• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsepsi tentang Organ Negara

Dalam dokumen PERKEMBANGAN DAN KONSOLIDASI (Halaman 30-33)

B. Lembaga Negara

2. Konsepsi tentang Organ Negara

Untuk memahami pengertian organ atau lembaga negara secara lebih dalam, kita dapat mendekatinya dari

pandangan Hans Kelsen mengenai the concept of the State­

Organ dalam bukunya General Theory of Law and State.

Hans Kelsen menguraikan bahwa “Whoever fulills a func­

tion determined by the legal order is an organ”.70 Siapa saja yang menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh suatu

lege, 1968, hal. 377-379.

67 Bandingkan dengan pendapat John Locke tentang empat fungsi

kekuasaan dan catur praja menurut pendapat an Vollenhoen.

68 Lee Cameron McDonald, Western Political Theory, Part I, Pomona College, 1968, hal. 377-379. Lihat op. cit., hal. 378.

69 Ibid.

70 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Russell & Russell,

New York, 1961, hal.192.

71 Ibid.

tata-hukum (legal order) adalah suatu organ.

Artinya, organ negara itu tidak selalu berbentuk orga-nik. Di samping organ yang berbentuk organik, lebih luas lagi, setiap jabatan yang ditentukan oleh hukum dapat pula disebut organ, asalkan fungsi-fungsinya itu bersifat men-ciptakan norma (normcreating) dan/atau bersifat

menjalan-kan norma (norm applying). “These functions, be they of

a norm­creating or of a norm­applying character, are all ultimately aimed at the execution of a legal sanction”.71

Menurut Kelsen, parlemen yang menetapkan undang-undang dan warga negara yang memilih para wakilnya me-lalui pemilihan umum sama-sama merupakan organ negara dalam arti luas. Demikian pula hakim yang mengadili dan menghukum penjahat dan terpidana yang menjalankan hukuman tersebut di lembaga pemasyarakatan, adalah juga merupakan organ negara. Pendek kata, dalam pengertian yang luas ini, organ negara itu identik dengan indiidu yang menjalankan fungsi atau jabatan tertentu dalam konteks ke-giatan bernegara. Inilah yang disebut sebagai jabatan publik atau jabatan umum (public ofices) dan pejabat publik atau

pejabat umum (public oficials).72

Dikatakan oleh Hans Kelsen, “An organ, in this sense,

is an individual fulilling a speciic function”.73 Kualitas

in-diidu itu sebagai organ negara ditentukan oleh fungsinya. “He is an organ because and in so far as he performs a law­creating or law­applying function”.74 Indiidu tersebut dapat disebut sebagai organ negara, karena ia menjalankan fungsi yang menciptakan hukum (law­creating function)

atau fungsi yang menerapkan hukum (law­applying func­

tion).

Di samping pengertian luas itu, Hans Kelsen juga menguraikan adanya pengertian organ negara dalam arti yang sempit, yaitu pengertian organ dalam arti materiil.

Indiidu dikatakan organ negara hanya apabila ia secara pribadi memiliki kedudukan hukum yang tertentu (...he

personally has a speciic legal position).75 Suatu transaksi

hukum perdata, misalnya, kontrak, adalah merupakan tin-dakan atau perbuatan yang menciptakan hukum seperti halnya suatu putusan pengadilan.

Para pihak yang mengikatkan diri dalam kontrak itu, demikian juga hakim yang memutus, menjalankan fungsi

penciptaan norma hukum (law­creating function). Namun,

menurut Kelsen, yang dapat disebut sebagai organ negara hanya hakim, sedangkan para pihak yang terlibat kontrak perdata itu bukanlah dan tidak dapat disebut sebagai organ atau lembaga negara.

Hakim adalah organ atau lembaga negara, karena ia dipilih atau diangkat untuk menjalankan fungsi tersebut. Karena ia menjalankan fungsinya itu, maka ia diberi imbal-an gaji dari negara. Kata Kelsen, “The State as subject of the property is the Fisc (Fiscus).” Kekayaan negara itu berasal dari pendapatan negara, dan pendapatan itu terdiri atas

imposts and taxes yang dibayar oleh warga negara. Ciri-ciri penting organ negara dalam arti sempit ini adalah bahwa

(i) organ negara itu dipilih atau diangkat untuk menduduki jabatan atau fungsi tertentu; (ii) fungsi itu dijalankan sebagai

profesi utama atau bahkan secara hukum bersifat eksklusif;

dan (iii) karena fungsinya itu, ia berhak untuk mendapatkan

imbalan gaji dari negara.

