• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PEMBAHASAN

B. Konsep Ukhuwah dalam kitab tafsir The Meessage of The Quran dan Al-

1. Konsep Ukhuwah dalam tafsir The Message of The Quran

Dalam surat Ali 'Imron ayat 103, Muhammad Asad tidak langsung menyebutkan penjelasan konsep Ukhuwah secara langsung, akan tetapi dapat dipahami bahwa rasa saling bermusuhan adalah oposisi dari konsep Ukhuwah yang selalu menjaga persaudaraan dan menghindari pertikaian khususnya sesama manusia. kemudian, dalam penjelasannya Muhammad Asad mengatakan bahwa lubang api neraka merupakan kiasan bagi penderitaan yang merupakan akibat dari kelalaian spiritual dan Muhammad Asad menutup penafsirannya dengan mengatakan hanya Allah lah yang dapat menyelamatkan manusia dari lubang api neraka tersebut.

Dalam 2 ayat berikutnya, pada surat Ali 'Imron ayat 105, Asad menjelaskan bahwa tindakan saling bermusuhan, bercerai-berai dan suka berselisih faham disamakan dengan tindakan para penganut Bibel, yang menjadi Yahudi dan Nasrani. Meski, terdapat fakta bahwa kepercayaan umat Yahudi dan Nasrani

97M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari

84

bersumber dari sumber yang sama dan didasarkan pada kebenaran spiritual yang sama.

Dalam tafsir-tafsirnya, Asad tidak langsung memahami ayat Ukhuwah ini, dengan pemahaman dari konsep Ukhuwah. akan tetapi, dalam penafsirannya banyak menitik beratkan tujuan sang penulis ayat tersebut yaitu Allah SWT. seperti dalam surat Yunus ayat 99, Asad menyebutkan bahwa Al-Qur’an menekankan fakta yang terdapat dalam ayat ini, bahwa "andaikan Allah menghendaki, pasti Allah telah memberi petunjuk kepada semua mahluk". namun realitas yang ada, bahwa Allah tidak memberi hal tersebut. hal ini dimaksudkan oleh Allah, agar manusia menjadi mahluk hidup yang berbeda dengan hewan yang hanya memiliki insting, manusia diberikan fikiran agar dapat memilih yang benar dan yang salah. Seakan- akan Asad menyampaikan manusia sengaja diciptakan berbeda, dan itulah yang berlaku dalam ketentuan-Nya. Dan oleh karena manusia merupakan mahluk bermoral, sehingga tidak dibenarkan apabila karena perbedaan tersebut hingga menyebabkan manusia tercerai-berai.

Kewajiban yang dituliskan dalam Al-Qur’an surat Al-Hujuraat ayat 10, agar mendamaikan antara kedua saudara yang berselish dan tetap sadar akan Allah agar dirahmati dengan belas kasihnya, adalah perintah untuk bentuk jamak ikhwah yang mengandung konotasi ideologi murni yang mencakup laki-laki maupun perempuan, sehinggaa perintah-perintah tersebut khususnya dalam melerai perselisihan berlaku juga bagi ungkapan "dua saudara kalian" (Akhwaikum).

85

Dilanjutkan dengan penafsiran dalam surat yang sama pada ayat 13, terdapat 2 penafsiran terpisah dalam 1 ayat. dalam catatan <15>, penafsiran Asad mengarah kepada nilai kesamaan martabat seluruh umat manusia, hal ini dikarenakan pemahaman atas "kami telah menciptakan masing-masing kalian dari seorang ayah dan seorang ibu", menunjukkan bahwa terdapat kesamaan asal-usul biologis manusia. sedang dalam catatan <16>, penafsirannya melanjutkan dari point yang sudah disampaikan sebelumnya, bahwa semua martabat umat manusia itu sama. bahkan Asad mengutip pendapat Al-Zamakhsyari, yaitu "bahwa semua bangsa termasuk dalam keluarga besar manusia; tidak ada suatu bangsa yang secara inheren lebih unggul dari pada bangsa lain". sampai pada pemahaman ini, Asad melanjutkan penafsirannya dengan tindakan kurang menghargai dan memahami kesatuan manusia yang berasal dari perbedaan lahiriah dan hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut, termasuk dalam hal rasial, kebangsaan atau kesukuan ('ashhabiyyah) "dikutuk" secara inplisit dalam Al-

