• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

2. Konservatisme Akuntansi

Konservatisme adalah prinsip dalam pelaporan keuangan yang dimaksudkan untuk mengakui dan mengukur aktiva dan laba dilakukan dengan penuh kehati-hatian oleh karena aktivitas ekonomi dan bisnis yang dilingkupi ketidak pastian. Implikasi dari penerapan prinsip ini adalah pemilihan metode akuntansi ditujukan pada metode yang melaporkan laba dan aktiva lebih rendah atau utang lebih tinggi. Praktik konservatisme bisa terjadi karena standar akuntansi yang berlaku di Indonesia memperbolehkan perusahaan untuk memilih salah satu metode akuntansi dari kumpulan metode yang diperbolehkan pada situasi yang sama. Misalnya, PSAK No.14 mengenai persediaan, PSAK No.17 mengenai akuntansi penyusutan dan PSAK No.20 mengenai biaya riset dan pengembangan. Akibat dari fleksibilitas dalam pemilihan metode akuntansi adalah terhadap angka-angka dalam laporan keuangan, baik laporan neraca maupun laba rugi. Di dalam

usaha untuk menghubungkan laba danreturnsekuritas, diasumsikan terdapat

hubungan antara revisi ekspektasi laba oleh pasar dan aliran kas. Perubahan harga dalam merespon satu rupiah laba yang dihasilkan adalah satu rupiah laba ditambah dengan nilai sekarang dari revisi ekspektasi laba masa depan.

persentensi laba, daya prediksi laba, pertumbuhan dan struktur modal (Arna Suryani, 2012).

Konservatisme merupakan salah satu prinsip yang digunakan dalam akuntansi. Konservatisme akuntansi menurut FASB adalah, reaksi bijaksana pada ketidakpastian yang mencoba untuk memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko yang ada dalam situasi bisnis memadai dipertimbangkan secara memadai (FASB, 2008).

Tokoh yang terkenal dengan teori tentang konservatisme, Watts (2003) mendefinisikan konservatisme sebagai perbedaan verifiabilitas yang diminta untuk pengakuan laba dibandingkan rugi. Watts juga menyatakan bahwa konservatisme akuntansi muncul dari insentif yang berkaitan dengan biaya kontrak, litigasi, pajak, dan politik yang bermanfaat bagi perusahaan untuk mengurangi biaya keagenan dan mengurangi pembayaran yang berlebihan kepada pihak-pihak seperti manajer, pemegang saham, pengadilan

dan pemerintah. Selain itu, konservatisme juga

menyebabkanunderstatement terhadap laba dalam periode kini yang dapat

mengarahkan pada overstatement terhadap laba pada periode-periode

berikutnya, sebagai akibat understatement terhadap biaya pada periode

tersebut.

Panman dan Zhang (2002) menjelaskan konservatisme akuntansi merupakan suatu pemilihan metode dan estimasi akuntansi yang menjaga nilai buku dari net assets relatif rendah. Mereka mencontohkan definisi

metode LIFO dalam menilai persediaan pada saat nilai persediaan meningkat adalah salah satu contoh penerapan akuntansi konservatisme. Metode LIFO dikatakan lebih konservatif karena metode ini mengakibatkan nilai persediaan

lebih rendah dibandingkan dengan FIFO danaverage cost methodpada saat

nilai persediaan mengalami peningkatan.

Konservatisme akuntansi tidak menjadi prinsip yang diatur dalam standar akuntansi internasional (IFRS). Hellman (2007) menyatakan bahwa jika dibandingkan dengan akuntansi konvensional, IFRS fokus pada pencatatan yang lebih relevan sehingga menyebabkan ketergantungan yang semakin tinggi terhadap estimasi dan berbagai judgement. Dalam hal ini, kebijakan yang ditetapkan IASB (International Accounting Standard Board) tersebut menyebabkan semakin berkurangnya penekanan atas penerapan akuntansi konservatif secara konsisten.

Secara tradisional, konservatisme dalam akuntansi dapat diterjemahkan melalui pernyataan “tidak mengantisipasi keuntungan, tetapi mengantisipasi semua kerugian” (Bliss, 1924 dalam Watts, 2003a).

