• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konservasi Dan Potensi Sempadan Sungai

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR HALAMAN JUDUL (Halaman 39-61)

Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan sumber daya air, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Kedua, DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah. Kegiatan yang dapat mendukung konservasi dan potensi sempadan sungai winongo sebagai berikut:

1. Konservasi Morfologi Sungai Dan Bangunan Sungai Secara Eko-Hidraulik

Pemeliharaan morfologi sungai merupakkonan kunci dari pemeliharaan sungai. Dengan kondisi morfologi yang utuh, komponen ekologi akan tumbuh dan komponen hidraulik mengikuti secara proporsional. Karena morfologi sungai sebenarnya merupakan hasil interaksi integral dari komponen hidraulik, ekologi, geografi dan geologi, dan lain sebagainya. Di samping interaksi dengan komponen ekologi dan hidraulik, lika-liku alur sungai terjadi sebagai respon sungai terjadi sebagai respon sungai menyesuaikan topografi lansekap yang dilaluinya. Dengan demikian morfologi sungai alamiah adalah satu-satunya morfologi yang cocok dengan geografi lansekap daerah yang dilaluinya, setelah beberapa dekade sungai akan kembali ke bentuk morfologinya semula menyesuaikan dengan morfologi lansekap aslinya.

LAPORAN AKHIR

2. Mempertahankan komponen sedimen transport sungai.

Erosi dan sedimentasi merupakan fonomena alamiah. Antara erosi dan sedimentasi atau antara agradasi dan degradasi sebenarnya secara makro selalu seimbang atau dalam proses menuju keseimbangannya. Erosi tebing di berbagai tempat sebenarnya merupakan upaya sungai menemukan stabilitasnya, demikian juga erosi dasar sungai. Dalam kurun waktu perubahan morfologi, antara erosi dasar sungai dengan agradasi di lokasi erosi tersebut kuantitasnya seimbang. Hal ini logis, karena jika tidak seimbang maka yang terjadi adalah perubahan morfologi yang sangat cepat dan

irreversible.

3. Mempertahankan vegetasi di bantaran sungai.

Vegetasi di bantaran sungai memiliki fungsi baik ditinjau secara ekologi maupun secara hidraulik. Secara hidraulik, vegetasi tebing sungai berfungsi untuk menjaga stablitas tebing sungai, baik dari gempuran arus air, dari mekanik hujan, dan dari peresapan air ke pori-pori rekahan tebing sungai. Ranting dan cabang serta daun-daun tumbuhan di pinggir sungai berperan sebagai komponen pemecah energi mekanik arus air maupun air hujan. Komponen vegetasi ini dapat meningkatkan turbulensi Alirann sehingga energi Alirann air dapat diredam. Vegetasi pinggir sungai dapat berfungsi sebagai pengarah arus dan pengarah Alirann sekunder memanjang sungai. Fungsi hidraulik yang lain adalah bahwa perakaran vegetasi merupakan komponen stabilitas tebing sungai sekaligus sebagai barrier untuk mengurangi erosi samping sungai, baik erosi akibat gerusan tebing maupun erosi dari Alirann permukaan di samping kanan dan kiri sungai. Fungsi ekologi vegetasi pinggir sungai adalah :

- Sebagai tempat hidup flora dan fauna sungai,

- Sebagai tempat penyelamatan diri fauna sungai ketika banjir,

- Sebagai komponen peneduh sungai sehingga membatasi perkembangan tumbuhan air, menjaga suhu air relatif rendah dan stabil, mengurangi laju penguapan air,serta membatasi kehilangan kandungan oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO),

- Sebagai komponen penggembur sekaligus pengikat tanah tebing sungai,

- Sebagai pengikat zat hara dalam tanah sehingga mengurangi kehilangan zat hara tanah pinggir sungai akibat pencucian (leaching),

Sebagai pemasok bahan makanan bagi fauna berupa daun, buah, serta bagian tumbuhan yang telah tua dan jatuh ke perairan untuk kemudian

LAPORAN AKHIR

membusuk. Vegetasi suatu sungai dapat diibaratkan sebagai alat penangkal bagi sungai terhadap bahaya yang akan mengancam keberlangsungan sistem sungai. Jika pakaian sungai dihilangkan maka sungai akan telanjang dan sangat rentan terhadap berbagai proses yang merusak sungai tersebut misalnya erosi samping, penurunan kualitas air, degradasi flora dan fauna, longsor dan lain sebagainya.

