• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Feminisme Posmodern

1.1 Konteks Masalah

Dalam realitas sosial sehari-hari masalah tentang ketidakadilan yang dialami oleh kaum perempuan selalu menarik untuk dibicarakan, karena hal ini menjadi fenomena di dalam kehidupan masyarakat maupun dalam bentuk pemberitaan di media. Seringkali posisi perempuan di media massa ditempatkan sebagai pelengkap dunia laki-laki dan keindahan perempuan dijadikan sebagai objek seksual di media massa.

Pornografi merupakan salah satu bentuk obyektivikasi perempuan di media massa. Pornografi adalah gambar-gambar pencabulan yang dapat diperoleh dalam bentuk foto dan gambar video (Bungin, 2003:154). Pornografi secara sengaja merendahkan harkat dan martabat perempuan. Penggambaran sebagian atau keseluruhan tubuh perempuan dalam tampilan yang tidak sopan, telah menempatkan perempuan hanya sebagai objek seksual. Kasus pelecehan seksual, perkosaan, dan kekerasan seksual lainnya dalam masyarakat ditengarai disebabkan oleh semakin maraknya pornografi, dan perempuan juga yang menjadi korban utama dalam peristiwa kejahatan seksual tersebut.

Persoalan lainnya adalah media massa yang selalu menempatkan perempuan dalam streotype bahwa perempuan itu harus selalu tampil cantik, menarik dan seksi untuk dapat memikat lawan jenisnya. Streotype itulah yang kemudian menjadi sumber eksploitasi dan pelecehan perempuan di media massa. Ditambah lagi dengan kecenderungan perempuan masa kini yang senang memamerkan keindahan tubuhnya.

Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat merepresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya, media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya (Sobur, 2004:88).

Visual-visual yang hadir disekitar kita baik berupa foto, lukisan dan lainnya, hampir selalu melibatkan penggambaran tubuh perempuan. Tubuh perempuan dieksploitasi dan dihadirkan berdasarkan konstruksi laki-laki. Tubuh perempuan dijadikan objek tatapan mata laki-laki, karena ditekankan adanya daya tarik perempuan secara fisik yang terlihat dari penampilannya. Mahatma Gandhi (2002:5) menuliskan di dalam bukunya, bahwa kaum perempuan adalah mitra kaum pria yang diciptakan dengan kemampuan-kemampuan mental yang setara. Kaum perempuan memiliki hak penuh untuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas kaum pria, dalam detail yang sekecil-kecilnya. Kaum perempuan juga memiliki hak atas kemerdekaan dan kebebasan yang sama seperti yang dimiliki kaum pria. Kaum perempuan berhak untuk memperoleh tempat tertinggi dalam ruang aktivitas yang dia lakukan, sebagaimana kaum pria dalam ruang aktivitasnya.

Namun, yang terjadi saat ini adalah reduksi peran perempuan di media massa yang bisa diamati dengan jelas. Di dalam media massa perempuan selalu digambarkan sebagai sosok yang harus selalu memperhatikan penampilan, bertanggung jawab mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mengurus anak dan suami dan sebagainya. Sementara untuk bidang lain yang didominasi oleh laki-laki seperti politik, olahraga, bisnis dan lain- lain, perempuan mendapat porsi yang sangat sedikit, bahkan seringkali absen dalam pemberitaan di media. Padahal dalam kenyatannya di kehidupan, tidak sedikit perempuan yang juga memiliki prestasi dan peranan penting di bidang-bidang tersebut.

El saadawi (2001:170) berpendapat bahwa perempuan dibuat menderita lebih dari siapapun dalam masyarakat. Tubuhnya harus ditelanjangi untuk menarik perhatian orang-orang dan membangkitkan hasrat seksual mereka melalui iklan-iklan, film-film dan sebagainya agar komoditas bisa terjual cepat di pasar. Seks harus ditanamkan dalam setiap lagu, tarian atau drama agar bisa dijual, dan sebanyak mungkin dibiasakan dalam permainan dimana perempuan menjadi budak dan tubuh telanjang meraka menjadi hadiah.

Berdasarkan histrologi media massa, erotisme merupakan kecenderungan media massa dalam pemberitaannya ketika media telah kehilangan idealisme, ketika media merasa tirasnya terancam, ketika media massa perlu bersaing dengan

sesama media, ketika media baru memposisikan dirinya di masyarakat dan ketika masyarakat mebutuhkan pemberitaan erotisme (Bungin, 2003:141).

Obyektivikasi tubuh perempuan telah menyebar luas di masyarakat dalam berbagai bentuk dan dapat diperoleh dengan mudahnya melalui berbagai jenis media, salah satunya media cetak. Media cetak terdiri dari berbagai jenis, seperti surat kabar, tabloid, majalah dan sebagainya. Ardianto (2004:113-114)

menjelaskan bahwa majalah merupakan salah satu jenis media massa yang memiliki spesifikasi dalam penyajian informasi maupun sasaran pembaca. Majalah memilki ciri seperti informasi yang lengkap, terperinci, dapat dibaca berulang-ulang gambar atau foto lebih banyak, cover atau sampul sebagai daya tarik, pesan iklan efektif mempengaruhi khalayak, unsur informasinya lebih bersifat menghibur dan memungkinkan pembaca untuk menyimpan informasi secara utuh.

