• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 56 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pembangunan Ekonomi Korea Selatan (1960-2012) 1. Masa Pemerintahan Presiden Park Chung Hee

Park Chung Hee merupakan presiden ke tiga Korea Selatan dan menjabat sejak tahun 1961 sampai 1979. Selama masa pemerintahannya Park banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan perekonomian yang mendorong Korea Selatan untuk mengembangkan industrialisasi yang menjadikan Korea Selatan sebagai salah satu Macan Asia dan menjadi negara maju seperti sekarang.

Dimasa pemerintahan Park Chung Hee kemajuan perekonomian Korea Selatan dicapai dengan menerapkan model pemerintahan militer yang dikenal dengan istilah administrative democracy (demokrasi administratif) sebuah kebijakan yang menekankan pada tujuan pembangunan negara yang terfokus dalam pemberantasan korupsi, menperkuat kemampuan mandiri masyarakat dan membangun keadilan sosial. Dalam pembangunan ekonominya Park lebih menitik beratkan pembangunan ekonomi dalam bidang industri dengan adanya intervensi negara yang kuat (Woronoff, 1983).

Menurut Park Chung Hee, “Guide capitalism (kapitalisme terpimpin) merupakan suatu sistem manajemen ekonomi yang dirancang untuk menciptakan perekonomian yang dapat memberikan pemerataan pendapatan dan bermanfaat untuk masyarakat” (Myung Oak Kim & Sam Jaffe, 2013:6). Park Chung Hee sangat menjunjung tinggi ide kesetaraan dalam pendistribusian dan persaingan bebas. Pemerintah memiliki peran dalam mengatur pengembangan program ekonomi nasional seperti mengawasi dan mengatur jalanya industri sehingga setiap masyarakat mempunyai peluang untuk berkompetisi secara bebas.

(2)

commit to user

Dalam menjalankan kebijakan ekonominya Park Chung Hee mendapat tantangan besar yaitu membangun sebuah sistem birokrasi baru yang berkiblat pada pendidikan Barat dan menganut sistem militer. Park merangkul sejumlah kalangan terpelajar dalam pengembangan program dan dalam waktu yang bersamaan Park juga melakukan pembersihan kabinet dengan memecat sebagian besar pejabat senior yang dianggap bermasalah. Pada tanggal 22 Juli 1961, pemerintahan Park mencetuskan program rencana pembangunan lima tahun. Tiga pakar ekonomi muda yaitu Kim Songbom, Chong Soyong, dan Paek Yongchan ditunjuk untuk merancang program tersebut Program rencana lima tahunan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Rencana Pembanguan Lima Tahun I (1962-1966)

Dalam Recana Pembangunan Lima Tahun I ini diberlakukan sistem ekonomi campuran yang dibatasi dengan konsep kapitalisme terpimpin. Didalam konsep ini diperkenalkan prinsip kebebasan berusaha dan berinisiatif, pemerintah secara langsung maupun tidak langsung memberi petunjuk pada kelompok atau institusi yang sedang menjalanka usaha. Park membangun hubungan pemerintah dan masyarakat bisnis seperti hubungan guru dan murid sesuai dengan ajaran Konfusianisme dengan memasukkan unsur militer (Kim, Hyung- A, 2004).

Adapun sasaran dasar rencana lima tahun Park yaitu :

1. Mengamankan sumber daya energi termasuk listrik dan batu bara.

2. Meningkatkan modal tambahan untuk perluasan dibidang sosial termasuk kereta api dan pelabuhan.

3. Pembangunan industri dasar, seperti semen, pupuk, dan pabrik baja.

4. Perluasan produksi pertanian.

5. Peningkatan neraca pembayaran luar negeri.

6. Promosi teknologi

(3)

commit to user

Agustus 1961 pemerintah melalui bank yang ditunjuk memberikan bantuan dana kepada media dan usaha kecil. Program alokasi kredit ini menunjukan perubahan signifikan dalam sektor industri. Pemerintahan Park juga mendapatkan suntikan dana dari luar negeri. Pemerintah mengatur usaha perencanaan jaminan bank yang sistematis dan terpadu untuk para pengusaha. Bantuan luar negeri mengalami peningkatan yang signifikan ketika pada tahun 1963 bank pemerintah mendapat bantuan 22 miliar won, bantuan ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 18,1 miliar won, besarnya bantuan luar negeri semakin melonjak hingga 70 miliar won pada tahun 1966.

Ditahun 1964 pemerintahan Park merubah kebijakan orientasi perekonomian dari Import-Subtitution-Industry menjadi Export- Oriented-Industry. Kebijakan ini diambil sebagai upaya untuk lebih mengenalkan produk-produk produksi Korea Selatan ke dunia Internasional. Produk yang pertama kali dipromosikan adalah barang- barang ringan (Lee, Yeon-ho, 1997).

b. Rencana Pembangunan Lima Tahun II (1967-1971)

Pada Rencana Pembangunan Lima Tahun II ini peran swasta semakin diperbesar dan peran pemerintah makin diperkecil. Dalam periode inilah terjadi transisi dari masyarakat tradisional ke masyarakat industri. Perubahan ini didukung dengan perubahan fokus mata pencaharian penduduk yang beralih dari sektor agraris ke sektor industri. Diperiode ini investasi rata-rata GNP naik dari 20 persen selama Rencana Pembangunan Lima Tahun I menjadi 30 persen pada Rencana Pembanguan Lima Tahun II.

Dalam kebijakan pembanguan Park Chung Hee ada salah satu karakteristik yang paling penting, yaitu memperkuat posisi Chaebol dalam pembanguan ekonomi Korea Selatan. Chaebol merupakan grub

(4)

commit to user

bisnis yang besar dibawah manajemen yang dikontrol oleh manajemen keluarga. Hal ini sangat dipengaruhi oleh ajaran konfusianisme yang diamut oleh bangsa Korea. Chaebol terbentuk kira-kira pada masa akhir kekuasaan Jepang di Korea. Aset yang dimiliki oleh Chaebol berawal dari aset perusahaan Jepang yang akan berkembang menjadi perusahaan besar di Korea setelah kekuasaan Jepang berakhir. Perusahaan- perusahaan Korea ini terbentuk pada akhir tahun 1940-an dan awal 1950-an, pada umumnya pemilik perusahaan ini memiliki hubungan yang erat dengan Syngman Rhee yaitu presiden Korea yang kedua (Kang, Myun-Hun, 1966).

Banyak perusahaan yang mendapat bantuan dari pemerintah dengan cara memberikan suap kepada penjabat-penjabat negara. Pada masa awal pemerintahan Park Chung Hee kurang lebih ada 51 Chaebol yang ditangkap dengan tuduhan melakukan suap kepada pemerintah dan menyita harta kekayaan mereka. Park juga menyadari bahwa pemerintah juga memerlukan bantuan dari para pengusaha untuk melakukan rencana pembangunan ekonomi Korea Selatan, untuk melancarkan program pembangunannya Park kemudian membebaskan para pemimpin Chaebol dengan syarat mereka menandatangai perjanjian yang menyatakan : “Saya akan menyumbangkan semua harta saya ketika pemerintah membutuhkan dana untuk pembangunan bangsa”. Pada kenyataannya sebagian besar Chaebol Korea diberikan pembebasan bersyarat dan kebebasan mereka tergantung pada kinerja bisnis dan kerjasama mereka dengan pemerintah (Lee, Byeong-Cheon, 2003).

c. Rencana Pembangunan Lima Tahun III (1972-1976)

Pada periode ini Pemerintahan Park mengeluarkan Konstitusi Yushin. Konstitusi Yushin dikeluarkan dengan pertimbangan untuk memperkokoh pemerintah untuk memimpin negara dengan otoriter dan lebih birokratis. Konstitusi Yushin membuka babak baru dalam kehidupan politik di Korea Selatan dan disusun guna mendukung

(5)

commit to user

perencanaan pengembangan Industri Berat dan Industri Kimia tahun 1973 (Helen Hughes, 1992). Melalui sistem ini presiden dipilih oleh Dewan Unifikasi Nasional yang dibentuk secara manipulatif dan khusus bertugas untuk memilih presiden. Presiden juga diberi wewenang untuk menunjuk 1/3 anggota DPR yang memungkinkan presiden untuk mengontrol lembaga legislatif secara langsung. Otoriterisme Park Chung Hee mendapat dukungan dari kalangan birokrasi, militer, dan polisi. Konstitusi ini diterapkan untuk menjaga stabilitas program rencana pembangunan lima tahun Park Chung Hee. Hasilnya pertumbuhan ekonomi terus meningkat hingga memasuki Rencana Pembangunan Lima Tahun IV.

d. Rencana Pembangunan Lima Tahun IV (1977-1981)

Perekonomian nasional Korea Selatan mengalami pergeseran dari industri ringan ke industri berat. Pergeseran ini menandakan bahwa perkembangan perindustrian di masa pemerintahan Park cukup pesat, karena industri ringan yang telah berhasil mampu menyokong usaha pemerintah untuk mengembangkan ke arah industri berat. Presentasi perkembangan industri ini adalah 51,4 persen dari seluruh industri di tahun 1978 dan menjadi 55,4 persen pada tahun 1980.

