• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Landasan Teoritis

1.4.2 Konseptual

Berdasarkan uraian dalam kerangka teori, maka dapat diuraikan pengertian yang terkandung dalam konsep-konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini:

a. Konsep Legal Standing

Tidak semua orang boleh mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi dan menjadi pemohon. Pihak yang dapat menjadi pemohon adalah pihak yang memiliki kepentingan hukum terkait dengan sengketa yang dipersengketakan.

Pengertian tentang standing dalam “Black Law Dictionary”, menjelaskan bahwa standing dalam hukum yaitu :

32 Suwoto Mulyosudarmo, 1997, Peralihan Kekuasaan Kajian Teoritis dan Yuridis terhadap Pidato Nawaksara, Jakarta : Gramedia, h. 16-20.

“A party’s right to make legal claim or seek judicial enforcement of a duty to right. To have standing in the federal court, a plaintiff mush show (1) that the challenged conduct has a caused the plantiff actual injury, and (2) thet the interest sought to be protected is whitin the zone of interest meant to be regulated by the statutory or constitutional guarantee in guestion”.33

Doktrin yang dikenal di Amerika tentang standing to sue diartikan bahwa pihak tersebut mempunyai kepentingan yang cukup dalam satu perselisihan yang dapat dituntut untuk mendapatkan keputusan pengadilan atas perselisihan tersebut. Standing adalah satu konsep yang digunakan untuk menentukan apakah satu pihak terkena dampak secara cukup sehingga satu perselisihan diajukan ke depan pengadilan. Ini adalah suatu hak untuk mengambil langkah merumuskan masalah hukum agar memperoleh putusan akhir dari pengadilan.34

Konsep legal standing yang terdapat di Mahkamah Konstitusi berbeda dengan konsep legal standing yang terdapat dalam hukum lingkungan. Legal standing dalam hukum lingkungan dapat dibagi menjadi private standing dan public standing. Private standing dalam hukum lingkungan disebut pula dengan citizen suit yaitu hak warga atau perorangan untuk bertindak karena mengalami kerugian atas masalah hak kepentingan umum. Sedangkan public standing berkaitan dengan hak gugat kepada organisasi lingkungan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.35 Konsep legal standing dalam hukum lingkungan berkaitan dengan hak gugat, sedangkan dalam Mahkamah Konstitusi,

33 Bryan A. Garner, 2009, Black Law Dictionary, Ninth Edition, editor in Chief, West Publishing CO, United States of America, p. 1536.

34Manuarar Siahaan, Op.Cit, h. 65.

35 N.H.T Siahaan,2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, edisi kedua, Erlangga, Jakarta, h. 337.

konsep legal standing yang dimaksud adalah tentang kedudukan hukum dari pihak pemohon maupun termohon sebagai pihak yang berperkara.

Dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang memperoleh kewenangannya dari UUD 1945, legal standing diatur dalam Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah

Konstitusi, yang berbunyi sebagai berikut: “Permohon adalah lembaga

negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan”. Aturan Pasal 61 ayat (1) tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Baik pemohon maupun termohon harus merupakan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.

2. Harus ada kewenangan konstitusional yang dipersengketakan oleh pemohon dan termohon, dimana kewenangan konstitusional pemohon diambil alih dan/atau terganggu oleh tindakan termohon. 3. Pemohon harus mempunyai kepentingan langsung dengan

kewenangan konstutusional yang dipersengketakan.36

Legal standing yang dimaksud dalam sengketa kewenangan lembaga negara adalah kedudukan hukum dari pemohon dan termohon sebagai pihak yang bersengketa. Selanjutnya yang dimksud pemohon adalah lembaga negara yang menganggap kewenangan konstitusinya diambil, dikurangi, dihalangi, diabaikan dan/atau dirugikan oleh lembaga

negara yang lain. Pemohon harus mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan. Sedangkan termohon adalah lembaga negara yang dianggap telah mengambil, mengurangi, menghalangi, mengabaikan dan/atau merugikan pemohon.37

b. Konsep Lembaga Negara

Sejak awal kemerdekaan, bangsa dan negara Indonesia telah beberapa kali memiliki Undang-Undang Dasar, namun yang paling lama diberlakukan adalah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Sementara itu rumusan UUD NRI Tahun 1945 tentang semangat penyelenggara negara belum cukup didukung dengan ketentuan konstitusi. Disisi lain terdapat pasal-pasal dalam UUD NRI Tahun 1945 yang terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan multitafsir, dan hubungan antara lembaga negara dalam prakteknya tidak ada keseimbangan.

Lembaga negara sering pula diistilahkan dengan organ negara, alat-alat perlengkapan negara, atau yang lainnya. Keberadaan lembaga negara tersebut menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan dengan keberadaan negara, karena lembaga negara digunakan untuk mengisi dan menjalankan negara dan sebagai mekanisme keterwakilan rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan.38 Lembaga negara adalah institusi-institusi yang dibentuk guna menjalankan fungsi-fungsi negara.39 Selain itu, tujuan diadakannya lembaga negara juga untuk menjalankan fungsi

37Bambang Sutiyoso, 2009, Tata Cara Penyelesaian Sengketa di Lingkungan Mahkamah Konstitusi, UII Press, Yogyakarta, h. 46.

