• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SHOGATSU DAN SISTEM

2.3 Konsep Shinto

Shinto adalah kepercayaan masyarakat asli Jepang yang lahir sejak zaman prasejarah dan merupakan tradisi yang turun temurun. Doktrin dasar dalam agama Shinto adalah kesucian (Hartz, 2009:85). Kepercayaan ini menganut paham animisme, yang masyarakatnya berkeyakinan bahwa kekuatan spritual ada di seluruh alam. Sebagai agama asli bagi bangsa Jepang, shinto telah banyak memberikan pengaruh dalam kehidupan dan kebudayaan Jepang, dan salah satunya adalah perayaan Shogatsu.

Sinto adalah kata majemuk dari ‘Shin’ dan ‘To’. Arti kata “Shin” adalah “roh”

dan “To” adalah “jalan”. Jadi “Shinto” mempunyai arti “jalannya roh”, baik roh-roh yang telah meninggal maupun roh-roh-roh-roh langit dan bumi. Nama Shinto muncul setelah masuknya agama Budha ke Jepang pada abad ke-6 Masehi yang dimaksudkan untuk menunjukkan kepercayaan asli bangsa Jepang. Shinto berkembang menjadi agama masyarakat dengan tempat pemujaan setempat untuk dewa-dewa rumah tangga dan dewa-dewa pelindung setempat. Pahlawan dan pemimpin-pemimpin masyarakat yang terkemuka didewakan dari generasi ke generasi, dan arwah nenek moyang keluarga juga disembah.

Di dalam Shinto tidak terdapat suatu perintah mutlak atau kewajiban khusus selain kesederhanaan dan keharmonisan hidup dengan alam dan manusia bagi pengikutnya, namun ada empat hal penegasan di dalam jiwa Shinto (Robinson, 2006) yaitu ;

1.Tradisi dan keluarga : keluarga dipandang sebagai unsur utama dalam menjaga dan melestarikan tradisi dan yang berhubungan dengan pernikahan dan kelahiran.

2.Kecintaan pada alam : alam dianggap suci, berhubungan dengan alam dapat diartikan lebih mendekat kepada kami/dewa, karena setiap benda alam mengandung unsur kami yang suci.

3.Kebersihan fisik : para pengikut Shinto sering melakukan pembersihan diri seperti mandi, mencuci tangan, dan berkumur.

4.Matsuri : Berbagai festival yang dilaksanakan setiap tahunnya dengan tujuan untuk menyembah dewa/kami.

Pada ajaran Shinto terdapat unsur-unsur pemujaan . Salah satunya yaitu harai (penyucian) yang bertujuan untuk menghilangkan semua kotoran, kejahatan, serta hal-hal negatif lainnya. Selain itu terdapat beberapa benda yang dipercaya dapat menyucikan serta melindungi dari roh-roh jahat dan hal-hal negatif lainnya seperti bambu, shimenawa, tumbuhan sakaki dan cemara. Dengan menaruh benda-benda tersebut di suatu tempat menandakan bahwa tempat tersebut telah disucikan.

Penggunaan tumbuhan hijau tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam agama Shinto, karena tumbuhan hijau tersebut akan menjadi tanda atau penunjuk jalan bagi kami untuk datang berkunjung. Shimenawa sering digunakan di kuil-kuil Shinto untuk mencegah masuknya roh jahat (Sakurai, 1991 : 40-42).

