• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koperasi dan UMKM

Dalam dokumen PEMERINTAH KABUPATEN BREBES (Halaman 46-49)

Koperasi dan UMKM sebagai salah satu pilar perekonomian jumlahnya semakin meningkat dalam kurun waktu 10 tahun (1995 – 2004). Pada tahun 1995 Jumlah KUD sebanyak 26 buah dan koperasi primer sebanyak 87 buah. Pada tahun 2004 jumlah KUD tetap, jumlah koperasi primer menjadi 262 buah dan jumlah koperasi sekunder 3 buah. Jumlah koperasi aktif hingga tahun 2004 sebanyak 25 buah KUD dan 156 buah koperasi primer. Banyaknya koperasi yang tidak aktif tentu memerlukan penanganan melalui revitalisasi koperasi dan peningkatan kapasitas SDM pengelola koperasi. Sedangkan pada koperasi-koperasi yang aktif terus dibina agar volume usahanya dapat ditingkatkan secara berkelanjutan. Dalam rangka pemberdayaan UKM, telah dilakukan pembinaan baik dari sisi kemampuan sumber daya manusia UKM dalam manajemen usahanya, pembinaan permodalannya maupun perkuatan kelembagaannya. Sampai dengan tahun 2004 jumlah UKM yang dibina sebanyak 1.295 pengusaha dengan total penyerapan tenaga kerja sebanyak 2.075 orang tenaga kerja dan jumlah omset UKM tercapai sebanyak 43,7 milyar rupiah.

Hambatan dalam membangun UMKM diantaranya adalah masih rendahnya produktivitas, terbatasnya akses UMKM kepada sumberdaya produktif, masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi, tertinggalnya kinerja koperasi dan kurang baiknya citra koperasi, kurang kondusifnya iklim usaha. Rendahnya produktivitas disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM UMKM di bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, pemasaran dan rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Terbatasnya akses sumberdaya produktif terutama kepada permodalan, teknologi, informasi dan pasar. Permodalan yang diperoleh UMKM pada umumnya modal kerja bukan investasi sehingga UMKM sulit untuk meningkatkan kapasitas

RPJPD Kabupaten Brebes 2005 - 2025 37 produksinya. Kesulitan kredit investasi diantaranya disebabkan persyaratannya yang sulit dijangkau oleh UMKM.

Dari sisi kelembagaan dan organisasi banyak koperasi yang kinerjanya masih jauh dari yang diharapkan. Secara kuantitas, koperasi selalu bertambah setiap tahun tetapi jumlah koperasi yang tidak aktif juga semakin meningkat. Di sisi lain koperasi sebagai soko guru perekonomian rakyat kehilangan jati diri sebagai koperasi sejati yang otonom dan swadaya. Pemahaman yang kurang terhadap budaya ekonomi koperasi dan adanya segelintir orang yang menggunakan koperasi sebagai alat untuk memeproleh fasilitas menyebabkan banyaknya koperasi yang salah urus dan menyebabkan kinerja dan citra koperasi menjadi jelek di mata masyarakat dan dunia usaha sehingga kepercayaan kepada koperasi semakin berkurang. Manajemen koperasi juga belum mampu melakukan best practices koperasi dan sering tidak siap menghadapi persaingan usaha yang tidak sehat.

Oleh karena itu dalam 20 tahun kedepan agar UMKM bisa menjadi pilar perekonomian daerah yang dapat menyumbangkan pertumbuhan ekonomi yang produktif, penciptaan lapangan kerja, berdaya saing dan dapat meningkatkan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah maka diperlukan penguatan kelembagaan koperasi yang dikelola dengan good governance dan berwawasan gender, perluasan basis usaha dan pengembangan kewirausahaan berkeunggulan, pengembangan klaster UMKM, industrialisasi berbasis pertanian, penataan lembaga koperasi di tingkat mikro, meningkatkan gerakan kemandirian koperasi. 4. Ketenagakerjaan

Jumlah penduduk usia kerja 10 tahun keatas dalam kurun waktu tahun 1995-2004 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,03 persen per tahun. Jumlah penduduk usia 10 tahun keatas pada tahun 1995 adalah 1.135.728 orang dan pada tahun 2004 sebanyak 1.350.182 orang. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) selama kurun waktu 1995 – 2004 fluktuatif. Pada tahun 1995, TPAK sebesar 69,25 persen kemudian pada tahun 1999 mencapai angka tertinggi yaitu sebesar 70,54 persen dan pada tahun 2004 menurun menjadi sebesar 62 persen. Penduduk kelompok usia tersebut terdiri dari penduduk angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja yang bekerja seminggu yang lalu pada tahun 1995 adalah 768.196 orang (67,64 persen) dan pada tahun 2004 menjadi 779.456 orang (57,73 persen).

