• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR HALAMAN JUDUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR HALAMAN JUDUL"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

(2)

LAPORAN AKHIR

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga Laporan Akhir Pekerjaan Kajian Konservasi Sungai Winongo dapat terselesaikan.

Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memberikan gambaran awal mengenai proses dan tujuan Pekerjaan Penelitian Konservasi Sungai Winongo. Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan dalam mengambil kebijakan dalam upaya koservasi sungai Winongo di Wilayah Kabupaten Bantul. Laporan Akhir Pekerjaan ini berisikan pendahuluan, Tinjauan umum, Kajian Lapangan, Analisis dan Kesimpulan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung kegiatan ini sehingga laporan ini dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Saran dan masukan kami harapkan demi kesempurnaan laporan ini dan semoga laporan ini bermanfaat.

Bantul, 2020

(3)

LAPORAN AKHIR

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Maksud Dan Tujuan ... 2

1.3. Ruang Lingkup Dan Lokasi Kegiatan... 2

1.4. Dasar Hukum ... 2 1.5. Kajian Pustaka ... 3 BAB II TINJAUAN UMUM ... 20 2.1. Kondisi Wilayah ... 20 2.2. Kesehatan Masyarakat ... 26

2.3. Profil Sungai Winongo ... 27

BAB III KAJIAN LAPANGAN... 30

3.1. Tanggul Sungai ... 30

3.2. Konservasi Dan Potensi Sempadan Sungai ... 32

3.3. Keanekaragaman Hayati ... 54

3.4. Pemanfaatan Sempadan Sungai ... 72

BAB IV ANALISIS ... 75

4.1. PENGUATAN KOMUNITAS SUNGAI ... 75

4.2. PENINGKATAN KUALITAS SUNGAI ... 76

4.3. PENGEMBANGAN EKOWISATA ... 78

(4)

LAPORAN AKHIR

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 88

4.1. Kesimpulan ... 88

4.2. Rekomendasi ... 88

(5)

LAPORAN AKHIR

Daftar Tabel

Tabel 1. 1 Lebar Sempadan Berdasarkan Aspek Konservasi ... 7

Tabel 1. 2 Lebar Sempadan Sungai Terkait Dengan Perlindungan Kualitas Air ... 8

Tabel 1. 3 Lebar Sempadan Sungai Menurut Luas Daerah Alirann Sungai ... 8

Tabel 1. 4 Lebar Sempadan Sungai Terkait Memberikan Ruang Meandering Dan Perlindungan Banjir ... 9

Tabel 2. 1 Wilayah Administratif……….21

Tabel 2. 2 Tata Guna Lahan di Kabupaten Bantul ... 22

Tabel 2. 3 Sungai di Kabupaten Bantul ... 22

Tabel 2. 4 Ketinggian Wilayah Kabupaten Bantul ... 23

Tabel 2. 5 Kondisi Tanah ... 25

Tabel 2. 6 Kependudukan Kabupaten Bantul ... 25

Tabel 2. 7 Kepadatan Penduduk ... 26

Tabel 2. 8 Kecamatan yang dilalui Sungai Winongo ... 27

Tabel 3. 1 Kualitas Air Sungai Winongo……….39

Tabel 3. 2 Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air ... 46

Tabel 3. 3 Status Mutu Air Sungai Winongo ... 46

Tabel 3. 4 SPALD-T Di Kecamatan Yang Dilalui Sungai Winongo ... 48

Tabel 3. 5 Lokasi Penambangan Pasir ... 48

Tabel 3. 6 Lokasi Bendung ... 49

Tabel 3. 7 Lokasi Budidaya Ikan ... 53

Tabel 3. 8 Tumbuhan Daratan Di Kabuaten Bantul ... 55

Tabel 3. 9 Satwa Di Kabupaten Bantul ... 57

Tabel 3. 10 Tumbuhan Di Kabupaten Bantul ... 59

Tabel 3. 11 Satwa Di Kabupaten Bantul ... 60

Tabel 3. 12 Tumbuhan Liar Di Kabupaten Bantul ... 60

Tabel 3. 13 Satwa Liar Di Kabupaten Bantul ... 61

Tabel 3. 14 Tumbuhan Liar Perairan Di Kabupaten Bantul ... 63

Tabel 3. 15 Satwa Liar Perairan Di Kabupaten Bantul ... 63

Tabel 3. 16 Tanaman Pangan Budidaya Di Kabupaten Bantul ... 63

Tabel 3. 17 Tanaman Perkebunan Di Kabupaten Bantul ... 64

Tabel 3. 18 Tanaman Holtikultura Di Kabupaten Bantul ... 64

Tabel 3. 19 Tanaman Pakan Ternak Di Kabupaten Bantul... 67

(6)

LAPORAN AKHIR

Tabel 3. 21 Peternakan Di Kabupaten Bantul ... 71

Tabel 3. 22 Kehutanan Di Kabupaten Bantul ... 72

Tabel 3. 23 Ikan Air Tawan Di Kabupaten Bantul ... 72

Tabel 4. 1 Rekomendasi Alternatif Kegiatan………83

(7)

LAPORAN AKHIR

Daftar Gambar

Gambar 1. 1 Identifikasi Lebar Sempadan Sungai ... 7

Gambar 1. 2 Penentuan tepi palung sungai pada tepian landai ... 15

Gambar 1. 3 Penentuan tepi palung sungai pada tepian sangat landau ... 15

Gambar 1. 4 Penentuan tepi palung sungai di sekitar tanggul ... 16

Gambar 1. 5 Penentuan tepi palung sengai dengan karakter meander dan braided ... 17

Gambar 1. 6 Penentuan tepi palung sungai di daerah rawan banjir dan urban ... 17

Gambar 1. 7 Penentuan tepian palung sungai dengan tebing mudah runtuh ... 18

Gambar 1. 8 Penentuan tepi palung sungai yang bersebelahan dengan jalan ... 18

Gambar 1. 9 Penentuan palung sungai dengan lahan basah ... 19

Gambar 1. 10 Penentuan tepi palung sungai pada palung berbetuk V ... 19

Gambar 2. 1 Daerah Alirann Sungai Winongo………...28

Gambar 2. 2 Peta Kemiringan Lereng Sungai Winongo di Kabupaten Bantul ... 29

Gambar 3. 1 Kerusakan Tanggul Akibat Longsor Dan Sedimentasi……….31

Gambar 3. 2 Parameter Suhu Terhadap BML ... 40

Gambar 3. 3 Parameter DO terhadap BML ... 41

Gambar 3. 4 Parameter BOD terhadap BML ... 41

Gambar 3. 5 Parameter COD terhadap BML ... 42

Gambar 3. 6 Parameter Sulfida Terhadap BML ... 42

Gambar 3. 7 Parameter Minyak dan Lemak ... 43

Gambar 3. 8 Parameter Kadmium terhadap BML ... 43

Gambar 3. 9 Parameter Koli Tinja dan Total Koli terhadap BML ... 44

Gambar 3. 10 Grafik Debit Sungai Winongo ... 45

Gambar 3. 11 Sedimen Di Bendung Gempol Dan Wonokromo... 51

Gambar 3. 12 Kegiatan Perikanan di Bantaran Sungai Winongo ... 52

Gambar 3. 13 Potensi Wisata Di Sungai Winongo ... 53

Gambar 3. 14 Sempadan Sungai Sesuai Peruntukannya ... 73

Gambar 4. 1 konsep Ekowisata………..……..78

(8)

LAPORAN AKHIR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sungai memiliki peran penting dalam azas kemanfaatan untuk berbagai kepentingan manusia, misalnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sanitasi lingkungan, pertanian industri, pariwisata, olahraga, pertahanan, perikanan, pembangkit tenaga listrik, dan transportasi. Demikian pula fungsinya bagi alam sebagai pendukung utama kehidupan flora dan fauna adalah sangat menentukan.

Kekurangpahaman manusia terhadap hubungan timbal balik antara air dan lahan ditandai dengan pemanfaatan lahan dataran banjir tanpa pengaturan dan antisipasi terhadap resiko banjir, telah mengakibatkan kerugian akibat daya rusak air. Perubahan penutup lahan dari penutup alami menjadi atap bangunan dan lapisan kedap air sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk, telah mengakibatkan semakin berkurangnya infiltrasi air hujan ke dalam tanah sehingga mengakibatkan membesarnya Alirann air di permukaan tanah yang berpontensi menimbulkan banjir.

Hal tersebut di atas merupakan kondisi yang terjadi di Sungai Winongo merupakan salah satu sungai yang mengalir melalui Kabupaten Bantul. Potensi kerugian semakin besar dengan menurunnya kapasitas palung sungai karena pendangkalan dan/atau penyempitan oleh sedimentasi, sampah dan gangguan Alirann lain akibat aktivitas manusia di dekat sungai khususnya di wilayah perkotaan.