Menurut Djama’nnuri dalam Nadroh dan Azmi (2015: 72) agama Shinto tidak memiliki bentuk peribadatan yang sudah ditentukan waktu pelaksanaannya. Setiap

pemeluk agama Shinto akan mengunjungi tempat suci jika menghendakinya; bisa setiap tanggal 1 atau 15 tiap bulan atau pada saat penyelenggaraan matsuri. Tetapi pemeluk yang taat akan melakukan pemujaan dewa setiap hari. Pada pagi hari, setelah bangun tidur dan membersihkan diri menuju altar keluarga; di sini ia akan membungkukkan badan, bertepuk tangan dua kali, diam sebentar dengan sikap hormat dan khidmat, baru kemudian melakukan aktivitas keseharian. Pada kesempatan lain, ia akan menghadap kearah matahari, gunung, tempat suci Ise atau lainnya, kemudian bertepuk tangan dua kali dan membungkuk sebentar dalam sikap hormat dan khidmat sebelum pergi. Adapun tempat yang paling baik untuk melakukan peribadatan adalah jinja. Jinja merupakan sebuah bangunan yang sengaja didirikan untuk memuja kami, dewa dalam agama Shinto.

Hampir semua bentuk peribadatan atau upacara keagamaan yang dilakukan di jinja pada hakikatnya merupakan upacara penyucian dalam rangka menyambut kehadiran Kami (dewa). Syarat utama untuk memuja Kami yaitu kesucian dan bersih dari bermacam kekotoran, seperti penyakit, luka, dan menstruasi. Kekotoran dianggap sebagai keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya kesengsaraan dan merusak upacara keagamaan.

Upacara keagamaan yang dilakukan di jinja dapat dibedakan dalam tiga tahapan: Pertama, upacara pensucian pendahuluan (kessai); kedua, upacara pensucian (harai); ketiga, upacara persembahan sesaji. Ketiga upacara ini utuk membantu manusia menemukan kembali kesucian diri dan ketulusan hati yang sebenarnya serta menolong agar dapat hidup dalam kondisi kehidupan memuja Kami dengan kesungguhan.

Dalam agama Shinto, langit bersifat suci. Mitologi menyatakan ketika terjadinya penciptaan, unsur-unsur alam yang halus berubah menjadi langit, dan unsur-unsur yang berat berubah menjadi bumi. Takama-no-hara dianggap sebagai dunia yang cemerlang yang segala sesuatunya lebih baik dari dunia ini dan menjadi tempat tinggal para Dewa Langit. Adapun dunia ini adalah tempat tinggal para dewa yang hidup dibumi, disebut kuni-tsu-kami. Dalam mitologi disebutkan bahwa para dewa turun dari langit untu menciptakan kedamaian dan kesejahteraan di muka bumi. Meski demikian, bukan berarti bahwa dunia langit secara esensial berbeda dengan dunia bumi, tetapi hanya merupakan dunia yang lebih baik dari dunia manusia. Jika dibandingkan dengan dunia orang mati (Yomi) maka dunia langit adalah dunia ideal.

BAB III

PENGARUH SHINTO PADA DEKORASI TAHUN BARU DI JEPANG 3.1 Jenis dan Makna Dekorasi Tahun Baru di Jepang

Tahun baru merupakan salah satu festival tahunan yang paling penting bagi orang Jepang. Tujuan perayaan tahun baru yaitu untuk menyambut datangnya dewa tahun (Toshigami) serta untuk memperlihatkan bahwa panen di tahun ini berjalan dengan baik. Seiring berjalannya waktu masyarakat Jepang membuat sebuah awalan baru untuk merayakan Tahun baru yakni semua kegiatan baik sekolah, perkantoran dan lainnya akan diliburkan sekitar seminggu dengan tujuan agar masyarakat dapat merayakan tahun baru bersama keluarga serta dapat berkunjung ke jinja atau otera . Perayaan shougatsu resmi dilakukan dari 1 Januari sampai 3 Januari, selama waktu itu semua instansi pemerintahan dan sebagian besar perusahaan ditutup (Shimoyama 2008 : 134).

