• Tidak ada hasil yang ditemukan

Negara Kesejahteraan (Fal āḥ ) a.Pengertian Fal āḥ

Dalam dokumen BAB I DISERTASI BAHRIL D S (Halaman 48-53)

TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Lingkup Ekonomi Islam

C. Teori Islam Tentang Kesejahteraan (Falah) Dan Maslahah. 1.Negara Kesejahteraan dimasa Nabi dan Sahabat

2. Negara Kesejahteraan (Fal āḥ ) a.Pengertian Fal āḥ

Falāḥdalam konteks ekonomi diartikan sebagai kesejahteraan. Kesejahteraan adalah tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah sistem ekonomi.

Falāḥ berasal dari bahasa Arab dari kata kerja aflaḥ a-yufliḥu yang berarti kesuksesan, kemuliaan atau kemenangan. Dalam pengertian literal, falāḥ adalah kemuliaan dan kemenangan, yaitu kemuliaan dan kemenangan dalam hidup. Istilah falāḥ menurut Islam diambil dari kata-kata Alquran, yang sering dimaknai sebagai keberuntungan jangka panjang, dunia dan akhirat, sehingga tidak hanya memandang aspek material, namun justru lebih ditekankan kepada aspek spiritual. Dalam konteks dunia, falāḥ merupakan konsep yang multi dimensi. Ia memilikiimplikasi pada aspek perilaku individual/mikro maupun perilaku kolektif/mkro.”38

37

Ibid., h. 320.

38

33

Aspek mikro dan makro dari falāḥ menurut Akram Khan adalah :

“The Qur‟an terms it as falāḥ wich refers to spiritual, cultural, political, social and economic well-being in this world and God‟s grace and bounty in the hereafter. Because of its eternal nature, falāḥ relates to the life in the hereafter. But it is also applicable to conditions of survival, economic well-being and human dignity. At the micro level, it refers to a situation where an individual is gainfully employed, free from want, enjoys freedom, participates in the social and political life and has opportunities to grow spiritually and culturally. At the macro level, falāḥ means establishment of a society with clean environments, individual freedom and economic independence with opportunities for social and cultural advancement.”39

Dalam Lampiran IX diuraikan falāḥ meliputi keseluruhan aspek kehidupan manusia. Yang menjadi unsur dari falāḥ adalah, Kelangsungan Hidup; Kebebasan Berkeinginan dan; Kekuatan dan Harga Diri. Aspek Mikro dari kelangsungan hidup adalah biologis, ekonomi, sosial dan politik. Aspek makro adalah kesimbangan ekologi

dan lingkungan, pengelolaan sumber daya alam, penyediaan

kesempatan berusaha untuk semua penduduk, kebersamaan sosial, jati diri dan kemandirian.

Aspek mikro dari Kebebasan Berkeinginan adalah terbebas dari

kemiskinan dan kemandirian hidup. Aspek makronya adalah

penyediaan sumber daya untuk seluruh penduduk dan generasi yang akan datang. Aspek mikro dari unsur Kekuatan dan Harga Diri adalah harga diri, kemerdekaan, perlindungan terhadap hidup dan kehormatan. Sedangkan aspek makronya adalah kekuatan ekonomi dan kebebasan dari utang dan kekuatan militer.

b. Pengertian Negara Kesejahteraan

Negara Kesejahteraan atau yang populer dengan istilah Welfare State menjadi kecenderungan negara-negara untuk tujuan pemerintahan. Chaudhry menyatakan:

39

Muhammad Akram Khan, Economic Message of The Qur‟an. (Kuwait: Islamic Book Publishers, 1996), h. 10.

“Belumlah didefinisikan dengan pasti, sehingga program-program kesejahteraan hampir senantiasa berbeda dari satu negara ke negara lain dan dari satu tempat ke tempat lainnya. Meski demikian, yang umum dipahami orang mengenai istilah ini adalah bahwa sebuah negara yang pemerintahannya bertanggungjawab terhadap pemenuhan standar kehidupan minimal bagi setiap warganya. Istilah tersebut digunakan secara luas untuk memberikan sebuah masyarakat yang memiliki semua atau sebahagian ciri-ciri berikut ini. :

Pertama, penyediaan jaminan sosial bagi semua orang terhadap kecelakaan,sakit, pengangguran,usia lanjut dan cacat.

Kedua, keadilan sosial atau distribusi kekayaan dan pendapatan yang adil dan merata diantara semua warga negara dengan meminimalkan celah antara kelompok kaya dan kelompok miskin dengan menggunakan pajak dan pengeluaran pemerintah yang efektif.

Ketiga, penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan gratis atau sangat disubsidi (heavily-subsidised) oleh negara.

Keempat, dipertahankannya tingkat full-employment bagi angkatan kerja dengan menjadikan negara bertanggungjawab penuh atas tersedianya pekerjaan bagi mereka yang mampu bekerja.