Debit air sungai selalu berubah dipengaruhi curah hujan, kondisi lahan, dan perubahan yang terjadi di alur sungai. Karakter setiap sungai ditentukan oleh kondisi geohidrobiologi wilayah dan sosial budaya masyarakat setempat. Sungai sebagai sumber air perlu dilindungi agar tidak tercemar. Kecenderungan perilaku masyarakat memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan air limbah dan sampah harus dihentikan. Hal ini mengingat air sungai yang tercemar akan menimbulkan kerugian dengan pengaruh ikutan yang panjang. Salah satunya yang terpenting adalah mati dan hilangnya kehidupan flora dan fauna di sungai yang dapat mengancam keseimbangan ekosistem.

(9)

LAPORAN AKHIR

1.2. Maksud Dan Tujuan

Konservasi sumber daya air sebagai salah satu upaya pengelolaan sumber daya air dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan kelangsungan dan keberadaan sumber daya air, termasuk daya dukung, daya tampung, dan fungsinya. Konservasi sumber daya air dapat dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber daya air, pengawetan air, pengelolaan kualitas air, serta pengendalian pencemaran air, dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai. Maksud dari kegiatan ini sebagai penguatan terhadap pengembangan konservasi Sungai Winongo sehingga diharapkan dapat memperbaiki kualitas Sungai Winongo ke depan.

Tujuan :

a. Mengidentifikasi jenis kegiatan yang berpotensi mendukung konservasi dan kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerusakan sempadan Sungai Winongo;

b. Mengidentifikasi jenis pemanfaatan lahan di sempadan Sungai Winongo; c. Menyusun arahan jenis konservasi sempadan Sungai Winongo.

1.3. Ruang Lingkup Dan Lokasi Kegiatan

a. Lingkup Studi

Ruang lingkup studi yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah wilayah Sub DAS Sungai Winongo Kabupaten Bantul.

b. Lokasi

Pekerjaan Konservasi Sungai Winongo bertempat di Sub DAS Sungai Winongo Wilayah Kabupaten Bantul.

1.4. Dasar Hukum

Peraturan-peraturan yang mendasari kegiatan Konservasi Sumber Daya Air dan Pengendalian Kerusakan Sumber-Sumber Air antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air;

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Pengendalian Pencemaran Air;

(10)

LAPORAN AKHIR

6. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Alirann Sungai;

7. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air;

8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada Sumber Air;

9. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 9 tahun 2012 tentang Sempadan Jaringan Irigasi;

10. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 114 tahun 2014 tentang Tata Cara Pemberian Izin Pengembangan Jaringan Irigasi, Pengubahan Pada Jaringan Irigasi Dan Kegiatan Konstruksi Di Sempadan Jaringan Irigasi;

11. Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengelolaan Daerah Alirann Sungai

12. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No. 12 Tahun 2015 tentang PPLH Kabupaten Bantul;

13. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No. 04 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul Tahun 2010-2030;

14. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No. 2 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga;

15. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No. 7 Tahun 2019 yang menjadi perubahan terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No. 4 th 2014 tentang Pengendalian Pencemaran Air;

16. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No. 4 Tahun 2015 tentang Izin Pembuangan Air Limbah;

1.5. Kajian Pustaka

1.5.1. Daerah Alirann Sungai

Menurut Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengelolaan Daerah Alirann Sungai, Daerah Alirann Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

(11)

LAPORAN AKHIR

DAS sebagai sumber daya alam menempati posisi strategis dalam rangka pembangunan nasional/regional, wajib dikelola secara optimal, dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. DAS merupakan kesatuan ekosistem yang utuh dari hulu sampai hilir yang terdiri dari unsur-unsur utama tanah, vegetasi, air maupun udara dan memiliki fungsi penting dalam pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, DAS sebagai ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Dengan demikian DAS sebagai ekosistem alami berlaku proses-proses biofisik hidrologis di dalamnya dimana proses-proses tersebut merupakan bagian dari suatu daur hidrologi atau siklus air. Fungsi DAS adalah

a. Sebagai pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik terutama bagi orang di daerah hilir,

b. Sebagai pengatur tata air (hidrologis) dimana sangat dipengaruhi jumlah curah hujan yang diterima, geologi yang mendasari dan bentuk lahan dimana fungsi hidrologis yang dimaksud termasuk kapasitas DAS untuk mengalirkan air, penyangga kejadian puncak hujan, melepas air secara bertahap, memelihara kualitas air dan mengurangi pembuangan massa (seperti tanah longsor).

Sedangkan manfaat DAS adalah sebagai tempat berbagai aktivitas manusia antara lain pertanian, perkebunan, pemukiman, pertambangan, industri, kehutanan, pariwisata, penyangga kawasan bawahan dan lain-lain.

Pada saat ini menunjukkan bahwa pengelolaan dan pengendalian DAS belum sebagaimana diharapkan karena beberapa faktor, antara lain:

a. Adanya kerusakan DAS dimana berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat di daerah tengah hingga hulu DAS.

b. Tingkat kesadaran dan kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah karena mendahulukan kebutuhan primer, yaitu sandang, pangan, dan papan, dan kebutuhan sekunder.

c. Masyarakat belum sepenuhnya memberikan kepedulian terhadap lingkungan sehingga sering terjadi penurunan kualitas ekosistem, misalnya praktik-praktik pertanian lahan kering di perbukitan yang akan meningkatkan kekritisan DAS. d. Penggunaan/pemanfaatan hutan dan lahan yang tidak sesuai dengan

kaidah-kaidah konservasi dan melampaui kemampuan daya dukungnya, akan menyebabkan terjadinya lahan kritis.

(12)

LAPORAN AKHIR

Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas maka diperlukan adanya pengelolaan DAS secara terpadu yang melibatkan pemangku kepentingan pengelolaan sumber daya alam yang terdiri dari unsur-unsur masyarakat, dunia usaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah dengan prinsip-prinsip keterpaduan, kesetaraan, dan berkomitmen untuk menerapkan penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya alam yang adil, efektif, efisien, dan berkelanjutan. Dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS terpadu tersebut diperlukan perencanaan yang komprehensif yang mengakomodasikan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dalam suatu DAS.

1.5.2. Pengertian Sempadan Sungai (Riparian Zone)

Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengAlirann air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Daerah Alirann sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami, dengan batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai. Sempadan sungai (riparian zone) adalah zona penyangga antara ekosistem perairan (sungai) dan daratan. Zona ini umumnya didominasi oleh tetumbuhan dan/atau lahan basah.

Sempadan sungai (riparian zone) adalah zona penyangga antara ekosistem perairan (sungai) dan daratan. Zona ini umumnya didominasi oleh tetumbuhan dan/atau lahan basah. Tetumbuhan tersebut berupa rumput, semak ataupun pepohonan sepanjang tepi kiri dan/atau kanan sungai. Sempadan sungai yang demikian itu sesungguhnya secara alami akan terbentuk sendiri, sebagai zona transisi antara ekosistem daratan dan ekosistem perairan (sungai). Namun karena ketidak pahaman tentang fungsinya yang sangat penting, umumnya di perkotaan, sempadan tersebut menjadi hilang didesak oleh peruntukan lain.

Sempadan sungai yang cukup lebar dengan banyak kehidupan tetumbuhan (flora) dan binatang (fauna) di dalamnya merupakan cerminan tata guna lahan yang sehat pada suatu wilayah. Keberadaan banyak jenis spesies flora dan fauna merupakan aset keanekaragaman hayati yang penting bagi keberlangsungan kehidupan manusia dan alam dalam jangka panjang.

(13)

LAPORAN AKHIR

1.5.3. Tujuan Penetapan Sempadan Sungai

Tujuan penetapan sempadan sungai adalah sebagai upaya melindungi sungai agar fungsi sungai dapat berlangsung secara berkelanjutan. Adapun fungsi sungai sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai meliputi 2 (dua) fungsi utama yaitu:

a. Bagi kehidupan manusia, berupa manfaat keberadaan sungai sebagai penyedia air dan wadah air untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sanitasi lingkungan, pertanian, industri, pariwisata, olah raga, pertahanan, perikanan, pembangkit tenaga listrik, transportasi, dan kebutuhan lainnya;

b. Bagi kehidupan alam, berupa manfaat keberadaan sungai sebagai pemulih kualitas air, penyalur banjir, dan pembangkit utama ekosistem flora dan fauna.

Selain hal tersebut di atas penetapan garis sempadan sungai bertujuan agar:

a. Fungsi sungai dan danau tidak terganggu oleh aktifitas yang berkembang di sekitarnya;

b. kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang ada di sungai dan danau dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus menjaga kelestarian fungsi sungai dan danau; dan

c. Daya rusak air sungai dan danau terhadap lingkungannya dapat dibatasi. Jenis- jenis garis sempadan sungai yaitu:

a. Garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditentukan:

- Paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter;

- Paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter; dan

- Paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter.

b. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud:

- sungai besar dengan luas daerah Alirann sungai lebih besar dari 500 (limaratus) Km2; dan

- sungai kecil dengan luas daerah Alirann sungai kurang dari atau sama dengan 500 (lima ratus) Km2.

