• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Internal

Faktor internal dalam penelitian ini adalah ciri yang melekat pada diri individu responden. Faktor internal yang dikaji dalam penelitian ini terdiri dari usia dan tingkat pendidikan. Tabel 6 menyajikan data mengenai jumlah dan presentase responden berdasarkan faktor internal.

Tabel 6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia dan tingkat pendidikan, Tahun 2016

Faktor Internal Jumlah (orang) Presentase (%) Usia 20-30 tahun 31-50 tahun >50 tahun 5 21 14 12.5 52.5 35.0 Tingkat Pendidikan Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA

Tamat Perguruan Tinggi

6 3 13 18 15.0 7.5 32.5 45.0 n= 40 Usia

Kategori usia yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan penggolongan usia menurut Havighurst (1950) dalam Mugniesyah (2006). Havighurst mengkategorikan usia dewasa ke dalam tiga fase, yaitu kategori masa muda awal (20-30 tahun), kategori pertengahan (30-50 tahun), dan kategori tua (>50 tahun). Berdasarkan Tabel 6, sebesar 12,5 persen responden tergolong dalam usia 20-30 tahun. Responden yang memiliki usia 31-50 tahun sebesaar 52,5 persen. Sedangkan responden dengan usia >50 tahun hanya 35 persen. Hal ini menunjukan bahwa pada usia 31-50 tahun termasuk dalam kategori usia produktif, dimana responden aktif dalam kegiatan Kelurahan Kubangsari dan menjadi bagian stakeholders Kelurahan Kubangsari. Responden pada usia tersebut lebih terbuka dalam memberikan pendapatnya karena telah memperoleh pengalaman yang banyak. Hal ini terlihat dari ketersediaan responden yang berusia 30-50 tahun dalam mengisi kuesioner saat penelitian dilakukan.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan tertinggi penduduk yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah tamat perguruan tinggi. Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (45 persen) tamatan perguruan tinggi yaitu sebanyak 18 orang. Sedangkan sebagian kecil respnden (7.5 persen) tamatan SMP yaitu sebanyak 3 orang. Adapun warga yang mengenyam tamatan Sekolah Dasar sebanyak 6 orang (15 persen) dan Sekolah Menengah Atas terdapat 13 orang (32 persen). Adapun fakta dilapang yang didapatkan yaitu warga yang mengenyam

pendidikan Skolah Menengah Atas dan Perguruan Tinggi adalah stakeholders dengan tingkat pendapatan yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan Tokoh Masyarakat yang tingkat pendapatannya jauh di atas rata-rata stakeholders lain dapat dilihat dari tempat tinggal dan kendaraan pribadi serta dengan pekerjaan rata-rata adalah pengusaha, yaitu mengenyam pendidikan Sekolah Menengah Atas dan Perguruan Tinggi.

Faktor Eksternal

Faktor eksternal dalam penelitian ini adalah faktor yang ada di luar diri responden. Faktor eksternal yang dikaji dalam penelitian ini terdiri dari jarak perusahaan, dampak aktivitas dan kebijakan CSR. Tabel 7 menyajikan data mengenai jumlah dan presentase responden berdasarkan faktor eksternal.

Tabel 7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jarak perusahaan, dampak aktivitas dan kebijakan CSR, Tahun 2016

Faktor Eksternal Jumlah (orang) Presentase (%) Jarak Perusahaan Dekat (< 1000 m) Sedang (≤ 1000 m - < 2000 m) Jauh (≥ 2000 m) 18 10 12 45.0 25.0 30.0 Dampak Aktivitas

Rendah (< 16 selang rata-rata) Sedang (≤16 - < 24 selang rata-rata) Tinggi (≥ 24 selang rata-rata)

7 26 7 17.5 65.0 17.5 Kebijakan CSR

Rendah (< 27 selang rata-rata) Sedang (≤ 27 - < 41 selang rata-rata) Tinggi (≥ 41 selang rata-rata)

