• Tidak ada hasil yang ditemukan

Di dalam berbagai buku sejarah sosiologi selalu dikatakan bahwa ilmu tersebut ditemukan dan dibangun untuk pertama kalinya oleh Auguste Comte pada pertengahan abad XIX. Sebagaimana yang sudah diketahui secara umum, pada masa Comte yang berkembang pesat adalah ilmu-ilmu alam yang terus-menerus berusaha dan menemukan berbagai keteraturan atau hukum-hukum universal yang bersifat tetap yang mengatur segala gejala alamiah yang tampaknya berubah-ubah. Sebagai tantangan terhadap cara pandang abad pertengahan yang cenderung memahami gejala alam dalam kerangka kepercayaan religius dan mistis, kaum pencerahan mencoba memahaminya secara positif dalam pengertian dapat dibuktikan secara empiris dan disimpulkan secara logis. Comte mencoba menerapkan cara kerja dalam ilmu alam untuk memahami masyarakat. Karena itu, pada mulanya ia menyebut sosiologi sebagai fisika sosial (Faruk, 2016:15).

Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga berada dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya. Konsep dasar sosiologi sastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles yang mengajukan istilah ‘mimesis’ yang menyinggung hubungan antara sastra dan masyarakat

sebagai cermin.

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sastra merupakan pencerminan masyarakat melalui karya sastra, seorang pengarang mengungkapkan problema kehidupan. Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat.

Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan berkelompok manusia dalam hubungannya dengan manusia-manusia lainnya yang secara umum disebut masyarakat.

Sosiologi sastra tidak hanya membicarakan karya sastra itu sendiri melainkan hubungan masyarakat dan lingkungannya serta kebudayaan yang menghasilkannya. Atmazaki dalam Sutri (1990 : 7) menyatakan bahwa

pendekatan sosiologi sastra mempunyai tiga unsur di dalamnya. Unsur-unsur tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Konteks Sosial Pengarang

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengarang dalam menciptakan karya sastra. Faktor-faktor tersebut antara lain mata pencaharian, profesi kepegawaian, dan masyarakat lingkungan pengarang.

2. Sastra Sebagai Cerminan Masyarakat

Karya sastra mengungkapkan gejala sosial masyarakat dimana karya itu tercipta dalam sastra akan terkandung nilai moral, politik, pendidikan, dan agama dalam sebuah masyarakat.

3. Fungsi Sastra

Fungsi sastra dalam hal ini adalah nilai seni dengan masyarakat, apakah di antara unsur tersebut ada keterkaitan atau saling berpengaruh.

Sosiologi sastra merupakan pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat dari atau mengenai karya sastra para kritikus dan sejarawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya.

Sosiologi sastra merupakan kajian ilmu dan objektif mengenai manusia dan masyarakat., mengenai lembaga dan proses sosial. Sosiologi mengkaji struktur sosial dan proses sosial termasuk didalamnya

perubahan-perubahan sosial yang mempelajari lembaga sosial, agama, politik, ekonomi dan sebagainya secara bersamaan dan membentuk struktur sosial guna memperoleh gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mekanisme kemasyarakatan dan kebudayaan. Sastra sebagaimana sosiologi berurusan dengan manusia, karena keberadaannya dalam masyarakat untuk dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat itu sendiri. Sastra sebagai lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya karena bahasa merupakan wujud dari ungkapan sosial yang menampilkan gambaran kehidupan.

Pendekatan sosiologi sastra yang paling banyak dilakukan saat ini menaruh perhatian yang besar terhadap aspek dokumenter sastra dan landasannya adalah gagasan bahwa sastra merupakan cerminan zamannya.

Dalam hal itu tugas sosiologi sastra adalah menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh khayal dan situasi ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang merupakan asal-usulnya.

Pendekatan yang dilakukan terhadap karya sastra pada dasarnya ada dua, yaitu pendekatan intrinsik dan ekstrinsik. Unsur-unsur merupakan unsur-unsur dalam yang diangkat dari isi karya sastra, seperti tema, alur, perwatakan, gaya bahasa dan penokohan. Sedangkan unsur-unsur ekstrinsik berupa pengaruh dari luar yang terdapat dalam karya sastra itu diantaranya sosiologi, politik, filsafat, antropologi dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini merupakan pendukung dalam pengembangan karya sastra dengan demikian ilmu-ilmu

tersebut erat hubungannya dengan karya sastra. Analisis aspek ekstrinsik karya sastra adalah analisis karya sastra itu sendiri dari segi isinya, dan sepanjang mungkin melihat kaitannya dengan kenyataan-kenyataan dari luar karya sastra itu sendiri.

Penulis memfokuskan penelitiannya pada teori sosiologi sastra Marxis (Karl Marx), sastra dapat ditemukan sebagai salah satu superstruktur yang menjadi kekuatan reproduktif dari infrastruktur atau struktur sosial yang berdasarkan pembagian dan relasi sosial secara ekonomis. Sastra merupakan institusi sosial yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pertentangan antarkelas di dalam masyarakat, dapat sebagai kekuatan konservatif yang berusaha mempertahankan struktur sosial yang berlaku atau pun sebagai kekuatan progresif yang berusaha merombak struktur tersebut demi terbangunnya sebuah struktur sosial yang baru di bawah dominasi kelas sosial yang baru pula (Faruk, 2016:52) .

Teori sosial Karl Marx terbangun suatu totalitas kehidupan sosial secara integral dan sistematik yang di dalamnya kesustraan ditempatkan sebagai salah satu lembaga sosial yang tidak berbeda dari lembaga-lembaga sosial lainnya seperti ilmu pengetahuan, agama, politik dan sebagainya, sebab semuanya tergolong dalam satu kategori sosial, yaitu sebagai aktivitas mental yang dipertentangkan dengan aktivitas material manusia (Faruk, 2016:6).

Kurniawan, (2012:40) mengembangkan teori sastranya dengan menyatakan bahwa kegiatan manusia yang paling penting adalah kegiatan

ekonomi (produksi unsur-unsur materi). Hal ini menunjukkan kerangka kerja sosiogi yang bersifat material, yaitu ekonomi menjadi faktor determinasi kehidupan manusia dengan struktur sosial masyarakat.

Marx mengidentifikasi struktur sosial masyarakat menjadi dua kelas, yaitu kelas atas dan kelas bawah yang faktor utamanya didasarkan pada penguasaan alat-alat produksi pada zamannya. Kelas atas adalah kelas yang memiliki sarana produksi, sedangkan kelas bawah adalah mereka yang tidak memiliki alat-alat produksi. Relasi kelas ini meciptakan kelas dominan dengan subordinat, majikan dengan budak, tuan tanah dengan pelayan, dan borjuis dengan proletar. Relasi hubungan ini didasarkan pada faktor determinasi ekonomi. (Kurniawan, 2012:42).

Dapat disimpulkan bahwa teori Karl Marx mengacu pada kelas sosial masyarakat. Dalam kelas sosial merujuk adanya pembedaan hierarki atau tingkatan antara individu-individu dalam sebuah masyarakat. Pengertian kelas sosial dapat berbeda-beda dalam tiap zaman dan masyarakat. Namun kelas sosial secara umum ditentukan oleh tingkat pendapatan, pendidikan dan kekuasaan.

Dokumen terkait