(14)

LAPORAN AKHIR

c. Garis sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 100 (seratus) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.

d. Garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.

Gambar 1. 1 Identifikasi Lebar Sempadan Sungai

a. Lebar Sempadan Berdasarkan Aspek Konservasi

Lebar sempadan sungai berdasarkan aspek konservasi untuk fungsi ekologis dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 1. 1 Lebar Sempadan Berdasarkan Aspek Konservasi

Sumber PADURAKSA, Volume 4 Nomor 2, Desember 2015

b. Lebar Sempadan Sungai Terkait dengan Perlindungan Kualitas Air

Sungai sebagai fungsi menjaga kualitas air maka diperlukan lebar sempadan sesuai dengan Tabel berikut:

(15)

LAPORAN AKHIR

Tabel 1. 2 Lebar Sempadan Sungai Terkait Dengan Perlindungan Kualitas Air

Sumber PADURAKSA, Volume 4 Nomor 2, Desember 2015

c. Lebar Sempadan Sungai Menurut Luas Daerah Alirann Sungai

Untuk menentukan lebar sempadan sungai, juga diperluan penetapan definisi tentang sungai besar, menengah dan kecil. Heinrich & Hergt, 1999 mengklasifikasikan sungai berdasarkan luas DAS menjadi sungai besar, menengah dan kali/sungai kecil, seperti dalam Tabel berikut:

Tabel 1. 3 Lebar Sempadan Sungai Menurut Luas Daerah Alirann Sungai

Sumber PADURAKSA, Volume 4 Nomor 2, Desember 2015

d. Lebar Sempadan Sungai Terkait Memberikan Ruang Meandering dan Perlindungan Banjir

Dalam rangka memberikan ruang meandering dan perlingkungan banjir, maka diperlukan pemahaman terhadap lebar sempadan, seperti pada Tabel berikut:

(16)

LAPORAN AKHIR

Tabel 1. 4 Lebar Sempadan Sungai Terkait Memberikan Ruang Meandering Dan Perlindungan Banjir

Sumber PADURAKSA, Volume 4 Nomor 2, Desember 2015

e. Lebar Sempadan Sungai Berdasarkan Peraturan yang Berlaku Untuk menentukan sempadan sungai mengacu pada :

- Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2011 tentang Sungai.

- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 Tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai Dan Garis Sempadan Danau.

1.5.4. Fungsi Sempadan Sungai

Sempadan sungai mempunyai beberapa fungsi dan manfaat penting, antara lain:

a. Karena dekat dengan air, kawasan ini sangat kaya dengan keanekaragaman hayati (flora dan fauna). Keanekaragaman hayati adalah aset lingkungan yang sangat penting bagi keberlanjutan kehidupan manusia dan alam dalam jangka panjang. b. Semak dan rerumputan yang tumbuh di sempadan sungai berfungsi sebagai filter

yang sangat efektif menangkap sedimen dan polutan sehingga kualitas air sungai terjaga dari kekeruhan dan pencemaran. Air sungai kembali menjadi jernih dan sehat. Manfaat utama sempadan sungai adalah melindungi sungai sehingga fungsinya dapat berlangsung secara berkelanjutan. Salah satu yang terpenting adalah melindungi sungai dari pencemaran ‘non-point source’, yang berasal dari sisa pupuk pertanian dan perkotaan. Sempadan yang didominasi tetumbuhan berfungsi

(17)

LAPORAN AKHIR

sebagai filter menahan sedimen, nutrien dan zat pencemar lain agar tidak masuk mencemari sungai.

c. Tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di sempadan sungai dapat menahan erosi, karena sistem perakarannya yang masuk ke dalam tanah memperkuat struktur tanah sehingga tidak mudah tererosi dan tergerus Alirann air. Dengan sempadan sungai yang berfungsi baik palung sungai menjadi lebih stabil terhindar dari gerusan tebing yang berkepanjangan.

d. Rimbunnya dedaunan menyediakan tempat berlindung dan berteduh, sementara sisa tumbuh-tumbuhan yang mati merupakan sumber makanan bagi berbagai jenis spesies binatang akuatik dan satwa liar lainnya. Dengan berfungsinya sempadan sungai maka jumlah spesies flora dan fauna akan meningkat.

e. Kawasan tepi sungai yang sempadannya tertata asri menjadikan properti bernilai tinggi karena terjalin keharmonisan hidup antara manusia dan alam. Lingkungan yang teduh dengan tumbuh-tumbuhan, ada burung berkicau di dekat air jernih yang mengalir menciptakan rasa nyaman dan tenteram tersendiri. Kawasan sempadan sungai dapat dikembangkan menyatu dengan ruang terbuka hijau (ruang publik) sebagai kawasan rekreasi (taman kota) dan olah raga bagi warga masyarakat.

1.5.5. Dampak Negatif Sempadan Sungai

Hilangnya sempadan sungai karena digunakan peruntukan lain akan menyebabkan turunnya kualitas air sungai karena hilangnya fungsi filter yang menahan pencemar non-point source. Hilangnya sempadan sungai juga mengakibatkan terjadinya peningkatan gerusan tebing sungai yang dapat mengancam bangunan atau fasilitas umum lain karena tergerus arus sungai. Sehingga kita terjebak pada kegiatan pembangunan fisik perkuatan tebing sungai yang tidak pernah ada habisnya. Karena gerusan tebing meningkat geometri tampang sungai akan berubah menjadi lebih lebar, dangkal dan landai, kemampuan mengalirkan air juga akan menurun. Sungai yang demikian sangat rentan terhadap luapan banjir. Lebih menyedihkan lagi pada kondisi sungai yang demikian ini jumlah kehidupan akuatiknya juga menurun drastis atau bahkan punah, karena hilangnya tetumbuhan di sempadan sungai. Hal ini terjadi karena sempadan sungai lebih terekspose sinar matahari sehingga udara di sekitar sungai menjadi lebih panas, temperatur air sungai meningkat yang mengakibatkan turunnya oksigen terlarut, sehingga kurang memenuhi syarat untuk kehidupan biota air dan berakibat turunnya jumlah keanekaragaman hayati baik di sungai maupun di sempadannya.

(18)

LAPORAN AKHIR

Sungai Winongo menjadi tempat pembuangan limbah yang berasal dari rumah tangga, aktivitas perkotaan, industri, maupun pertanian. Pencemaran terjadi apabila kadar parameter melampaui baku mutu yang dipersyaratkan. Pencemaran air oleh aktivitas manusia lebih besar dampak negatifnya karena terjadi setiap hari dan meningkat sebanding dengan bertambahnya penduduk. Masyarakat dengan lingkungan akan menciptakan hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi satu sama lain. Berkembangnya kegiatan masyarakat di sempadan Sungai Winongo, seperti bertambahnya permukiman penduduk, kegiatan industri rumah tangga, dan kegiatan pertanian, dapat berpengaruh terhadap kualitas airnya. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan tersebut dibuang langsung ke sungai. Adanya masukan bahan-bahan terlarut yang dihasilkan oleh kegiatan penduduk di sekitar sempadan Sungai Winongo sampai batas-batas tertentu dapat menurunkan kualitas air sungai. Sebagian besar warga di Sungai Winongo membuang limbah dan sampah dengan cara membuang ke TPS (Tempat Pembuangan Sementara) yang semestinya, namun beberapa warga di sekitar Sungai Winongo lebih suka membuang sampahnya di sungai. Hal tersebut membuat Sungai Winongo menjadi penuh sampah dan kotor, serta dapat mengakibatkan banjir. Berdasarkan hasil survey sosial ekonomi di sepanjang Sungai Winongo, kegiatan MCK (mandi, cuci, kakus) masyarakat dilakukan mayoritas di rumah (96%) seiring dengan tipe rumah yang dimiliki masyarakat yaitu tipe permanen (87%), penggunaan air bersih yang bersumber dari sumur/pompa (94%) untuk keperluan sehari-hari termasuk untuk konsumsi berdampak pada sering terjadi gangguan pencernaan (89%) yang mungkin disebabkan tidak banyaknya Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) (71%) di lingkungan yang mempengaruhi sungai dan kualitas air tanah.

1.5.6. Pemulihan Kembali Sempadan Sungai

Memulihkan kembali kondisi sempadan sungai merupakan kegiatan kunci untuk memperbaiki dan menjaga fungsi sungai. Banyak manfaat yang dapat dipetik dari membaiknya kembali fungsi sempadan sungai. Palung sungai menjadi lebih stabil, kualitas air menjadi lebih baik, kehidupan habitat flora fauna meningkat, estetika juga lebih menarik karena ada kehidupan yang harmonis di antara unsur-unsur alam termasuk manusia di dalamnya. Langkah pertama untuk itu adalah penyediaan lahan di kiri dan kanan palung sungai yang berfungsi sebagai sempadan sungai. Kemudian penanaman tetumbuhan asli setempat meliputi rerumputan, semak dan pepohonan. Maksud dipilihnya tetumbuhan asli setempat adalah agar tetumbuhan tersebut dapat tumbuh dengan baik karena cocok dengan kondisi iklim dan tanah setempat tanpa

(19)

LAPORAN AKHIR

memerlukan pemupukan. Pemupukan apalagi secara rutin harus dihindari agar sisa-sisa pupuk tidak masuk ke dalam sungai dan mengakibatkan pencemaran.