4. Mempertahankan Kondisi Lokal atau Zona Tertentu di Sungai.

Zona tertentu di sungai memiliki fungsi tertentu bagi ekologi dan hidraulika sungai. Kondisi lokal atau zona tertentu yang perlu dipertahankan antara lain adalah:

- Zona perakaran pohon pinggir sungai

Zona perakaran pohon di pinggir sungai merupakan tempat yang sangat disenangi berbagai jenis ikan. Lokasi ini sangat perlu dipertahankan karena secara hidraulik dapat menahan gerusan atau erosi tebing sungai, sekaligus menjadi pemecah energi sungai.

- Zona tumbuhan perdu dan herba pinggir sungai

Perdu dan herba yang hidup di daerah amphibi atau daerah batas zona akuatik dan zona darat, misalnya golongan pandan (pandanus), golongan lengkuas (Alpinia), golongan gelagah (phragmites), rumput wlingi (Cyperus alternifolius), golongan kangkung-kangkungan (ipomea) dan lain-lain mempunyai peran yang sangat penting baik bagi ekologi fauna sungai maupun secara hidraulik sungai. Perdu dan herba merupakan rumah bagi fauna sungai dengan perannya sebagai peredam kecepatan Alirann air, pelindung dari sinar matahari, dan penyedia bahan makanan. Dengan berkurangnya kecepatan Alirann air, fauna sungai menggunakan zona tersebut sebagai tempat berlindung, tempat beristirahat dan tempat meletakkan telur. Sebagai konsekuensi dari berkurangnya intensitas sinar matahari pada zona tersebut, maka suhu air akan relatif rendah dan kandungan oksigen terlarut akan relatif tinggi. Dengan tersedianya bagian tumbuhan yang luruh, maka zona tersebut akan dihuni oleh berbagai mikroorganisme, fauna kecil, hingga predator yang lebih besar.

- Zona tumbuhan besar pinggir sungai

Tumbuhan besar pinggir sungai biasa ditemui misalnya keluarga bambu, mempunyai fungsi hidraulik sebagai penahan tebing dari longsor,

LAPORAN AKHIR

sebagai penahan erosi kaki tebing, sebagai peredam media munculnya mata air di pinggir sungai. Sedangkan fungsi ekologinya adalah sebagai pemasok bahan makanan bagi fauna sungai, sebagai stabilisator temperatur dan kelembaban udara, pemasok O2 dan penyerap CO2 dan lain sebagainya.

- Zona tumbuhan merambat di tebing sungai

Tebing sungai memiliki kemiringan curam biasanya tertutup oleh tumbuhan merambat. Tumbuhan merambat menstabilkan tebing sungai dengan energi mekanik tetesan dan Alirann hujan. Ruang diantara daun, batang, dan akar tumbuhan merambat di tebing sungai menjadi tempat hidup serta tempat berlindung berbagai jenis fauna dari golongan

Annelida, Arthropoda, Amphibia, Repitilia dan Mamalia kecil. - Zona endapan dan gerusan

Zona endapan (kurva dalam sungai) dan zona gerusan (kurva luar sungai) di sungai yang bermeander merupakan habitat gabungan yang penting bagi berbagai jenis ikan di sungai. Zona endapan yang didominasi oleh sedimen halus sampai kasar biasanya digunakan sebagai tempat ikan meletakkan telur-telurnya. Sedang zona gerusan di mana kedalaman airnya cukup dan arusnya relatif kuat merupakan tempat hidup ikan dan berbagai jenis fauna lainnya.

- Zona step dan pool (zona endapan dan gerusan memanjang sungai)

Secara memanjang, pada sungai di dataran tinggi sampai menengah pada umumnya terdapat zona endapan (step) dan zona gerusan (pool). Dasar sungai pada zona step berupa kumpulan batuan dan sedimen berukuran kecil sampai besar tergantung dari batuan setempat. Fungsi hidraulik zona step dan zona pool ini adalah untuk mempertahankan dasar sungai dari erosi akibat kecepatan arus. Step merupakan simplikasi dari bendung, sedang pool merupakan simplikasi dari kolam olak.