Pada perayaan Shogatsu di Jepang terdapat beraneka macam jenis dekorasi atau hiasan yang menarik. Di jepang, jenis hiasan yang dipasang pada saat Ōshōgatsu berbeda dengan hiasan pada Koshōgatsu. Hal ini dikarenakan masing-masing hiasan memiliki keunikan dan makna yang berbeda. Dekorasi yang akan menghiasi perayaan tahun baru diantara lain adalah kadomatsu , shimenawa, shimekazari, ,kagami mochi serta toshidana hiasan tersebut dipasang pada saat Ōshōgatsu sedangkan dekorasi pada saat Koshōgatsu terdiri dari mochibana dan berbagai jenis hiasan dari kayu. Dekorasi-dekorasi tersebut tidak hanya menghiasi pekarangan depan kuil maupun rumah, dekorasi-dekorasi tersebut juga menghiasi instansi pemerintahan, toko, dan tempat umum lainnya.

3.1.1 Jenis dan Makna Dekorasi Ōshōgatsu

Pada saat Ōshōgatsu ada banyak jenis hiasan tahun baru yang mengandung makna berbeda. Hiasan Ōshōgatsu tersebut biasanya mulai dipasang seminggu sebelum tahun baru sampai perayaan Koshōgatsu. Adapun jenis-jenis hiasan Ōshōgatsu yaitu sebagai berikut:

1. Kadomatsu

Kadomatsu berasal dari kata “kado” dan “matsu” berarti “kado” merupakan pintu masuk dan “matsu” berarti pohon pinus. Kadomatsu merupakan hiasan tahun baru yang terbuat dari cabang pinus, batang bambu, dan ranting pohon prem yang dibuat dengan gaya ikebana (seni merangkai bunga Jepang) yang digunakan untuk menghiasi gerbang rumah atau gerbang kantor. Pada umumnya Kadomatsu diletakkan secara berpasangan di kedua sisi rumah atau pintu masuk toko dengan tujuan untuk mengundang dewa panen dan dewa leluhur lainnya. Kadomatsu bertujuan untuk menyambut datangnya dewa atau kami yang dipercaya dewa tersebut akan datang pada awal tahun untuk memberkati seluruh anggota keluarga.

Terdapat makna yang berbeda dari setiap bagian Kadomatsu yaitu sebagai berikut :

- Pohon pinus/cabang pinus

Dalam bahasa Jepang, kata kadomatsu mencakup adanya karakter pohon pinus.

Pohon pinus merupakan tanaman utama yang digunakan dalam dekorasi tahun baru.

Sejak zaman dahulu, bagi orang Jepang pohon pinus memiliki arti khusus yaitu mereka percaya bahwa pohon adalah tempat tinggal roh para dewa.

- Bambu

Dekorasi bambu merupakan salah satu hal yang menarik dalam Kadomatsu, bambu mulai dikaitkan dengan kadomatsu selama periode masyarakat samurai. Karena pada zaman dahulu masyarakat Jepang mempunyai keyakinan bahwa bambu cocok untuk menghilangkan kehidupan yang susah karena bambu memiliki filosofi selalu tumbuh kearah langit.

- Bunga plum dan kangkung berbunga

Didalam kadomatsu juga terdapat hiasan bunga plum dan kangkung berbunga.

Keduanya memiliki makna yang beruntung. Bunga plum yang mekar di awal tahun pada suhu yang relatif dingin memiliki makna tanaman yang kuat dan tahan lama Sedangkan kangkung berbunga yang melapis daunnya, diartikan sebagai semakin banyak rezeki.

2. Shimenawa

Arti "Shimenawa," secara harafiah yaitu "tali penutup" adalah hiasan yang sering sekali terlihat di dalam kuil Shinto untuk menandai tempat-tempat suci yang dipercaya sebagai tempat tinggal arwah. Shimenawa adalah hiasan jerami padi suci yang menghiasi sebagian besar didepan pintu rumah. Shimenawa merupakan tali khusus yang diikatkan di sekitar atau di atas suatu objek atau ruang untuk menunjukkan kesucian atau kemurniannya. Jumbai biasanya digantung di tali dengan interval tertentu. Didalam Shimenawa terdapat pita gantung yang dikenal sebagai shide, terbuat dari washi (kertas Jepang) dan dilipat menjadi bentuk zig-zag.