Selain pemupukan di sempadan sungai juga harus dihindari kegiatan penggembalaan ternak dan penggunaan alat berat, karena keduanya dapat membuat rusaknya tetumbuhan di sempadan sungai.

1.5.7. Prioritas Penetapan Sempadan Sungai

Mengingat alur sungai dari hulu sampai ke muara yang sangat panjang dengan ciri spesifik dan kondisi yang berbeda-beda pada tiap ruasnya, penetapan sempadan sungai tidak dapat ditetapkan untuk seluruh panjang sungai pada saat yang bersamaan. Berikut ini adalah ruas sungai yang harus segera ditetapkan sempadannya.

a. Ruas sungai yang berdekatan dengan atau di dalam kawasan yang berkembang. Sempadan sungai di kawasan yang berkembang menjadi kawasan perkotaan (misalnya) akan mengalami tekanan besar dalam hal penggunaan lahan. Tekanan itu berupa pemakaian lahan sempadan untuk peruntukan permukiman dan peruntukan lain baik yang legal maupun yang illegal. Agar tidak timbul masalah di kemudian hari, perlu segera ditetapkan batas sempadan sungainya.

b. Ruas sungai yang sesuai rencana akan mengalami perubahan dimensi.

Sempadan sungai di ruas ini perlu diprioritaskan segera penetapannya karena adanya rencana perubahan dimensi palung sungai, khususnya untuk antisipasi debit banjir. Batas sempadan sungai harus ditetapkan berdasarkan dimensi rencana sungai yang baru.

c. Revitalisasi bekas sungai (oxbows).

Bekas sungai yang palungnya tidak mengalirkan air lagi umumnya kurang mendapat perhatian, padahal palung dan sempadannya masih perlu dijaga dan dipertahankan agar masih berfungsi sebagai sumber air dan habitat kehidupan flora fauna yang sehat. Karena kurang diperhatikan, bekas sungai umumnya menjadi obyek penyerobotan lahan secara illegal.

Bekas sungai perlu mendapat prioritas penetapan sempadannya dan agar dikembangkan menjadi ruang terbuka hijau milik umum.

d. Ruas sungai yang tinggal menyisakan sedikit flora dan fauna spesifik.

Jika pada ruas sungai tertentu terdapat jenis flora atau fauna spesifik yang menurut peraturan perundang-undangan atau menurut aspirasi masyarakat termasuk jenis yang harus dilindungi, maka ruas sungai tersebut harus diprioritaskan penetapan

(20)

LAPORAN AKHIR

sempadannya. Hal ini untuk mencegah punahnya spesies flora atau fauna spesifik (langka) yang sangat penting bagi keseimbangan ekosistem.

e. Ruas sungai yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi.

Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup yang menunjukkan keseluruhan variasi gen (keanekaragaman individu dalam satu jenis), variasi spesies (keanekaragaman makhluk hidup antar jenis) dan variasi ekosistem (keanekaragaman habitat komunitas biotik dan abiotik) di suatu daerah. Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi merata di bumi; wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih tinggi, jumlah keanekaragaman hayati makin menurun jika semakin jauh dari ekuator. Ruas sungai yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi perlu dijaga dan dilindungi agar jumlahnya tidak mengalami penurunan ataupun kepunahan.

1.5.8. Ketentuan Sempadan Sungai

Mengingat pentingnya sempadan bagi keberlanjutan fungsi sungai penetapan sempadan sungai perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Sempadan sungai merupakan kawasan lindung tepi sungai yang menjadi satu kesatuan dengan sungai (periksa definisi sungai). Sempadan sungai melindungi sungai dari gerusan, erosi, dan pencemaran, selain juga memiliki keanekaragaman hayati dan nilai properti/keindahan lanskap yang tinggi.

b. Ketentuan angka mengenai jarak garis sempadan dari tepi palung sungai sebagaimana tercantum dalam pasal-pasal Peraturan Pemerintah tentang Sungai merupakan angka minimum, sehingga tidak boleh diperkecil lagi. Perlu dipahami bahwa semakin lebar sempadan sungai akan memberi manfaat yang semakin baik bagi keberlanjutan fungsi sungai, yang akhirnya juga akan memberikan manfaat lebih besar bagi kehidupan manusia secara jangka panjang.

c. Garis sempadan sungai hendaknya ditetapkan berbentuk kontinyu menerus (streamline) tidak patah-patah mengikuti alur sungai dan berjarak aman dari tepi palung sungai. Sempadan sungai di kawasan permukiman atau perkotaan dapat diperluas fungsinya menjadi ruang terbuka hijau kota yang menyatu menjadi ruang publik.

d. Dalam hal lahan sempadan sungai telah terlanjur digunakan untuk fasilitas kota, bangunan gedung, jalan atau fasilitas umum lainnya, menteri, gubernur, bupati dan/atau walikota sesuai kewenangannya dapat menetapkan peruntukan yang telah ada tersebut sebagai tetap tak akan diubah. Artinya peruntukan yang telah ada saat

(21)

LAPORAN AKHIR

ini karena alasan historis atau alasan lain yang memberi manfaat lebih besar bagi kepentingan umum tidak diubah, justru dipertahankan sepanjang tidak ditemukan alasan yang lebih penting dari kemanfaatannya saat ini.

e. Dalam hal lahan sempadan terlanjur dimiliki oleh masyarakat, peruntukannya secara bertahap harus dikembalikan sebagai sempadan sungai. Sepanjang hak milik atas lahan tersebut sah kepemilikannya tetap diakui, namun pemilik lahan wajib mematuhi peruntukan lahan tersebut sebagai sempadan sungai dan tidak dibenarkan menggunakan untuk peruntukan lain. Bangunan-bangunan yang telah terlanjur berdiri di sempadan sungai dinyatakan statusnya sebagai status quo, artinya tidak boleh diubah, ditambah dan diperbaiki. Izin membangun yang baru tidak akan dikeluarkan lagi.

f. Meskipun terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada butir 4 dan 5, yaitu sempadan sungai telah berubah untuk peruntukan lain, namun mengingat tujuan penetapan sempadan sungai adalah untuk melindungi fungsi sungai, maka terhadap kondisi tersebut harus diupayakan dengan sungguh-sungguh agar fungsi sungai tetap dapat dipulihkan dan dilindungi dengan upaya pencegahan pencemaran air sungai karena limbah, sampah dan bahan pollutan yang lain.

g. Pada ruas sungai tertentu dapat timbul keraguan dalam menilai apakah ruas tersebut termasuk di dalam kawasan perkotaan atau bukan perkotaan/perdesaan. h. Dalam penetapan garis sempadan sungai selain harus mempertimbangkan

karakteristik geomorfologi sungai, juga perlu memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat serta kelancaran bagi kegiatan operasi dan pemeliharaan sungai. Khususnya di lokasi yang terdapat bangunan/ prasarana sungai, perlu ada jalan akses dan ruang untuk kegiatan operasi serta pemeliharaan prasarana tersebut.

i. Perlu keterlibatan peran serta masyarakat sejak awal proses penetapan sempadan melalui sosialisasi dan konsultasi. Masyarakat perlu diberi penjelasan mengenai aspek hukum sempadan sungai serta manfaat sempadan sungai bagi keberlanjutan fungsi sungai dalam jangka panjang dalam mendukung kehidupan manusia dan alam.

1.5.9. Penentuan Palung Sungai

Pada beberapa jenis sungai dan/atau ruas sungai tertentu penentuan tepi palung sungai perlu dilakukan secara hati-hati. Beberapa kondisi sungai tersebut antara lain:

(22)

LAPORAN AKHIR

a. Ruas sungai yang kurang jelas tepi palungnya

Pada beberapa ruas sungai tertentu seringkali tidak mudah menentukan tepi palung sungai karena potongan melintangnya yang sangat landai atau membentuk lengkungan cembung. Untuk menentukan tepi palung sungai pada ruas sungai ini perlu dibuat bantuan bidang horizontal menyinggung atau memotong bidang lengkung tebing sungai. Garis potong kedua bidang tersebut merupakan garis tepi palung sungai.

