• Tidak ada hasil yang ditemukan

Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Ada beberapa pengertian tentang transparansi publik yaitu:

Menurut Mardiasmo (2002) transparansi berarti keterbukaan (opennsess) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan semberdaya publik kepada pihak–pihak yang membutuhkan informasi.

Menurut Adrianto (2007) menyatakan bahwa transparansi adalah keterbukaan secara sungguh-sungguh, menyeluruh, dan memberi tempat bagi partisipasi masyarakat dari seluruh lapisan masyarakat dalam proses pengelolaan sumber daya publik.

Sedangkan menurut hafis (2000) menyatakan bahwa transparansi adalah keterbukaan dan kejujuran serta tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan meyeluruh atas pertanggung jawaban pemerintah dalam sumber daya yang dipercayakan kepadanya dalam ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.

Dari defenisi diatas dikatakan bahwa transparansi merupakan keterbukaan pemerintah kepada masyarakat untuk mengakses informasi berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggung jawabanpemerintah tersebut.

Menurut Krina (2003) prinsip ini menekankan kepada 2 aspek yaitu: a. Komunikasi publik oleh pemerintah

b. Hak masyarakat terhadap akses informasi

Transparansi adalahprinsip menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalaui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaandaerah.Berkaitan dengan hal tersebut pemerintahdaerahperluproaktif memeberikaninformasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat.Transparansi pada akhirnya

akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakat sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih, efektif, efisien,akuntabel dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat. Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasanbagisetiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan , yakni informasi tentang kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaanya serta hasil – hasil yang dicapai.Transparansi adalah adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan.Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau publik.Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan preferensi publik. Makna dari transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dilihat dalam dua hal yaitu ; (1) salah satu wujud pertanggung jawaban pemerintah kepada rakyat, dan (2) upaya peningkatan manajemen pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan mengurangi kesempatan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).

Penerapan azas transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengetahui berbagai informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah secara benar, jujur dan tidak diskriminatif.Transparansi penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah jaminan kesempatan bagi masyarakat untuk mengetahui “siapa mengambil keputusan apa beserta alasannya”.Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik tuntutan adanya transparansi tidak hanya kepada pemerintah daerah (eksekutif)

tetapi juga kepada DPRD (legislatif).Mengingat posisi DPRD yang cukup kuat dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah maka dalam setiap kegiatannya DPRD harus lebih transparan (terbuka) kepada masyarakat. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pada transparansi penyelenggaraan pemerintahan daerah dari sudut DPRD adalah ; (1) rapat-rapat DPRD yang terbuka untuk umum agar dapat diinformasikan kepada masyarakat agenda dan jadwalnya, (2) penyediaan risalah rapat-rapat terbuka bagi umum ditempat yang mudah diakses masyarakat, dan (3) keputusan yang dihasilkan DPRD hendaknya dapat dipublikasikan dan disosialisasikan kepada masyarakat. Sedangkan transparansi penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam hubungannya dengan pemerintah daerah perlu kiranya perhatian terhadap beberapa hal berikut ;

1. Publikasi dan sosialisasi kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

2. Publikasi dan sosialisasi regulasi yang dikeluarkan pemerintah daerah tentang berbagai perizinan dan prosedurnya.

3. Publikasi dan sosialisasi tentang prosedur dan tata kerja dari pemerintah daerah.

4. Transparansi dalam penawaran dan penetapan tender atau kontrak proyek-proyek pemerintah daerah kepada pihak ketiga, dan

5. Kesempatan masyarakat untuk mengakses informasi yang jujur, benar dan tidak diskriminatif dari pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Selanjutnya dalam penyusunan peraturan daerah yang menyangkut hajat hidup orang banyak hendaknya masyarakat sebagai stakeholders dilibatkan secara proporsional. Hal ini disamping untuk mewujudkan transparansi juga akan sangat membantu pemerintah daerah dan DPRD dalam melahirkan Peraturan Daerah yang accountable dan dapat menampung aspirasi masyarakat.

Indikator Transparansi dan alat ukurnya

Menurut Krina (2003) indikator-indikator dari transparansi adalah sebagai berikut:

1. Penyediaan informasi yang jelas tentang tanggungjawab.

2. Menyusun suatu mekanisme pengaduan jika ada peraturan yang dilanggar atau permintaan umtuk uang suap.

3. Kemudahan akses informasi.

4. Meningkatkan arus informasi melalui kerjasama dengan media massa dan lembaga Non pemerintah.

Martin Minogue, artikel “The management of public change: from ‘old public

administration’ to ‘new public management’ dalam “Law & Governance” Issue I, British Council Briefing. Informasi dan keterbukaan ini mencakup :

a. memberikan fakta dan analisis tentang keputusan-keputusan kebijakan b. menjelaskan alasan-alasan dari keputusan-keputusan administrative

c. membuka informasi “guidelines internal” tentang cara-cara bagian tersebut berhubungan dengan publik

d.menyediakan informasi tentang biaya, target dan performansi dari pelayanan publik, dan prosedur-prosedur untuk mengeluh dan mengadu

e.memenuhi permintaan informasi khusus alat ukurnya Penyediaan informasi yang jelas tentang prosedur-prosedur,biaya-biaya dan tanggung jawab,kemudahan akses informasi, menyusun suatu mekanisme pengaduan jika ada peraturan yang dilanggar atau permintaan untuk membayar uang suap,meningkatkan arus informasi melalui kerjasama dengan media massa dan lembaga non pemerintahan.