Qur’an (surat Al-Qashshash) dan secara eksplisit oleh

nabi. Berhubungan dengan hal tersebut, Asad mengutip penggalan hadits Tirmidzi dan Abu Dawud yang

bersumber dari Abu Hurairah, “perhatikanlah Allah

telah menghilangkan dari kalian kesombongan jahiliyah dan kebanggaan terhadap kebesaran leluhur. Manusia tidak lain hanyalah orang-orang mukmin yang sadar akan Allah atau para pendosa yang malang. Seluruh manusia adalah anak Adam dan Adam diciptakan dari tanah”, hadits ini dengan jelas menyampaikan bahwa

86

kesombongan dan kebesaran pada leluhur dari suatu suku adalah perbuatan yang tidak disukai oleh Allah, sedang dimata Allah semua manusia secara lahiriah adalah "anak Adam dan Adam diciptakan dari tanah", hanya amal dan ibadahnya lah yang membedakan satu manusia dengan manusia yang lain apakah "orang- orang mukmin yang sadar akan Allah atau para pendosa yang malang".

Asad juga menggunakan penafsiran yang langsung dihubungkan dengan ayat-ayat yang berkaitan, seperti pada penafsiran surat ar-rum ayat 31 dan 32, Asad menghubungkan penafsiran ayat ini dengan tiga ayat, yaitu surat Al-An'am [6] : ayat 159, surat Al-Anbiya' [21] : 92-93 dan surat Al-Mu'minun [23] : 52-53. dalam surat Al-An'am [6] : ayat 159, pada catatan <90> Asad menyebutkan Allah menggunakan frasa idiomatik "taqaththa'uu amrahum bainahum", merupakan penyangkalan yang keras oleh Allah "berpalingnya" Allah, atas tindakan dosa kerena memecah belah persatuan orang yang beriman, menjelaskan bahwa tindakan tersebut sangat dibenci oleh Allah. Kemudian terdapat juga catatan untuk melihat surah Al-Mu'minuun [23]: 52-53, pada catatan <28>, Asad menjelaskan bahwa Al-Qur’an menunjukkan bahwa semua Rasul mendapat wahyu dan dan kebenaran fundamental yang sama, meski ritual dan hukum spesifik berbeda mengikuti tuntutan zaman dan perkembangan sosial pengikutnya. sedang dalam catatan <30>, Asad mencantumkan hadis yang diriwayatkan oeh Ibn Hanbal, Abu Daawuud, Al- Tirmidzi, dan Al-Daarimi: “umat Yahudi telah terpecah

87

menjadi tujuh puluh satu golongan, umat Nasrani terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan, sedangkan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan". Hadis ini dipahami Asad dari sudut kebahasaan, dalam Arab klasi, bahwa angka "tujuh puluh" sering berarti "banyak", sehingga makna dari ayat itu bukan lah menunjukkan jumlah golongan secara tepat, akan tetapi bentuk gambaran bahwa umat Islam akan terpecah menjadi banyak golongan bahkan lebih banyak dari Yahudi dan Nasrani.

Penafsiran Asad dalam surat at-Taubah ayat 11, pada catatan <17>, dikaitkan dengan penafsirannya pada catatan <9>. dan dalam hal ini Asad lebih mengarahkan penafsiran ayat ini pada "kemungkinan masuk Islamnya "orang-orang yang menisbahkan ketuhanan pada apapun selain Allah", secara ringkas Asad menjelaskan ada syarat tertentu, diantaranya: pertama, “tidak boleh ada paksaan dalam urusan

keyakinan”(QS Al-Baqarah [2]: 256); Kedua, Al-

Qur’an menetapkan, “perangilah di jalan Allah orang-

orang yang memerangi kalian, tetapi janganlah melancarkan argensi-sebab, sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melancarkan agresi (QS Al-Baqarah [2]: 190)

Pada surat Al-An'am ayat 38, penafsiran yang disajikan Asad tidak banyak membahas mengenai konsep Ukhuwah dalam ayat ini. Asad mengungkapkan maksud ayat kepada ciptaan-ciptaan Allah, dan keajaiban-keajaiban ciptaannya, dan hendaknya kita mengamati hasil ciptaannya agar sampai kepada pemahaman yang lebih baik tentang "ketetapan Allah"

88

(sunnah Allah) yang oleh manusia disebut "hukum alam" (laws of nature). Namun di bagian atas sedikit disinggung oleh Asad mengenai konsep kesetaraan antara makhluk, bahwa Allah menggunakan kata ummah (jamaknya: umam) yang menunjukkan sebuah kelompok atau ciri makhluk yang memiliki kesamaan, dan kata ini sendiri sama artinya dengan "komunitas", "orang-orang", "bangsa", "kelompok" dan lain sebagainya. Karena setiap pengelompokan dicirikan berdasar unsur pokoknya, dimana manusia dan hewan sama-sama dianugerahi nyawa.