Konservatisme dalam akuntansi ini mengimplikasikan adanya persyaratan verifikasi yang asimetris antara pengakuan laba dan rugi. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat perbedaan dalam verifikasi yang disyaratkan untuk pengakuan laba versus pengakuan rugi, maka semakin tinggi tingkat konservatisme akuntansinya (Watts, 2003a).

akhirnya akan menyebabkan laba yang cenderung konservatif. Beberapa metode dan estimasi akuntansi dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang menyebabkan akuntansi konservatif dalam pelaporan keuangan adalah

1) PSAK No. 1 (Revisi 1998) tidak mengatur ketentuan mengenai taksiran jumlah piutang yang tidak dapat ditagih dalam penyajian laporan keuangan, padahal terdapat beberapa cara estimasi kerugian piutang;

2) PSAK No. 13 mengenai akuntansi untuk investasi, menyatakan bahwa biaya dapat ditentukan berdasarkan FIFO, rata-rata tertimbang, atau LIFO. Nilai pasar dapat ditentukan berdasarkan portofolio agregat, dalam total atau menurut urutan kategori investasi, atau investasi individual, secara konsisten; 3) PSAK No. 14 memberikan kebijakan kepada manajemen untuk menghitung biaya persediaan dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP), rata-rata tertimbang, atau masuk terakhir keluar pertama (MTKP);

4) PSAK No. 16 mengijinkan manajemen untuk mengestimasi masa manfaat suatu aktiva tetap didasarkan pertimbangan yang berasal dari pengalaman perusahaan ketika menggunakan aktiva serupa. Standar ini memungkinkan perusahaan untuk mengubah masa manfaat aktiva yang digunakan;

5) PSAK No. 17 mengijinkan manajemen memilih metode penyusutan untuk mengalokasikan jumlah aktiva yang bisa disusutkan dengan suatu dasar sistematis sepanjang masa manfaatnya. Metode yang digunakan dipilih

konsisten digunakan dari periode ke periode kecualiterdapat perubahan dalam pola yang diharapkan atas manfaat ekonomis aktiva tersebut;

6) PSAK No. 19 meminta manajemen untuk memilih metode amortisasi garis lurus untukaktiva tidak berwujud, kecuali jika suatu perusahaan mempunyai metode lain yang lebih sesuai dengan kondisi perusahaan yang bersangkutan. Periode amortisasi harus dapat dievaluasi oleh perusahaan secara teratur untuk menentukan apakah peristiwa dan kondisi selanjutnya menuntut perubahan taksiran masa manfaat yang telah ditentukan. Pada umumnya masa manfaat suatu aktiva tidak berwujud tidak akan melebihi 20 tahun sejak tanggal aktiva siap digunakan.

Walaupun praktik akuntansi konservatif diperbolehkan tetapi praktik akuntansi konservatif tidaklah menganjurkan bahwa laporan keuangan haruslah secara sengaja disajikan terlalu rendah (understated). Pada saat diberikan bukti yang obyektif dan dapat diverifikasi tentang suatu transaksi yang material, prinsip pengukuran akuntansi harusdiikuti dan tidak ada upaya untuk secara sengaja menyajikan terlalu rendah (understated) suatu aktiva atau menyajikan terlalu tinggi (overstated) suatu kewajiban. Hanya jika terdapat ketidakpastian yang signifikan tentang nilai suatu transaksi saja barulah praktik akuntansi konservatif yang dipilih.

Laba yang berfluktuasi memiliki daya prediksi yang lebih rendah daripada laba yang lebih stabil untuk prediksi aliran kas masa depan. Sehingga laba perusahaan yang menerapkan prinsip akuntansi konservatif

akan memiliki daya prediksi yang lebih rendah dari pada laba perusahaan yang menerapkan prinsip akuntansi yang lebih optimis.

Prinsip akuntansi konservatif cenderung membuat laba lebih berfluktuasi (Zhang dan Panman, 2002). Laba yang berfluktuasi akan atau tidak persisten akan memiliki daya prediksi yang rendah. Penurunan daya prediksi laba dapat mengakibatkan informasi laba tahun berjalan menjadi kurang bermanfaat dalam memprediksi laba masa depan. Kemudian meningkatkan koefisien respons laba perusahaan.

a. Perlunya melakukan konservatisme pada beberapa perusahaan di Indonesia (ex. IFRS)

Seiring dengan globalisasi pasar keuangan internasional, konsep mengadopsi seperangkat pelaporan keuangan untuk mengembangkan laporan keuangan komparatif internasional telah menyebar luas. Penerapan IFRS ini adalah bentuk manifestasi atas keseragaman penyajian laporan keuangan secara global untuk meningkatkan keinformatifan dan komparasi dalam pelaporan keuangan.

Penggunaan konservatisme akuntansi ini juga didukung oleh teori sinyal, karena dorongan perusahaan untuk memberikan informasi karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar. Karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang nyata daripada pihak luar. Kurangnya informasi bagi pihak luar mengenai perusahaan dapat menyebabkan mereka melindungi diri dengan memberikan

mendukung hal ini karena dasar dari teori akuntansi positif yang pada propsisi bahwa manajer, pemegang saham, dan regulator (politisi) adalah rasional dan mereka berusaha untuk memaksimalkan utility mereka yang secara langsung terkait dengan kompensasi dan kemakmuran mereka (Watts. 2003)

Perbandingan Conceptual Framework Level 3 Recognition and Measurement Constraints antara Akuntansi Konvensional dan IFRS (Hellman, 2007).