Angka pengangguran terbuka di Kabupaten Brebes pada tahun 1995-2004 berfluktuasi namun kecenderungannya meningkat. Sedangkan angka setengah pengangguran terbuka berkecenderungan menurun meskipun angkanya masih cukup tinggi. Angka pengangguran terbuka meningkat dari 2,33 persen pada tahun 1995 menjadi 7,46 persen, sedangkan angka

RPJPD Kabupaten Brebes 2005 - 2025 38 setengah pengangguran menurun dari 42,20 persen pada tahun 1995 menjadi 39,40 persen pada tahun 2004. Apabila dirinci menurut tingkat pendidikan, sebagian besar pengangguran terbuka berpendidikan tamatan SD dan tamatan SMP. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas dan daya saing sumberdaya manusia Kabupaten Brebes masih relatif rendah. Angka setengah pengangguran terutama di sektor pertanian karena jenis pekerjaan sebagian adalah buruh tani yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu.

Dilihat dari sisi ketersediaan lapangan kerja penduduk Kabupaten Brebes pada kurun waktu 1995 - 2004 proporsinya tidak mengalami banyak perubahan. Sektor pertanian masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran. Penyerapan tenaga kerja sector pertanian pada tahun 1995 adalah sebesar 47,92 persen dan pada tahun 2004 menjadi 55,43 persen. Sektor perdagangan, hotel dan restoran menyerap tenaga kerja 20,57 persen pada tahun 1995 dan meningkat menjadi 22,72 persen pada tahun 2004.

Penduduk usia produktif rata-rata pada periode 1995-2004 sebesar 62,17 persen sedangkan proporsi penduduk usia belum produktif (0-14 tahun) dan tidak produktif (>64 tahun) masing-masing sebesar 33,28 persen dan 4,55 persen. Dengan demikian angka beban tanggungan penduduk Kabupaten Brebes adalah sebesar 60,85 artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung 60,85 orang penduduk belum produktif dan tidak produktif.

Besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2004 untuk Kabupaten Brebes adalah sebesar Rp.390.000,- per bulan. Jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup minimum (KHM) sebesar Rp.500.250,- per bulan, maka upah minimum tersebut masih jauh dibawah standar kebutuhan hidup minimum. Kebutuhan hidup minimum di Kabupaten Brebes relatif lebih mahal dibandingkan Kabupaten/Kota di sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh akses memperoleh barang kebutuhan sehari-hari memerlukan biaya yang lebih tinggi yang antara lain disebabkan kondisi geografis wilayah yang luas, persebaran penduduk yang tidak merata sehingga biaya distribusi barang menjadi lebih mahal dan ditransmisikan kepada harga-harga barang sehingga secara umum harga barang-barang terutama barang-barang yang didatangkan dari luar Kabupaten menjadi lebih mahal dibandingkan di daerah lain.

Dalam 20 tahun kedepan penciptaan lapangan kerja harus dilakukan secara berkelanjutan sehingga angka pengangguran terbuka dapat ditekan menjadi sebesar 6 persen setiap tahunnya dan angka setengah pengangguran dapat diturunkan menjadi kurang dari 20 persen. Upaya ini harus didukung dengan meningkatkan ketrampilan tenaga kerja secara terus menerus melalui pelatihan kerja, tersedianya BLK yang kompeten, penyelenggaraan bursa

RPJPD Kabupaten Brebes 2005 - 2025 39 tenaga kerja, dan penanaman jiwa kewirausahaan sejak dini. Pengiriman tenaga kerja keluar negeri diarahkan kepada pengiriman tenaga terampil yang bekerja di sektor formal, pembinaan lembaga PJTKI daerah dan pemberian perlindungan hak-hak TKI.

Dalam dokumen PEMERINTAH KABUPATEN BREBES (Halaman 46-49)