Selama periode tahun 1962 saampai 1966 tujuan utama dari pembangunan ekonomi yang dilakukan Park Chung Hee adalah untuk memastikan keefektifan distribusi sumber daya dan mencapai kemandirian ekonomi melalui industrialisasi yang dapat menggantikan barang-barang impor dan meningkatkan neraca pembayaran dengan masuknya mata uang asing. Dalam proses pembangunan ekonomi Korea Selatan pada masa pemerintahan Park Chung Hee terdapat beberapa fokus kebijakan yaitu :

a. Bekerja Sama dan Memperkuat Posisi Chaebol

Chaebol merupakan istilah untuk menyebut kelompok konglomerat di Korea Selatan. Park Chung Hee membangun

(6)

commit to user

hubungan antara komunitas bisnis dan pemerintah seperti hubungan guru dan murid dalam ajaran Konfusianisme dengan memasukkan unsur militer didalamnya. Chaebol adalah grub bisnis besar yang dikendalikan oleh satu manajemen yang dikontrol oleh sebuah keluarga. Dapat dikatakan bahwa chaebol memiliki sistem yang hampir mirip dengan Zaibatsu yang dikembangkan pada zaman Meiji di Jepang (Kang, Myung-hu, 1996). Pada Juli 1961, 13 Chaebol membentuk Komite Promosi untuk Rekonstruksi Ekonomi yang bernama Federasi Industri Korea (FKI). Tujuan dari FKI ialah melaksanakan program pengembangan industri dan membuat rencana yang terfokus dalam 6 industri penting yaitu : semen, sarat sintetis, perlistrikan, pupuk, kilang minyak, dan besi. Industri- industri tersebut dijalankan oleh tiga belas chaebol dengan pengawasan langsung dari pemerintah (Lee, Byeong-cheon, 2003).

b. Program Regulasi Kapital

Pada tanggal 18 Juli 1961 pemerintahan Park Chung Hee mengumumkan kebijakan ekonomi darurat. Kebijakan ini menorong investasi modal asing di Korea Selatan. Dalam kebijakan ini modal asing sangat berperan dalam perkembangan industri dalam negeri.

Pemerintah menyadari bahwa peraturan sebelumnya mengenai modal asing kurang mendukung rencana pembangunan ekonomi Korea Selatan (Lee, Byeong-cheon, 2003). Dalam aturan sebelumnya hanya warga negara asing yang memiliki hubungan diplomatik dengan Korea Selatan, dan warga negara Korea Selatan yang telah tinggal selama lebih dari 10 tahun di Korea Selatan yang bisa berinvestasi di Korea Selatan. Kebijakan lama juga menetapkan batas yang rendah bagi investor asing dan membatasi penarikan keuntungan investasi di Korea Selatan. Dengan adanya kebijakan baru dalam program regulasi kapital maka masalah yang membatasi investasi asing dapat terselesaikan.

(7)

commit to user

Dalam pelaksanaan kebijakan ini sebagian besar perusahaan swasta Korea Selatan kurang percaya diri untuk berinvestasi secara internasional. Pada tanggal 18 juli 1962 pemerintah Park mengumumkan Undang-Undang Pinjaman Luar Negeri untuk mengatasi masaaalah tersut. UU ini mengeluarkan sertifikat yang menjamin pembayaran untuk semua modal asing dan pinjaman bagi yang mengalami kekurangan modal ekuitas. Sistem ini melindungi setiap perusahaan Korea Selatan yang akan meminjam modal dari Asing, dengan proses perusahaan swasta Korea Selatan meminta persetujuan dari Dewan Perencanaan Ekonomi dan Dewan Legislatif Nasional untuk mendapatkan jaminan pembayaran pinjaman luar negeri, dan jika telah keluar jaminan resminya maka bank Korea mengelurkan jaminan kepada investor asing dan bank Pembangunan Korea mengeluarkan jaminan untuk bank Korea. Peminjam utama berkomitmen untuk membayar pinjaman dan mendapat dukungan dari bank Pembangunan Korea dan Bank Korea untuk melunasi pinjaman (Lee, Byeong-cheon, 2003).

c. Badan Perencanaan Ekonomi/ Economic Planing Board (EPB) Pemerintah Korea Selatan mengarahkan dan menciptakan kodisi-kondisi yang memungkinkan untuk terjadi investasi modal, produksi dan ekspor dalam proses pembangunan ekonominya. Salah satunya adalah dengan membentuk Badan Perencanaan Negara (EPB) pada bulan Juni 1962. EPB diketuai oleh Wakil Perdana Menteri yang bertanggung jawab dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Dalam program Repelita pertama dan kedua difokuskan untuk membangun industri Korea Selatan. Tadap ketiga untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan industri dan pertanian, dan tahap keempat berfokus pada pembangunan ekonomi yang mandiri dan pemerataan hasil pembangunan (Poppy S Winanti, 2003).

(8)

commit to user

Perencanaan, penentuan anggaran dan pelaksanaan rencana- rencara yang dilakukan oleh Kementrian Perdagangan dan Industri, Keuangan, Bangunan, Transportasi, Komunikasi, serta Pertanian dan Perikanan berada dibawah pengawasan EPB. EPB berkewajiban membuat rencana-rencana dan target-target dalam proses pembangunan ekonomi Korea. EPB bekerjasama dengan semua Dinas Kementrian Korea Selatan memiliki wewenang untuk mengubah pajak, tarif, subsidi, tarif keperluan-keperluan umum, mengontrol harga barang- barang tertentu, dan juga mengubah lisensi-lisensi impor, lisensi-lisensi investasi, penggunaan devisa, dan lisensi-lisensi pendirian usaha baru tanpa membutuhkan persetujuan Majelis Nasional (Poppy S Winanti, 2003).

EPB juga memiliki kekuasaan untuk menguasai bank-bank komersial Korea Selatan. Negara merupakan pemegang saham terbesar sehingga dapat menentukan kebijakan-kebijakan perbankan. EPB mempunyai peran ganda yaitu memelihara sekaligus menekan kaum chaebol nasional Korea Selatan. EPB mengorganisir informasi- informasi mengenai pasar internassional dan perubahan-perubahan dari laporan-laporan yang diserahkan perusahaan ekspor (Ririn, 2009).

Pada periode tahun 1975 melalui Menteri Perdagangan dan Industri Korea Selatan mendirikan perusahaan perdagangan umum (General Trading Companies/GTC). GTC yang pertama dibentuk adalah Samsung Trading Company pada bulan Mei 1975, dan berturut- turut melahirkan tiga belas GTC pada tahun 1976 yaitu Daewoo, Hanil, Kukje, Hyundai, Koryo, Sangyong, Bando, Hyongsung, Kumho, Samwha, Sunkyong, dan Yulsan. Aspek terpenting dari pembentukkan GTC ini ialah untuk melaksanakan kebijakan dasar ekspor Korea Selatan sebesar 51,3% (Ririn, 2009). Untuk mengimbangi kebijakan tersebut pemerintah Korea Selatan juga memberikan subsidi ekspor, misalnya dengan pengurangan pajak, penurunan tingkat suku bunga, dan fasilitas-fasilitas yang memudahkan bagi para pengusaha, hal ini

(9)

commit to user

dilakukan agar para pengusaha lebih rajin melaksanakan ekspor yang mendorong pertumbuhan ekonomi negara.

Pemerintah Korea Selatan menggunakan jaringan organisasinya untuk merangsang pertumbuhan ekspor yang cepat, yaitu dengan menerapkan sistem target ekspor dan penyelenggaraan promosi perdagangan nasional. Setiap bulan diadakan pertemuan yang melibatkan semua kalangan menteri dibidang ekonomi, para wakil asosiasi-asosiasi ekspor dan para pimpinan chaebol. Pertemuan ini digunakan untuk memantau perekambangan ekonomi yang telah direncanakan Korea Selatan, hasil dari kajian dalam pertemuan ini digunakan sebagai dasar penentuan pembuatan kebijakan-kebijakan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian Korea Selatan (Lee, Byeong-cheon, 2003).

d. Kebijakan Export-Oriented Industialization (EOI)

Pembangunan ekonomi Korea Selatan sudah dimulai pada abad ke-19 pada masa dinasti Yi (1860-1910) yang melakukan reformasi pertanian dan pembangunan sarana-sarana fisik kerajaan Korea pada masa itu. Pengembangan infrastruktur perekonomian kemudian dilanjutkan pada masa pemerintahaan Kolonial Jepang pada tahun 1910-1945 (Ririn, 2009). Korea Selatan diuntungkan dengan warisan penjajahan Jepang berupa sarana prasarana infrastruktur seperti jalan raya, rel kereta api, listrik, saluran irigasi, tenaga pendidik dalam industri dan manajemen, dan sejumlah pabrik yang mampu menyediakan suatu basis industri ringan meskipun dalam jumlah dan kekuatan yang terbatas. Dengan adanya modal tersebut Korea Selaran sudah cukup mampu untuk memulai menjalankan program-program industrialisasi subtitusi impornya.

Pembangunan ekonomi di Korea Selatan dimulai pada masa pemerintahan presiden pertama Korea Selatan Syngman Rhee. Dimasa pemerintahan Syngman Rhee ketergantungan terhadap bantuan luar

(10)

commit to user

negeri, terutama dari Amerika Serikat sangat ditunjang oleh doktrin antikomunisme, antipati terhadap Jepang dan patriotisme menjadi semakin tinggi. Pemerintahan Syngman Rhee membuat kebijakan berbasis pada substitusi impor. Secara bertahap industri tradisional Korea Selatan seperti industri tekstil, pengilingan tepung dan pabrik gula mulai tumbuh. Pada masa ini para chaebol mulai memperoleh modal, namun kebijakan ini tidak dapat berjalan lancar hal ini disebabkan oleh :

1. Ketika masa kekuasaan Amerika Serikat, Amerika Serikat melakukan pembaharuan struktur politik didaerah pedesaan dengan mengadakan program landform. Program landform membatasi hak petani dalam pemilikan tanah, yaitu hanyak diperbolehkan memiliki tiga hektar tanah dan tuan tanah yang memiliki lebih dari tiga hektar maka tanahnya akan diambil oleh negara dan diganti dengan kepemiliksn saham negara.

2. Industri subtitusi impor Korea Selatan berkembang dengan adanya dukungan proteksi dari pemerintah seperti bea masuk yang tinggi dan membatasi masuknya jumlah barang impor. Hal ini justru memperlambat jalannya industri karena Korea Selatan sangat membutuhkan bahan baku, dengan adanya kebijakan ini Korea Selatan terpaksa membeli bahan baku dengan harga yang tinggi.