2. Konsep Ukhuwah dalam Tafsir Al-Lubab

Penafsiran Quraish Shihab, dalam 'Ali Imron ayat 103, merujuk kepada Asbab An-Nuzul ketika ayat itu turun, dimana umat Islam sedang menghadapi tekanan yang besar dari lawan-lawannya, serta mengkaitkan penafsiran ayat ini dengan masa pra-Islam, dimana mereka saling bermusuhan dan menyebabkan mereka ketika itu dekat dengan neraka, kemudian datanglah Islam hingga Alllah menyelamatkan mereka. Nilai moral yang dijabarkan oleh ayat ini, menurut Quraish Shihab adalah persatuan dan kesatuan yang merupakan inti dari konsep Ukhuwah adalah salah satu pokok ajaran Islam, dan hanya nilai-nilai yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya yang dapat menjamin persatuan dan keharmonisan antar manusia, selain itu hanya melahirkan persatuan dan keharmonisan semu saja.

Dilanjutkan dengan surat Ali 'Imron ayat 105, yang penafsirannya hampir sama dengan point ke-2 dari penafsiran ayat 103. Yaitu sebagai peringatan kepada kaum yang mengundang murka Allah dan Allah

89

akan memberikan siksa yang pedih baik di dunia maupun di akhirat, yaitu kaum yang berkolompok- kelompok dan saling berselisih meski telah datang padanya bukti-bukti kebenaran. Pelajaran yang dapat dipetik dari ayat ini adalah, berkelompok dan berbeda pendapat dapat diterima, apabila tujuannya tetap sama serta peringatan agar kita menjaga Ukhuwah yang direalisasikan sebagai persatuan dan kesatuan, karena perpecahan dan perselisihan akan menimbulkan kemelaratan dan siksa Allah.

Maksud yang ingin disampaikan Quraish Shihab dalam surat Yunus ayat 99, bahwa sebenarnya Allah mampu menjadikan semua manusia di muka bumi beriman. salah satu cara yang dilakukan Allah adalah dengan mencabut kemampuan manusia memilah dan memilih, dan hanya mengisinya dengan potensi tindakan positif saja, tanpa adanya tindakan dan potensi negatif seperti malaikat. Akan tetapi tidak Allah lakukan, karena Allah ingin menguji manusia dan memberi kebebeasan didalamnya. kemudian dari analisa tersebut, Allah melanjutkan firmannya dengan berkata "apakah engkau-wahai nabi Muhammad SAW, hendak memaksa manusia supaya mereka semua menjadi orang-orang mukmin yang benar-benar mantap imannya?” " tentu saja jawabannya tidak. Ayat ini salah satunya turun dikarenakan nabi Muhammad SAW ketika itu sangat ingin mengajak manusia untuk beriman, sampai pada tahap "paksaan", yang merupakan paksaan diri beliau sendiri, bahkan menyerupai paksaan terhadap orang lain walau sebenarnya bukan paksaan. Menurut Quraish Shihab,

90

ayat ini merupakan dan larangan pada nabi Muhammad SAW.

kemudian penggambaran konsep Ukhuwah cukup jelas digambarkan dalam surat Al-Hujuraat ayat 10, Quraish menjelaskan bahwa umat muslim meskipun secara lahir bukanlah saudara, akan tetapi bagaikan Ikhwat, yakni saudara seketurunan. Sehingga umat muslim memiliki keterikatan dalam iman, karena hal tersebut ayat ini merupakan pesan kepada orang-orang yang tidak bertikai, untuk mendamaikan pertikaian antara kelompok yang saling bertikai, meskipun pertikaian tersebut hanya antara 2 orang, apalagi lebih, serta perintah untuk bertakwa dan menghindari diri dari pertikaian yang dapat menimbulkan bencana, dan agar mendapat rahmat diantaranya persatuan dan kesatuan. pelajaran yang dapat dipetik dari ayat 10, menurut Quraish Shihab diantaranya, keimanan merupakan perekat yang kukuh antar umat Islam dan hubungan harmonis antar anggota masyarakat, baik yang berskala kecil atau besar, dapat melimpahkan rahmat bagi semuanya, sebaliknya perpecahan dan perselisihan dapat mengundang bencana yang puncaknya adalah pertumpahan darah dan perang saudara.

Dilanjutkan dalam Al-Hujuraat ayat 13, Quraish menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari seorang laki-laki (nabi Adam AS) dan seorang perempuan (Hawa), atau dari sperma dan ovum, dan menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, dan dari perbedaan tersebut Allah maksudkan agar manusia saling melengkapi, bukan sebaliknya menjadi alasan atau potensi untuk bermusuhan dan berpecah belah.

