• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korea Selatan Dan Resesi Global 2008

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 28-32)

Korea Selatan sekali lagi harus mengalami dampak dari krisis dunia, akhir tahun 2008 dan permulaan 2009 merupakan masa sulit bagi rakyat Korea Selatan. Nilai won mulai turun, perusahaan-perusahaan dinyatakan bangkrut, bank-bank mulai turun, rating kredit (penilaian kemampuan kredit) ditinjau ulang, dan terjadi PHK besar-besaran. Resesi ekonomi dunia ini dimulai dengan runtuhnya sistem perbankan di Amerika Serikat, hal ini lebih sulit diterima Korea Selatan kareana terjadi diperingatan ke-10 tahunya Korea Selatan bebas dari krisis IMF.

Myung Oak Kim (2013) mengutip peryataan seorang pakar ekonomi Korea Selatan Kim Jong-wook yang menyatakan :

Krisis tahun 2008 ini lebih serius dari tahun 1998. Pada krisis tahun 1998, akar masalahnya adalah jatuhnya nilai mata uang won.

Krisis 1998 tidak ada hubungannya dengan dasar perekonomian negara. Namun dalam krisis 2008 hampir seluruh negara di dunia mengalami kemunduran ekonomi karena permasalahan yang ada dalam dasar-dasar ekonomi perekonomian global (hlm. 69).

Beberapa bulan sebelum terjadinya krisis perekonomian Korea Selatan sendiri sedang dalam keadaan baik. Pertumbuhan GDP Korea Selatan relatif sehat, sekitar 5 persen. Neraca utang terhadap cadangan devisa mencapai 173 persen, bandingkan dengan November 1997 yang saat itu jumlahnya hanya 1,957 persen. Pemerintah memiliki $212 biliun simpanan mata uang asing, namun yang membuat Korea Selatan tidak aman adalah perekonomian negara Korea Selatan yang bergantung pada ekspor keluar negeri. Kondisi perekonomian di negara-negara pengimpor juga sama pentingnya dengan kondisi perekonomian dalam negeri.

Amerika Serikat dan Cina merupakan negara pengekspor terbesar di dunia, dan kedua negara tersebut berada dalam kondisi yang baruk dan hampir

commit to user

mengalami depresi ekonomi. Cepat atau lambat Korea Selatan pasti akan mengalami masalah yang sama.

Hal yang berbeda dalam mengatasi masalah krisis 2008 ini adalah para pengusaha tidak perlu meminjam pada pemerintah, namun pemerintah akan memberikan jaminan pada ekonominya. Pada bulan November 2008, pemerintah mencurahkan $120 biliun pada mata uang dan pasar finansial untuk mendukung won. Kemudian pada bulan Desember, Bank Korea, bank sentral negara melakukan penukaran sebanyak $30 biliun dengan U.S.Federal Reserve untuk membantu menstabilkan nilai won. Dana pemerintah lainnya yaitu sebesar $160 biliun akan digunakan pada akhir tahun 2010 untuk menopang perekonomian, menciptakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan likuiditass di pasar kredit. Semua tindakan pemerintah ini membuahkan peningkatan aktual GDP di perempat tahun 2009.

Menurut pejabat tinggi pemerintah yang membuat rancangan stimulus tersebut, Korea Selatan memiliki keengganan politik dalam menaikkan defisit anggarannya untuk memacu perekonomian. Pejabat tinggi pemerintah tersebut menyatakan bahwa utang nasional Korea Selatan saat itu berada 33 persen GDPnya, jauh dibawah negara-negara anggota OECD lainya, yaitu 75 persen. Dengan kata lain, rasio utang terhadap ekuitas cukup rendah untuk memungkinkan negara melakukan pinjaman tanpa merusak rating kreditnya (Myung Oak Kim & Sam Jaffe, 2013).

Ada banyak perbedaan lainnya antara krisis 2008 dan krisis 1997.

Salah satu perbedaan penting adalah bahwa negara sekarang memiliki jaringan pengaman sosial yang lebih kuat dan lebih fleksibel dibandingkan 10 tahun lalu. Pada tahun 1997 setiap peganguran dan keluarganya sangat bergantung pada anggota keluarga yang lainnya untuk bertahan hidup, sedangkan tahun 2008 pemerintah memiliki sistem tanggungan pengangguran yang memudahkan orang yang tidak memiliki pekerjaan untuk tetap bertahan hidup. Salah satu reaksi pertama pemerintah atas

commit to user

resesi global ini adalah dengan melonggarkan batasan untuk mengakses tunjangan pengangguran (unemployment benefits), dengan mengizinkan anggota keluarga untuk ambil bagian, bahkan walaupun keluarga tersebut masih memiliki sedikit tabungan uang.

Uang juga dikucurkan untuk program-program kesejahterahan sosial lainnya, termasuk program pelatihan kerja yang dinamakan Job Upgrading and Maturing Program (JUMP). Program ini ditargetkan untuk pekerja temporer yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan dengan memberikan para calon pekerja ketrampilan atau kemampuan khusus agar tetap bisa mendapat pekerjaan.