Shimenawa yang digantung melintasi ruang, biasanya lebih tebal di bagian tengah dan meruncing ke ujungnya, sedangkan yang diikat di sekitar benda suci umumnya memiliki ketebalan yang konsisten. Sebuah shimenawa selalu tergantung di bawah atap (haiden), dan yang sering ditempelkan pada torii (gerbang) juga, yang membuat shimenawa menjadi salah satu hal pertama yang dilihat seseorang ketika mengunjungi kuil. Di rumah-rumah Jepang, orang sering melihat shimenawa di depan kuil rumah tangga, dan itu membentuk dasar shimekazari, hiasan Tahun Baru yang digantung di atas pintu depan untuk menyambut kami(dewa) pada tahun baru ke dalam rumah seseorang. Shimenawa dapat ditemukan melingkari patung, pohon legendaris, batu, dan apa pun yang dianggap dihuni oleh makhluk seperti dewa yang disebut kami. shimenawa juga dipasang untuk mengelilingi pohon keramat (shinboku). (https://www.japanvisitor.com/japanese-culture/shimenawa)

3. Shimekazari

Shimekazari Merupakan salah satu dekorasi Tahun Baru yang paling umum untuk setiap rumah. Shimekazari yaitu tali jerami yang dikepang (biasanya digunakan di kuil Shinto) dihiasi dengan potongan kertas berbentuk zigzag dengan lambang zodiak tahun yang akan datang atau jimat keberuntungan lainnya.

Biasanya, Shimekazari ditempatkan di pintu masuk rumah untuk mencegah masuknya roh jahat dan mengundang Toshigami atau dewa Shinto. Dekorasi Tahun baru tradisional ini terbuat dari shimenawa, tali jerami suci Shinto, dan bahan lainnya seperti jeruk pahit, pakis, dan potongan kertas ritual putih yang disebut shide.

Shimekazari biasanya dipasang antara tanggal 26 dan 28 Desember.

Memasangnya pada tanggal 29 atau 31 Desember dianggap membawa kesialan:

melakukannya pada tanggal 29 dikatakan akan membawa penderitaan (ku dalam bahasa Jepang, yang terdengar mirip dengan pengucapan niju-ku dari nomor 29), sedangkan memasang shimekazari pada tanggal 31 yang berarti mereka hanya bisa begadang selama satu malam sebelum kunjungan Toshigami, yang dianggap tidak menghormati dewa. Setelah kunjungan Toshigami, biasanya shimekazari diturunkan pada tanggal 7 Januari dan membakarnya selama ritual Dondoyaki pada tanggal 15 Januari, meskipun ada di beberapa bagian Jepang shimekazari dipertahankan sepanjang tahun. Shimekazari tahun baru mencakup berbagai elemen dekoratif yang berasal dari kepercayaan tradisional kuno. Setiap elemen memiliki tujuan spesifiknya sendiri - misalnya, potongan kertas berbentuk zigzag yang dirancang menyerupai petir dikatakan dapat mengusir kejahatan.

Terdapat makna yang berbeda dari setiap bagian Shimekazari seperti pada gambar diatas yaitu sebagai berikut :

- Kipas Terbuka

Pada shimekazari terdapat adanya kipas genggam terbuka berbentuk seperti pai pada ornamenya Jadi kipas terbuka cocok dengan arti kata 末

広 が り yang berarti kemakmuran meningkat seiring berjalannya waktu.

- Udang

Pada hiasan shimekazari terdapat adanya udang yang berbentuk seperti punggung udang bengkok yang sama dengan punggung orang tua. Udang dipercaya memiliki makna untuk melambangkan umur yang panjang.

- Daun pakis

Daun pakis ditempatkan dengan sisi yang menjulang keluar, yang disebut Urajiro yang berarti "punggung putih", karena daun pakis disisi tersebut lebih berwarna putih karena terkena lebih sedikit cahaya sehingga lebih sedikit adanya klorofil. Daun pakis ini melambangkan kemurnian dan kepolosan seseorang.