- Batu-batuan di sepanjang sungai

Mempertahankan batu-batuan yang berada di sungai merupakan usaha memelihara sungai, karena batu-batuan tersebut berfungsi sebagai habitat sungai yang sangat vital. Fungsi hidraulik batuan di sungai adalah sebagai elemen energi dissipasi Alirann air. Batuan tersebut dapat meningkatkan turbulensi Alirann air sehingga energi Alirann

LAPORAN AKHIR

air dapat direndam. Fungsi ekologi batu-batuan sungai adalah sebagai tempat meletakkan telur dan tempat berlindung fauna kecil sungai, misalnya ikan, udang, siput, kepiting, dan lain-lain. Turbulensi Alirann yang diakibatkan oleh batuan tersebut akan meningkatkan kandungan oksigen terlarut dan dapat mengurangi pengendapan sedimen halus di sela-sela batuan. Endapan sedimen halus di sela-sela batuan dapat menurunkan jumlah ikan yang biasa memijah di tempat tersebut. Pada batuan sungai biasanya hidup bebagai jenis lumut dan alga, menempel pada permukaan batuan dan menjadi bahan makanan bagi fauna air. Di sela-sela batuan tersebut terdapat sebaran kecepatan air yang sangat heterogen, hal ini meningkatkan pula diversifikasi fauna air yang ada. Menunjukan contoh zona batu-batuan yang ada di sungai.

- Kayu mati di sungai

kayu mati mempunyai arti besar terhadap kondisi sungai, baik kondisi hidraulik maupun ekologi. Kayu-kayu mati sepanjang sungai pada prinsipnya tidak perlu dihilangkan secara keseluruhan. Hal ini karena dengan adanya kayu mati tersebut maka diversifikasi abiotik meningkat; seperti timbulnya genangan dan terjunan; kecepatan air tinggi, sedang, dan rendah; kedalaman air tinggi, sedang, dan rendah; yang semuanya mendukung peningkatan diversifikasi flora dan fauna yang ada di sungai tersebut. Namun pengalaman menunjukkan bahwa kayu mati di sungai jika tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan malapetaka saat banjir bandang tiba. Kayu-kayu mati tersebut dapat terbawa oleh air banjir, dengan kekuatan tinggi dapat merusak lokasi alur banjir yang dilaluinya.

- Vegetasi pada pulau-pulau dan gosong pasir di sungai

Dalam pemilihan sungai, pulau sungai dan gosong pasir (bar) dengan hidrauliknya tidak perlu dikeruk atau dihilangkan, justru kondisi ekologi dan hidraulik menjadi penyeimbangan antara sedimen terangkut dan terendapkan, sekaligus sebagai komponen yang dapat memperlebar sungai sehingga kecepatan ke hilir berkurang. Fungsi hidraulik lainnya adalah sebagai area yang paling sedikit mengalami gangguan dari luar untuk keberlangsungan ekosistem sungai. Pulau dan gosong pasir memiliki daerah amphibi yang

LAPORAN AKHIR

mengilinginya. Daerah amphibi ini merupakan habitat terkaya di lingkungan keairan. Badan pulau dan juga beberapa gosong pasir merupakan tempat hidup flora dan fauna, tempat burung-burung air mencari makan, sekaligus tempat menyelamatkan diri beberapa jenis fauna saat terjadi banjir. Pulau dan gosong pasir secara periodik (pada periode banjir) dapat menangkap substrat butiran halus untuk diendapkan, selanjutnya berfungsi sebagai humus bagi tumbuhan di atas pulau atau gosong pasir tersebut.

- Genangan-genangan di pinggir sungai.

Genangan di pinggir sungai atau oxbow sungai perlu dipertahankan karena keberadaannya sangat berguna, tidak hanya bagi ikan yang hidup di genangan itu, tetapi juga bagi ikan yang bermigrasi, misalnya untuk meletakkan telurnya di genangan tersebut atau sekedar untuk menyelamatkan diri saat terjadi banjir di sungai utama. Genangan ini secara hidraulik berfungsi sebagai retensi banjir, di mana air banjir dapat disimpan terlebih dulu di area genangan tersebut. Genangan pinggir sungai dapat berupa danau (oxbow lake), rawa, dan pelebaran bantaran banjir. Fungsi ekologinya adalah sebagai habitat akuatik, amphibi, dan habitat darat. Genangan dapat terhubungkan dengan sungai utamanya dan dapat juga sudah tidak terhubung.

- Mata air di pinggir sungai.