91

kemudian Allah menutup ayat ini dengan menegaskan bahwa yang paling mulia di sisi Allah SWT adalah orang yang paling bertakwa, hal ini menggambarkan tidak ada manusia yang derajatnya lebih tinggi, atau kelompok yang lebih tinggi dari kelompok yang lain, selain karena ketakwaannya. pelajaran yang dapat dipetik dari ayat 13, adalah bahwa manusia sama dari segi kemanusiaan, baik jenis kelamin bahkan suku bangsa, akan tetapi yang membedakan hanyalah ketakwaan disisi Allah SWT dan yang kedua bahwa tujuan Allah mennciptakan perbedaan, adalah untuk saling mengenal dan melengkapi.

Dalam menjelaskan surat Ar-Rum ayat 31, Quraish Shihab menjabarkan perintah-perintah kepada agama yang disyariatkan Allah (Islam), dengan keadaan lurus, bertaubat dan patuh kepada Allah dengan meninggalkan segala yang bertentangan dengan fitrah, kemudian perintah untuk melaksanakan shalat, dan kemudian larangan termasuk kepada golongan orang-orang yang menyekutukan Allah, dan salah satu diantara orang yang menyekutukan Allah, adalah orang-orang yang memecah belah agama, sedang hal itu sudah menjadi fitrah yang sudah Allah anugerahkan kepada manusia, dan ini merupakan larangan keras kepada orang-orang yang memecah belah agama. kemudian diperjelas dengan ayat 32, orangp-orang ini adalah mereka yang berselisih dalam prinsip akidah dan syariat, kemudian mereka menjadi beberapa golongan yang anggotanya saling mendukung mengalahkan golongan yang lain dan masing-masing mengikuti tokoh pemimpinnya saja, dan tiap golongan tersebut

92

sangat bangga dengan golongannya, dan mencela yang berada selain pada jalan golongannya. pelajaran yang dapat diambil dari ayat 31-32, yaitu melanggar fitrah menyebabkan manusia patuh terhadap hawa nafsu yang puncaknya adalah menyekutukan Allah dan ayat ini memerintahkan untuk menjaga persatuan dalam tujuan dan prinsip-prinsip agama (Ushuluddin) dan menghindari pengelompokan yang saling bertentangan dan beranggapan hanya kelompoknya yang benar dan mecela kelompok lain yang berbeda.

Pada surat At-Taubah ayat 11, dalam penafsirannya seakan-akan Quraish Shihab menjabarkan mengenai syarat-syarat seseorang untuk memiliki hak dan kewajiban sebagai kaum muslim, dan menjadi saudara segama untuk kaum muslim yang lain. Diantarnya, bertaubat dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, melaksanakan shalat dengan baik dan terus menerus, dan menunaikan zakat secara sempurna. Pelajaran yang dapat dipetik dari ayat 11 adalah, siapapun yang mengucapkan dua kalimat syahadat, melaksanakan shalat dengan baik, dan menunaikan zakat dengan sempurna, maka ia adalah saudara- saudara seagama kaum muslim.

Dalam menafsirkan surat Al-An'am ayat 38, Quraish Shihab lebih banyak menggambarkan betapa besar kudrat dan kekuasaan Allah. dijelaskan bahwa kaum musyrik meragukan kuasa Allah, sedang geraknya seekor binatang adalah karena kuasa Allah, dan segala jenis burung yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan umat-umat juga seperti kamu, seakan menunjukkan kesamaan antar mahluk Allah,

93

bahwa hewan (burung) sama tingkatannya dengan manusia, yaitu adalah mahluk Allah. dilanjutkan dengan menyebutkan bahwa Allah memberi mereka (hewan dan manusia) rezeki, kemudian Allah menghimpun dan mematikan mereka (hewan dan manusia), lalu semua-kecuali binatang akan dimintai pertanggung jawaban. pelajaran yang dapat dipetik dari ayat 38 adalah, bahwa binatang setara dengan manusia dalam berbagai bidang, seperti hidup, tumbuh, merasa, tahu, memiliki naluri seperti naluri seksual yang tidak jarang menimbulkan kecemburuan atau perkosaan bahkan penindasan yang kuat atas yang lemah dan lain sebagainya, bahkan sebagian binatang seperti semut dan lebah memiliki masyarakat dan bahasa atau cara berkomunikasi antara satu dengan yang lain. dan dilanjutkan dengan point 2, yaitu keberadaan binatang sebagai umat yang setara dengan manusia, menuntut perlakuan wajar terhadap mereka dan tidak menyiksa atau membebani melebihi kemampuannya.

C. Persamaan dan Perbedaan antara Kitab Tafsir The

Dokumen terkait