• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Ke-

Dalam dokumen PERKEMBANGAN DAN KONSOLIDASI (Halaman 136-142)

PPATK dibentuk sesuai dengan ketentuan UU Tindak

Pidana Pencucian Uang.66 Latar belakang pembentukan

lembaga ini terkait dengan kejahatan pencucian uang dari hasil kejahatan. Dalam konsideran undang-undang ter-sebut dikatakan bahwa kejahatan yang menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah yang besar semakin meningkat, baik kejahatan yang dilakukan dalam batas wilayah RI mau-pun yang melintasi batas wilayah negara. Asal-usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari kejahatan tersebut, disembunyikan atau disamarkan dengan berbagai cara yang dikenal sebagai pencucian uang.

Perbuatan pencucian uang harus dicegah dan dibe-rantas agar intensitas kejahatan yang menghasilkan atau dasar antara manusia yang satu terhadap yang lain dan

terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Indonesia sebagai anggota Perserikatan

Bangsa-Bang-sa mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Uniersal tentang HAM, serta berbagai instrumen internasional lain-nya mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ini bertujuan mengembangkan kondisi yang kon-dusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Piagam

Per-serikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak

Asasi Manusia. Selain itu komisi ini dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang

kehidupan. Dalam Pasal 76 ayat (1) dikatakan untuk men -capai tujuannya, komisi melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia.

Dari segi keorganisasiannya, Komisi Nasional HAM ini beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat yang profesional, berdedikasi dan berintegritas tinggi, menghayati cita-cita negara hukum dan negara kesejahteraan yang berintikan keadilan, menghormati hak asasi manusia dan kewajiban

dasar manusia [Pasal 76 ayat (2)]. Karena luasnya cakupan

wilayah kerjanya Komnas HAM berkedudukan di ibukota negara dan dapat mendirikan Perwakilan di daerah [Pasal

76 ayat (3)].

Dilihat dari jumlah anggotanya Komnas HAM adalah organisasi yang cukup besar dengan jumlah anggota 35 orang yang dipilih oleh DPR berdasarkan usulan Komnas

pekerjaan lain; dan tidak pernah dijatuhi pidana penjara. Karena PPATK ini bersifat independen, maka semua pihak tidak boleh melakukan campur tangan dalam segala bentuknya terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan

PPATK [Pasal 25 ayat (1)] dan kepala dan wakil kepala

PPATK wajib menolak setiap campur tangan dari pihak manapun dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya

[Pasal 25 ayat (2)]. PPATK dalam melakukan pencegahan

dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, dapat melakukan kerja sama dengan pihak yang terkait, baik

na-sional maupun internana-sional [Pasal 25 ayat (3)].

Dalam melaksanakan fungsinya PPATK mempunyai tugas sebagai berikut: mengumpulkan, menyimpan, menga-nalisis, mengealuasi informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan Undang-undang ini; memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh penyedia jasa keuangan; membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi keuangan mencurigakan; memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini; mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan tentang kewajibannya yang ditentukan dalam undang-undang ini atau dengan peraturan perundang-undangan lain, dan membantu dalam mende-teksi perilaku nasabah yang mencurigakan; memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada kepolisi-an dkepolisi-an kejaksakepolisi-an; membuat dkepolisi-an memberikkepolisi-an laporkepolisi-an mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala enam bulan sekali kepada presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat

diminimalisasi sehingga stabilitas perekonomian nasional dan keamanan negara terjaga; bahwa pencucian uang bukan saja merupakan kejahatan nasional tetapi juga kejahatan transnasional, oleh karena itu harus diberantas, antara lain dengan cara melakukan kerja sama regional atau internasi-onal melalui forum bilateral atau multilateral.

PPATK dibentuk berdasarkan UU Pencucian Uang dengan tujuan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, dengan Undang-undang ini

diben-tuk PPATK [Pasal 18 ayat (1)]. Lembaga ini dalam

melak-sanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen

dan bertanggung jawab kepada presiden [Pasal 18 ayat (2) dan (3)]. Karena lembaga jasa keuangan tersebar luas di

seluruh daerah yang dapat menerima penerimaan uang dari manapun, maka meskipun berkedudukan di Jakarta

[Pasal 19 ayat (1)] juga dapat membuka perwakilan di dae-rah [Pasal 19 ayat (2)].