Lokasi-lokasi mata air di sepanjang sungai perlu dikonservasi sedini mungkin. Terutama pada sungai di mana muka air tanahnya lebih tinggi dari muka air sungai, sungai mendapat suplai air berupa mata air di sepanjang sungai. Maka air ini muncul terkait langsung dengan kondisi tanah di sepanjang pinggir sungai. Jika kondisi tanah rusak karena pemampatan atau karena pembetonan tebing, maka mata air sungai ini akan mengalami penurunan debit atau berpindah tempat atau mati. Mata air sungai biasanya terasosiasi dengan berbagai komponen ekologi di sekitar sungai.Terdapat kaitan yang sangat signifikan antara komponen ekologi dengan mata air pinggir sungai. Banyak mata air ditemukan di bawah vegetasi atau pohon besar pinggir sungai. Zona perakaran pohon-pohon besar memungkinkan terjadi tegangan tarik zona perakaran terhadap air. Hal ini terjadi karena proses transpirasi vegetasi yang terjadi secara terus menerus; disamping itu zona perakaran pohon

LAPORAN AKHIR

besar mampu memperbaiki struktur kegemburan tanah yang ada. Oleh karena itu keberadaan pohon-pohon besar di sepanjang sungai (juga di wilayah perairan lainnya) sangat vital dan perlu dipertahankan. langkah pemeliharaan mata air yang perlu dilakukan adalah mengadakan inventarisasi dan konservasi mata air di sepanjang sungai. Inventarisasi meliputi nama mata air, lokasi, besar debit secara time series, kualitas air, dan kondisi vegetasi sekitar mata air. Di Indonesia banyak sekali mata air yang belum diberi nama, maka dalam inventarisasi ini perlu diberikan nama pada setiap mata air sungai yang ada. Pemanfaatan mata air ini misalnya untuk mensuplai kebutuhan air bersih masyarakat, untuk kebutuhan perikanan, atau sekedar sebagai suplai bagi base flow sungai.

3.2.2. Identifikasi Sumber Pencemar

Sungai Winongo merupakan salah satu sungai yang melintasi Kota Yogyakarta, yang berhulu di Sleman dan bermuara di Bantul. Dalam keberadaannya sehari-hari, Sungai Winongo menerima limbah baik dari kegiatan rumah tangga maupun dari kegiatan industri di sekitarnya. Banyaknya aktivitas antropogenik ini, secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak negatif terhadap kualitas air sungai. Apabila dibiarkan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem perairan. Selain itu, belum adanya batas yang jelas daerah sempadan sungai di sepanjang Sungai Winongo, mengakibatkan meningkatnya permukiman penduduk di sekitar sungai. Perubahan sempadan sungai menjadi permukiman yang padat maka akan mengakibatkan sungai menjadi sempit dan berbahaya. Dengan demikian sungai harus dijaga kelestariannya, dimanfaatkan fungsinya, dan dikendalikan dampak negatif terhadap lingkungannya. Dari hasil pengamatan lapangan, konsentrasi permukiman penduduk di sepanjang sungai/sempadan Sungai Winongo cukup tinggi. Selain itu, pertambahan penduduk di Kabupaten Sleman tidak diiringi dengan pertambahan atau penyediaan lahan untuk permukiman warga, sehingga mendesak warga untuk tinggal di sempadan sungai. Penggunaan lahan pada sempadan sungai yang terdapat di Kelurahan Pringgokusuman didominasi oleh permukiman padat penduduk. Sedangkan penggunaan lahan di sempadan sungai Kelurahan Tegalrejo pada umumnya berupa permukiman padat penduduk, industri tahu rumahan, dan peternakan.

LAPORAN AKHIR

3.2.3. Kualitas Sungai Winongo

Berdasarakan data pemantauan dalam dokumen IPLHD Kabupaten Bantul tahun 2018 kualitas air sungai yang dilakukan terhadap sungai Winongo, terdapat beberapa parameter yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas air sungai meliputi parameter kimia anorganik, kimia organik, dan mikrobiologi dengan menggunakan standar baku mutu air sungai sesuai dengan Peraturan Gubenur DIY nomor 20 Tahun 2008. Berikut data kondisi kualitas air sungai di Sungai Winongo yang pemantauan kualitas airnya dilakukan di Jembatan Mojo, Gading, Kretek, Bantul. Hasil analisis tersaji pada tabel berikut:

Tabel 3. 1 Kualitas Air Sungai Winongo

No. Parameter Satuan Baku Mutu

Klas I *)