Gambar 1. 2 Penentuan tepi palung sungai pada tepian landai

b. Ruas sungai dengan kemiringan memanjang sangat landai

Pada beberapa ruas sungai alluvial di bagian hilir dengan kemiringan memanjang yang sangat landai sering dijumpai palung sungai sangat lebar dengan banyak palung kecil di dalamnya tanpa ada palung utama. Terhadap kondisi ruas sungai ini penentuan tepi palung sungai dilakukan dengan membuat perkiraan elevasi muka air pada debit dominan (Q2 – Q5) dan elevasi muka air banjir yang pernah terjadi. Elevasi tepi palung sungai terletak di antara dua elevasi tersebut. Selain itu rumpun tetumbuhan alami yang ada (existing vegetation) dapat digunakan sebagai petunjuk awal posisi tepi palung sungai.

Gambar 1. 3 Penentuan tepi palung sungai pada tepian sangat landau

c. Ruas sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan atau di luar kawasan perkotaan

Untuk ruas sungai bertangggul, perlu diperhatikan bahwa fungsi tanggul adalah untuk membatasi Alirann debit banjir tertentu sesuai dengan yang direncanakan pada tahap desain.

(23)

LAPORAN AKHIR

Desain tanggul banjir disyaratkan mengikuti ketentuan bahwa dimensi bantaran dan tanggul untuk kawasan:

- Ibukota Kabupaten/Kota adalah untuk mengalirkan debit rencana (Q10); - Ibukota Provinsi adalah untuk mengalirkan debit rencana (Q20– Q50);dan - Ibukota Negara/Metropolitan adalah untuk mengalirkan debit rencana (Q50

– Q100).

Namun dalam kenyataannya belum semua tanggul di Indonesia mengikuti ketentuan tersebut. Oleh karena itu dalam penentuan sempadan sungai perlu ditinjau terlebih dahulu apakah tanggul yang ada telah sesuai dengan ketentuan di atas. Jika belum sesuai maka perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya peningkatan tanggul dengan memperlebar bantaran sehingga tepi luar kaki tanggul juga ikut bergeser ke luar. Sempadan sungai harus ditentukan dari tepi luar kaki tanggul sesuai dengan ketentuan debit rencana tanggul di atas. Besaran debit rencana tersebut ditentukan dengan mempertimbangkan tingkat kemajuan ekonomi kawasan yang akan dilindungi.

Gambar 1. 4 Penentuan tepi palung sungai di sekitar tanggul

d. Ruas sungai dengan karakter spesifik (berbentuk delta, meander, braided, agradasi, lahar dingin dll)

Beberapa sungai memiliki karakter yang spesifik misalnya palungnya mudah berubah (di daerah delta), berkelok-kelok (meandering), berjalin (braided), membawa pasir (agradasi), dan Alirann lahar dingin dan lain-lain. Sungai jenis ini, palung sungainya dapat berubah sangat dinamis. Oleh karena itu penentuan tepi palung sungai perlu dilakukan secara lebih hati-hati dengan memperhatikan kecenderungan arah dan kecepatan perubahan. Pada prinsipnya sempadan sungai untuk ruas sungai yang berubah dinamis perlu diambil lebih lebar sesuai dengan perkiraan antisipasi setempat.

Untuk daerah delta perlu dibatasi hanya pada bagian ruas sungai yang palungnya telah stabil. Untuk sungai meander dan braided agar tepi palung ditentukan dari batas terluar perubahan alur. Untuk sungai yang mengalami

(24)

LAPORAN AKHIR

agradasi dan membawa Alirann lahar dingin agar diambil jarak sempadan yang lebih lebar berdasarkan pengalaman luapan yang pernah terjadi.

Gambar 1. 5 Penentuan tepi palung sengai dengan karakter meander dan braided

e. Ruas sungai di daerah rawan banjir dan daerah urban

Perlu diperhatikan bahwa ada kemungkinan suatu ruas sungai tertentu karena keperluan pengendalian banjir telah diprogramkan akan diperbesar kapasitasnya sesuai dengan peningkatan debit banjir rencana tertentu. Selain itu juga ada kemungkinan karena adanya rencana perubahan tata ruang, suatu daerah akan dikembangkan menjadi daerah pemukiman dan perkotaan, sehingga debit banjir yang akan melewati sungai tersebut meningkat dan perlu kegiatan peningkatan kapasitas alur sesuai debit banjir rencana. Untuk kedua hal ini penentuan tepi palung sungai harus mempertimbangkan dimensi palung sungai sesuai debit rencana pada waktu yang akan datang.

Gambar 1. 6 Penentuan tepi palung sungai di daerah rawan banjir dan urban

f. Ruas sungai dengan tebing mudah runtuh

Pada waktu tim kajian melakukan survei lapangan perlu diidentifikasi adanya ruas palung sungai tertentu yang karena kondisi geologi, jenis dan sifat fisik tanah, kemiringan dan tinggi tebing berpotensi besar terjadi/rawan longsor. Penentuan tepi palung sungai untuk kondisi yang demikian ini harus memperhitungkan kemungkinan terjadinya longsoran dengan mengambil tepi palung sungai berjarak cukup aman dari tepi longsoran. Misalnya dengan

(25)

LAPORAN AKHIR

menempatkan tepi palung sungai membentuk kemiringan / tangent 1 : 2 (vertikal : horizontal) dari dasar sungai.

Gambar 1. 7 Penentuan tepian palung sungai dengan tebing mudah runtuh

g. Ruas sungai dengan jalan raya di tepi palung sungai

Saat ini terdapat banyak ruas jalan bersebelahan dengan palung sungai dalam jarak yang cukup dekat. Kondisi yang demikian tidak boleh terjadi di masa yang akan datang. Jalan yang berdekatan dengan palung sungai selain melanggar ketentuan sempadan sungai juga menyimpan potensi bahaya runtuhan tebing sehingga memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi. Terhadap kondisi yang telah terlanjur tersebut ,ketentuan lebar sempadan tetap tidak berubah meskipun terpotong oleh keberadaan jalan. Artinya sempadan sungai dilanjutkan ke sisi luar di seberang jalan.

Ketika suatu saat terjadi keruntuhan tebing sungai yang mengganggu atau merusak kondisi jalan, maka pada kesempatan pertama harus ditinjau alternatif perbaikan jalan dengan menggeser trase jalan menjauhi palung sungai sesuai ketentuan lebar sempadan.

Gambar 1. 8 Penentuan tepi palung sungai yang bersebelahan dengan jalan

h. Ruas sungai dengan lahan basah (wetlands) di tepi palung sungai

Di daerah tertentu seringkali palung sungai menyatu dengan kawasan lahan basah (wetlands) atau rawa. Mengingat fungsi lahan basah mirip dengan fungsi sempadan, justru lebih lengkap lagi yaitu memiliki fungsi

(26)

LAPORAN AKHIR

membersihkan/menetralkan bahan pencemar, maka sempadan sungai dalam kondisi ini tidak perlu lagi ditetapkan. Sebagai gantinya lahan basah yang ada di tepi sungai harus dijaga dan dilindungi keberadaannya.

Namun ketika misalnya lahan basah ini diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu lama akan mengalami penyusutan atau hilang, maka batas sempadan sungai harus ditetapkan, yaitu pada tepi lahan basah dimaksud.

Gambar 1. 9 Penentuan palung sungai dengan lahan basah

i. Ruas sungai dengan tebing tinggi dan palung sungai membentuk huruf V

Di bagian hulu atau perbukitan, palung sungai umumnya berbentuk huruf V. Untuk sungai dengan bentuk palung V, tepi palung sungai adalah di ujung puncak tebingnya. Jika tebing terlalu tinggi dan agak landai, tepi palung sungai dapat ditentukan di tempat perubahan kemiringan ketika kemiringan tebing sungai berubah menjadi lebih landai.

(27)

LAPORAN AKHIR

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1. Kondisi Wilayah

2.1.1. Letak Geografis

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki 5 Kabupaten Kota. Diantaranya Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Gunung Kidul serta Kabupaten Bantul. Kabupaten Bantul merupakan daerah yang sangat strategis karena memiliki banyak potensi serta jarak yang dekat dengan pusat perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis Kabupaten Bantul terletak pada 07º44'04" - 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Bantul merupakan wilayah daerah dataran yang terletak pada bagian tengah serta wilayah perbukitan pada wilayah bagian timur dan barat Kabupaten Bantul. Kabupaten Bantul berbatasan langsung dengan beberapa Kabupaten/Kota yang ada di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, diantaranya :

a. Sebelah Barat berbatasan langsung dengan Kabupaten Kulon Progo

b. Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman

c. Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia

d. Sebelah Timur berbatasan langsung dengan Samudera Hindia Kabupaten Gunung Kidul.

Secara Administratif Kabupaten Bantul terdiri dari 17 Kecamatan, 75 Desa dan 933 Pedukuhan. Desa-desa yang ada di Kabupaten Bantul dibagi menjadi desa pedesaan (rural area) dan desa perkotaan (urban area). Kecamatan dengan wilayah terluas yang ada di Kabupaten Bantul adalah Kecamatan Dlingo. Kecamatan Dlingo memiliki Luas wilayah sekitar 55,87 Km2. Sedangkan Kecamatan dengan jumlah desa dan pedukuhan terbanyak ada pada Kecamatan Imogiri yaitu 8 Desa dan 72 pedukuhan.