Dengan demikian, lembaga atau organ negara dalam arti sempit dapat dikaitkan dengan jabatan dan pejabat (of­

notaris dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT). Seringkali orang berang-gapan seakan-akan hanya notaris dan PPAT yang merupakan pejabat umum.

Padahal, semua pejabat publik adalah pejabat umum. Karena yang dimaksud dalam kata jabatan umum itu tidak lain adalah ‘jabatan publik’ (public ofice), bukan dalam arti general ofice.

73 Hans Kelsen, op. cit. 74 Ibid.

75 Ibid., hal. 193.

76 Dalam pengertian lembaga swadaya masyarakat ini, dapat

dibeda-kan antara Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM), dan Lembaga Swadaya Pengembangan Masyarakat (LSPM).

icials), yaitu jabatan umum, jabatan publik (public ofice)

dan pejabat umum, pejabat publik (public oficial). Namun,

tidak semua indiidu yang menjalankan fungsi organ negara itu sendiri sungguh-sungguh memegang jabatan dalam arti sebenarnya. Setiap warga negara yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum dapat disebut menjalankan fungsi sebagai organ, yaitu berpartisipasi dalam mencip-takan organ legislatif negara, tetapi tidak harus memegang jabatan tertentu dalam struktur organisasi negara sama sekali, sehingga tidak disebut sebagai pejabat (oficials).

Dengan perkataan lain, meskipun dalam arti luas

semua indiidu yang menjalankan law­creating and law

applying function adalah organ, tetapi dalam arti sempit yang disebut sebagai organ atau lembaga negara itu hanyalah

yang menjalankan law­creating or law applying function

dalam konteks kenegaraan saja. Indiidu yang berada di luar konteks jabatan organik kenegaraan, tidak relean disebut sebagai organ atau lembaga negara.

Karena itu, dalam arti yang lebih sempit lagi, lembaga atau organ negara itu dapat diidentikkan dengan jabatan dan indiidu yang menjalankan jabatan itu disebut sebagai pe-jabat (oficial). Hal ini tentu berbeda dari individu-individu

yang menjalankan law­creating and/or law­applying func­

tion tetapi bukan sebagai pejabat (oficial). Misalnya, seperti

yang sudah disebut di atas, warga negara yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilu sebenarnya sudah menjalankan fungsi kenegaraan juga, tetapi bukan dengan itu ia menjadi pejabat negara.

Suatu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)76 yang melakukan gugatan class action dapat juga disebut men-jalankan fungsi law applying function. Misalnya, kelompok

LSM yang bersangkutan mengajukan gugatan class action

atas suatu perkara pencemaran lingkungan hidup. Hal itu, tentu dapat disebut menjalankan law­applying function, tetapi lembaga swadaya masyarakat itu tidak dapat disebut

sebagai organisasi jabatan. Karena itu, LSM yang

bersang-kutan tidak termasuk ke dalam pengertian organ dalam arti sempit tersebut di atas.

Artinya, memang tidak semua orang atau indiidu yang menjalankan fungsi-fungsi negara dimaksud mem-punyai posisi sebagai pejabat (Not every individual who actually functions as an organ of the State in the wider sense

holds the position of an oficial). Individu warga negara yang

melaksanakan hak pilihnya dalam pemilu, menjalankan fungsi kenegaraan dalam rangka membentuk lembaga leg-islatif, tetapi ia tidak dapat disebut sebagai organ, karena status sebagai pemilih itu bukan jabatan yang menyebabkan dia dapat disebut pejabat (oficial).

Dalam konteks pengertian organ negara yang demi-kian itu, harus pula disadari bahwa sebenarnya, negara itu sendiri hanya dapat bertindak melalui organ-organnya itu. Dikatakan oleh Hans Kelsen, “The State acts only through its organs”.77 Sedangkan organ negara itu sendiri pun bekerja melalui indiidu-indiidu yang ditentukan oleh hukum un-tuk itu, karena “... the legal order can be created and applied only by individuals designated by the legal order itself”.78

Misalnya, Republik Indonesia dapat bertindak atau melakukan tindakan hukum melalui perbuatan indiidu yang menjadi presiden. Karena, presiden itu memang meru-pakan indiidu yang ditugaskan untuk menjalankan jabatan kepresidenan itu, maka tindakan negara itu terletak pada tindakan yang dilakukan indiidu yang kebetulan ditugaskan untuk menjalankan jabatan kepresidenan itu. Dengan per-kataan lain, konsep organ negara dan lembaga negara itu sangat luas maknanya, sehingga tidak dapat dipersempit hanya pada pengertian ketiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif saja.

