• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

B. Konsumsi Rumah Tangga

3. Konsumsi Menurut Perspektif Ekonomi Islam

Islam melihat aktivitas ekonomi adalah salah satu cara untuk menciptakan maslahah menuju falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Motif berkonsumsi dalam Islam pada dasarnya adalah maslahah. Teori konsumsi lahir karena adanya teori permintaan akan barang dan jasa. Sedangkan permintaan akan barang dan jasa timbul karena adanya keinginan (Want) dan kebutuhan (Need) oleh konsumen rill maupun konsumen potensial. Dalam ekonomi konvensional motor penggerak kegiatan konsumsi adalah adanya keinginan. Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya konsumsi yang dilakukan oleh seorang muslim akan sangat erat hubungannya dengan etika dan norma dari konsumsi itu sendiri.

Menurut pendapat Nafqi setidaknya terdapat 6 (enam) aksioma pokok dalam konsumsi meliputi:48

a) Tauhid (Unit/Kesatuan). Aksioma ini mempunyai 2 kriteria yaitu yang pertama rabbaniyah gayah (tujuan), dan wijhah (sudut pandang). Kriteria yang pertama yaitu mencapai maqam RihoNya. Sehingga pengabdian terhadap Allah adalah cita-cita akhir. Kriteria kedua adalah rabbaniyah masdar (sumber hukum) dan manhaj (sistem) yang mana kriteria ini merupakan suatu sistem yang ditetapkan untuk

48 Sumar’in, Ekonomi Islam, Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Edisi Pertama, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 93.

mencapai sasaran yang pertama dengan sumber Al-Qur’an dan Al -Hadist.

b) Adil (Eqiulibrium/keadilan). Keadilan tidak dapat disamakan dengan keseimbangan. Keadilan berawal dari usaha memberikan hak kepada setiap individu yang berhak menerima sekaligus menjaga dan memelihara hak tersebut.

c) Kehendak yang bebas (Free Will) adalah bagaimana manusia menyadari bahwa adanya qadha dan qadar yang merupakan hukum sebab akibat dari kehendak Tuhan.

d) Amanah (Responsibility) kebebasan berkehendak tidak menjadikan manusia lepas dari tanggung jawab. Untuk itu, prinsip utama yang harus dipegang selanjutnya adalah menjaga amanah dan bertanggungjawab atas segala tindakan yang dilakukan.

e) Halal; Islam membatasi kebebasan dari berkehendak dengan hanya mengkonsumsi barang yang halal yang menunjukan nilai kebaikan, kesucian keindahan serta menimbulkan maslahah yang paling optimal. f) Sederhana; hal yang paling penting yang harus dijaga dalam berkonsumsi adalah menghindari sifat boros dan melampaui batas. Sehingga israf dilarang namun pelit juga dilarang dalam Islam.

Dalam ekonomi Islam, konsumsi harus disaring dan memenuhi beberapa prinsip. Mannan dalam Ahmad Muslim, menjelaskan bahwa konsumsi dikendalikan oleh 5 (lima) prinsip yaitu:49

1) Keadilan: mencari rezeki yang halal dan menjauhi yang dilarang oleh hukum,

2) Kebersihan: makanan harus yang baik dan cocok untuk dimakan yaitu tidak kotor dan menjijikkan,

3) Kesederhanaan: makanan dan minuman tidak boleh berlebihan, tetapi juga tidak boleh terlalu sedikit yang dapat mempengruhi kesehatan trubuh dan jiwa,

4) Kemurahan hati: Makan dan minum yang halal yang disediakan oleh Tuhan tidak ada bahaya dan dosa karena makan dan minum itu disediakan atas kemurahanNya, dan

5) Moralitas: Tujuan makan dan minum bukan hanya tujuan langsung, tapi tujuan akhirnya adalah untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spritual.

Agama Islam yang sangat sempurna ini telah memberikan tuntunan dan petunjuk kepada umatnya agar selalu bersikap sederhana dan melarang dari sikap boros dan berlebihan dalam konsumsi dan berpakaian.

Hal ini berdasarkan firman Allah ta‟ala dalam Surat Al-A‟Raf ayat 31:

49 Ahmad Muslim, “Peranan Konsumsi Dalam Perekonomian Indonesia dan Kaitannya Dengan Ekonomi Islam”. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial, Vol . 1, No. 2 (September 2011), h. 3.