Berdasarkan Perda dan RDTRK tentang batas wilayah kota, terdapat pemisahan antara wilayah Desa Pedesaan dan Desa Perkotaan. Secara administratif jumlah desa termasuk Perkotaan sebanyak 41 Desa sedangkan Desa Pedesaan berjumlah 34 Desa.

(28)

LAPORAN AKHIR

Tabel 2. 1 Wilayah Administratif

No Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Dusun Luas (Km2)

1. Srandakan 2 43 18,32 2. Sanden 4 62 23,16 3. Kretek 5 52 26,77 4. Pundong 3 49 24,30 5. Bambanglipuro 3 45 22,70 6. Pandak 4 49 24,30 7. Pajangan 3 55 33,25 8. Bantul 5 50 21,95 9. Jetis 4 64 21,47 10. Imogiri 8 72 54,49 11. Dlingo 6 58 55,87 12. Banguntapan 8 57 28,48 13. Pleret 5 47 22,97 14. Piyungan 3 60 32,54 15. Sewon 4 63 27,16 16. Kasihan 4 53 32,38 17. Sedayu 4 54 34,36 Jumlah 75 933 504,47 Sumber : www.bantulkab.go.id

Dengan luas wilayah Kabupaten Bantul sebesar 504,47 Km2 (15,90% dari Luas wilayah Propinsi DIY) dengan topografi sebagai dataran rendah dan lebih dari setengahnya daerah perbukitan yang kurang subur, secara garis besar terdiri dari :

a. Bagian Barat, adalah daerah landai serta perbukitan yang membujur dari Utara ke Selatan seluas 89,86 km2 (17,73 % dari seluruh wilayah).

b. Bagian Tengah, adalah daerah datar dan landai merupakan daerah pertanian yang subur seluas 210.94 km2 (41,62 %).

c. Bagian Timur, adalah daerah yang landai, miring dan terjal yang keadaannya masih lebih baik dari daerah bagian Barat, seluas 206,05 km2 (40,65%).

d. Bagian Selatan, adalah sebenarnya merupakan bagian dari daerah bagian Tengah dengan keadaan alamnya yang berpasir dan sedikit berlaguna, terbentang di Pantai Selatan dari Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek.

2.1.2. Tata Guna Lahan

Untuk pemanfaatan lahan di Kabupaten Bantul secara umum dibagi menjadi 7 macam pemanfaatan yaitu sebagai berikut:

(29)

LAPORAN AKHIR

Tabel 2. 2 Tata Guna Lahan di Kabupaten Bantul

No. Jenis Luas

Ha % 1 Pemukiman 3.927,61 7,75 2 Sawah 15.879,40 31,33 3 Tegalan 6.625,67 13,07 4 Hutan 1.385 2,73 5 Kebun Campuran 16.599,84 32,75 6 Tanah Tandus 543 1,07 7 Lain-lain 5.724,48 11,30

Sumber : Bantul Dalam Angka, BPS, 2018

2.1.3. Hidrologi

Kabupaten Bantul dialiri 6 sungai yang mengalir sepanjang tahun dengan panjang 112,1 km, dengan sungai Opak yang paling panjang. Berikut merupakan sungai-sungai di Kabupaten Bantul beserta kecamatan yang dilaluinya yaitu:

Tabel 2. 3 Sungai di Kabupaten Bantul

No. Sungai Panjang (Km) Kecamatan yang Dilalui

1. Bedog 40,92 Kasihan, Pajangan, Sewon, Pandak

2. Winongo 22,76 Kasihan, Sewon, Bantul, Bambanglipuro, Kretek 3. Opak 33,67 Kretek, Pundong, Imogiri, Jetis, Pleret, Piyungan 4. Gajahwong 6,03 Banguntapan, Pleret

5. Code 8,73 Sewon, Jetis

Jumlah 112,11

Sumber : IKPLHD Bantul, 2017

2.1.4. Topografi

Secara topografis, Kabupaten Bantul terbagi menjadi daerah dataran yang terletak pada bagian tengah dan utara, daerah perbukitan yang terletak pada bagian timur dan barat serta daerah pantai yang terletak pada bagian selatan. Berdasarkan elevasi lahan daratan dari permukaan air laut ketinggian tempat atau elevasi dapat ditentukan, di mana permukaan air laut dianggap mempunyai elevasi 0 meter. Ketinggian tempat Kabupaten Bantul dibagi menjadi empat kelas dan hubungan kelas ketinggian dengan luas sebarannya secara spasial ditunjukkan pada Peta Ketinggian Tempat.

Kelas ketinggian tempat yang dimiliki Kabupaten Bantul dengan penyebaran paling luas adalah elevasi antara 25 100 meter (27.709 Ha atau 54,67%) yang terletak pada bagian utara, bagian tengah, dan bagian tenggara Kabupaten Bantul. Wilayah yang mempunyai elevasi rendah (elevasi <7 meter) seluas 3.228 Ha (6,37%) terdapat di Kecamatan Kretek, Kecamatan Sanden, dan Kecamatan Srandakan. Wilayah dengan elevasi rendah umumnya berbatasan dengan Samudera Indonesia. Untuk wilayah yang

(30)

LAPORAN AKHIR

mempunyai elevasi di atas 100 meter terdapat di sebagian Kecamatan Dlingo, Imogiri, Piyungan, dan Pajangan.

Ketinggian wilayah per kecamatan di Kabupaten Bantul dengan Kecamatan Srandakan dan Sanden merupakan daerah terendah di antara kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Bantul, yaitu berkisar dari 0 sampai 25 meter dari permukaan laut, mencakup areal seluas 4.161 Ha (8,2% dari seluruh luas kabupaten)

Tabel 2. 4 Ketinggian Wilayah Kabupaten Bantul

No Kecamatan Luas dan Ketinggian tempat (dpl) Luas (Ha)

0 - 7 m 7 - 25 m 25 -100 m 100 - 500 m 1. Srandakan 1.058 776 0 0 1.834 2. Sanden 1.246 1.081 0 0 2.327 3. Kretek 924 1.335 190 101 2.550 4. Pundong 0 1.938 239 199 2.376 5. Bambanglipuro 0 1.494 788 0 2.282 6. Pandak 0 1.312 1.117 0 2.429 7. Pajangan 0 221 2.646 452 3.319 8. Bantul 0 0 2.199 0 2.199 9. Jetis 0 0 2.549 11 2.560 10. Imogiri 0 0 815 4.819 5.634 11. Dlingo 0 0 2.154 475 2.629 12. Pleret 0 0 1.783 345 2.128 13. Piyungan 0 0 1.965 1.347 3.312 14. Banguntapan 0 0 2.676 0 2.676 15. Sewon 0 0 2.608 630 3.238 16. Kasihan 0 0 3.262 149 3.411 17. Sedayu 0 791 2.718 2.272 5.781 Jumlah 3.228 8.948 27.709 10.800 50.685 Sumber: https://www.bantulkab.go.id

2.1.5. Klimatografi

Berdasarkan data-data iklim yang ada, maka menurut metode Oldeman (Agro-Climatic Classification) membagi iklim menjadi 5 (lima), tipe iklim A, tipe iklim B, tipe iklim C, tipe iklim D dan tipe iklim E. Bulan basah didefinisikan sebagai bulan dengan curah hujan sekurang-kurangnya 200 mm. Bulan kering didefinisikan sebagai bulan dengan curah hujan kurang dari 100 mm.

Menurut data dari Dinas Sumber Daya Air di Kabupaten Bantul terdapat 12 titik Stasiun Pemantau curah hujan, yaitu Stasiun Pemantau Ringinharjo, Nyemengan, Gandok, Kotagede, Pundong, Barongan, Ngetak, Gedongan, Piyungan, Sedayu, Ngestiharjo dan Dlingo. Sepanjang Tahun 2014 curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yang tercatat di Stasiun Pemantau Gedongan, yaitu sebanyak 821 mm dengan jumlah hari hujan 21 hari.

(31)

LAPORAN AKHIR

2.1.6. Geologi

Secara garis besar satuan fisiografi Kabupaten Bantul sebagian besar berada pada dataran aluvial (Fluvio Volcanic Plain). Perbukitan di sisi barat dan timur dan fisiografi pantai. Adapun pembagian satuan fisiografi yang lebih rinci di Kabupaten Bantul adalah sebagai berikut:

Daerah di bagian Timur merupakan jalur perbukitan berlereng terjal dengan kemiringan lereng dominan curam (>70%) dan ketinggian mencapai 400 meter dari permukaan air laut. Daerah ini terbentuk oleh formasi Nglanggran dan Wonosari.