Metode baru yang diterapkan Korea Selatan untuk mengurangi angka pengangguran adalah job sharing (opsi kerja yang fleksibel dimana dua atau lebih pekerja berbagi dalam satu pekerjaan). Konsep ini telah dicoba di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, tapi di Korea Selatan konsep ini telah menjadi senjata utama untuk menekan pengeluaran perusahaan tanpa harus memecat pegawai. Pegawai diminta untuk mengambil cuti tanpa dibayar, sementara pegawai lain mengerjakan pekerjaannya. Begitu pula dengan para buruh, beberapa buruh akan berbagi pekerjaan dalam hari-hari yang berbeda dalam satu minggu, dan upah disesuaikan dengan jumlah jam kerjanya. Pemerintah mendukung program-program perusahaan seperti itu dengan menawarkan kredit pajak dan insentif keuangan lainnya bagi perusahaan yang memberikan pilihan job sharing kepada pekerjanya.

Poin penting lainya dari krisis 2008 adalah ada titik-titik terang dalam peta perkonomian negara. Pembuatan kapal misalnya, memiliki kontrak jangka panjang sehingga industri ini tidak terpengaruh oleh resesi.

Saham punlik industri pembuatan kapal malah meningkat 33 persen pada tahun 2008 naik 25 persen dibandingkan tahun 2007. Hal ini dikarenakan harga won yang menurun dan kemajuan teknologi yang belum dimiliki oleh para pesaing dalam industri ini. sebagai contoh, industri alat berat Hyundai salah satu pembuat kapal terbesar di Korea Selatan telah

commit to user

menggunakan sistem rancang modular, yang memungkinkan perancangan kapal baru dimuai ditempat yang sama sementara kapal sebelumnya diluncurkan. Sebelumnya para pekerja harus memindahkan semua peralatan dari tempat kerja pembuatan kapal dan memasang peralatan baru yang diperlukan untuk proyek selanjutnya, dan proses ini bisa memakan waktu berbulan-bulan. Sekarang, peralatan itu terus menerus diubah luar dan dalam sehingga mampu mengurangi lamanya proses pembuatan kapal sempai 20 persen (Myung Oak Kim & Sam Jaffe, 2013).

Namun itu semua tidak berarti Korea Selatan menjalani masa-masa yang mudah. Dipertengahan tahun 2008, para ahli memprediksikan perekonomian akan berkembang 5 persen pada tahun 2009. Dalam bulan Februari, perkiraan itu terbukti melenceng dan GDP Korea Selatan berkurang 4 persen (estimasi IMF) atau paling sedikit 2 persen. Hampir semua kemunduran ini disebabkan oleh turunnya ekspor secara drastis.

Pada bulan Januari 2009 saja ekspor Korea Selatan Turun 37 persen dibandingkan tahun 2008.

Ada beberapa alasan yang membuat keadaan Korea Selatan lebih baik dari negara maju lain antara lain turunnya nilai won. Mata uang ini kehilangan hampir 25 persen nilainya pada tahun 2008, dan menyebabkan negara mengalami banyak kerugian. Namun dipihak lain dengan turunya nilai won maka akan membuat ekspor Korea Selatan menjadi lebih kompetitif diluar negeri. Salah satu contohnya adalah pada bulan Januari 2009, Toyota untuk pertama kalinya dalam sejarah akan mulai membeli baja Korea Selatan. Sebelumnya Toyota hanya membeli baja buatan Jepang, namun karena selisih harga yang tinggi pada tahun 2009 membuat Toyota memutuskan kebanggaan nasionalnya.

Faktor lain yang akan memainkan peran penting dimassa depan adalah dugaan bahwa akan lebih sulit bagi Cina untuk mempertahankan rendahnya nilai yuan terhadap dollar. Pilitik dalam negeri Amerika Serikat dan iklim keuangan internasional menekan Beijing untuk menaikkan nilai mata uang yuan. Jika nilai yuan naik, sesedikit apapun, nilai ekspor Korea

commit to user

Selatan terhadap Cina akan menjadi lebih kompetitif. Meskipun produk Korea Selatan tidak akan bisa semurah Cina, hal ini karena rendahnya upah buruh di Cina. Perbedaan harga produk kedua negara adalah faktor penting dalam perilaku belanja konsumen, terutama dimasa kesulitan ekonomi. Myung Oak Kim (2013) mengutip peryataan Wakil direktur tim Strategi Promosi Dagang di Korea Trade Investment Promotion Agency, Yang Eun-young menyatakan :

Konsumen akan mencara produk dengan kualitas yang lebih baik dengan harga yang terjangkau, daripada membeli produk murah dengn resiko cepat rusak dan akhirnya harus membeli lagi. Produk Korea Selatan sekarang tidak lagi dikenal dunia sebagai barang termurah, melainkan dikenal dari kualitasnya. Dan hal tersebut, lebih dari segalanya, akan membuat Korea Selatan bangkit dari krisis 2008 ini lebih cepat dan lebih sedikit dampak negatif dibandingkan negar-negar yang lain (hlm. 73).

B. Hasil Pembangunan Ekonomi Korea Selatan

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 28-32)

Dokumen terkait