- Daun Yuzuriha

Daun ini diambil dari pohon yang disebut yuzuriha yang berarti "daphne palsu". Kata yuzuru berarti "meneruskan, memberi jalan, "dan ha berarti

"daun”. Daun ini melambangkan garis keturunan yang panjang untuk mewariskan budaya perayaan tahun baru bagi generasi yang akan datang.

- Klep/Rumput laut

Dalam Bahasa Jepang kata klep adalah adalah konbu. Kata konbu dekat dengan yorokobu “bersukacita; bergembiralah”. Jadi klep atau rumput laut disini bermakna pengalaman orang yang menyenangkan yang dibagikan dengan orang lain agar orang tersebut diharapkan dapat bergembira dan bersukacita.

- Daidai Orange (jeruk pahit)

Daidai (橙) adalah sejenis jeruk tetapi rasanya pahit yang hanya digunakan

untuk dekorasi Shimekazari bukan untuk makanan karena rasanya tidak enak. Nama daidai identik dengan da’idai (代々) “generasi yang akan

sukses”. Jadi daidai melambangkan keinginan sebuah keluarga untuk garis keturunan yang panjang dan sejahtera.. Warna daidai adalah oranye, dan disebut daidaiiro (橙色).

- Rantai Kertas

Rantai kertas terbuat dari selembar kertas putih yang dipotong sedemikian rupa dan dilipat menjadi rantai. Biasanya digantung di 注 連 縄 atau shimenawa , tali yang terbuat dari sedotan atau serat rami untuk menangkal kejahatan dan menandai daerah suci. Dalam dekorasi ini ditambahkan selembar kertas merah. Kombinasi merah dan putih berarti "keberuntungan"

di Jepang.

- Paper string

Mizuhiki (水引き) adalah beberapa benang kertas beras yang dipilin untu mengikat hadiah. Jika untuk acara yang menguntungkan, seperti perayaan tahun baru, pernikahan,ulang tahun memakai benang berwarna merah dan putih, dan jika untuk berkabung, warnanya hitam / abu-abu dan putih.

- Straw (sedotan)

Sedotan kering melambangkan harapan akan panen yang melimpah di musim gugur.

(https://kanjiportraits.wordpress.com/2016/12/31/3773/)

4. Kagami Mochi

Di dalam bahasa Jepang 'Kagami' berarti 'cermin', dan sering dikatakan bahwa bentuknya menyerupai cermin perunggu yang dianggap sebagai harta karun oleh orang Jepang kuno. Dipercaya bahwa dengan menghiasi barang-barang mulia seperti itu, kekayaan seseorang juga akan berlipat ganda. Kagami-mochi terbuat dari dua lapis beras tumbuk, atau mochi, dan biasanya dimahkotai dengan mandarin Jepang berwarna jingga cerah yang disebut mikan. Yang terakhir ini sebenarnya merupakan tambahan modern, karena secara tradisional kue ini dihiasi dengan buah jeruk berbeda yang dikenal sebagai daidai. Daidai dianggap menguntungkan, karena arti kata tersebut dapat diterjemahkan menjadi "generasi demi generasi,"

mewakili keinginan keluarga untuk garis keturunan yang panjang dan sejahtera.

Namun, karena buah daidai besar dan pahit, mikan yang lebih enak dan secara proporsional digunakan secara luas, dengan tetap mempertahankan pengertian daidai tentang kesehatan dan umur panjang.

Kagami mochi umumnya menggunakan hiasan seperti pakis, rumput laut kering dan kertas Jepang dekoratif. Namun, dekorasi bervariasi tergantung dari keluarga masing-masing yang menginginkan hiasan seperti apa. Kagami mochi dipercaya oleh masyarakat Jepang untuk mengundang Toshigamisama (Dewa).