Sebagai organisasi PPATK dipimpin oleh seorang ke-pala dan dibantu oleh paling banyak empat orang wakil

kepa-la [Pasal 20 ayat (1)] yang diangkat dan diberhentikan oleh

presiden atas usul menteri keuangan. Masa jabatan kepala dan wakil kepala adalah empat tahun dan dapat diangkat kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya

[Pasal 20 ayat (2)]. Susunan organisasi dan tata kerja PPATK diatur dengan Keputusan Presiden [Pasal 20 ayat (3)].

Untuk menduduki jabatan kepala atau wakil kepala PPATK, calon yang bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai berikut: Warga Negara Indonesia; berusia seku-rang-kurangnya 35 dan setinggi-tingginya 60 tahun pada saat pengangkatan; sehat jasmani dan rohani; takwa, jujur, adil, dan memiliki integritas pribadi yang baik; memiliki salah satu keahlian dan pengalaman di bidang perbankan, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, hukum, atau akuntansi; tidak merangkap jabatan atau

melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan

(Pasal 26).

Untuk melaksanakan tugasnya, PPATK mempunyai wewenang:

a. meminta dan menerima laporan dari

penye-dia jasa keuangan;

b. meminta informasi mengenai perkembangan

penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pen-cucian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum;

c. melakukan audit terhadap penyedia jasa

keuangan mengenai kepatuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan;

d. memberikan pengecualian kewajiban

pel-aporan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara

tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf

b.

Dalam melakukan audit lembaga ini terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan lembaga yang melakukan

pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan [Pasal 27 ayat (2)]. Karena menyangkut transaksi keuangan melalui

lembaga jasa keuangan, maka dalam melaksanakan kewe-nangan, terhadap PPATK tidak berlaku ketentuan UU lain yang berkaitan dengan ketentuan tentang rahasia bank

dan kerahasiaan transaksi keuangan lainnya [Pasal 27 ayat (3)].

Lembaga Negara Lainnya

A. Lembaga Negara Lain-Lain

Di samping lembaga-lembaga negara seperti telah diuraikan tersebut di atas, ada pula beberapa lembaga negara lain yang dibentuk berdasarkan amanat undang-un-dang atau peraturan yang lebih rendah, seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden.

Beberapa di antaranya adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI),1 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),2 Komisi

Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR),3 Komisi Perlindungan

Anak Indonesia, Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Komisi Banding Paten,4 Komisi Banding Merek,5 Komisi Perlind-ungan Anak Indonesia,6 Komisi Nasional Anti Kekerasan 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara No. 4252).

2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 33,Tamba-han Lembaran Negara Nomor 3817), Keppres No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

3 Undang-Undang No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekon-siliasi (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4429).

4 Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4130), Peraturan Pemer-intah No. 31 Tahun 1995 tentang Komisi Banding Paten.

5 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4131), Peraturan Pemer-intah No. 7 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Komisi Banding Merek.

6 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4235), Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Karena demikian banyaknya jumlah lembaga-lemba-ga seperti itu, maka harus diakui bahwa pembahasan yang dilakukan dalam buku ini hanyalah dimaksudkan sebagai contoh. Sesungguhnya, masih ada beberapa lagi badan, dewan, ataupun yang disebut sebagai lembaga yang belum dikemukakan disini, baik karena alasan belum terhimpun informasi yang lengkap mengenai hal itu, ataupun karena pertimbangan bahwa semua itu akan terlalu membebani isi buku ini secara tidak perlu. Contoh-contoh yang dikemuka-kan dalam buku ini dapat dikatadikemuka-kan sudah cukup lengkap adanya, dan sangat memadai untuk dijadikan bahan analisis mengenai potret kelembagaan negara kita dewasa ini.

Bahkan, dapat dikatakan bahwa sebelum buku ini,

belum ada buku lainnya yang mendeskripsikan potret

konigurasi kelembagaan organisasi kenegaraan dan

peme-rintahan Republik Indonesia selengkap buku ini. Karena itu, kiranya dapat dianggap cukuplah informasi yang perlu digambarkan disini berkenaan dengan aspek-aspek penting dari sebagian besar organ atau lembaga-lembaga negara yang terdapat dalam struktur sistem kelembagaan negara Republik Indonesia dewasa ini.