Conventional Accounting: 1. Cost benefit 2. Materiality 3. Industry practices 4. Conservatism IFRS:

1. Balance between benefit and cost 2. Timeliness

3. Balance between qualitative characteristics

Kebutuhan akan konservatisme sering terkait dengan pelaporan yang dapat diandalkan atas peristiwa masa lalu, yang menyiratkan penekanan pada backward-looking, pengelolaan dan perilaku auditor. Seorang auditor tidaklah dituntut agar laporan keuangan menjadi terlalu konservatif. Tujuan standar akuntansi modern yang utama adalah berorientasi masa depan, yang bertujuan untuk membantu kepentingan investor dan pihak pengguna laporan keuangan lainnya dalam

dalam prinsip akuntansi di bawah Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS). Laporan keuangan berdasarkan IFRS harus bersifat dapat dimengerti, relevan, dapat diandalkan dan sebanding, tetapi tanpa bias konservatif. Hal ini juga tercermin dalam metode akuntansi yang ditetapkan oleh Standar Akuntansi Internasional (IASB).

Konservatisme didefinisikan sebagai 'kecenderungan akuntan untuk membutuhkan verifikasi pada tingkat yang lebih tinggi untuk keuntungan daripada kerugian. Definisi resmi Konservatisme dari FASB yakni 'reaksi kehati-hatian atas ketidakpastian untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian tersebut dan risiko yang melekat dipertimbangkan secara memadai.

Namun dalam penerapan aturan IFRS tertentu, prinsip akuntansi konservatisme masih dipertahankan pada berbagai area meskipun dalam standar pelaporan keuangan internasional (IFRS) menyiratkan bahwa prinsip konservatisme tidak lagi diterapkan. Ada beberapa contoh area yang prinsip konservatisme akuntansi kemungkinan masih dipertahankan, misalnya :

1. Kompensasi kerugian menyebabkan pengakuan piutang pajak tangguhan. Aset pajak tangguhan diakui untuk akumulasi rugi pajak belum dikompensasi apabila besar kemungkinan laba kena pajak masa depan akan memadai untuk dimanfaatkan dengan rugi pajak belum dikompensasi. Kriteria probabilitas (kemungkinan) merupakan kriteria kualitatif yang bersifat subjektif dimana dengan adanya kriteria subjective judgement ini terbuka peluang untuk menerapkan konservatisme.

2. Kapitalisasi biaya pengembangan. Salah satu syarat Aset tak berwujud yang timbul seperti biaya pengembangan (atau dari tahap pengembangan pada proyek internal) diakui apabila memenuhi bagaimana aset tak berwujud tersebut akan menghasilkan kemungkinan besar manfaat ekonomi masa depan. Dalam sebuah perusahaan memperbarui estimasi mengenai arus kas masa depan dari biaya pengembangan yang dikapitalisasinya, mungkin ada "efek sementara" konservatisme yang mengarah pada penciptaan cadangan tersembunyi yang kemudian dapat dibalik kembali (reversed).

Intinya, Prinsip "konservatisme" tetap ada dalam penerapan IFRS. Prinsip konservatisme berdasarkan IFRS diterapkan dalam cara konservatisme sementara (perubahan estimasi akuntansi yang sementara seperti understated aset bersih melalui penciptaan cadangan tersembunyi yang kemudian dapat dibalik) daripada cara konservatisme konsisten (penilaian aset bersih yang terlalu rendah). Hal ini berarti penekanan yang lebih rendah dari konservatisme yang konsisten pada implementasi IFRS digantikan oleh penekanan pada konservatisme sementara yang lebih besar.

Hal ini memiliki dampak bagi pengguna laporan keuangan karena efek penerapan prinsip konservatisme sementara (perkiraan akuntansi diubah) memiliki tingkat yang lebih kompleks pada pengukuran laba dibandingkan dengan aplikasi konservatisme konsisten. Ketika prinsip konservatisme diterapkan dalam cara sementara, perusahaan memperlakukan beberapa kegiatan secara konservatif (item-item yang tidak memenuhi persyaratan kriteria pengakuan atau probabilitas lain),

memenuhi persyaratan probabilitas dan kriteria pengakuan lainnya). Perlakuan prinsip akuntansi campuran ini juga akan memiliki dampak bagi pengguna laporan keuangan. (Hellman, Dr. Niclas, 2007.)

Dokumen terkait