Majalah adalah sekumpulan artikel atau kisah yang diterbitkan teratur secara berkala. Di dalam sebagian besar majalah terdapat ilustrasi, menampilkan beragam informasi, opini dan hiburan konsumsi massa. Beberapa majalah hanya bertujuan untuk menghibur para pembacanya dengan kisah fiksi, puisi, fotografi, kartun, atau artikel tentang siaran televisi atau bintang film, juga memberikan informasi dan panduan profesional kepada orang-orang yang bekerja di bidang-bidang tertentu (Danesi, 2010:89).

Majalah biasanya diterbitkan dwimingguan atau bulanan, majalah memiliki artikel mengenai topik populer yang ditujukan kepada masyarakat umum dan ditulis dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti oleh banyak orang. Segmentasi pembaca pada majalah biasanya dibedakan berdasarkan jenis kelamin, usia pekerjaan dan latar belakang sosial dan budaya juga dapat mempengaruhi seseorang dalam menetukan media yang akan dikonsumsi. Saat ini, pornografi semakin menjadi kecenderungan dalam pemberitaan di media massa karena memiliki daya tarik tersendiri di masyarakat.

Saat ini semakin banyak majalah pria dewasa yang mengeksploitasi perempuan sebagai objek erotisme pemberitaan mereka, seperti Playboy, Lipstick, Male Emporium, FHM Magazine, X-File, Popular dan lain-lain (Bungin, 2003:139-140). Dengan menggunakan pendekatan hiburan pelaku bisnis majalah

dewasa yang mungkin memiliki agenda tertentu dengan mudah dapat mengubah persepsi masyarakat tentang pornografi dan semakin mengaburkan batasan-batasan mengenai pornografi.

Majalah Popular merupakan salah satu majalah pria dewasa yang beredar luas di Indonesia dan memiliki banyak pembaca. Popular berasal dari Indonesia dan pertama kali diterbitkan pada tahun 1988 oleh PT Nitra Indrya Harsa. Majalah ini diterbitkan dalam Bahasa Indonesia (www.wikipedia.com). Majalah ini memberikan batasan usia kepada pembacanya yaitu untuk lelaki dewasa berusia 21 tahun keatas. Namun, melihat majalah ini dijual dengan bebas dan mudah untuk didapatkan maka sangat besar kesempatan untuk dibaca oleh seseorang yang belum berusia dewasa. Majalah yang terbit setiap satu bulan ini mengakui dirinya sebagai majalah pria dewasa nomor satu di Indonesia. Majalah Popular berusaha memodernisasi para pembacanya dengan memperkenalkan nilai-nilai baru seperti nilai pornografi dan seksual yang dibicarakan secara terbuka di masyarakat melalui pendekatan hiburan.

Rubrik-rubrik yang terdapat pada majalah Popular tidak seluruhnya mengekspos tubuh perempuan dan mengandung unsur pornografi, seperti majalah pria pada umumnya, majalah ini juga memberikan informasi yang bermanfaat dan diminati oleh pria seperti seperti informasi tentang musik, teknologi, otomotif, film dan sebagainya. Namun pemberitaan yang paling dominan adalah yang memuat perempuan sebagai objek.

Salah satu rubrik yang menampilkan tubuh perempuan sebagai objek dalam majalah ini adalah rubrik Exposure, yaitu rubrik yang berisi gambar atau foto perempuan dengan pakaian yang sangat minim dan pose-pose yang provokatif. Tanpa alasan yang jelas, perempuan dalam rubrik tersebut difoto dengan menggunakan pakaian yang sangat terbuka di lokasi yang tidak seharusnya pakaian minim tersebut digunakan sambil melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan penggunaan pakaian terbuka. Sebagai contoh, salah satu gambar dalam rubrik tersebut menampilkan perempuan yang mengenakan bikini sambil melakukan kegiatan rumah tangga seperti memasak dan mencuci piring di dapur. Hal tersebut tentu menimbulkan tanda tanya, apa yang ingin disampaikan dari gambar tersebut.

Segala sesuatu yang ditampilkan dalam rubrik Exposure ini tidak sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi norma kesopanan. Dengan alasan memberikan hiburan dan kesempatan lebih banyak untuk memilih bagi khalayak sebagai konsumen media, maka semakin banyak media yang kemudian mengeksploitasi tubuh perempuan dan menjadikannya sebagai ajang bisnis untuk mengeruk keuntungan besar tanpa memikirkan tanggung jawab moral dan sosial.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti merasa perlu untuk menganalisis hal tersebut. Menggunakan perangkat semiotika sebagai alat analisis, peneliti berusaha mengetahui bagaimana bentuk objektivikasi perempuan yang digambarkan dalam foto rubrik Exposure pada majalah Popular edisi Oktober 2011, serta mengungkap mitos apa yang hadir dibalik foto-foto tersebut. 1.2 Fokus Masalah

Fokus masalah yang ditarik oleh peneliti berdasarkan latar belakang masalah diatas adalah :

1. “Bagaimanakah objektivikasi perempuan yang terdapat dalam foto-foto

rubrik Exposure pada majalah Popular edisi Oktober 2011?”

2. “Apa mitos yang dapat digali dari pemaknaan atas tanda yang terdapat

dalam foto-foto rubrik Exposure pada majalah Popular Edisi Oktober 2011?”

Dokumen terkait