Misalnya, di setiap departemen ataupun instansi pe-merintahan lainnya, ada saja bentuk-bentuk organ, dewan, lembaga, badan-badan, terutama yang dibentuk berdasar-kan peraturan perundang-undangan di bawah undang-un-dang. Demikian pula di tiap-tiap unit pemerintahan daerah proinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia, ada saja badan atau lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah atau Peraturan/Keputusan Kepala Pemerintah

Dae-rah sesuai dengan kebutuhan dan kreatiitas lokal.

Untuk kepentingan konsolidasi kelembagaan, saya menganjurkan kiranya pemerintah mengambil

langkah-baran Negara Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lemlangkah-baran Negara Nomor 4168).

18 Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4169),

di-terhadap Perempuan,7 Dewan Pertahanan Nasional, BP

Migas dan BPH Migas, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI),8 dan sebagainya.

Selain itu, ada pula Komisi Kepolisian atau Lembaga Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Badan Akreditasi Nasional (Pendidikan), Dewan Pendidikan, Dewan Pers,9

De-wan Pengupahan,10 Dewan Sumber Daya Air,11 dan lain-lain

sebagainya. Keberadaan badan atau komisi-komisi ini sudah ditentukan dalam undang-undang, akan tetapi pembentu-kannya biasanya diserahkan sepenuhnya kepada presiden atau kepada menteri atau pejabat yang bertangggungjawab

mengenai hal itu. Bahkan, ada dan bahkan banyak pula

badan-badan, dewan, atau komisi yang sama sekali belum diatur dalam undang-undang, tetapi dibentuk berdasarkan peraturan yang lebih rendah tingkatannya.

Kadang-kadang, lembaga-lembaga negara yang di-maksud dibentuk berdasarkan atas peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atau bahkan hanya didasarkan atas beleid presiden (Presidential Policy) saja. Lembaga-lembaga dimaksud, misalnya, adalah Komisi Hukum Nasional (KHN),12 Komisi Ombudsman Nasional

(KON),13 Komisi Nasional Lanjut Usia,14 Lemhannas, LPND (Perpres No.11/2005), dan lain sebagainya.

Perempuan.

8 Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881).

9 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3887).

10 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279).

11 Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377).

12 Keppres No. 15 Tahun 2000 tentang Komisi Hukum Nasional.

13 Keppres No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional.

14 Keppres No. 52 Tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lanjut Usia.

15 Undang-Undang No. 32 Tahun 2003 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4342).

16 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 33,Tam-bahan Lembaran Negara Nomor 3817).

(Lem-Selain wewenang di atas menurut Pasal 8 ayat (3) KPI

mempunyai tugas dan kewajiban:

a. menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manu-sia;

b. ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang peny-iaran;

c. ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlem-baga penyiaran dan industri terkait;

d. memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang;

e. menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terha-dap penyelenggaraan penyiaran; dan

f. menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang pe-nyiaran.

Secara organisatoris, dikatakan dalam Pasal 9 ayat (1) dan (2) anggota KPI pusat berjumlah sembilan orang dip -impin oleh seorang ketua dan wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota, sedangkan KPI daerah berjumlah tujuh orang yang pimpinannya juga terdiri atas seorang ketua dan wakil ketua yang dipilih dengan cara yang sama. Masa jabatan ketua, wakil ketua dan anggota KPI pusat dan KPI daerah tiga tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Sebagai lembaga negara KPI dibantu oleh sebuah sekretariat yang dibiayai oleh

negara [Pasal 9 ayat (4)] yang bersumber dari dari APBN untuk KPI pusat dan APBD bagi KPI [Pasal 9 ayat (6)].

C.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

KPPU dibentuk berdasarkan undang-undang16 dalam

rangka melarang praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Salah satu pertimbangan dibentuknya langkah untuk mengadakan inentarisasi menyeluruh

me-ngenai keberadaan institusi-institusi semacam itu. Apapun nama dan bentuknya, semuanya perlu diketahui dengan pasti. Dengan demikian, upaya penataan dan konsolidasi kelembagaan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya,

se-hingga pada gilirannya, kebijakan eisiensi dapat

dirumus-kan dan diimplementasidirumus-kan secara lebih tepat di masa yang akan datang.

Dalam dokumen PERKEMBANGAN DAN KONSOLIDASI (Halaman 136-142)