Jembatan Mojo, Gading, Kretek, Bantul Hasil Pemantauan

Maret Mei September

1 Suhu Oc ± 3oC 28,3 28,1 27,4

2 Warna mg/L 50 31,49 5,68 4,3-20

3 Residu Terlarut mg/L 1000 101 161 256

4 Residu Tersuspensi mg/L 50 34 17 31

5 pH - 6-8,5 8,3 7,82 6,5

6 Oksigen terlarut (DO) mg/L 6 6,6 6,3 5,7

7 BOD5 mg/L 2 3,8 4,7 8,6 8 COD mg/L 10 11,7 11,4 17,5 9 Klorin bebas mg/L 0,03 0,001 0,001 0,001 10 Nitrat (NO3-N) mg/L 10 6,5 1,39 3,1 11 Nitrit mg/L 0,06 0,09 0,02 0,04 12 Sulfida (H2S) mg/L 0,002 0,001 0,001 0,009 13 Deterjen µg/L 200 291,1 0,001 36,9 14 Fenol µg/L 1 0,1 0,01 0,001 15 Fosfat (PO4) mg/L 0,2 0,1 0,14 0,2

16 Minyak & lemak µg/L 1000 1000 1000 3000

17 Kadmium (Cd) mg/L 0,01 0,01 0,02 0,02 18 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,03 0,03 0,05 19 Tembaga (Cu) mg/L 0,02 0,03 0,08 0,02 20 Timbal (Pb) mg/L 0,3 0,04 0,07 0,04 21 Flourida mg/L 0,5 0,05 0,001 0,97 22 Sianida mg/L 0,02 0,001 0,001 0,01 23 Besi mg/L 0,3 0,1 0,28 0,09 24 Mangan mg/L 0,1 0,03 0,05 0,05 25 Krom Hexavalent mg/L 0,05 0,02 0,01 0,01 26 Merkuri µg/L 0,001 0,06 0,06 0,06 27 Amoniak mg/L 0,5 0,04 0,02 0,06

28 Bakteri Koli Tinja JPT/100 mL 100 15000 93000 43000

29 Bakteri Total Koli JPT/100 mL 1000 93000 240000 240000

30 Debit m3/dt ( - ) 2,081 1,79 0,75

Sumber : IKPLHD Kab. Bantul 2018

LAPORAN AKHIR

Berdasarkan hasil analisa laboratorium, parameter yang melampaui baku mutu berdasarkan periode pemantaunya, yaitu suhu, Biochemical Oxygen Demand (BOD),

Chemical Oxygen Demand (COD), Oxygen Demand (DO), sufida, minyak dan lemak, phospat, flourida, bakteri coli dan bakteri koli tinja. Berikut penjelasan parameter tersebut:

a)

Suhu

Konsentrasi tertinggi untuk parameter suhu adalah pada periode pengukuran bulan Maret sebesar 28,3 0C, dari periode pemantuan yang dilakukan terjadi penurunan suhu air sungai

Gambar 3. 2 Parameter Suhu Terhadap BML

b)

Oxygen Demand (DO)

Konsentrasi DO dilihat dari periode pengukuran terjadi penurunan konsentrasi, hal tersebut menandakan telah terjadinya penurunan kualitas air sungai. Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air disebabkan karena adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi oksigen. Zat pencemar tersebut terutama terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik yang berasal dari berbagai sumber, seperti kotoran (hewan dan manusia), sampah organik, bahan-bahan buangan dari industri dan rumah tangga. Zat pencemar dalam limbah organik yang mendominasi penyebab oksigen terlarut berkurang di perairan.

LAPORAN AKHIR

Gambar 3. 3 Parameter DO terhadap BML

c)

Konsentrasi Biological Oxygen Demand (BOD)

Konsentrasi BOD pada pemantauan yang dilakukan pada 3 periode melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, yaitu 2 mg/l. Tingginya kadar BOD mengindikasikan tingginya zat organik yang dapat diurai oleh mikroorganisme. Tingginya zat organik tersebut dapat disebabkan oleh limbah industri, domestik dan/atau tumbuhan yang mati baik itu tumbuhan di sempadan sungai atau tumbuhan air yang masuk ke dalam air.