Pada masa itu daya beli masyarakat Korea Selatan masih rendah.

3. Pada masa pemerintahan Syngman Rhee terjadi banyak praktek korupsi yang semakin memperparah keadaan ekonomi Korea Selatan.

Pada tahun 1960 pemerintahan Syngman Rhee ditumbangkan oleh gerakan mahasiswa, dan Korea Selatan beralih pada kepemimpinan Presiden Park Chung Hee. Pada masa pemerintahan Park Korea Selatan merubah sistem perekonomiannya dari berorientasi subtansi impor ke industri yang berorientasi ekspor. Perubahan sistem

(11)

commit to user

ini disebabkan karena adanya pengurangan bantuan dana dari Amerika Serikat dan perubahan ini diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Pemerintah berperan aktif untuk mengarahkan sektor swasta khususnya chaebol untuk mewujudkan agenda pembangunan yang disusun pemerintah berupa pengembangan industri manufaktur seperti elektronik, otomotif yang berfokus pada pengembangan mobil, dan semikonduktor (Dwitri, 1996).

Hasil dari perubahan kebijakan ini dapat dilihat mulai tahun 1962 yang menunjukkan angka ekspor Korea Selatan semakin meningkat. Perindustrian padat karya Korea Selatan menggunakan tenaga kerja yang murah, tetapi mampu menghasilkan yang mampu bersaing dipasar internasional. Pada periode tahun 1962-1967 ekspor dibidang barang dan jasa naik menjadi 28,2% dan semakin meningkat pada periode tahun 1967-1972 yang mencapai 30,2%. Perusahan- perusahaan tersebut memproduksi dan memasarkan produk dari semua bidang seperti makanan, mobil, pasta gigi, elektronik, kapal terbang, dan sebagainya. Selain memproduksi barang-barang orientasi ekspor perusahan Korea Selatan juga memproduksi produk untuk kebutuhan sehari-hari konsumen domestik Korea Selatan.

Peningkatan ekspor ini berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi Korea Selatan hingga mengalami pertumbuhan yang cepat.

Keberhasilan industri berorientasi ekspor ini memberikan manfaat pada perekonomian Korea Selatan. Korea Selatan mampu menghasilkan devisa untuk memperbaiki devisit neraca perdagangan akibat pemberlakuan industri subtitusi impor. Korea Selatan mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk mengurangi pengangguran.

Tingkat pengangguran di Korea Selatan memperlihatkan penurunan yang terus menerus dari 8% pada tahun 1963 menjadi 3,8% pada tahun 1979. Turunnya tingkat pengangguran juga diikuti dengan naiknya upah riil disektor pengolahan. Dengan kebijakan ini Korea Selatan mampu meningkatkan kemampuan dan ketrampilan teknologi kearah teknologi

(12)

commit to user

maju (Rhee, Yung-whee, 1984). Keberhasilan Korea Selatan ini ditunjang oleh perkembangan ekonomi dunia yang tengah mengalami lonjakan industri yang luar biasa sehingga Korea Selatan tidak mengalami kesulitan dalam memasarkan produk-produknya, ditambah dengan bantuan referensi untuk masuk ke dalam pasar domestik Amerika Serikat semakin memuluskan jalan Korea Selatan untuk meramaikan percaturan ekonomi dunia.

e. Kebijakan Heavy Chemical Industry (HCI)

Korea Selatan memasuki tahap pembangunan industri yang dikenal sebagai pemdalaman (deepening proces) pada pertengahan tahun 1970-an. Pada masa ini terjadi perubahan orientasi industri yaitu dari industri ringan ke industri berat. Pada tahun 1973 pemerintah memberikan prioritas pada perkembangan industri berat dan kimia, misalnya pembuatan kapal, industri permesinan, baja, mobil, dan petro kimia. Rencana pembangunan industri berat dan kimia merupakan usaha Korea Selatan dalam membuat kekuatan industrinya yang lebih mandiri. Rencana besar ini sangat didukung oleh presiden, Ministry of International Trade and Industry (MITI), sejumlah perusahaan besar nasional (chaebol), dan militer Korea Selatan (Ririn Darini, 2009).

para chaebol mendapat dana pinjaman tanpa bunga untuk mendirikan pabrik untuk kegiatan ekspor. Misalnya Hyundai diberikan tugas untuk membangun sektor otomotif. Daewoo diberikan wewenang untuk mengembangkan pembuatan perkakas mesin, membuat kapal dan mobil. Presiden Park memfokuskan pembangunan sejumlah industri dasar diantaranya industri baja, salah satunya adalah Pohang Steel Company (POSCO).

Dalam perjalanannya kebijakan ini mengalami hambatan seperti krisis minyak dan resesi perekonomian dunia, didalam negeri Korea Selatan terdapat lonjakan inflasi dan perkembangan ekspor Korea Selatan juga mulai terancam. Korea Selatan terbantu oleh sektor-sektor

(13)

commit to user

konstruksinya yang memperoleh peluang bisnis yang sangat besar terutama dengan berlangsungnya pembangunan ekonomi di negara- negara Timur Tengah yang kaya akan minyak. Kebanyakan industri di Korea Selatan memperoleh manfaat yang sangat besar dari proses alih teknologi dari Jepang yang mulai digalakkan kembali sejak pembukaan kembali hubungan diplomasi antara Korea Selatan dan Jepang (Poppy S Winanti, 2003).

f. Gerakan Saemaul Udong

Gerakan ini merupakan gerakan untuk mengembangkan dan memodernisasikan daerah pedesaan. Tujuan dari program ini adalah untuk mewujudkan gerakan desa baru (New Village Movement), dan kerja sama atau sifat gotong royong (Mutual Cooperation) dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Konsep ini diperkenalkan pada tahun 1971 ketika Korea Selatan sedang menghadapi permasalahan disparitas pedesaan-perkotaan akibat prioritas pembangunan yang selalu menekankan industrialisasi berorientasi ekspor. Keberhasilan pembanguan ekonomi Korea Selatan ternyata menimbulkan masalah-masalah sosial. Pada saat itu tingkat pertumbuhan sektor pertanian tertinggal jauh dari sektor industri.

Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi, gap antara pendapatan rumah tangga petani dengan pendapatan masyarakat kota semakin besar. Hal ini mengakibatkan eksodus pemuda desa kewilayah kota semakin tinggi, masyarakat desa yang meninggalkan desanya rata-rata tidak mempunyai kemampuan yang memadai dan menciptakan tekanan penduduk diwilayah-wilayah kota (Ririn Darini, 2009).

Untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antara desa dan kota, maka presiden Park mencanangkan Gerakan Masyarakat Baru dengan tujuan untuk pencerahkan rakyat pedesaan melalui “pendidikan masyarakat baru” untuk mengubah bentuk pandangan dan tingkah laku ikatan tradisional dan jeratan kemiskinan masyarakat desa, membantu

(14)

commit to user

mengembangkan kerajinan dan penghematan, semangat untuk kerja sama dan menolong diri sendiri, dan memodernisasikan masyarakat pedesaan.

Selain menangani ketidak seimbangan antara indstri perkotaan dengan pertanian pedesaan, konsep ini juga berupaya memperbesar saluran pembanguan sektor ekonomi pertanian pedesaan. Gerakan ini dimulai dengan menginventarisasi aset lokal yang jarang dimanfaatkan lalu diolah menjadi sesuatu yang dapat memperbaiki standar hidup masyarakat setempat, dan memperbesar keuntungan yang diperoleh warga. Esensi lain dari gerakan Saemaul Undong ini adalah wujud pembangunan dari bawah berdasarkan inisiatif dan partisipasi lokal.

Proyek ini diwujudkan melalui pebentukan koperasi warga setempat yang berpedoman pada inisiatif lokal, pemanfaatkan tenaga kerja serta material dan ketrampilan masyakat desa (Ririn Darini, 2009).

Program Saemaul udong dijalankan dalam tiga tahapan. Pada tahap pertama dilakukan berbagai perbaikan lingkungan hidup pedesaan terutama yang menyangkut fasilitas fisik. Tahap kedua yaitu memperbaiki infrastruktur dasar, dan tahap terakhir adalah memperluas kesempatan kerja dalam bidang pertanian dan non pertanian disamping menggarap aktivitas lain yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahterahan rakyat. Pada tahun 1973 pemerintah membuat Village Cooperative Scheme (VCS) dengan tujuan untuk memperluas cakupan wilayah proyek Saemaul Undong. Sebuah desa dapat membentuk kerja sama atau sebuah unit produksi bersama dengan desa tetangga. Proyek- proyek komunitas baru menghasilkan modernisasi perumahan masyarakat desa, pembangunan jalan-jalan dan saluran air, pembangunan sistem sanitasi, dan memberikan pengetahuan ilmu sains dan teknologi bagi masyarakat desa, industri di pedesaan, dan fasilitas pemasaran. Gerakan komunitas baru memberikan hasil-hasil yang menguntungkan bagi wilayah-wilayah pedesaan, juga wilayah-wilayah

(15)

commit to user

urban. Gerakan nasional ini merupakan cara untuk memelihara semangat kerja sama dan persatuan.

Sejak diperkenalkan pada masyarakat Korea Selatan, program Saemaul Undong pada tahun 1978 sudah mampu membangun 706 pabrik dikawasan pedesaan yang hampir seluruhnya mendapat insentif pemerintah berupa subsidi. Investasi pemerintah hanya sebagai pelengkap dalam kaitannya dengan organisasi dn mobilisasi sumber.