Daerah di bagian Selatan ditempati oleh gesik dan gumuk-gumuk pasir (fluviomarine)

dengan kemiringan lereng datar-landai. Daerah ini terbentuk oleh material lepas dengan ukuran pasir kerakal. Daerah di bagian tengah merupakan dataran aluvial (Fluvio

Volcanic Plain), yang dipengaruhi oleh Graben Bantul dan terendapi oleh material vulkanik dari endapan vulkanik Merapi. Daerah di bagian Barat merupakan perbukitan rendah dengan kemiringan lereng landai-curam dan ketinggian mencapai 150 meter dari permukaan air laut, daerah ini terbentuk oleh Formasi Sentolo.

2.1.7. Kondisi Tanah

Kabupaten Bantul mempunyai tujuh jenis tanah yaitu tanah Rendzina, Alluvial, Grumosol, Latosol, Mediteran, Regosol, dan Litosol. Jenis tanah Regosol merupakan jenis tanah yang dominan di wilayah Kabupaten Bantul. Jenis tanah ini tersebar pada Kecamatan Kasihan, Sewon, Banguntapan, Jetis, Bantul, dan Bambanglipuro. Tanah

Regosol adalah tanah yang berasal dari material gunung berapi, bertekstur (mempunyai butiran) kasar bercampur dengan pasir, dengan solum tebal dan memiliki tingkat kesuburan rendah. Tanah Litosol berasal dari batuan induk batu gamping, batu pasir, dan breksi/konglomerat, tersebar di Kecamatan Pajangan, Kasihan, dan Pandak. Tanah

Mediteran berasal dari batu gamping karang, batu gamping berlapis, dan batu pasir, tersebar di Kecamatan Dlingo dan sedikit di Sedayu. Tanah Latosol berasal dari batuan induk breksi, tersebar di Kecamatan Dlingo, Imogiri, Pundong, Kretek, Piyungan, dan Pleret. Tanah Grumosol berasal dari batuan induk batugamping berlapis, napal, dan tuff, terdapat di Kecamatan Sedayu, Pajangan, Kasihan, Pandak, Sanden, Bambanglipuro, dan Srandakan.

Jenis batuan yang terdapat di Kabupaten Bantul secara umum terdiri dari tiga jenis batuan yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan endapan. Berdasarkan sifat-sifat batuannya dapat diperinci menjadi tujuh formasi yaitu Formasi Yogyakarta (46%), Formasi Sentolo (18%), Formasi Sambipitu (3%), Formasi Semilir Nglanggran (24%),

(32)

LAPORAN AKHIR

Formasi Wonosari (8%), dan Gumuk Pasir (1%). Formasi adalah suatu susunan batuan yang mempunyai keseragaman ciri-ciri geologis yang nyata, baik terdiri dari satu macam jenis batuan, maupun perulangan dari dua jenis batuan atau lebih yang terletak di permukaan bumi atau di bawah permukaan.

Secara geologi menunjukkan kelompok-kelompok batuan berguna sebagai indikator terdapatnya suatu bahan tambang. Untuk mengetahui jumlah cadangan bahan galian dan prospek pengembangannya memerlukan penanganan lebih lanjut dari dinas/ instansi terkait. Jenis-jenis tanah di Kabupaten Bantul ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. 5 Kondisi Tanah

No Jenis Tanah Ha Luas %

1. Redzina 725 1.59 2. Alluvial 1.324 2.91 3. Grumosol 3.035 6.67 4. Latosol 5.964 13.12 5. Mediteranian 1.380 3.03 6. Regosol 24.792 54.52 7. Litosol 8.251 18.74 Jumlah 45.471 100.00 Sumber: https://bantulkab.go.id

2.1.8. Kondisi Demografis

Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul ada tahun 2019 menurut data Badan Pusat Statistik mencapai 995.264 jiwa, terdiri dari penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 493.087 jiwa atau sekitar 49,5%. Sementara itu penduduk dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 502.177 jiwa atau sekitar 50,5%. Secara lengkap jumlah penduduk di tiap kecamatan di Kabupaten Bantul sebagai berikut:

Tabel 2. 6 Kependudukan Kabupaten Bantul

No. Kecamatan Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan

1. Srandakan 31.218 0,17 2. Sanden 31.972 0,02 3. Kretek 30.863 003 4. Pundong 35.908 0,67 5. Bambanglipuro 41.880 0,62 6. Pandak 52.013 0,45 7. Bantul 64.365 1,08 8. Jetis 58.549 0,59 9. Imogiri 63.542 0,57 10. Dlingo 39.537 1,14 11. Pleret 48.170 1,41 12. Piyungan 52.333 1,24

(33)

LAPORAN AKHIR

No. Kecamatan Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan

13. Banguntapan 111.955 1,66 14. Sewon 99.807 1,32 15. Kasihan 103.527 1,32 16. Pajangan 36.040 1,62 17. Sedayu 47.646 1,26 Hasil Regristrasi 951.344 1,02 Hasil Proyeksi 1.018.402 1,16

Sumber : Bantul Dalam Angka, BPS, 2020

Dari tabel di atas diketahui bahwa kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar adalah kecamatan Banguntapan yaitu sekitar 111.955. jiwa, sementara itu kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah kecamatan Srandakan yaitu 31.218 jiwa. Dengan luas wilayah 506,85 km2, kepadatan penduduk Kabupaten Bantul tahun 2019 adalah 1.877 jiwa per km2 dan kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Banguntapan yakni 3931 jiwa per km2 sedangkan Kecamatan Dlingo memiliki kepadatan penduduk terendah yang dihuni rata-rata 708 jiwa per km2.

Tabel 2. 7 Kepadatan Penduduk

No Kecamatan Prosentase Penduduk Kepadatan Penduduk per km2

1 Srandakan 3,28 1704 2 Sanden 3,36 1380 3 Kretek 3,24 1153 4 Pundong 3,77 1516 5 Bambanglipuro 4,40 1845 6 Pandak 5,47 2140 7 Bantul 6,77 2932 8 Jetis 6,15 2393 9 Imogiri 6,68 1166 10 Dlingo 4,16 708 11 Pleret 5,06 2097 12 Piyungan 5,50 1608 13 Banguntapan 11,77 3931 14 Sewon 10,49 3675 15 Kasihan 10,88 3197 16 Pajangan 3,79 1084 17 Sedayu 5,01 1387 Hasil Regristrasi 100.00 1877 Hasil Proyeksi 2009

Sumber : Kabupaten Bantul dalam angka 2020

2.2. Kesehatan Masyarakat

Kesehatan merupakan bagian penting dari kesejahteraan masyarakat. Kesehatan juga merupakan kebutuhan dasar manusia, disamping sandang, pangan, dan papan.

(34)

LAPORAN AKHIR

Dengan berkembangnya pelayanan kesehatan saat ini, memahami etika kesehatan merupakan bagian dari kesejahteraan masyarakat.

Pemeliharaan kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan peningkatan kesehatan melalui pengorganisasian masyarakat untuk memperbaiki sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit menular, pendidikan kesehatan dan sebagainya (Winslow, 1920). Meskipun batasan kesehatan masyarakat

(public health) ini sudah dirumuskan oleh Winslow seabad yang lalu, namun sampai saai ini batasan tersebut masih relevan. Inti dari rumusan masalah ini adalah kesehatan masyarakat mempunyai dua aspek, yakni keilmuan (science) atau teori, dan seni (art)

atau aplikasinya.

Untuk merealisasikan hal itu, Pemerintah Kabupaten Bantul dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul telah membangun sarana dan prasarana dan melengkapinya dengan sumber daya manusia di bidang kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan masyarakat Kabupaten Bantul.

2.3. Profil Sungai Winongo

Sungai Winongo memiliki peran yang sangat penting bagi penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta terutama bagi penduduk yang tinggal di Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sungai ini dimanfaatkan sebagai sumber air minum, irigasi pertanian dan perikanan, selain itu juga dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat seperti tempat wisata.

Sungai Winongo membujur dari utara ke selatan bermuara di Sungai Opak, pada bagian hulu diapit oleh sungai Bedog dan Sungai Code, mempunyai panjang 23,49 km dan secara keseluruhan mempunyai DAS seluas 47,83 km2, sedangkan untuk Sub DAS Winongo di Kabupaten Bantul mempunyai luas 38 km2 dengan panjang sungai + 17 km. Di Kabupaten Bantul Sungai ini mempunyai hulu di Kecamatan kasihan, bermuara di Kecamatan kretek. Beberapa kecamatan yang dilewati Sungai winongo antara lain:

Tabel 2. 8 Kecamatan yang dilalui Sungai Winongo

Kecamatan Panjang Sungai (km) Desa

KASIHAN 3 Ngestiharjo Tirtonirmolo SEWON 4 Panggungharjo Pendowoharjo Timbulharjo BANTUL 2 Trigenggo Sabdodadi BAMBANGLIPURO 6 Sumbermulyo Mulyodadi Sidomulyo

(35)

LAPORAN AKHIR

Kecamatan Panjang Sungai (km) Desa

KRETEK 2 Donotirto

Sumber: BPS, 2018

Sumber : Bidang SDA DPUPKP Bantul

Gambar 2. 1 Daerah Alirann Sungai Winongo

Sub DAS Winongo di Kabupaten Bantul mempunyai kondisi topografi yang cukup beragam yaitu secara umum landai hingga miring. Kemiringan lahan Sub DAS Winongo sebesar 0-2%.

