• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5. Korelasi Antara Kesediaan Membayar (Willingness to Pay) dengan Kesediaan Menerima (Willingness to Accept)

Dari penelitian yang dilakukanSetelah dilakukan diperoleh hasil bahwa kebersediaan responden untuk membayar jasa lingkungan sungai jika ada kegiatan yang menjaga kebersihan dan kelestarian hutan di daerah hulu agar kondisi sungai menjadi lebih baik (tidak terjadi banjir, air aman untuk dikonsumsi, bersih dan lain-lain) adalah Rp 1.285.200,- / tahun. Nilai nominal ini merupakan nilai rata-rata dari jumlah seluruh responden, dan nilai ini merupakan nilai tertinggi yang bersedia mereka keluarkan.

Hal ini dikarenakan oleh keadaan ekonomi kebanyakan responden adalah menengah kebawah sehingga mereka agak sulit untuk mengeluarkan dana tersebut. Beberapa dari mereka menyatakan bahwa pendapatan mereka kadang

tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, jadi nilai nominal dana yang bisa mereka keluarkan per tahunnya tidak begitu besar.

Sedangkan kebersediaan responden untuk menerima dana kompensasi jika ada program dari Pemerintah atau pihak lainnya yang mengharuskan masyarakat yang tinggal di bantaran sungai untuk pindah ke lokasi yang aman, karena sungai tersebut sudah tercemar dan airnya tidak layak lagi untuk dimanfaatkan, adalah rata-rata Rp 12.511.250,- / tahun.

Nilai nominal ini merupakan nilai minimum yang rata-rata responden bersedia terima. Jika dibandingkan dengan nilai nominal yang bersedia mereka keluarkan sangat tidak seimbang, karena perbedaan nilai nominalnya sangat jauh. Hal ini disebabkan karena memang sudah menjadi hal umum di masyarakat bahwa kesediaan membayar akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan kesediaan dibayar.

Pandangan Hidup dan Kehidupan Masyarakat Bantaran Sungai Deli

Setelah diadakan penelitian, ternyata banyak responden yang menyatakan bahwa faktor yang melatarbelakangi mereka untuk tinggal atau bermukim di bantaran sungai adalah mereka banyak memiliki tingkat ekonomi yang menengah ke bawah, ini menyebabkan mereka kurang mampu menyewa atau membeli tanah di lokasi lain yang bukan daerah pinggiran sungai atau sebagian bahkan untuk menyewa rumah pun mereka kurang mampu. Hal ini karena harga jual atau sewa tanah dan rumah di daerah sekitar kota Medan cukup tinggi.

Jadi mereka lebih memilih tinggal di bantaran atau pinggiran sungai karena harga jual atau sewa tanah dan rumah di daerah itu lebih murah. Akan tetapi sebagian dari mereka menyatakan bahwa alasan atau faktor yang melatarbelakangi mereka untuk tinggal di bantaran sungai adalah karena sejak mereka lahir mereka sudah tinggal di bantaran sungai, dan ada juga yang dikarenakan oleh adanya saudara atau kerabat mereka yang juga tinggal di bantaran sungai.

Para responden juga menyatakan bahwa dengan tinggal di bantaran sungai pasti akan memiliki dampak positif (manfaat) dan dampak negatif (kerugian). Responden menyebutkan bahwa dampak positif (manfaat)yang mereka peroleh

seperti suasana lingkungan yang penduduknya satu sama lain saling berbaur, mudah untuk mendapatkan air , suasana kekeluargaan yang lebih erat, biaya hidup yang lebih murah dan lain-lain.

Tetapi disamping manfaat yang mereka peroleh, ada juga kerugian yang harus mereka rasakan seperti terkena banjir, sulit mendapatkan air bersih, banyak nyamuk, banyak wabah penyakit dan lain sebagainya. Manfaat dan dampak negatif yang dirasakan masyarakat, khususnya responden yang tinggal di bantaran sungai tersebut tergantung dan berkaitan erat dengan kondisi baik buruknya sungai tersebut. Jika kondisi lingkungan sungai bersih, otomatis masyarakat akan merasakan beberapa manfaat dari segi ekologinya, begitu juga sebaliknya jika kondisi lingkungan sungai kotor, maka masyarakat akan merasakan beberapa dampak negatif seperti yang disebutkan diatas.

Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai masih ada yang memanfaatkan air sungai untuk kegiatan MCK nya sehari-hari. Dalam penelitian ini, khususnya responden yang paling banyak memanfaatkan air sungai adalah responden di Kelurahan Labuhan Deli, semua responden memanfaatkan air Sungai Deli untuk kehidupan sehari-harinya. Sedangkan di tiga kelurahan lainnya hanya sebagian kecil saja yang masih menggunakan air sungai tersebut. Perilaku mereka yang masih menggunakan air sungai tersebut disebabkan karena dengan memanfaatkan air sungai tidak harus mengeluarakan biaya (gratis) dan juga karena dekat dengan lokasi tempat tinggal mereka.

Untuk kegiatan rehabilitasi lahan atau penghijauan lahan, beberapa responden menyatakan kegiatan tersebut ada dilakukan di lokasi pinggiran sungai tempat mereka tinggal, tetapi sebagian lagi menyatakan tidak ada kegiatan tersebut. Adanya kegiatan tersebut terkadang datang dari keinginan masayarakat sendiri dengan menanam pepohonan di sekitar sungai dan ada juga karena memang diadakan kegiatan penghijauan lahan dari pemerintah.

Mereka juga menyatakan bahwa dengan adanya kegiatan penghijauan lahan maka akan membawa dampak positif terhadap ekosistem sungai. Oleh karena itu, sebagian besar atau bahkan 95 % dari jumlah seluruh responden menyatakan bersedia bahkan sangat bersedia untuk berperan serta jika diadakan kegiatan tersebut.

Sesuai dengan Peraturan Daerah Tingkat II Medan Nomor 6 tahun 1988 tentang Pelestarian Bangunan dan Lingkungan Yang Bernilai Sejarah Arsitektur Serta Penghijauan Dalam Daerah Kota Medan, menyatakan bahwa untuk menjaga pelestarian lingkungan dan keindahan kota perlu diatur tentang penghijauan dan atau penebangan pohon baik yang berada di taman-taman, pinggir sungai maupun di pinggir jalan. Menurut Peraturan Daerah tersebut, penghijauan adalah suatu usaha untuk menutupi areal / lahan yang terbuka dengan tanaman. Sedangkan jalur hijau adalah suatu ruangan terbuka yang diatas arealnya hanya dapat dipergunakan untuk penghijauan.

Beberapa dari responden pada keempat lokasi penelitian ini masih memanfaatkan air sungai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pemanfaatan air sungai tersebut dapat berupa untuk mandi, mencuci, memasak dan lain-lain. Selain itu masyarakat juga memanfaatkan sungai untuk memancing, bahkan ada juga yang memanfaatkan sungai untuk tempat mengambil pasir dan batu.

Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa jika masyarakat (responden) mengetahui air sungai di sekitar tempat tinggal mereka telah tercemar, masih ada yang tetap menggunakan air sungai tersebut untuk mencuci dan mandi. Hal ini dikarenakan sulitnya untuk mendapatkan air bersih, walaupun ada, mereka harus mengeluarkan dana untuk mendapatkannya, sementara pendapatan mereka hanya cukup untuk kebutuhan yang lain. Ini dijumpai pada lokasi Kelurahan Labuhan Deli.

Beberapa responden menyatakan tidak akan menggunakan air yang sudah tercemar tersebut untuk sementara waktu sebelum air sungai tersebut bersih kembali. Sebagian ada yang berinisiatif untuk mengadakan kegiatan gotong royong membersihkan sungai supaya airnya bisa dimanfaatkan kembali, tetapi ada juga yang menyatakan tidak tahu harus berbuat apa, sehingga mereka hanya bisa menunggu kebijakan dari pemerintah untuk membersihkan sungai tersebut.

Analisis Kelembagaan