Tahun 1970-1979 pendapatan petani mengalami peningkatan sebesar 9,5 % per tahun. Gerakan Saemaul mampu menyerap tenaga kerja dan meningkatkan investasi di daerah pedesaan. Pada tahun 1960 an laju investasi sebesar 10% setelah diterapkannya gerakan Saemaul meningkat menjadi 20% (Ririn Darini, 2009).

2. Masa Pemerintahan Presiden Chun Doo Hwan

Dalam kebijakannya Presiden Chun Doo Hwan tidak langsung menghapuskan semua kebijakan yang sudah dibuat oleh presiden sebelumnya. Chun Doo Hwan melanjutkan program-program yang dianggap baik dan memperbaiki atau menghapus program yang tidak baik.

Pada awal pererintahannya Chun Doo Hwan harus menghadapi konflik antar tenaga kerja. Hal ini terjadi karena meskipun berbagai masalah ekonomi dalam Rencana Pengembangan Industri Berat dan Industri Kimia bisa ditangani namun pengikisan modal, meningkatnya konsentrasi dunia usaha serta diabaikannya perusahaan kecil dan menenggah yang menjadi tulang punggung sektor industri manufaktur ringan menyebabkan terjadinya konflik antar tenaga kerja, khususnya selama tahun 1979.

Pihak oposisi berupaya membentuk tujuan bersama dengan para pekerja yang tidak puas. Sistem politik pada masa pemerintahaan Chun Doo Hwan menunjukkan kesinambungan yang mendasar dengan masa pemerintahan Yushin. Diberbagai bidang kegiatan, khususnya dalam hubungan dengan pihak serikat buruh nasional rezim Chun lebih berorientasi pada aspek pengendalian daripada para pendahulunya.

(16)

commit to user

Undang-Undang tenaga kerja baru yang mulai diberlakukan pada bulan Desember 1980 berhasil mengurangi kekuatan pergerakan serikat buruh nasional Korea Selatan, dan anjlok secara tajam selama kurun waktu 1981 1984 (Helen Hughes, 1992).

Chun Doo Hwan semakin memperkokoh pusat pengambangan IPTEK Korea Selatan dengan memberikan dukungan penuh pada pengembangan Korea Institute of Science and Technology (KIST). KIST didirikan pada tahun 1971 oleh presiden Park Chung Hee dengan modal bantuan Amerika Serikat (Taeyoung Shin dan Hoagy Kim, 1994). Pada tahun 1971 KIST berhasil membantu produksi perangkat kalkulator berukuran segenggam tangan. Tahun selanjutnya, KIST memiliki andil yang besar dalam industri manufaktur televisi berwarna buatan dalam negeri. Hingga tahun 1989 KIST berhasil menyelesaikan 5600 proyek ilmiah, 3,375% diantaranya berhasil dikomersialisasikan. Sedangkan dalam rentang 1967-1989 KIST mendaftarkan kepemilikan properti hak kekayaan intelektual (HKI) industri sebanyak 830 buah, 91 diantaranya diregistrasi diluar negeri (Amir, 2012).

Lembaga riset pengembangan IPTEK Korea Selatan selanjutnya adalah Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST).

Tidak seperti KIST yang khusus mengerjakan proyek riset, KAIST merupakan Perguruan Tinggi Teknologi yang menekankan fungsi sebagai lembaga pendidikan dalam mencetak sarjana dan ahli sains/teknologi.

Belajar dari keberhasilan KIST dalam membantu industri mendapatkan modal strategis berupa pengetahuan teknik, pemerintah mendirikan berbagai lembaga riset (Amir, 2012). Sepanjang 1968 hingga 1980, Korea Selatan mendirikan 24 lembaga riset pemerintah/government research institutes (GRI), yaitu diantaranya adalah :

a. Korea Research Institute of Standards and Science (KRISS), berdiri pada tahun 1975 untuk membantu insdustri mempelajari dan menentukan standar proses, kaliberasi/presisi peralatan, keamanan penggunaan instrumen serta kualitas produk akhir.

(17)

commit to user

b. Korea Institute of Machinery and Metals (KIMM), didirikan pada tahun 1979 untuk membantu industri mekanika mendapatkan sevis pengujian/

evaluasi komponen dan material produksi serta pengembangan ilmu pengetahuan. KIMM mendukung Korea Selatan mengembangakan industri lokal untuk komoditas mesin dan rekayasa metal.

c. Electronics and Telecommunications Research Institute (ETRI).

Lembaga ini didirikan pada tahun 1985, hasil penggabungan dari Korea Electronics and Telecommunications Research Institute (KETRI), serta

Korea Telecommunications Research Institute (KTRI). Ketiganya berdiri pada 1976. Pendirian ETRI antara lain berkat dukungan daya riset ekonomik dari Korea Insitute for Industrial Economics and Trade (KIET). ETRI, atau ketiga elemen pendirinya, adalah salah satu komponen penting dalam membentuk agenda kompleks mengembangan sistem industri telekomunikasi modern Korea, yang mulai bergulir pada 1976 (Amir, 2012).

Pihak swasta memiliki peran yang cukup besar dalam perkembangan pengembangan IPTEK untuk industri Korea Selatan pada tahun 1967 hingga 1981. Diera tahun 1972 sampai 1976 angka konstribusi swasta mencapai hingga 82%, pada saat itu dana swasta sangat berperan karena pemerintah Korea Selatan masih memeliki sumber daya riset yang relatif kecil. Sumbangan swasta itu membuat pertumbuhan ekonomi Korea Selatan ditahun 1967 melesat tajam naik padahal masih berstatus sebagai negara miskin. Pada masa itu ilmuwan KIST dapat menerima dana riset sebesar 3 juta won. Jumlah tersebut 6000 kali lipat penghasilan rata-rata penduduk Korea Selatan pada tahun tersebut. Pada tahun 1967 KIST mampu mengerjakan 5 proyek riset yang menelan total dana dua ratus juta won (Amir, 2012).

Pemerintah Korea Selatan menghimbau pihak swasta untuk turut membangun unit litbangnya sendiri agar dapat berkolaborasi dengan GRI secara harmonis. Anjuran pemerintah ini disambut baik oleh swasta

(18)

commit to user

dengan membangun mencapai 604 lembaga unit riset insutri pada tahun 1988 dan berkembangn menjadi 705 lembaga pada tahun 1989. Tahun 1982 memiliki makna khusus bagi perkembangan modernisasi industri Korea Selatan, yaitu dimana bersarnya alokasi dana iptek pemerintah menjadi lebih kecil dibandingkan biaya riset swasta. Menyadari hal tersebut pemerintah kemudian mengganti dominasi tujuan dana penelitian untuk sektor industri, dan memilih topik riset beresiko tinggi yang membutuhkan kerjasama lintas bidang disiplin ilmu, sebagai proyek nasional. Contohnya adalah proyek industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dampak dari proyek tersebut adalah hingga sekarang Korea Selatan selalu unggul di komoditas TIK (Amir, 2012).

3. Masa Pemerintahan Presiden Kim Dae Jung

Dimasa pemerintahan Kim Dae Jung Korea Selatan mengambil tindakan-tindakan yang lebih kompreheresif. Kebijakan ekonomi Korea Selatan dilakukan dengan langkah penyesuaian yang lebih keras untuk mengatasi krisis Ekonomi yang terjadi mulai tahun 1997. Reformasi ekonomi tersebut mencakup restrukturasi sistem yang dipakai Chaebol, promosi fleksibilitas di pasar tenaga kerja, liberalisasi pasar domestik, dan daya tarik bagi investasi asing (Pelayanan Informasi Korea, 1999).

Restrukturisasi juga dilakukan pada bidang keuangan. Sebuah ekonomi modern berbasis pasar tidak akan edisien tanpa lembaga-lembaga keungan yang dinamis dan diawasi dengan baik. Untuk menunjang program tersebut didirikan Komisi Pengawas Keuangan (FSC) yang berfungsi sebagai sebuah mekanisme pengatur yang menetapkan praktek- praktek bank secara universal, FSC menciptakan sebuah peraturan dan pengawasan baru yang lebih berhati-hati dan penjadwalan untuk pelaksanaan reformassi. FSC memainkan peran penting dalam mempromosikan Korea Selatan karena mudah berubahnya pasar-pasar keuangan internasional. Dalam proses reformasi sektor keuangan, pemerintah telah menutup beberapa lembaga keuangan yang tidak dapat

(19)

commit to user

berjalan dengan baik. bank-bank yang massih dapat berjalan meneruskan dengan mengikuti tindakan-tindakan perbaikan yang dilakukan oleh FSC untuk memperbaiki kenerja mereka.

Restrukturisasi juga dilakukan untuk sektor keuangan non bank.

Langkah restrukturisasi ini antara lain dengan menghentikan dan mengambil alih empat perusahaan asuransi jiwa yang bangkrut. Dan sebanyak 79 badan keuangan non bank telah dihentikan atau izin mereka dicabut. Pemerintah juga memobilisasi sumber sumber fiskal sejumlah 64 trilliun Won (kurang lebih 50 milyar dolar AS) untuk mendukung lembaga-lembaga keuangan yang masih berjalan sehubungan dengan rekapitalisasi mereka dan menyelesaikan utang utang mereka. Lembaga lembaga keuangan juga mengintensifkan usaha-usaha rehabilitasi mereka sendiri, termasuk perampingan dan perangsangan investasi modal asing Restrukturisasi lain yang dilakukan di masa pemerintahan ini adalah di dalam sektor korporat. Sejumlah perusahaan yang tidak berjalan dipaksa untuk menghentikan operasi mereka sementara proses penyesuaian dengan bank bank pemberi kredit dimulai terhadap perusahaan perusahaan yang masih berjalan. Tindakan legislatif untuk memperkuat transparansi manajemen korporat, pelepasan jaminan jaminan pembayaran dan memperkuat pertanggung jawaban pengawasan pemegang saham dan manajemen juga diterapkan.

