan untuk mengembangkan nilai-nilai yang
diharapkan. Menurut Nelson (Shochib, 1998) orang tua yang tidak dapat
melakukan hubungan intim dan penuh keterbukaan akan melahirkan kepadaman
pengakuan anak terhadap otoritasnya.
Adanya pemikiran seperti itu, maka orang tua memberikan gagasan yang
sulit untuk diterima oleh anak-anaknya dan sulit untuk dihilangkan, bahwa orang
tua harus menggunakan kekuasaan dalam menghadapi anak-anaknya yang
merupakan penghalang bagi terciptanya keharmonisan keluarga.
Menurut Shochib (1998), secara khusus perlakuan orang tua terhadap
anak-anaknya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1) Pengalaman masa lalu, mencerminkan perlakuan mereka yang diterima dari
orang tuanya waktu kecil dulu. Bila perlakuan yang mereka terima keras dan
kejam, maka perlakuan terhadap anak-anaknya juga seperti itu dan sebaliknya.
2) Kepribadian orang tua, dapat mempengaruhi cara mengasuhnya. Orang tua
yang berkepribadian tertutup dan konservatif cenderung memperlakukan
anaknya dengan ketat dan otoriter.
3) Nilai-nilai yang dianut orang tua, ada sebagian orang tua yang menganut
faham aqualitarian yaitu kedudukan anak sama dengan kedudukan orang tua,
yang biasanya berlaku di negara barat. Tetapi di negara timur cenderung orang
commit to user
Dari generasi ke generasi berikutnya jelas ada perubahan dalam hubungan
orang tua dan anak. Faktor yang mempengaruhi perubahan pola asuh orang tua,
sebagai berikut:
1) keadaan masyarakat dimana keluarga itu hidup.
2) Kesempatan yang diberikan oleh orang tua.
3) Persepsi timbal antara orang tua dan anak.
Pola asuh yang baik sulit sulit berjalan efektif bila tidak didukung oleh
lingkungan. Namun, kelekatan anak-orang tua dapat meminimalkan pengaruh
negatif lingkungan. Pola asuh yang baik tak hanya datang dari pihak orang tua.
Lingkungan sekitar, seperti pengasuh, kakek-nenek, kerabat dekat, tetangga, dan
juga sekolah, semua harus sejalan. Soalnya, seperti yang diutarakan Chandra
(2008) pola asuh yang berbeda satu sama lain akan membuat hasil yang dicapai
tidak maksimal, bahkan bisa berantakan.
Beberapa faktor faktor yang dapat membuat pola asuh tidak maksimal
datang dari lingkungan yang sangat dekat dengan anak. Menurut Hasuki (2008),
psikolog dari Spectrum Treatment and Education Center, Bintaro, Banten faktor
yang dapat membuat pola asuh tidak maksimal adalah sebagai berikut:
1) Pengasuh
Pengasuh sebetulnya bisa menjadi “kepanjangan tangan” orang tua yang cukup
efektif, tetapi karena misi orang tua dan pengasuh pada dasarnya berbeda yang
terjadi justru bisa sebaliknya. Misi orang tua dalam mengasuh adalah
mengoptimalkan tumbuh kembang anak, sedangkan pengasuh bisa saja bekerja
semata-mata untuk mendapatkan gaji.