Kagami mochi berbentuk bulat dan menumpukkan dua "mochi" yang berarti

"berkali-kali". Dengan kata lain, itu berarti mengulang tahun dengan perasaan damai. Dalam kagami mochi juga diletakkan jeruk pahit (atau jeruk mandarin) di atasnya. Dan menampilkan kipas angin di belakang. Jeruk ini bermakna agar memiliki harapan supaya mendapatkan umur yang lebih panjang dan kesejahteraan keluarga, sedangkan arti dari kipas angin yang ada dibelakangnya memiliki makna diberikan rezeki yang berlimpah untuk waktu yang lama.

5. Dekorasi Altar Shogatsu (Toshidana)

Toshidana merupakan rak yang dibuat khusus pada ritual khususnya dalam perayaan tahun baru. Bentuknya seperti bangunan yang permanen yang sudah ada sejak awal pertengahan. Altar Shinto dibagi menjadi dua yaitu jenis yaitu Iwasaka dan Himorogi, iwasaka adalah tempat persembahan yang dikelili oleh tumpukan batu sedangkan himorogi yaitu tempat suci yang ditanami pepohonan hijau dan sebagai objek pemujaan. Terkadang tempat pemujaan ini tidak memiliki struktur fisik tetapi masih disebut sebgai altar.

Perayaan Shogatsu, terdapat altar khusus yang disebut toshidana. Toshidana ini digunakan untuk menaruh berbagai persembahan yang ditujukan kepada kami atau dewa. Benda-benda yang dijadikan persembahan tersebut diantaranya adalah ranting tumbuhan sakaki, kagamimochi (dua buah mochi yang berbentuk bundar pipih seperti cermin yang diletakkan dengan cara bertumpuk dengan bagian yang lebih kecil diatas dan yang lebih besar dibawah), dan sake. Ada juga sebagian orang yang menggunakan kamidana (altar Shinto) sebagai toshidana.

3.1.2 Jenis dan Makna Dekorasi Koshōgatsu

Hampir sama dengan Ōshōgatsu, pada saat perayaan Koshōgatsu orang Jepang juga melakukan ritual pemasangan hiasan tahun baru serta memanjatkan doa. Hiasan Koshogatsu dijadikan sebagai persembahan kepada para Dewa (toshigamisama) yang dipercaya akan datang membawa berkah yang berlimpah berupa hasil panen. Hiasan Koshōgatsu umumnya disebut dengan monotsukuri yang berarti benda buatan. Hiasan Koshōgatsu merupakan hiasan yang berhubungan dengan pertanian jadi deokorasi dibuat menyerupai rangkaian bunga atau buah karena memiliki tujuan untuk mengundang dewa panen agar membawa berkah melalui hasil panen.

Berbeda dengan Shogatsu yang penuh dengan acara untuk menyambut Toshigami (dewa tahun), Koshogatsu lebih mengarah ke acara yang nyaman dan berkaitan dengan pertanian seperti berdoa untuk panen yang baik. Pada perayaan Koshogatsu kebiasaan yang sering dilakukan yaitu makan “azukigayu” sejenin bubur beras yang dicampur dengan kacang azuki merah manis. Salah satu acara yang diadakan pada Koshogatsu adalah “toshiura” dimana azukigayu (bubur nasi) dimasukkan kedalam bambu tipis dan dimasak Kembali kemudian akan dikeluarkan dari bamboo tersebut diyakini jumlah bubur yang tersisa didalm bambu akan meramalkan apakah tahun depan akan menghasikan panen yang berlimpah atau tidak.

Adapun hiasan yang dipasang pada saat Koshōgatsu adalah:

1. Mochibana

Salah satu hiasan Koshōgatsu yang terkenal adalah mochibana yaitu hiasan yang dibuat dari kue mochi berbentuk bulat kecil berwarna putih dan merah muda yang dililitkan di sekitar cabang pohon willow untuk meniru mekarnya bunga.

Mochibana berasal dari Jepang bagian utara, di daerah pegunungan dengan musim dingin yang panjang dan hujan salju yang menghancurkan atap. Daerah ini disebut yukiguni, atau 'negara salju' yang secara alami tidak ada bunga di musim dingin.