Prinsip ini memiliki 2 aspek, yaitu (1) komunikasi publik oleh pemerintah, dan (2) hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya. Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari transparansi.Komunikasi publik menuntut usaha afirmatif dari pemerintah untukmembuka dan mendiseminasi informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus seimbang, juga dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Karena pemerintahan menghasilkan data dalam jumlah besar, maka dibutuhkan petugas informasi professional, bukan untuk membuat dalih atas keputusan pemerintah, tetapi untuk menyebar luaskan keputusan-keputusan yang penting kepada masyarakat serta menjelaskan alasan dari setiap kebijakan tersebut. Peran media juga sangat penting bagi transparansi pemerintah, baik sebagai sebuah kesempatan untuk berkomunikasi pada publik maupun menjelaskan berbagai informasi yang relevan, juga sebagai “watchdog” atas berbagai aksi pemerintah dan perilaku menyimpang dari para aparat birokrasi. Jelas, media tidak akan dapat melakukan tugas ini tanpa adanya kebebasan pers, bebas dari intervensi pemerintah maupun pengaruh kepentingan bisnis.

Keterbukaan membawa konsekuensi adanya kontrol yang berlebih-lebihan dari masyarakat dan bahkan oleh media massa. Karena itu, kewajiban akan keterbukaan harus diimbangi dengan nilai pembatasan, yang mencakup kriteria yang jelas dari para aparat publik tentang jenis informasi apa saja yang mereka berikan dan pada siapa informasi tersebut diberikan. Tetapi secara ringkas dapat disebutkan bahwa, prinsip transparasi paling tidak dapat diukur melalui sejumlah indikator seperti :

a. mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses-proses pelayanan publik.

b. mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses didalam sektor publik.

c. mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam kegiatan melayani Keterbukaan pemerintah atas berbagai aspek pelayanan publik, pada akhirnya akan membuat pemerintah menjadi bertanggung gugat kepada semua stakeholders yang berkepentingan dengan proses maupun kegiatan dalam sektor publik.

3.Kebijakan Penyaluran Raskin

Program Kebijakan Beras Untuk Rumah Tangga Miskin (RASKIN) adalah bagian dari upaya Pemerintah Indonesia untuk memberdayakan masyarakat dengan menanggulangi masalah kemiskinan secara terpadu. RASKIN merupakan metamorfosis dari Kebijakan Operasi Pasar Khusus / OPK yang bertujuan untuk

lebih menjelaskan arti Program sehingga diharapkan dapat mempermudah pelaksanaan di lapangan.Menurut Busyro, sesuai peraturan RTS-PM menerima sebanyak 15 kg per bulan.Pada kenyataannya di lapangan, penyaluran kerap tidak tepat jumlah.“Ada sejumlah daerah yang mendistribusikan kepada RTS-PM di bawah 15 kg dengan berbagai alasan. Ada kalanya jumlah penerima melebihi dari daftar yang seharusnya,”.Persoalan lainnya, lemahnya sistem pengawasan dan pengendalian dalam program ini.Mulai dari terlalu banyaknya pihak yang terlibat yang tergabung dalam Tim Koordinasi Raskin daerah sampai pusat dengan ketidakjelasan peran dan tanggung jawab masing-masing.Lanjut Busyro, jika memang program ini akan diteruskan, maka KPK mengusulkan agar program ini didesain ulang dalam rangka efektivitas program.

Menurut Suharto (2006) mengatakan ada 3 indikator kemiskinan yang menjadi pusat perhatian pemerintah yaitu :

1. Kelompok paling miskin (destitute) atau yang sering dideenisikan sebagai fakir miskin kelompok ini secara absolut memiiki pendapatan di bawah garis kemiskinan umumnya tidak memiliki sumber sumber pendapatan sama sekali serta tidak memiliki akses teradap berbagai pelayanan sosial.

2. Kelompok miskin (poor) kelompok ini memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan namun secara relatif memiliki akses teradap pelayanan sosial.