Restrukturisasi terhadap korporasi Chaebol difokuskan pada lima Chaebol terbesar di negeri ini. Restrukturisasi ini dilakukan karena peran chaebol sangat besar dalam pembangunan perekonomian Korea Selatan.

Restrukturisasi terhadap lima Chaebol terbesar ini antara lain mencakup pada rencana perbaikan struktural permodalan, termasuk likuidasi cabang- cabang yang tidak berjalan, peniadaan jaminan dan pengurangan eksposure bank yang besar. Dengan diambilnya keputusan ini mempersempit konglomerat untuk mengkhususkan diri pada tiga sampai lima sektor inti yang memungkinkan mereka berhasil berkompetisi secara global. Cabang-cabang chaebol juga dikurangi dari dua ratus enam puluh

(20)

commit to user

empat menjadi hanya seratus tiga puluh dengan masing masing chaebol memiliki rata-rata lima belas sampai dua puluh lima afiliasi saja.

Perampingan lima chaebol utama erat hubungannya dengan restrukturisasi tujuh target industri, termasuk semi konduktor, petrokimia, penerbangan, dan lok lok kereta api. Pihak perbankan juga turut mengawasi kemajuan reformasi lima chaebol utama ini. Bank Bank pemberi kredit dimasa ini telah mampu untuk mendesak Chaebol-chaebol menjual unit unit mereka yang tidak produktif. Mereka juga dapat menghentikan perluasan pinjaman pinjaman baru kepada afiliasi afiliasi mereka yang tidak dapat terus berjalan. Disamping restrukturisasi terhadap lima chaebol utama tadi, lebih dari dua ratus lembaga keuangan telah menandatangani “Persetujuan Restrukturisasi Korporat” untuk memudahkan “Program Program Percobaan” yang melibatkan cabang- cabang chaebol yang secara keuangan lemah tetapi masih dapat berjalan dan juga perusahaan perusahaan non chaebol. Perusahaan kecil dan menengah kemudian dapat mengambil keuntungan dari perluasan lingkup program ini karena dapat makin berkembang. Percobaan” yang melibatkan cabang-cabang chaebol yang secara keuangan lemah tetapi masih dapat berjalan dan juga perusahaan perusahaan non chaebol. Perusahaan kecil dan menengah kemudian dapat mengambil keuntungan dari perluasan lingkup program ini karena dapat makin berkembang.

Pada masa pemerintahan presiden Kim Dae Jung hubungan antara Korea Selatan dan Korea Utara mulai terlihat membaik yaitu dengan membangun kerja sama kemudahan aktifitas inter – Korea dari sektor industri kecil dan menengah untuk secara bebas mengadakan hubungan perdagangan atau kerjasama ekonomi, namun atas resiko sendiri, seperti yang dilakukan oleh perusahaan Hyundai melalui proyek turisme dan pariwisata ke Gunung Kumgang di Korea Utara.

(21)

commit to user 4. Korea Selatan Dan Krisis 1997

Tahun 1997 sampai dengan 1998 merupakan masa tersulit dalam proses pembangunan ekonomi Korea Selatan, sebab pada masa itu Korea Selatan harus mengalami Resesi, kemerosotan mata uang, dan histeria publik semakin memperlemah kondisi ekonomi Korea Selatan. Tahun 1997 merupakan tahun kejatuhan pasar Asia. Mulai dari Cina, Singapura, Indonesia, sampai Korea Selatan semua kondisi ekonomi di negara-negara tersebut hampir sama, yaitu dengan melambungnya harga tanah dan turunnya nilai mata uang masing-masing negara.

Thailand adalah negara yang pertama jatuh, hanya dengan melihat sekilas dasar ekonomi negara tersebut investor dapat mengetahui bahwa Thailand mencoba mempertahankan hubungan yang tak mungkin antara kurs mata uang Thailand dengan dollar. Akibat derasnya aliran modal asing ke Bangkok. Pemerintah harus membeli Thai baht di pasar terbuka untuk menjaga nilai tukarnya dengan dollar. Jika keseimbangan itu rusak dan nilai baht menguat terhadap dollar, maka industri ekspor akan hancur dan investor asing akan sangat tertarik untuk membeli perusahaan- perusahaan tersebut. Hal itu akan sangat merugikan perekonomian Thailand.

Pada tanggal 30 Juni 1997, Thailand menyerah pada serangan bertubi-tubi dari spekulator mata uang dan nilai baht terhadap dollar jatuh.

Pasar saham jatuh, begitu pula aset-aset lainnya. International Monetary Fund (IMF) kemudian masuk dan mengambil peran sebagai penjaga perdamaian moneter dan sebagai balasan akan kucuran dana yang diberikan oleh IMF, maka Thailand harus merestrukturisasi perekonomiannya secara besar-besaran.

Indonesia adalah negara berikutnya yang harus jatuh. Negara ini mengikuti pola yang sama dengan Thailand mulai dari bulan Juli hingga November 1997. Spekulator menyerang mata uang Indonesia yang menyebabkan kejatuhan ekonomi dan pasar uang Indonesia. Kejadian ini diperparah dengan ketidakstabilan politik dalam negeri, banyak aksi

(22)

commit to user

demonstrasi dan kekerasan yang memaksa pemerintah pada masa itu untuk mundur.

Satu negara yang relatif tidak terpengaruh adalah Korea Selatan.

Dasar perekonomian Korea Selatan jauh lebih sehat dibandingkan negara- negara Asia Tenggara tersebut. Korea Selatan memiliki rasio utang terhadap aset dalam posisi aman. Cadangan mata uang asing Korea Selatan berada ditingkat biliunan dollar. Tingkat pertumbuhan ekonomi masih cukup tinggi sedangkan tingkat inflasi terus ditekan. Namun hal tersebut tidak menjamin Korea Selatan akan bebas dari Krisis 1997, Myung Oak Kim (2013) menyatakan bahwa :

defisit rekening berjalan (current account) mulai terlalu besar.

Rekening berjalan adalah ekspor negara dikurangi impor negara.

Jika impor lebih besar daripada ekspor maka negara mengalami defisit rekening transaksi berjalan, yang akan menyebabkan kesulitan ekonomi dan mengacaukan nilai mata uang. Selama musim semi dan musim panas 2007 Korea Selatan mengalami kesulitan dalam meyakinkan para bangkir bahwa Korea Selatan aman untuk investasi asing. (hlm. 57)

Hal ini memberikan pengaruh langsung pada perekonomian Korea Selatan dengan menguatnya nilai yen terhadap won, setelah mengalami beberapa kali anjlok dalam tahun-tahun sebelumnya. Jepang merupakan eksportir terbesar Korea Selatan dalam industri Korea Selatan. Agar sirkulasi won tetap sehat, pemerintah terus menukarkan cadangan mata uang asingnya (sebagian besar dollar). Akibatnya jumlah cadangan uang asing di bank sentral yang digunakan sebagai senjata melawan serangan spekulatif terhadap won mulai menipis. Pada bulan Oktober 1997 para spekulator mulai menyerang dengan menjual won dalam jumlah besar.

Nilai won langsung anjlok, untuk mengatasi hal tersebut pemerintah membeli won di pasar terbuka menggunakan cadangan asingnya. Namun ternyata cadangan mata uang asing tersebut tidak cukup sehingga nilai won pun terjun bebas.

Pada tanggal 7 November, Korea Composite Stock Price Index (KOSPI) yaitu indeks saham utama di Seoul turun 4 pesen. Hal ini

(23)

commit to user

mengejutkan para pemain saham yang tak mengerti mengapa saham jatuh begitu banyak padahal seluruh indikator ekonomi relatig kuat. Hari berikutnya nilai saham di KOSPI kembali turun 7 persen. Enam belas hari berikutnya nilai saham di KOSPI kambali turun 7 persen dan akhirnya Korea Selatan menyerah pada krisis 1997.

Untuk mengatasi Krisis tersebut Korea Selatan menerapkan

“metode peminjaman uang”, hal ini sangat beresiko tinggi, namun tetap dilakukan karena pemerintah berpegangan pada perkembangan ekonomi Korea Selatan dalam tiga dekade metode inilah yang paling berpengaruh.

Sejak awal 1960 an tingkat perkembangan Korea Selatan berkisar antara 6 sampai 8 persen per tahun. Untuk mendukun memompa perkembangan itu, negara menggunakan sistem pinjaman berskala besar dengan bunga rendah dari perbankan untuk sektor industri. Bank dapat terus menyokong sistem ini karena adanya jaminan dari pemerintah.

Sebagian dari jaminan ini dibuat secara tertulis dan sebagian lagi hanya dengan pengertian yang diucapkan, namun pemerintah menggunakan jaminan pinjaman sebagai suatu metode untuk mengontrol industri manufaktur, melalui ikatan eratnya dengan insdustri perbankan.

Pada tahun-tahun sebelum krisis terjadi terutama tahun 1995 dan 1996, suku bunga naik sangat tinggi di Korea Selatan, sebagai bagian dari usaha pemerintah untuk mencegah aliran modal asing masuk ke dalam Korea Selatan. Saat itu Korea Selatan sedang dalam proses untuk bergabung dengan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yaitu suatu klub yang beranggotakan negara-negara maju di dunia. Hal ini merupakan suatu penghormatan bagi negara yang dulunya termasuk dalam negara miskin di dunia. Namun langkah Korea Selatan untuk menjadi anggota OECD tidaklah mulus karena ada persyaratan bahwa anggota dari OECD harus memberikan pelonggaran aturan aliran modal asing yang masuk dalam negaranya. Dengan kata lain pemerintah Korea Selatan harus mengizinkan uang asing massuk ke Korea Selatan dalam jumlah besar.