Tapi, tentu saja, orang masih ingin memiliki bunga dalam hidup mereka.

Mayarakat Jepang meyakini mochi sebagai benda yang dapat membawa keberuntungan. Oleh karena itu mochi dijadikan sebagai bahan utama membuat mochibana. Mochibana juga dijadikan sebagai lambang tempat tinggal Toshitokujin (dewa panen) selama perayaan Koshōgatsu. Mochibana memiliki bentuk seperti pohon yang sedang berbuah yang diyakini sebgai lambang harapan para petani agar agar dewa memberikan berkah berupah panen yang berlimpah.

Pada saat Koshogatsu mochibana diletakkan di tempat-tempat yang dipercaya akan didatngi oleh dewa seperti di runag tamu, tempat ibadah dan sejeninya.

(https://kyotofoodie.com/shogatsu-mochibana-japanese-new-year-decoration/)

2. Hiasan dari kayu

Adapun hiasan Koshōgatsu yang lainnya adalah hiasan dari kayu berbentuk bunga. Hiasan tersebut dibuat dengan cara membuat serutan kayu yang tipis menjadi bentuk ikal atau keriting kemudian dirangkai dan diletakkan melingkar

pada sebuah batang kayu sehingga menyerupai bentuk bunga. Pada saat Koshogatsu hiasan ini diletakkan di ruang tamu, tempat ibadah, depan pintu,dan toilet. Hiasan ini dijadikan sebagai simbol pengusir kekuatan jahat, karena kayu yang dijadikan sebagai hiasan diambil dari daerah pegunungan. Sebelum menebang kayu, orang Jepang mengadakan ritual untuk meminta izin kepada dewa. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka dipercaya akan mendapatkan kesialan. Masyarakat Jepang percaya bahwa di dalam kayu-kayu tersebut terdapat adanya kekuatan dewa gunung yang akan melindungi manusia dari hal buruk.

(http://eprints.undip.ac.id/19566/1/Endah_Nurcahyati.pdf)

Adapun hiasan yang lebih sering digunakan oleh kelurga sewaktu mendekorasi rumah mereka yaitu dengan “Mayudama”, Yaitu beberapa beras yang berbentuk kue kepompong yang digantung dari pohon willow atau ranting bambu sebagai jimat keberuntungan seperti koine mas, botol sake kecil dalan lainnya.

3.2 Pengaruh Shinto Pada Dekorasi Shogatsu di Jepang

Perayaan Shogatsu di Jepang berhubungan dengan dekorasi simbolik, hidangan, permainan, hidangan, ritual penyembahan, serta peserta yang banyak.

Keseluruhan kegiatan tersebut juga merupakan bagian dari elemen-elemen dalam melaksanakan acara Shinto. Menurut Bess dan Wein dalam Farido (2011:2) terdapat adanya ritual Shinto pada umumnya seperti, pemurnian sebelum acara dimulai, persiapan dekorasi yang dilakukan untuk mengundang para dewa, mengusir kekuatan jahat, dan ritual mengirimkan dewa dan roh leluhur.

Salah satu praktik keagamaan dan festival yang wajib dilakukan masyarakat Jepang dan berhubungan dengan Shinto adalah perayaan Oshogatsu, bagi masyarakat Jepang, shogatsu berfungsi untuk menekankan hidup dengan awal tahun dan akhir tahun. Shogatsu atau tahun baru secara simbolis menandai datangnya awal musim semi, meskipun dirayakan di pertengahan

Salah satu praktik keagamaan dan festival yang wajib dilakukan masyarakat Jepang dan berhubungan dengan Shinto adalah perayaan Oshogatsu, bagi masyarakat Jepang, shogatsu berfungsi untuk menekankan hidup dengan awal tahun dan akhir tahun. Shogatsu atau tahun baru secara simbolis menandai datangnya awal musim semi, meskipun dirayakan di pertengahan

Dokumen terkait