3. Kelompok rentan ( venerable group) kelompok ini dapat dikategorikan bebas dari kemiskinan karena memiliki kehidupan yang relatif lebih baik ketimbang kelompok destitute maupun miskin Namun sebenarnya kelompok yang

sering disebut “Neer Poor” agak miskin) ini masih rentan teradap berbagai perubaan sosial disekitarnya

Faktor pertama, penataan ulang kelembagaan program Raskin, penajaman metode penetapan target sasaran, penajaman target area, perbaikan tata laksana, perbaikan kualitas beras, harmonisasi Kebijakan subsidi Raskin dengan program diversifikasi pangan dan kebijakan perberasan nasional, dan peningkatan pemahaman seluruh pihak yang terlibat. Faktor kedua, pemerintah diminta memperbaiki kebijakan dan mekanisme perhitungansubsidi agar lebih transparan dan akuntabel. Perbaikan tersebut setidaknya perlu memperhatikan dengan melibatkan unsur pengawas untuk mengurangi risiko pembebanan biaya di luar biaya penugasan penyaluran raskin. Faktor ketiga, pemerintah diminta memperkuat sistem pengawasan dan pengendalian dalam pelaksanaan Program Subsidi Raskin.

Pembuatan kebijakan publik adalah sebuah proses politik yang melibatklan berbagai kepentingan dan sumber daya sehingga akhir dari proses politik tersebut adalah produk subyektif yang diciptakan oleh pilihan-pilihan sadar dari pelaku kebijakan. Untuk itu pemahaman tentang makna kebijakan publik menyangkut ruang lingkup, tahapan dan model-modelnya menjadi penting dilakukan dalam rangka membangun mewujudkan masyarakat dan pemerintah berdemokrasi. Pemerintah berupaya mengedepankan peran partisipasi masyarakat dengan mengacu pada teori Bottom-Up.Dalam hal ini pemerintah berharap masyarakat dapat terpacu untuk bisa menembus perangkap kemiskinan yang melekat pada dirinya sehingga dapat mengurangi jumlah masyarakat miskin.Salah satunya

adalah dengan dicanangkannya Program Raskin.Program Raskin pada dasarnya merupakan kelanjutan dari Program Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pada Juli 1998 di bawah Program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Beberapa penyesuaian yang telah dilakukan antara lain meliputi perubahan nama, jumlah beras per rumah tangga, frekuensi distribusi, sumber dan jenis data sasaran penerima manfaat, dan penyediaan lembaga pendamping.Program ini dilaksanakan sebagai konsekuensi logis dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang subsidinya ditarik oleh pemerintah pusat.Kenaikan harga BBM tersebut jelas berdampak pada naiknya harga bahan pangan (sembilan bahan pokok), salah satunya beras.Kebijakan yang seharusnya bersubtansi pada peningkatan kemampuan masyarakat dalam pemenuhan pangan khususnya masalah beras, dalam hal ini pemerintah semakin memberi peluang kepada sabagian oknum yang tidak memiliki hak untuk mendapatkan santunan tersebut.

Disatu sisi kebijakan beras raskin merupakan kebijakan yang bertumpu pada kebutuhan masyarakat, dalam hal ini masyarakat diberi kemudahan untuk mengakses pasar beras yang begitu mahal.Kebijakan ini juga dapat mengatur harga pasar yang terus meningkat yang diakibatkan oleh kebutuhan masyarakat semakin banyak, dengan adanya pogram raskin ini tentu masyarakat yang kurang mampu tidak perlu lagi mangakses pasar yang bagitu mahal, sehingga pasar tidak mampu menginflasikan harga beras.Harapan pemerintah kebijakan tersebut agar dapat meningkatkan akses pangan kepada keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam rangka menguatkan ketahanan pangan rumah tangga dan mencegah penurunan konsumsi energi dan proteinNamun disisi lain akibat

kelemahan control pemerintah beras raskin yang serharusnya diberikan atau dijual kepada masyarakat yang kurang mampu tetapi justru sasaran tersebut jatuh kepada masyarakat yang sejahtera.berhubungan dengan masalah sebelumnya, yakni disebabkan kesalahan data jumlah keluarga miskin. Hal ini terjadi akibat masih buruknya koordinasi antara birokrasi baik dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga desa, atau kelurahan. Akibatnya, kuantitas (jumlah) keluarga miskin yang didata bisa lebih besar atau lebih sedikit dari yang sebenarnya, sehingga Raskin yang dibagikan akan berdampak pada kekurangan atau (bahkan) kelebihan jatah.Terakhir adalah harga yang tidak sesuai dengan perencanaan awal. Naiknya hargaraskin yang harus ditebus warga disebabkan oleh alasan yang seringkali dimunculkan para petugas untuk menjawab ketidaktersediaan dana untuk pengangkutan (distribusi beras atau biaya transportasi), pengadaan kantong plastik, dan lain-lain. Akibatnya, biaya ini dibebankan kepada warga, sehingga tidakheran kalau harga awal berbeda dengan harga di lapangan.