• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Wisatawan

Dalam dokumen Pengetahuan Pariwisata Bali (Halaman 36-39)

Keunikan Pariwisata Bali

C. Partisipasi Aktif Konsumen

4.1. Konsep Wisatawan

S

etiap wisatawan yang melakukan perjalanan wisata memiliki

karakteristik, cara yang unik, dan berbeda satu dengan yang lainnya. Hal itu mendorong terjadinya perbedaan perlakuan, kepuasan, dan pengalaman tersendiri dalam berwisata.

Menurut Wahab, Crampon dan Rothfied (Cooper et.al:2005, Swarbrooke dan Horner:1999), setiap wisatawan memiliki konsep perilaku pembelian dengan keunikan keputusan pembelian karena berwisata adalah kegiatan pengembalian modal tidak nyata (no

tangible return on investment) berhubungan erat dengan pendapatan

dan pengeluaran, tidak dipesan secara instan (kecuali wisatawan bisnis) dan melibatkan perencanaan keputusan. Dalam hal ini, kemungkinan-kemungkinan pembelian yang spontan atau tanpa perhitungan diabaikan. Berwisata mesti diputuskan secara matang dan penuh pertimbangan. Hal itu biasanya dilakukan agar perjalanan wisata benar-benar memenuhi kebutuhan. Selain itu, tujuan wisatanya tercapai dengan baik, yang pada akhirnya kepuasan dapat dicapai. Mayo and Jarvis dalam Cooper et.al (2005:70) melihat perilaku perjalanan wisata merupakan suatu proses penyelesaian masalah yang membutuhkan evaluasi. Keputusan pembelian wisata merupakan suatu proses. Prosesnya berawal pada keinginan dan kebutuhan. Lalu dilanjutkan dengan tahap pencarian in formasi yang berdasarkan informasi yang didapatkan dari seorang wisatawan untuk membayangkan kondisi aktual daerah tujuan wisata. Dengan kata lain, yang menciptakan persepsi dan citra. Pencarian dan evaluasi

informasi merupakan komponen utama dalam proses keputusan pembelian wisata karena pada tahap ini, wisatawan berupaya untuk menyamakan kriteria dan preferensi yang diinginkan dengan kondisi yang tersedia sehingga timbul beberapa pilihan wisata. Hasilnya, pemilihan dari beberapa alternatif wisata, yang dilanjutkan dengan persiapan perjalanan dan menjalani kegiatan wisata itu sendiri. Proses itu belum selesai tanpa adanya kepuasan perjalanan, seperti bercerita kepada teman dan menunjukkan foto-foto liburan, dan evaluasi perjalanan. Kegiatan itu berpengaruh pada proses keputusan pembelian wisata pada masa mendatang. Kebutuhan dan keinginan wisata adalah sebuah hasrat untuk melakukan perjalanan wisata. Pada tahap ini, alasan untuk dan tidak untuk melakukan perjalanan dipertimbangkan.

Informasi dan evaluasi dimanfaatkan oleh wisatawan dan didapatkan dari biro perjalanan wisata, brosur dan iklan, juga dari teman/ sahabat dar pengalaman perjalanan. Keputusan perjalanan wisata diambil oleh wisatawan berdasarkan pilihan fasilitas dan pelayanan, seperti akomodasi, transportasi dar destinasi wisata. Perjalanan dilakukan setelah persiapan perjalanan dilakukan dan setiap kegiatan dalam perjalanan direkam serta dibandingkan dengar kebutuhan dan keinginan wisata. Selama dan setelah perjalanan wisata, ia akan menilai keseluruhar kegiatan tersebut yang dirangkum dalam keputusan puas atau tidak puas yang berdampak pada perjalanan selanjutnya.

Wisata merupakan produk jasa yang memiliki sifat fana (intangiable), rapuh (perishability) dan beragam. Sifat itu sangat mempengaruhi keputusan pembelian pariwisata. Model perilaku pembelian wisata tersebut merupakan proses linier atau satu arah. Model itu mengabaikan pentingnya aspek persepsi memori, kepribadian dan informasi.

Mathieson and Wall (Cooper et. al.: 2005, Swarbrooke dan Horner: 1999) melihat wisatawan selalu dipengaruhi oleh empat faktor berikut ini.

a. Profil wisatawan: usia, pendidikan, pendapatan, pengalaman, motivasi.

c. Karakteristik daerah tujuan wisata, objek dan daya tarik wisata. d. Sifat perjalanan meliputi jarak, waktu dan risiko perjalanan.