(24)

commit to user

Pemeritah besedia mengizinkan uang asing keluar masuk Korea Selatan namun tidak memberikan kebebasan penuh bagi investor asing untuk berinvestasi atau mencabut investasinya pada perusahaan Korea Selatan. Pemerintah lalu mengambil jalan tengah dengan mengeluarkan peraturan mengenai aliran modal asing jangka pendek akan dihapuskan namun, pada saat yang sama pemerintah juga akan menaikkan suku bunga jangka panjang agar bank-bank Korea Selatan masih bisa memberikan pinjaman jangka panjang pada perusahaan-perusahaan Korea Selatan, dan masih tetap mendapatkan keuntungan. Perusahaan Korea Selatan juga masih akan mendapatkan pinjaman dari pemerintah, yang nantinya dikembalikan dengan bungga tinggi. Sistem ini menjamin bahwa peminjaman uang pada perusahaan Korea Selatan ini akan tetap berada didalam yangan pemerintah Korea Selatan.

Sistem ini berjalan dengan baik pada beberapa tahun pertama, hanya sedikit bank asing yang campur tangan dalam proses peminjaman uang pada perusahaan Korea Selatan. Namun ada kesalahan fatal. Dengan adanya kelonggaran aturan keluar - masuknya uang asing, bank-bank Korea Selatan mulai meminjam uang asing tersebut. Pada tahun 1995, terjadi tren bank-bank Korea Selatan meminjam uang dari bank-bank pusat uang di Hongkong untuk pinjaman jangka pendek. Bank-bank tersebut kemudian membawa dollar pinjaman itu ke Korea Selatan dan meminjamkannya pada perusahaan Korea Selatan sebagai pinjaman jangka panjang. Bank Korea Selatan mendapatkan keuntungan besar dari perbedaaan bunga rendah pinjaman jangka pendek yang harus dibayar dan bunga tinggi pinjaman pendek yang didapatkan dari perusahaan peminjam.

Mulai akhir tahun 1997 bank-bank Korea Selatan mulai melonggarkan peraturan kredit dan menerima rating kredit lebih rendah agar perusahaan Korea Selatan semakin banyak yang meminjam uang. Hal seperti ini sangat beresiko besar, terbukti ketika Hongkong terkena imbas krisis pada tahun 1997 bank-bank Hongkong tiba-tiba menarik semua dollar yang dipinjamkannya pada bank-bank Korea Selatan. Bank-bank

(25)

commit to user

Korea Selatan harus melunasi semua pinjaman jangka panjangnya dengan dollar sehingga harus menguras cadangan dollarnya dan menjual semua aset yang dimiliki dalam bentuk won untuk ditukarkan dengan dollar. Hal ini lah yang akhirnya membuat Korea Selatan harus menyerah juga pada krisis keuangan 1997.

Untuk mengatasi krisis tersebut pemeritah Korea Selatan bekerja sama dengan IMF. IMF dengan cepat mengambil alih kebijakan ekonomi Korea Selatan dan menuntut untuk segera dilakukan “Revormasi”.

Revormasi tersebut adalah dengan pemberlakuan suku bunga tinggi oleh pemerintah. Korea Selatan, seperti tiga negara macan ekonomi Asia lainya yaitu Hongkonh, Taiwan, dan Singapura sejak dahulu memilih untuk pemberlakuan suku bunga rendah untuk memacu perkambangan ekonominya. Selama perusahaan bisa mendapatkan pinjaman dari dengan binga rendah hal itu akan memperbesar kapasitas dan mengembangkan operasi bisnis perusahaan Korea Selatan.

IMF mengangap inilah waktunya untuk mengubah peraturan suku bunga. Masalah pokok dari krisis moneter ini adalah hilangnya simpanan dollar negara dalam jumlah yang sangat banyak. Satu-satunya cara untuk menariknya kembali ke Korea Selatan adalah dengan menaikkan suku bunga secara drastis yang kemudian akan membalas jasa bank-bank asing atas kesediaannya memberikan pinjaman pada negara yang sedang berada dalam bencana keuangan.

Usulan IMF ini mendapat pementangan dari Perusahaan Korea Selatan, karena daripada harus meminjam uang dengan bunga hingga 40 persen, para pengusaha lebih memilih untuk tidak meminjam sama sekali.

Selain itu sebagian besar negara-negara Asia sedang berjuang memulihkan diri masing-masing dari krisis, jadi tidak banyak permintaan ekspor dari Korea Selatan pada pertengahan tahun 1998. Hal ini semakin menyakinkan para perusahaan Korea Selatan untuk tidak memperbanyak kapasitas produksi.

(26)

commit to user

IMF tetap pada pendiriannya dengan tetap meminta pemberlakuan suku bunga tinggi. Argumen IMF ini didasarkan pada pandangan terhadap krisis dilihat dari segi mata uang. Won harus dikembalikan pada nilai awalnya yang relatif tinggi sebelum krisis. Dengan menaikkan suku bunga maka kepercayaan masyarakat terhadap mata uang won akan kembali. Hal ini mengakibatkan perekonomian Korea Selatan semakin menurun dan terjadi resesi. Gross Domestic Product (GDP) Korea Selatan berkurang hingga 6,7 persen pada yahun 1998.

Bank, perusahaan manufaktur, dan perusahaan yang bergerak di sektor jasa mulai berjatuhan. Samsung misalnya, baru memasuki pasar otomotif dan menginvestasikan lebih dari $10 juta unytuk divisi Samsung Motor, namun kemudian harus menjual usahanya ke Renault dengan harga yang sangat murah untuk mempertahankan perusahaan induknya. Kia, perusahaan manufaktur mobil terbesar kedua di Korea Selatan harus bangkrut dan menjual perusahaannya pada Hyundai.

Perusahaan selanjutnya yang harus menyusul adalah Daewoo, pda saat itu Daewoo sedang bersaing dengan Samsung untuk meraih gelar chaebol terkaya di Korea Selatan. CEO Daewoo, Kim Woo-choong merespons krisis dengan memperbesar kapasitas produksi dan meminjam uang dengan jumlah yang tinggi untuk meraih saham publik dalam perusahaan Daewoo, termasuk otomotif dan peralatan rumah tangga. Kim Woo-choong waktu itu sangat percaya diri bahwa Daewoo terlalu besar untuk jatuh, selain itu percaya bahwa pemerintah Korea Selatan pasti akan turut campur tangan dan akan membayar semua utang Daewoo apabila Daewoo jatuh. Namun dengan adanya kesepakatan antara pemerintah Korea Selatan dan IMF, pemerintah tidak bisa menolong perusahaan yang bangkrut seberapapun esarnya perusahaan tersebut. Terlebih lagi CEO Daewoo adalah pendukung setia mantan presiden Kim Young-sam.

Setelah Kim Dae-jung memenangkan pemilu, pemerintah tidak memiliki banyak insentif untuk membantu perusahaan-perusahaan yang jatuh.

(27)

commit to user

Akhirnya setelah perjuangan Daewoo untuk bertahan pada musim panas tahun 1999 Daewoo dinyatakan bangkrut.

Setelah ahli ekonomi internasional datang Ke Korea Selatan dan melihat kerusakan yang diakibatkan suku bunga tinggi. IMF akhirnya mulai mundur. Pemimpin para ahli ekonomi tersebut adalah Joseph Stiglitz, yang pada saat itu menjabat sebagai kepala ekonomi Bank Dunia.

Setelah mengadakan kunjungan ke Korea Selatan pada tahun 1998, Myung Oak Kim (2013) menyatakan :

suku bunga yang begitu tinggi akan mematikan perekonomian negara. Bank Dunia tidak dapat melihat perbedaan penting kebudayaan antara Asia dan Barat. Suku bunga rendah merupakan bagian penting dari struktur perekonomian Asia dan adalah langkah yang keliru untuk memaksa mengubah model perbankan Asia menjadi model “Anglo Saxon”. (hlm. 67)

Kritik yang dilontarkan Stiglitz dan ekonom lainnya mengubah keadaan Korea Selatan. Pada musim gugur 1998, IMF berbalik arah dan menetapkan peraturan baru, suku bunga “normal”, dan mengizinkan bank untuk meminjamkan uang dengan bunga rendah. Perubahan itu berbuah cepat, dan pada tahun 1999 berubah menjadi tahun kemenangan, dengan angka pertumbuhan ekonomi Korea Selatan yang mencapai 10,9 persen.

Akhirnya krisis 1997 dapat ditangani dan berakhir.

Keluarnya Korea Selatan dari krisis tersebut didukung oleh kebijakan pemerintah Korea Selatan untuk melakukan revolusi dalam teknologi informasi. Tahun 1998, ekspor dibidang ini kurang dari $20 biliun. Pada tahun 2008 mampu naik mencapai $100 biliun. Sebagian besar teknologi informasi ini bukan hanya sekedar konstrukso peralatan atau pembuatan chip, namun juga barang-barang bernilai tambahan seperti software dan atau chipset generasi mendatang yang memerlukan kemampuan manufaktur tingkat tinggi.

Revolusi lainnya yang dilakukan Korea Selatan adalah dalam insdutri otomotif. Pabrik mobil Korea Selatan yang sebelumnya hanya terkenal murah, berubah menjadi suatu merk yang berkualitas tinggi.

(28)

commit to user

Fenomena yang sama berlaku pada industri lainya, mulai dari peralatan ruamh tangga sampai peralatan elektronik (Myung Oak Kim & Sam Jaffe, 2013).

5. Korea Selatan Dan Resesi Global 2008

Korea Selatan sekali lagi harus mengalami dampak dari krisis dunia, akhir tahun 2008 dan permulaan 2009 merupakan masa sulit bagi rakyat Korea Selatan. Nilai won mulai turun, perusahaan-perusahaan dinyatakan bangkrut, bank-bank mulai turun, rating kredit (penilaian kemampuan kredit) ditinjau ulang, dan terjadi PHK besar-besaran. Resesi ekonomi dunia ini dimulai dengan runtuhnya sistem perbankan di Amerika Serikat, hal ini lebih sulit diterima Korea Selatan kareana terjadi diperingatan ke-10 tahunya Korea Selatan bebas dari krisis IMF.