                  

“Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.50

Dalam hadist Rasulullah SAW bersabda:

ْيِه اًّرَش ًءاَعِو ٌّيِهَدآ َ َلََه اَه ُلوُقَي َنهلَسَو ِهْيَلَع ُ هاللَّ ىهلَص ِ هاللَّ َلوُسَر َيْوِقُي ٌتاَوْيَقُل ِّيِهَد ْلْا ُةْسَح ٍيْطَت

ِسَفهٌلِل ٌثُلُثَو ِباَرهشلِل ٌثُلُثَو ِماَعهطلِل ٌثُلُثَف ُهُسْفًَ هيِهَد ْلْا ْتَثَلَغ ْىِإَف ُهَثْلُص

“Artinya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah anak Adam memenuhi tempat yang lebih buruk daripada perutnya, ukuran bagi (perut) anak Adam adalah beberapa suapan yang hanya dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika jiwanya menguasai dirinya, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum dan sepertiga untuk bernafas."51

Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang seringkali menahan rasa lapar dan dahaga. Bukan karena mereka tidak mampu untuk mengkonsumsinya, tetapi karena Allah SWT telah menetapkan bahwa jalan ini adalah jalan yang paling utama untuk ditempuh oleh Rasulullah dan para pengikutnya. Inilah yang dilakukan oleh Umar r.a dan Umar Bin Khattab r.a. padahal mereka mampu dan memiliki banyak makanan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aktivitas konsumsi dalam perspektif ekonomi Islam sesungguhnya tidak berbeda dari ekonomi konvensional. Titik perbedaan yang paling menonjol dalam teori konsumsi

50Departemen Agama R.I. Al-Qur’an Dan Terjemahannya. QS Al-A’raf (7): 31

51Tafsir, Hadist Ibnu Majah 3340, (On-Line), https://Tafsirq.Com/Hadits/Ibnu-Majah/3340 (diunduh 22 Maret 2018).

tersebut adalah tujuan pencapaian dari konsumsi itu sendiri. Islam melihat pada dasarnya perilaku konsumsi di bangun atas dasar dua hal, yaitu kebutuhan (hajat) dan kegunaan atau kepuasan (manfaat). Konsumsi dalam ekonomi Islam bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani melainkan mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kebahagiaan atau kesejahteraan dunia maupun akhirat (maslahah).

4. Hubungan Konsumsi Rumah Tangga Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Dalam aktivitas perekonomian suatu negara, konsumsi mempunyai peran penting di dalamnya serta mempuyai pengaruh yang sangat besar terhadap stabilitas perekonomian. Semakin tinggi tingkat konsumsi, semakin tinggi tingkat perubahan kegiatan ekonomi dan perubahan dalam pendapatan nasional suatu negara. Keputusan konsumsi rumah tangga dipengaruhi keseluruhan perilaku baik jangka pendek maupun jangka panjang. Keputusan konsumsi rumah tangga untuk jangka panjang adalah penting karena peranannya dalam pertumbuhan ekonomi. Sedangkan untuk analisa jangka pendek peranannya penting dalam menentukan permintaan agregat.

Secara makro (agregat) pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan maka semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini (current consumption) sangat dipengaruhi oleh

pendapatan disposebel. Menurut Keynes, ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung tingkat pendapatan. Artinya, tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi, walaupun tingkat pendapatan sama dengan nol atau yang disebut dengan konsumsi otonomus (autonomous consumption). Jika pendapatan meningkat, maka konsumsi juga meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposabel. Hubungan ini dapat dilukiskan dalam persamaan:52

C=C0 + bYd

Dimana: C = Konsumsi

C0 = Konsumsi otonomus

b = Marginal Propensity to Consume (MPC) Yd = Pendapatan disposabel

Sifat penting lainnya dari konsumsi rumah tangga adalah: hanya sebagian saja dari pendapatan yang mereka terima yang akan digunakan untuk pengeluaran konsumsi. Oleh Keynes perbandingan di antara pengeluaran konsumsi suatu tingkat pendapatan tertentu dengan pendapatan itu sendiri dinamakan kecondongan mengkonsumsi. Apabila kecondongan mengkonsumsi adalah tinggi, bagian dari pendapatan yang digunakan untuk mengkonsumsi adalah tinggi. Dengan sendirinya sebaliknya pula, apabila kecondongan mengkonsumsi adalah rendah, maka makin sedikit pendapatan yang akan digunakan untuk mengkonsumsi.

Kecondongan mengonsumsi yang rendah, menyebabkan jurang di antara produksi pada penggunaan tenaga kerja penuh dengan pengeluaran

52Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi) Edisi Ketiga, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,2008) , h. 258.

agregat yang sebenarnya menjadi bertambah lebar. Jurang yang lebih lebar ini menyulitkan suatu perekonomian untuk mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh.53

C.Investasi