Pertama, dalam arti yang paling luas, pengertian

per-77 Hans Kelsen, op. cit., hal. 195.

78 Ibid.

79 Lihat Pasal 24C ayat (1) UUD 1945.

Sekre-tama, organ negara paling luas mencakup setiap indiidu

yang menjalankan fungsi law­creating dan law­applying;

Kedua (pengertian kedua), organ negara dalam arti luas

tetapi lebih sempit dari pengertian pertama, yaitu mencakup

indiidu yang menjalankan fungsi law­creating atau law­

applying dan juga mempunyai posisi sebagai atau dalam struktur jabatan kenegaraan atau jabatan pemerintahan;

Ketiga (pengertian ketiga), organ negara dalam arti yang

lebih sempit, yaitu badan atau organisasi yang menjalankan fungsi law­creating dan/atau law­applying dalam kerangka struktur dan sistem kenegaraan atau pemerintahan. Di dalam pengertian ini, lembaga negara mencakup penger-tian lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD, UU, Peraturan Presiden ataupun oleh keputusan-keputusan yang tingkatannya lebih rendah, baik di tingkat pusat ataupun di tingkat daerah.

Keempat, dalam pengertian keempat yang lebih sempit lagi, organ atau lembaga negara itu hanya terbatas pada pengertian lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD, UU, atau oleh peraturan yang lebih

ren-dah. Lembaga negara yang dibentuk karena UUD misalnya adalah presiden, MPR, DPR, DPD, MK, MA, BPK, TNI, Polri, Bank Sentral, Komisi Penyelenggara Pemilu, dan Komisi

Yudisial. Yang dibentuk karena undang-undang, misalnya adalah Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan sebagainya. Di samping itu, dalam pengertian keempat ini, pengertian lembaga negara mencakup pula lembaga negara tingkat pusat dan lembaga negara tingkat daerah.

Lembaga daerah adalah lembaga negara yang terdapat di

daerah. Misalnya, DPRD Kabupaten adalah lembaga negara yang kewenangannya diatur dan diberikan oleh UUD 1945, tetapi adanya di daerah. Pada hakikatnya, DPRD Kabupaten itu adalah juga lembaga negara, tetapi karena

keberadaan-nya di daerah maka sebaikkeberadaan-nya disebut sebagai lembaga daerah.

Kelima, di samping itu keempat pengertian di atas, untuk memberikan kekhususan kepada lembaga-lembaga negara yang berada di tingkat pusat yang pembentukan-nya diatur dan ditentukan oleh UUD 1945, maka

lembaga-lembaga seperti MPR, DPR, MA, MK, dan BPK dapat pula

disebut sebagai lembaga negara yang tersendiri, yaitu lembaga negara dalam arti sempit atau lembaga negara dalam pengertian kelima. Karena kedudukannya yang ting-gi, sekiranya lembaga-lembaga konstitusional ini hendak disebut sebagai lembaga tinggi negara juga dapat diterima. Dewasa ini, memang tidak dikenal lagi adanya lembaga tertinggi negara. Semua lembaga konstitusional diang-gap sederajat dan hanya dibedakan dari perbedaan fungsi dan kewenangannya masing-masing. Akan tetapi, untuk lembaga-lembaga negara yang kewenangannya ditentukan dalam UUD 1945, tetap relean untuk disebut sebagai lem-baga tinggi negara.

Lembaga-lembaga negara dalam arti sempit yang

dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara itu menurut

UUD 1945 ada tujuh institusi, yaitu (i) Presiden dan Wakil Presiden sebagai satu kesatuan institusi kepresidenan; (ii) DPR; (iii) DPD; (iv) MPR; (v) MK; (vi) MA; dan (vii) BPK.

Ketujuh lembaga tinggi negara inilah dewasa yang dapat dikaitkan dengan pengertian alat-alat perlengkapan negara

yang utama (main organs) yang lazim dipergunakan selama

ini. Karena itu, agar tidak menyulitkan saya usulkan ketujuh lembaga ini tetap disebut lembaga tinggi negara. Kedelapan organ alat perlengkapan negara ini tentunya tidak dapat dipahami secara sempit dalam konteks paradigma trias­ politica Montesquieu.

Dalam dokumen PERKEMBANGAN DAN KONSOLIDASI (Halaman 30-33)