Keinginan berwisata muncul dengan adanya profil wisatawan dan kesadaran wisata. Keinginan itu mendorong pencarian informasi sehingga terbersit dalam pemikiran wisatawan sebagai citra awal sebuah destinasi. Ketertarikan atas citra tersebut digali lebih dalam dengan pencarian informasi lanjutan sehingga wisatawan mendapatkan alternatif perjalanan sebelum membuat keputusan perjalanan dan berakhir pada pengaturan perjalanan.

Kegiatan itu tidak lepas dari sifat destinasi perjalanan yang terbentuk atas jarak, tekanan perjalanan, biaya dan nilai, durasi, ukuran, keyakinan dan risiko perjalanan serta tidak lepas dari karakteristik destinasi berupa sumber daya, fasilitas perjalanan, kemudian struktur politik dan ekonomi, geografi dan lingkungan, infrastruktur dan aksesibilitas. Karakteristik destinasi ini membentuk kesadaran wisata seorang wisatawan. Dari wisata, wisatawan mendapatkan pengalaman dan akan mengevaluasi perjalanan.

Proses pemilihan perjalanan, pemasaran merupakan pemberi warna utama dan pendorong pertama hingga seseorang ingin tahu lebih banyak tentang suatu destinasi wisata. Wisatawan dengan kepribadiannya merasakan bahwa rasa ingin tahunnya dapat dimunculkan dengan adanya pemasaran. Pengetahuan tentang destinasi akan bertambah berkat pemasaran dan den gan pemasaran pula setiap wisata akan memiliki persepsi. Hasil dari persepsi yang terbentuk adalah preferensi daerah tujuan wisata. Dalam hal ini, setiap wisatawan mempunyai landasan pokok atau prinsip-prinsip yang hendak dipenuhi saat berwisata.

Jika wisatawan memiliki konsep wisata yang hendak dilakukan, tentu ia akan memudahkan penyedia jasa karena ia hanya perlu berupaya lebih lanjut membangkitkan keinginan wisata menjadi kenyataan, yang akhirnya timbul pilihan destinasi wisata. Namun, jangan dilupakan, saat memilih destinasi, variabel situasional tetap mempengaruhi. Variabel situasional yang dimaksud adalah hal-hal yang secara situasi memungkinkan seseorang tidak jadi melakukan perjalanan atau sebaliknya mengharuskan seseorang melakukan perjalanan. Variabel situasional mencakup kondisi budaya dari masyarakat di destinasi.

Middleton (Kotler: 2006, Swarbrooke dan Horner: 1999) melihat proses keputusan yang dikombinasikan dengan kegiatan pemasaran. Pemasaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam membentuk perilaku wisatawan. Adanya stimulus atau rangsangan berupa tingkat persaingan yang semakin tinggi membuat penyedia jasa harus mampu memanfaatkan saluran komunikasi untuk bisa mempengaruhi wisatawan.

Promosi sebagai alat utama untuk memberikan informasi kepada wisatawan akan menjadi pilihan. Namun, promosi tidak bisa berdiri sendiri karena mau tidak mau pengaruh di luar alat promosi tetap besar, seperti pendapat teman, keluarga, atau kelompok referensi (seperti kelompok pergaulan atau kelompok informal lain). Dari beragam saluran komunikasi tersebut, yang dimulai dari faktor internal seperti belajar, persepsi dan pengalaman dilakukan oleh calon wisatawan ditambah dengan faktor lain, seperti demografi, ekonomi, sosial budaya, psikografis, yakni kepribadiaan, serta nilai dan sikap), keseluruhannya merupakan faktor yang secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku wisata.

Hasil akhir dari proses keputusan pembelian berkaitan dengan pemesanan terhadap produk wisata, terciptanya persepsi tentang harga bahkan kedatangan wisatawan ke gerai-gerai produk wisata, seperti biro perjalanan. Prosesnya tidak berhenti sampai saat seseorang memesan perjalanan wisata, tetapi pasca pembelian dan perjalanan akan membentuk tingkah laku wisatawan, terutama jika ia mendapatkan pengalaman buruk dari suatu perjalanan wisata

Dalam dokumen Pengetahuan Pariwisata Bali (Halaman 36-39)