38Firmasyah Arifin, Op. Cit., hal. 14.

39 Moh, Kusnardi dan Bintan Saragih, 2000, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Gaya Media Pratama, Jakarta, hal. 241.

pemerintahan secara aktual.40 Secara definitif, alat-alat kelengkapan suatu negara atau lazim disebut sebagai lembaga negara adalah institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi negara.41

Organ atau lembaga negara itu hanya terbatas pada pengertian lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD, UU, atau oleh peraturan yang lebih rendah. Lembaga negara yang dibentuk karena UUD yaitu Presiden, MPR, DPR, DPD, MK, MA, BPK, TNI, Polri, Bank Sentral, Komisi Penyelenggara Pemilu, dan Komisi Yudisial. Yang dibentuk karena undang-undang, misalnya adalah Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan sebagainya.42

Secara konseptual, tujuan diadakannya lembaga-lembaga negara adalah selain untuk menjalankan fungsi negara, juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual. Dengan kata lain, lembaga-lembaga itu harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi negara.43 Pembentukan lembaga negara akan selalu terkait dengan sistem penyelenggaraan negara, yang didalamnya termuat antara lain fungsi setiap organ yang dibentuk dan hubungan-hubungan yang dijalankan. Oleh karena itu dalam praktiknya tipe lembaga-lembaga negara yang diadopsi setiap negara bisa saja berbeda, secara konsep lembaga-lembaga tersebut

40Firmansyah Arifin, Op. Cit., hal. 31.

41

Firmansyah Arifin, dkk., Op.Cit, h. 30.

42 Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Setjen dan Kepanitraan MK RI, Jakarta, h. 40.

harus bekerja dan memiliki relasi sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan untuk merealisasikan secara praktis fungsi negara dan secara ideologis mewujudkan tujuan negara sesuai dengan cita hukum bangsa Indonesia.

c. Konsep Sengketa Kewenangan Lembaga Negara

Hasil amandemen UUD 1945 telah membentuk dan memberikan kesatuan mekanisme penyelesaian sengketa lembaga negara, yaitu melalui MK. Salah satu kewenangan MK menurut UUD NRI Tahun 1945 adalah menyelesaikan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar.

Kewenangan konstitusional lembaga negara adalah kewenangan-kewenangan yang ditentukan oleh atau dalam undang-undang dasar berrkenaan dengan subjek-subjek kelembagaan negara yang diatur dalam UUD NRI Tahun 1945. Apabila dipandang dari sudut kewenangan maupun fungsi-fungsi kekuasaan yang diatur dalam UUD NRI Tahun 1945, akan tampak jelas bahwa organ-organ yang menyandang fungsi dan kewenangan konstitusional dimaksud sangat beragam. Jika kewenangannya bersumber dari undang-undang dasar, berarti lembaga negara tersebut mempunyai kewenangan konstitusional yang ditentukan dalam atau oleh undang-undang dasar.44 Lembaga negara dalam kategori yang kewenangannya diberikan oleh UUD inilah yang terkait dengan salah satu kewenangan MK untuk mengadilinya apabila dalam pelaksanaan

kewenangan konstitusional lembaga negara yang bersangkutan timbul persengketaan dengan lembaga negara lainnya.

Sebelum memahami lebih lanjut tentang sengketa kewenangan lembaga negara, terlebih dahulu perlu dipahami tentang kewenangan itu sendiri. Menurut H.D. van Wijk en Wilem Konijnenbelt, kewenangan dapat diperoleh melalui 3 (tiga) cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh orang lain atas namanya.45 Lebih lanjut sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD diatur dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dengan perubahannya yaitu UU No 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Yang dapat mengajukan permohonan ke MK dalam sengketa kewenangan lembaga negara adalah lembaga yang kewenangannya diberikan oleh UUD dan lembaga lembaga tersebut memilki kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan.46

45Ridwan H.R., Op. Cit., h. 102.

Sebuah kewenangan yang berbasis pada peraturan untuk melaksankanan kewenangan setidaknya memiliki empat karakteristik utama yaitu:47

1. Hak untuk membuat keputusan-keputusan yang berkepastian hukum; 2. Perbedaan pelegitimasian antara kekuasaan dan kewenangan;

3. Aturan hierarkis yang jelas; 4. Kewenangan yang terbagi.

Keempat karakteristik utama tersebut dapat menimbulkan sengketa kewenangan antarlembaga negara. Terlebih lagi terdapat jenis kewenangan yang dimiliki oleh lembaga negara yang terbagi dengan jenis kewenangan lembaga negara lainnya sehingga dapat memicu terjadinya sengketa kewenangan lembaga negara.

Menurut jimly asshiddiqie, sebagai akibat dari pilihan untuk menganut pemisahan kekuasaan dengan mengadopsi prinsip check and balances, perlu dirumuskan mekanisme penyelsaian sengketa antarlemabaga Negara yang sederajat di dalam melaksanakan kewenangan konstitusionalnya.48

1.5. Tujuan Penelitian

Dokumen terkait