Myung Oak Kim (2013) mengutip peryataan seorang pakar ekonomi Korea Selatan Kim Jong-wook yang menyatakan :

Krisis tahun 2008 ini lebih serius dari tahun 1998. Pada krisis tahun 1998, akar masalahnya adalah jatuhnya nilai mata uang won.

Krisis 1998 tidak ada hubungannya dengan dasar perekonomian negara. Namun dalam krisis 2008 hampir seluruh negara di dunia mengalami kemunduran ekonomi karena permasalahan yang ada dalam dasar-dasar ekonomi perekonomian global (hlm. 69).

Beberapa bulan sebelum terjadinya krisis perekonomian Korea Selatan sendiri sedang dalam keadaan baik. Pertumbuhan GDP Korea Selatan relatif sehat, sekitar 5 persen. Neraca utang terhadap cadangan devisa mencapai 173 persen, bandingkan dengan November 1997 yang saat itu jumlahnya hanya 1,957 persen. Pemerintah memiliki $212 biliun simpanan mata uang asing, namun yang membuat Korea Selatan tidak aman adalah perekonomian negara Korea Selatan yang bergantung pada ekspor keluar negeri. Kondisi perekonomian di negara-negara pengimpor juga sama pentingnya dengan kondisi perekonomian dalam negeri.

Amerika Serikat dan Cina merupakan negara pengekspor terbesar di dunia, dan kedua negara tersebut berada dalam kondisi yang baruk dan hampir

(29)

commit to user

mengalami depresi ekonomi. Cepat atau lambat Korea Selatan pasti akan mengalami masalah yang sama.

Hal yang berbeda dalam mengatasi masalah krisis 2008 ini adalah para pengusaha tidak perlu meminjam pada pemerintah, namun pemerintah akan memberikan jaminan pada ekonominya. Pada bulan November 2008, pemerintah mencurahkan $120 biliun pada mata uang dan pasar finansial untuk mendukung won. Kemudian pada bulan Desember, Bank Korea, bank sentral negara melakukan penukaran sebanyak $30 biliun dengan U.S.Federal Reserve untuk membantu menstabilkan nilai won. Dana pemerintah lainnya yaitu sebesar $160 biliun akan digunakan pada akhir tahun 2010 untuk menopang perekonomian, menciptakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan likuiditass di pasar kredit. Semua tindakan pemerintah ini membuahkan peningkatan aktual GDP di perempat tahun 2009.

Menurut pejabat tinggi pemerintah yang membuat rancangan stimulus tersebut, Korea Selatan memiliki keengganan politik dalam menaikkan defisit anggarannya untuk memacu perekonomian. Pejabat tinggi pemerintah tersebut menyatakan bahwa utang nasional Korea Selatan saat itu berada 33 persen GDPnya, jauh dibawah negara-negara anggota OECD lainya, yaitu 75 persen. Dengan kata lain, rasio utang terhadap ekuitas cukup rendah untuk memungkinkan negara melakukan pinjaman tanpa merusak rating kreditnya (Myung Oak Kim & Sam Jaffe, 2013).

Ada banyak perbedaan lainnya antara krisis 2008 dan krisis 1997.

Salah satu perbedaan penting adalah bahwa negara sekarang memiliki jaringan pengaman sosial yang lebih kuat dan lebih fleksibel dibandingkan 10 tahun lalu. Pada tahun 1997 setiap peganguran dan keluarganya sangat bergantung pada anggota keluarga yang lainnya untuk bertahan hidup, sedangkan tahun 2008 pemerintah memiliki sistem tanggungan pengangguran yang memudahkan orang yang tidak memiliki pekerjaan untuk tetap bertahan hidup. Salah satu reaksi pertama pemerintah atas

(30)

commit to user

resesi global ini adalah dengan melonggarkan batasan untuk mengakses tunjangan pengangguran (unemployment benefits), dengan mengizinkan anggota keluarga untuk ambil bagian, bahkan walaupun keluarga tersebut masih memiliki sedikit tabungan uang.

Uang juga dikucurkan untuk program-program kesejahterahan sosial lainnya, termasuk program pelatihan kerja yang dinamakan Job Upgrading and Maturing Program (JUMP). Program ini ditargetkan untuk pekerja temporer yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan dengan memberikan para calon pekerja ketrampilan atau kemampuan khusus agar tetap bisa mendapat pekerjaan.

Metode baru yang diterapkan Korea Selatan untuk mengurangi angka pengangguran adalah job sharing (opsi kerja yang fleksibel dimana dua atau lebih pekerja berbagi dalam satu pekerjaan). Konsep ini telah dicoba di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, tapi di Korea Selatan konsep ini telah menjadi senjata utama untuk menekan pengeluaran perusahaan tanpa harus memecat pegawai. Pegawai diminta untuk mengambil cuti tanpa dibayar, sementara pegawai lain mengerjakan pekerjaannya. Begitu pula dengan para buruh, beberapa buruh akan berbagi pekerjaan dalam hari-hari yang berbeda dalam satu minggu, dan upah disesuaikan dengan jumlah jam kerjanya. Pemerintah mendukung program-program perusahaan seperti itu dengan menawarkan kredit pajak dan insentif keuangan lainnya bagi perusahaan yang memberikan pilihan job sharing kepada pekerjanya.

Poin penting lainya dari krisis 2008 adalah ada titik-titik terang dalam peta perkonomian negara. Pembuatan kapal misalnya, memiliki kontrak jangka panjang sehingga industri ini tidak terpengaruh oleh resesi.

Saham punlik industri pembuatan kapal malah meningkat 33 persen pada tahun 2008 naik 25 persen dibandingkan tahun 2007. Hal ini dikarenakan harga won yang menurun dan kemajuan teknologi yang belum dimiliki oleh para pesaing dalam industri ini. sebagai contoh, industri alat berat Hyundai salah satu pembuat kapal terbesar di Korea Selatan telah

(31)

commit to user

menggunakan sistem rancang modular, yang memungkinkan perancangan kapal baru dimuai ditempat yang sama sementara kapal sebelumnya diluncurkan. Sebelumnya para pekerja harus memindahkan semua peralatan dari tempat kerja pembuatan kapal dan memasang peralatan baru yang diperlukan untuk proyek selanjutnya, dan proses ini bisa memakan waktu berbulan-bulan. Sekarang, peralatan itu terus menerus diubah luar dan dalam sehingga mampu mengurangi lamanya proses pembuatan kapal sempai 20 persen (Myung Oak Kim & Sam Jaffe, 2013).

Namun itu semua tidak berarti Korea Selatan menjalani masa-masa yang mudah. Dipertengahan tahun 2008, para ahli memprediksikan perekonomian akan berkembang 5 persen pada tahun 2009. Dalam bulan Februari, perkiraan itu terbukti melenceng dan GDP Korea Selatan berkurang 4 persen (estimasi IMF) atau paling sedikit 2 persen. Hampir semua kemunduran ini disebabkan oleh turunnya ekspor secara drastis.

Pada bulan Januari 2009 saja ekspor Korea Selatan Turun 37 persen dibandingkan tahun 2008.

Ada beberapa alasan yang membuat keadaan Korea Selatan lebih baik dari negara maju lain antara lain turunnya nilai won. Mata uang ini kehilangan hampir 25 persen nilainya pada tahun 2008, dan menyebabkan negara mengalami banyak kerugian. Namun dipihak lain dengan turunya nilai won maka akan membuat ekspor Korea Selatan menjadi lebih kompetitif diluar negeri. Salah satu contohnya adalah pada bulan Januari 2009, Toyota untuk pertama kalinya dalam sejarah akan mulai membeli baja Korea Selatan. Sebelumnya Toyota hanya membeli baja buatan Jepang, namun karena selisih harga yang tinggi pada tahun 2009 membuat Toyota memutuskan kebanggaan nasionalnya.

Faktor lain yang akan memainkan peran penting dimassa depan adalah dugaan bahwa akan lebih sulit bagi Cina untuk mempertahankan rendahnya nilai yuan terhadap dollar. Pilitik dalam negeri Amerika Serikat dan iklim keuangan internasional menekan Beijing untuk menaikkan nilai mata uang yuan. Jika nilai yuan naik, sesedikit apapun, nilai ekspor Korea

(32)

commit to user

Selatan terhadap Cina akan menjadi lebih kompetitif. Meskipun produk Korea Selatan tidak akan bisa semurah Cina, hal ini karena rendahnya upah buruh di Cina. Perbedaan harga produk kedua negara adalah faktor penting dalam perilaku belanja konsumen, terutama dimasa kesulitan ekonomi. Myung Oak Kim (2013) mengutip peryataan Wakil direktur tim Strategi Promosi Dagang di Korea Trade Investment Promotion Agency, Yang Eun-young menyatakan :

Konsumen akan mencara produk dengan kualitas yang lebih baik dengan harga yang terjangkau, daripada membeli produk murah dengn resiko cepat rusak dan akhirnya harus membeli lagi. Produk Korea Selatan sekarang tidak lagi dikenal dunia sebagai barang termurah, melainkan dikenal dari kualitasnya. Dan hal tersebut, lebih dari segalanya, akan membuat Korea Selatan bangkit dari krisis 2008 ini lebih cepat dan lebih sedikit dampak negatif dibandingkan negar-negar yang lain (hlm. 73).

B. Hasil Pembangunan Ekonomi Korea Selatan 1. Industri Baja Korea Selatan

Industri baja Korea Selatan dirintis mulai tahun 1969 pada masa pemerintahan presiden Park Chung Hee. Pada tahun 1973 presiden Park mengubah kota Pohang dipesisir timur Korea Selatan yang dahulunya adalah daerah pertanian dan perikanan menjadi pusat industri sepanjang dua mil. Pabrik tersebut diberi nama Pohang Iron and Steel Company yang lebih dikenal dengan mana POSCO.