LAPORAN AKHIR

d)

Konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD)

Gambar 3. 5 Parameter COD terhadap BML

Konsentrasi COD pada tiga periode pemantauan melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, yaitu 10 mg/l.

e)

Sulfida

Gambar 3. 6 Parameter Sulfida Terhadap BML

Konsentrasi sulfida pada pemantauan yang dilakukan pada 3 periode terdapat satu periode yang melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, yaitu 0.002 mg/l. Ion sulfida tidak pernah ditemukan dalam perairan alami yang bersifat normal. Ion sulfida mempunyai afinitas yang besar dengan banyak logam berat dan pengendapan dari logam-logam sulfida seringkali menyertai terbentuknya H2S yang sangat berbahaya. Dalam kadar tertentu H2S bersifat racun terhadap manusia, hewan dan biota air. Senyawa H2S dapat juga menyebabkan korosi.

LAPORAN AKHIR

f)

Minyak dan Lemak

Gambar 3. 7 Parameter Minyak dan Lemak

Konsentrasi Minyak dan Lemak pada pemantauan yang dilakukan pada 3 periode terdapat satu periode yang melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, yaitu 1000 mg/l. Parameter minyak dan lemak merupakan salah satu parameter yang perlu diperhatikan, kandungan minyak dan lemak di perairan dapat menurunkan kualitas air sungai. Kandungan minyak dan lemak yang berlebih di perairan akan mengurangi penetrasi cahaya dan oksigen ke dalam air sehingga menghambat laju pemurnian alami. Sumber minyak dan lemak di perairan diduga berasal dari kegiatan rumah tangga.

g)

Kadmium

Konsentrasi kadmium pada pemantauan yang dilakukan pada 3 periode terdapat dua periode yang melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, yaitu 0.02 mg/l. Keberadaan Cd dalam sedimen diduga berasal dari proses-proses alami seperti abrasi dari sungai dan aktivitas masyarakat, seperti pembuangan limbah pasar dan limbah rumah tangga.

LAPORAN AKHIR

h)

Parameter Koli Tinja (Fecal Coliform) dan Total Koli (Total Coliform)

Dilihat dari grafik di atas parameter total koli maupun koli tinja melebihi baku mutu yang dipersyaratkan. Bakteri koli tinja sebagai indikator air tersebut tercemar tinja. Tinja dari penderita sangat potensial menularkan penyakit yang berhubungan dengan air. Sedangkan Coliform total merupakan nilai total atau kumpulan dari berbagai jenis bakteria yang ada di dalam sampel air yang diujikan.

Parameter bakteri koli total dan Koli tinja merupakan parameter yang paling besar memberikan kontribusi kepada pencemaran air sungai yang ada, bakteri koli tinja ini dimungkinkan karena kotoran yang disebabkan karena perilaku manusia yang masih melakukan dan belum berubah untuk stop buang air besar dan juga limbah dari kotoran hewan.

Gambar 3. 9 Parameter Koli Tinja dan Total Koli terhadap BML

3.2.4. Kondisi Kuantitas Air Sungai

Kabupaten Bantul secara geografis terletak di bagian selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini menyebabkan secara alami, Kabupaten Bantul merupakan daerah

LAPORAN AKHIR

hilir dari Daerah Alirann Sungai. Potensi air sungai di Kabupaten Bantul secara kuantitas cukup besar. Sekalipun ada perbedaan yang signifikan antara debit maksimal saat musim penghujan dan debit minimal saat musim kemarau, kelima sungai yang ada tidak mengalami kekeringan, tersaji pada gambar berikut:

Gambar 3. 10 Grafik Debit Sungai Winongo

Dari gambar di atas diketahui bahwa sungai Winongo pada bulan September mengalami penurunan debit yang sangat singnifikan sebesar 1,33 m3/dtk, dari debit 2,081 m3/dtk di bulan Maret menjadi 0,75 m3/dtk di bulan September atau terjadi penurunan sebesar 63,96 %.

3.2.5. Status Mutu Air

Mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, salah satu metode untuk menentukan status mutu air yaitu dengan Metode STORET. Metode ini menggunakan data kualitas air hasil uji laboratorium. Status mutu air diperoleh dengan membandingkan antara data kualitas air terhadap baku mutu air yang disesuaikan peruntukannya. Dengan metode ini dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air.

Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari US-EPA (Environmental Protection Agency), dengan mengklasifikasikan mutu air dalam empat kelas, yaitu:

Dalam dokumen LAPORAN AKHIR HALAMAN JUDUL (Halaman 39-61)

Dokumen terkait