(36)

LAPORAN AKHIR

Gambar 2. 2 Peta Kemiringan Lereng Sungai Winongo di Kabupaten Bantul

Menurut data BPS Kabupaten Bantul jumlah luasan lahan sawah di kecamatan yang dilalui oleh Sungai Winongo seluas 4.747 ha, dengan rincian luasan yaitu Kecamatan Kasihan 563 ha, Kecamatan Sewon 1.167 ha, Kecamatan Bantul 1.002 ha, Kecamatan Bambanglipuro 1.129 ha dan Kecamatan Kretek seluas 886 ha.

(37)

LAPORAN AKHIR

BAB III

KAJIAN LAPANGAN

3.1. Tanggul Sungai

Tanggul disepanjang sungai adalah salah satu bangunan yang paling utama dan paling penting dalam usaha melindungi kehidupan dan harta benda masyarakat terhadap genangan-genangan yang disebabkan oleh banjir dan badai (gelombang pasang). Tanggul dibangun terutama dengan konstruksi urugan tanah, karena tanggul merupakan bangunan menerus yang sangat panjang serta membutuhkan bahan urugan yang volumenya sangat besar. Tanah dipilih sebagai bahan urug karena merupakan bahan yang sangat mudah penggarapannya dan setelah menjadi tanggul sangat mudah pula menyesuaikan diri dengan lapisan tanah pondasi yang mendukungnya serta mudah pula menyesuaikan dengan kemungkinan penurunanyang tidak rata, sehingga perbaikan yang disebabkan oleh penurunan tersebut mudah dikerjakan.

(38)

LAPORAN AKHIR

Gambar 3. 1 Kerusakan Tanggul Akibat Longsor Dan Sedimentasi

Terdapat longsoran tebing yang berdekatan dengan persawahan dan adanya sedimentasi yang cukup tinggi, sehingga perlu dilakukan pengerukan tebing dan perkuatan di bagian yang mengalami longsoran sehingga tanggul dapat berfungsi dengan baik.

Tanggul merupakan sebuah konstruksi yang dibuat untuk mencegah banjir di dataran yang dilindungi. Tanggul sepanjang sungai merupakan salah satu bangunan penting dalam upaya mitigasi bencana banjir. Bagaimanapun, tanggul juga mengungkung Alirann air sungai, menghasilkan Alirann yang lebih dan muka air lebih tinggi.

Terdapat 3 model tanggul yang umum di Sungai Winongo yaitu tanggul alami, tanggul permanen dan tanggul semi permanen. Tanggul alami merupakan tanggul yang terbuat dari tanah yang terjadi karena proses alami Alirann sungai, sedangkan tanggul permanen merupakan tanggul buatan yang biasanya dari pasangan batu kali maupun beton bertulang dan tanggul semi permanen merupakan tanggul yang biasanya terbuat dari bahan yang tidak tahan lama dan difungsikan untuk keadaan darurat apabila terjadi kerusakan pada tanggul permanen maupun alami seperti tanggul dari karung dan bronjong sementara.

(39)

LAPORAN AKHIR

3.2. Konservasi Dan Potensi Sempadan Sungai

3.2.1. Analisis Konservasi

Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan sumber daya air, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Kedua, DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah. Kegiatan yang dapat mendukung konservasi dan potensi sempadan sungai winongo sebagai berikut:

1. Konservasi Morfologi Sungai Dan Bangunan Sungai Secara Eko-Hidraulik

Pemeliharaan morfologi sungai merupakkonan kunci dari pemeliharaan sungai. Dengan kondisi morfologi yang utuh, komponen ekologi akan tumbuh dan komponen hidraulik mengikuti secara proporsional. Karena morfologi sungai sebenarnya merupakan hasil interaksi integral dari komponen hidraulik, ekologi, geografi dan geologi, dan lain sebagainya. Di samping interaksi dengan komponen ekologi dan hidraulik, lika-liku alur sungai terjadi sebagai respon sungai terjadi sebagai respon sungai menyesuaikan topografi lansekap yang dilaluinya. Dengan demikian morfologi sungai alamiah adalah satu-satunya morfologi yang cocok dengan geografi lansekap daerah yang dilaluinya, setelah beberapa dekade sungai akan kembali ke bentuk morfologinya semula menyesuaikan dengan morfologi lansekap aslinya.

(40)

LAPORAN AKHIR

2. Mempertahankan komponen sedimen transport sungai.

Erosi dan sedimentasi merupakan fonomena alamiah. Antara erosi dan sedimentasi atau antara agradasi dan degradasi sebenarnya secara makro selalu seimbang atau dalam proses menuju keseimbangannya. Erosi tebing di berbagai tempat sebenarnya merupakan upaya sungai menemukan stabilitasnya, demikian juga erosi dasar sungai. Dalam kurun waktu perubahan morfologi, antara erosi dasar sungai dengan agradasi di lokasi erosi tersebut kuantitasnya seimbang. Hal ini logis, karena jika tidak seimbang maka yang terjadi adalah perubahan morfologi yang sangat cepat dan

irreversible.

3. Mempertahankan vegetasi di bantaran sungai.

Vegetasi di bantaran sungai memiliki fungsi baik ditinjau secara ekologi maupun secara hidraulik. Secara hidraulik, vegetasi tebing sungai berfungsi untuk menjaga stablitas tebing sungai, baik dari gempuran arus air, dari mekanik hujan, dan dari peresapan air ke pori-pori rekahan tebing sungai. Ranting dan cabang serta daun-daun tumbuhan di pinggir sungai berperan sebagai komponen pemecah energi mekanik arus air maupun air hujan. Komponen vegetasi ini dapat meningkatkan turbulensi Alirann sehingga energi Alirann air dapat diredam. Vegetasi pinggir sungai dapat berfungsi sebagai pengarah arus dan pengarah Alirann sekunder memanjang sungai. Fungsi hidraulik yang lain adalah bahwa perakaran vegetasi merupakan komponen stabilitas tebing sungai sekaligus sebagai barrier untuk mengurangi erosi samping sungai, baik erosi akibat gerusan tebing maupun erosi dari Alirann permukaan di samping kanan dan kiri sungai. Fungsi ekologi vegetasi pinggir sungai adalah :

- Sebagai tempat hidup flora dan fauna sungai,

- Sebagai tempat penyelamatan diri fauna sungai ketika banjir,

- Sebagai komponen peneduh sungai sehingga membatasi perkembangan

tumbuhan air, menjaga suhu air relatif rendah dan stabil, mengurangi laju penguapan air,serta membatasi kehilangan kandungan oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO),

- Sebagai komponen penggembur sekaligus pengikat tanah tebing sungai, - Sebagai pengikat zat hara dalam tanah sehingga mengurangi kehilangan zat

hara tanah pinggir sungai akibat pencucian (leaching),

Sebagai pemasok bahan makanan bagi fauna berupa daun, buah, serta bagian tumbuhan yang telah tua dan jatuh ke perairan untuk kemudian

Gambar

Gambar 1. 1 Identifikasi Lebar Sempadan Sungai  a.  Lebar Sempadan Berdasarkan Aspek Konservasi
Tabel 1. 2 Lebar Sempadan Sungai Terkait Dengan Perlindungan Kualitas Air
Tabel 1. 4 Lebar Sempadan Sungai Terkait Memberikan Ruang Meandering Dan  Perlindungan Banjir
Gambar 1. 6 Penentuan tepi palung sungai di daerah rawan banjir dan urban  f.  Ruas sungai dengan tebing mudah runtuh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Praktik ketatanegaraan selama ini, keikutsertaan DPD hanya sampai kepada pembahasan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan

Perawatan mesin adalah semua kegiatan yang dibutuhkan untuk mempertahankan suatu mesin atau peralatan agar tetap dalam kondisi siap untuk beroperasi dan jika

Sebaliknya individu yang memiliki tingkat pe- ngetahuan tentang agama yang rendah akan melakukan perilaku seks bebas tanpa berpikir panjang terlebih dahulu sehingga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan invigorasi berpengaruh terhadap viabilitas jagung yang sudah mengalami deteriorasi yang ditunjukan oleh meningkatnya

Hasil penelitian diperoleh dari 32 sampel penelitian dengan menggunakan instrument penelitian berupa kuestioner untuk mengetahui persepsi mahasiswa fisioterapi terhadap

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung kuat tekan antara variasi tanah lempung, tanah lanau dan pasir sebagai bahan pembuatan batu bata.. Keywords

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Hasil Belajar Siswa Dengan Pola Interaksi Peer Group Tinggi Tanpa Menggunakan Model Pembelajaran quantum teaching 84.. Tabel

Peneliti sengaja memilih ketiga negara tersebut sebagai contoh karena ketika peneliti melakukan magang di Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia, peneliti mendapatkan