Kesuksesan POSCO dan perusahaan baja Korea Selatan lainnya adalah tonggak kuat kebangkitan negara dalam industri pembuatan mobil.

Sejak awal masa pemerintahannya yang berlangsung selama 16 tahun, presiden Park memutuskan untuk membangun perusahaan baja yang terintegrasi.

Kesuksesan POSCO merupakan hasil dari kerja keras anak didik presiden Park yaitu Park Tae-joon. Park Tae-joon belajar teknik dan sains di Universitas Jepang, sikap Park Tae-joon yang selalu serius dan fokus pada efisiensi dan pengurangan biaya membuat Park Tae-joon keras dalam membuat kebijakan dalam perusahaan. Park Tae-joon mengajukan syarat

(33)

commit to user

sebelum menerima perintah Presiden Park Chung Hee untuk memimpin POSCO, syarat tersebut antara lain :

1. Park Tae-joo hanya akan memimpin suatu proyek hanya jika Park Tae-joo bisa menghindari peraturan tak tertulis yang mengharuskan perusahaan sejumlah besar uang pada partai politik yang sedang berkuasa, tunduk pada tekanan politik, dan berurusan dengan birokrasi pemerintahan yang berbelit-belit.

2. Park Tae-joo menginginkan kontrol penuh untuk mengembangkan proyek Perusahaan sendiri, tanpa ada beban politik dan red tape (regulasi/aturan yang berlebihan/birokrasi) (Myung Oak KIM & Sam Jaffe, 2013:126).

Jauh sebelum pabrik pertama POSCO dibangun proyek tersebut sudah menghadapi rintangan berat, seperti laporan negatif dari organisasi ekonomi dunia, termasuk IMF, dan dibatalkannya bantuan dana dari perusahaan rekanan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Park Tae- joo menyelamatkan proyek tersebut dengan membujuk presiden Park Chung Hee, pemerintah Jepang, dan industri baja untuk mengalokasikan dana ganti rugi pemerintahaan Jepang atas penjajahan Jepang untuk penggilingan baja. Para pembuat baja Jepang juga memberikan pengetahuan teknik yang sangat penting bagi Korea Selatan.

Pada tahun 1973, bagian pertama dari pabrik POSCO mengaduk satu juta ton baja mentah. Satu dekade berikutnya, pabrik-pabrik POSCO menghasilkan 9,1 juta ton baja mentah. Pada tahun 1992 kapasitasnya melonjak hingga hampir 21 juta ton per tahun. Tahun 1994 perusahaan POSCO masuk dalam daftar New York Stock Exchange (Pertukaran Saham New York).

Dalam masa-masa awal, POSCO menjadi pemasok gulungan lembaran baja dingin untuk otomobil dan kumparan panas yang dibutuhkan untuk membuat lembaran baja. POSCO dapat meraih keuntungan dengan cepat dan menjadi pemain kunci dalam perkembangan perekonomian Korea Selatan. Perusahaan tersebut menjual baja kepada Hyundai dan Daewoo, pembuat mobil terbesar di Korea Selatan, dengan harga yang lebih rendah dari pesaing-pesaing negara asing.

(34)

commit to user

POSCO juga membuat jenis-jenis baja lain, termasuk yang digunakan untuk pintu lemari es, peralatan rumah tangga, jembatan, dan transformator. Tiga perempat hasil produksi POSCO dijual ke perusahaan- perusahaan Korea Selatan, dan sisanya dikirimkan ke enam puluh negara lain. Sampai sekarang POSCO masih mendominasi dan memasok 60 persen kebutuhan baja Korea Selatan dan jumlah produksinya cukup untuk membuat ribuan mobil dalam sehari.

Pabrik-pabrik POSCO termasuk yang paling efisien dan modern di dunia dan dapat memproduksi baja dengan biaya lebih murah $100 per ton dibandingkan perusahaan-perusahaan baja terbesar di Amerika Serikat.

POSCO juga menginvestasikan jutaan dollar setiap tahunnya pad bidang pendidikan untuk menemukan cara memproduksi baja yang lebih modern dan ramah lingkungan.

Dengam hampir 20.000 pegawai di kantor-kantor yang tesebar dibeberapa negara, POSCO adalah salah satu dari lima pembuat baja terbesar di dunia dan memiliki pabrik di Cina, India, dan Jepang. Pada tahun 2007 keuntungan bersih yang diraih POSCO mencapai $3 biliun (3,68 triliun won) (Myung Oak KIM & Sam Jaffe, 2013).

2. Industri Otomotif Korea Selatan

Chung Ju-yung merupakan perintis industri otomotif di Korea Selatan. Setelah Perang Dunia II berakhir Chung Ju-yung mendirikan perusahaan konstruksi baru yang diberi nama Hyundai. Pada tahun 1970 presiden Park Chung Hee bekerja sama dengan Chung Ju-yung untuk membangun jalan tol Busan-Seoul sepanjang 266 mil, dengan 8 jalur, jalan tersebut akan diberi nama Kyungbu Expressway dan jalan tersebut akan menjadi tulang punggung dari jalan-jalan selanjutnya akan dibangun di Korea Selatan.

Pembangunan jalan tersebut mengalami kesulitan karena jalur jalan yang akan dibangun harus melewati barisan pegunungan dan perusahaan Jepang menawarkan harga yang sangat tinggi dalam proyek tersebut yang

(35)

commit to user

mencapai angka $1,4 biliun nilai mata uang sekarang. Chung Ju-yung memberikan tawaran harga pada pemerintah Korea Selatan hanya senilai

$649 juta namun dengan mengubah rute jalannya. Akhirnya Hyundai memenangkan proyek jalan tersebut dan memulai proses konstruksi pada bulan Febuari 1968. Dinegara lain proyek sebesar ini biasanya membutuhkan waktu lima tahun, atau setidaknya tiga tahun. Namun Hyundai harus menyelesaikan proyek ini dalam waktu dua tahun dua bulan. Hyundai juga pernah membangun pangkalan untuk pasukan Amerika Serikat kedelapan, membangun jalan, pabrik, dan rumah sakit diberbagai belahan dunia. Hyundai mulai mengubah perusahaannya menjadi perusahaan konstruksi berskala internasional.

Tahun 1968 Hyundai bekerja sama dengan Ford Amerika Serikat untuk memulai industri mobil Korea Selatan. Para pekerja Korea Selatan hanya bisa merakit bagian-bagian mobil Ford Cortina, yang telah dibuat oleh Ford di Amerika Serikat sebuah mobil kecil yang saat itu dijual di Korea Selatan. Keadan tersebut membuat Chung Ju-yung kecewa dan memutuskan hubungan kerja sama dengan Ford pada tahun 1970.

Hyundai lalu mencari partner lain yang may membantunya membangun pabrik mobil, namun hal itu tidak mudah Toyota, General Motors, dan Volkswagen menolak memberikan kesempatan kepada Korea Selatan untuk mengambil lisensi teknologi mereka. Chung Ju-yung akhirnya betemu dengan Mitsubishi perusahaan mobil Jepang, Mitsubishi menawarkan bantuan teknik dan lisensi teknologi, namun tidak memiliki kelengkapan untuk menawarkan rancangan jadi untuk mobil Korea Selatan.

Pada saat yang sama Daewoo perusahaan Korea Selatan lain juga ingin memasuki bisnis mobil. Daewoo didirikan oleh Kim Woo-chong.

Keinginan Daewoo untuk masuk dalam bisnis mobil tidak sebesar Hyundai, pada tahun 1970 Kim Woo-chong menghentikan penelitiannya setelah membuat kesepakatan kerja sama dengan General Motors. Daewoo akhirnya hanya memproduksi suku cadang mobil untuk General Motors.

Gambar

Tabel 2 : “Data jumlah siswa dan kelas di SMP Negeri 3 Surakarta Tahun Ajaran  2014/2015”
Tabel 3 : “ Data Sarana dan Prasarana di SMP Negeri 3 Surakarta Tahun Ajaran  2014/2015”
Tabel  4  :  “Data  jumlah  guru  di  SMP  Negeri  3  Surakarta  Tahun  Ajaran  2014/2015”

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi lahan dapat mempengaruhi seran- gan awal penggerek batang dan pucuk tebu.Pada penelitian ini lahan yang digunakan adalah lahan yang baru dibuka dan baru pertama kali ditanami

Dengan menggunakan model tersebut diperoleh variabel yang signifikan terhadap TPAK perempuan Jawa Timur adalah TPAK laki-laki, persentase penduduk miskin, PDRB perkapita, UMK,

Penelitian ini dilakukan dengan melihat dan mengeksplor tanggapan mengenai praktik kartu kredit syariah dalam hal ini aplikasi iB Hasanah Card dari berbagai sudut

Menurut Kemenkes RI (2014), klasifikasi hipertensi dibedakan menjadi sebagai berikut. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi hipertensi primer dan sekunder.

Dengan adanya pembelian barang yang tinggi sehingga harus adanya pengendalian internal yang baik di dalam Hotel Shangri-La Surabaya khususnya dalam siklus

Meskipun pemupukan NPK nyata mempengaruhi bobot kering polong dibanding kontrol, namun penambahan pupuk hayati pada dosis N yang lebih rendah (1/4–1/2 N), meningkatkan hasil

Namun, masih banyak masalah interior yang terdapat pada bangunan Museum Olahraga Nasional yang diantaranya adalah penggunaan tata cahaya yang kurang baik, ruang

Prinsip kerja dari sistem ini adalah ketika terjadi suatu yang abnormal di dalam rumah baik itu kemalingan maupun asap yang tidak wajar, ada api, dan suhu