Kelima, pemilikan publik atas fasilitas umum sehingga dapat diberikan kepada kelompok berpendapatan rendah dengan harga yang disubsidi

.”

40

“Program-program kesejahteraan sosial pada umumnya meliputi pemberian dana bantuan keluarga, hadiah pernikahan, potongan harga makanan, makanan murid sekolah, kredit ringan untuk perumahan, mobil dan peralatan rumah tangga, bantuan medis, dana bantuan untuk berlibur, liburan gratis, dana bantuan rekreasi dan skema kesejahteraan khusus untuk wanita dan anak-anak”.41

Islam menghendaki tidak hanya kesejahteraan ẓāhiriyah tapi juga kesejahteraan bāṭiniyah. Menghendaki tidak hanya keselamatan di dunia tapi juga di akhirat, sebagai firman-Nya dalam Surat Al- Baqarah ayat 201:

40

Muhammad Sharif, Chaudhry, Fundamental of Islamic Economic System,(terj.) Suherman Rosyidi: Sistim Ekonomi Islam, Prinsip Dasar, h. 303.

41

35

Artinya : “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka”42

Ayat ini menekankan pentingnya manusia mencapai dua kebahagiaan sekaligus, yaitu kebahagiaan didunia dan di akhirat.

Kebahagiaan di akhirat akan sulit dicapai kalau kehidupan di dunia tidak berada dalam kehidupan yang baik secara moril dan materil. Islam menghendaki adanya harmoni sosial yang meliputi segalanya.

Ayat-ayat Alquran dan Hadis-hadis Nabi Saw menjelaskan bahwa negara memikul kewajiban mensejahterakan warganya, memenuhi kebutuhan kaum fakir miskin, kebutuhan dasar manusia, memenuhi keadilan sosial dan menekankan hak-hak sosial atas harta individu. Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah yang berkaitan terutama tentang pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan konsep keadilan sosial. Tentang pemenuhan kebutuhan dasar manusia, Chaudhry menulis :“Kebutuhan hidup dasar atau kebutuhan hidup minimal di definisikan oleh ayat Alquran

Artinya : “Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya. (Q.S. Ṭāhā/20: 118-119)”43

Dan Hadis Nabi Muhammad Saw yang artinya: “Anak Adam tidak memiliki hak yang lebih baik daripada ia memiliki rumah

42

Ibn Kaṡīr al-Qursyi al-Baṣri, Tafsīr al-Qurān al-„Aẓīm, jilid I, h. 415. Ibid., h.31Ibid.,( dikutip juga oleh Muhammad Sharif, Chaudhry, Fundamental of Islamic Economic System,(terj.) Suherman Rosyidi: Sistim Ekonomi Islam, Prinsip Dasar, h. 303. h.31.

43

tempatnya tinggal, sepotong baju untuk melindungi auratnya, dan sepotong roti dan air.” (Tirmidzi)”44

Selanjutnya Chaudhry menulis :

“Jadi kebutuhan dasar manusia menurut Alquran dan Sunnah, adalah makanan, pakaian dan rumah.

Setiap orang yang hidup dalam negara Islam berhak mendapatkan kebutuhan dasarnya. Jika ia tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar itu baik untuk dirinya maupun untuk keluarganya karena menganggur, sakit, cacat, usia tua dan lainnya, maka negara Islam wajib mencukupi kebutuhan dasar yang dibutuhkannya itu. Jika negara tidak memiliki sumber yang cukup, maka negara harus menemukan cara untuk menolong warganya yang memerlukan itu.”45

Dalam kehidupan manusia sebagai sebuah komunitas (muslim) tidak boleh ada yang kelaparan (cukup makan), tidak boleh ada yang telanjang (cukup pakaian), tidak boleh ada yang dahaga (cukup memperoleh air) dan tidak boleh ada yang kepanasan (rumah untuk berlindungan dari cuaca).

Dalam surat An-Nahl ayat 80 Allah berfirman

Artinya :

“Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).”46 44

Muhammad Dawam, Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur‟an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 123.

45

Muhammad Sharif, Chaudhry, Fundamental of Islamic Economic System,(terj.) Suherman Rosyidi: Sistim Ekonomi Islam, Prinsip Dasar, h. 285.

46

Ibn Kaṡīr al-Qursyi al-Baṣri, Tafsīr al-Qurān al-„Aẓīm, jilid. IV, h. 507. (dikutip juga oleh Muhammad Sharif, Chaudhry, Fundamental of Islamic Economic System,(terj.) Suherman Rosyidi: Sistim Ekonomi Islam, Prinsip Dasar, h. 8.)

Dalam dokumen BAB I DISERTASI BAHRIL D S (Halaman 48-53)