8 27 5 20.0 67.5 17.5 n=40 Jarak Perusahaan

Jarak perusahaan, dilihat berdasarkan jarak tempat tinggal responden dengan proses produksi atau kawasan industri PT Krakatau Posco. Aktivitas perusahaan yaitu proses penambangan diukur berdasarkan jarak aman proses industri. Jarak terdekat antara rumah responden dengan kawasan industri adalah sejauh 200 meter, dan terjauh yaitu 4000 meter. Dengan demikian maka diperoleh hasil dengan menggunakan rata-rata dan standar deviasi bahwa kategori jarak perusahaan yang dekat adalah kurang dari 1000 m, kategori sedang dengan jarak 1000 m sampai 2000 m dan jauh yaitu lebih dari 2000 m. Berdasarkan Tabel 7 sebagian besar (45 persen) jarak tempat tinggalnya masuk dalam kategori dekat, (25 persen) untuk kategori responden yang tempat tinggalnya sedang dan (30 persen) masuk dalam kategori jauh. Semakin dekat jarak peusaan maka semakin terasa dampak aktivitas perusahaan, dan semakin tinggi intensitas komunikasi dengan perusahaan. Hal tersebut didukung dengan pernyatan dua responden:

“..rumah saya deket banget (100 m) itu KS Posco bisa keliatan, perubahan lingkungannya terasa sekali, beberapa kali saya berdiskusi langsung dengan CSR dan pernah dilakukan

penelitian tentang debu secara ilmiah oleh pihak perusahaan namun hasilnya mengatakan bukan karena perusahaan, saya beberapa kali mengikuti program CSR dan bekerjasama dengan perusahaan untuk issue lingkungan..” (MS, 50 Tahun, Tokoh Masyrakat)

“..Rumah saya tidak dekat (4000 m) jadi saya belum pernah berkomunikasi dengan CSR di lingkungan rumah, informasi- informasi saya dapat juga karena saya bekerja disini..” (MI, 20 Tahun, Pegawai Pemerintahan)

Dampak Aktivitas Perusahaan

Kehadiran suatu perusahaan ditengah-tengah masyarakat akan memberikan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif maupun dampak negatif yang akan dirasakan oleh maysrakat terutama pada dampak lingkungan. Dampak perubahan lingkungan yang timbul ini akan dirasakan berbeda oleh setiap individunya. Melihat hal tersebut maka peneliti, mengajukan berbagai pertanyaan kepada masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini mengenai dampak yang timbul akibat kehadiran perusahaan beserta aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan Penelitian maka dampak yang dirasakan baik dampak positif maupun dampak negatif oleh masyarakat terhadap aktivitas perusahaan termasuk dalam kategori sedang (65 persen) dan tinggi serta rendah sebesar (17.5 persen).

Dari penelitian didapatkan hasil bahwa rumah yang berdampak dekat, sedang merasakan dampak fisik perubahan lingkungan berupa terdapatnya debu pabrik dan getaran. Hal tersebut didukung dengan pernyatan salah satu responden, dan informan:

“..setiap malamkan produksi pabrik, kadang jendela rumah bergetar dan setiap paginya istri saya harus menyapu debu

seperti prilik di halaman rumah..” (M, 58 Tahun, Tokoh Masyrakat)

“..sudah diuji ilmiah nahwa perusahaan aman akan dampak lingkungan, hal tersebut juga sudah dikomunikan langsung dengan masyarakat, adapun program kami yang siap mennaggulanginya dalam program CSR bidang Health..” (NS, 50 Tahun, Ketua CSR)

KebijakanCSR

Bentuk nyata kepedulian perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar adalah kebijakan CSR. Program CSR perusahaan tidak hanya berperan dalam upaya memberdayakan masyarakat, namun memunculkan inovasi berdasarkan budaya dan kekayaan lokal. PT Krakatau Poco (PT KP) telah berkomitmen untuk melaksanakan berbagai program CSR secara berkelanjutan, baik di bidang pendidikan, sosial keagamaan, lingkungan, maupun kesehatan. Berdasarkan Penelitian maka kebijakan CSR dalam program- programnya dan penylesaian masalah dalam masyarakat yang dirasakan baik dampak positif maupun dampak negatif oleh masyarakat terhadap aktivitas perusahaan termasuk dalam kategori sedang (67.5persen) rendah (20 persen) dan

tinggi (17.5 persen). Kebiajkan yang dilakukan CSR sangat berpengruh pada sikap masyaraat, walaupun fakta di dalam penelitian didapat hasil kurangnya kebijakan CSR dirasakan dalam masyarakat, hal ini disebabkan oleh kurangnya jumlah CSR dan luasnya daerah program CSR, karena diluar Kelurahan Kubangsari terdapat Kelurahan lainnya yang mendapat program CSR. Hal tersebut didukung dengan pernyatan salah satu informan:

“..karena program CSR berlangsung dalam dua Kecamatan, yaitu Kcamatan Citangil dan Kecamatan Ciwandandan dan terdiri dari beberapa Kelurahan jadi setiap daerah menimbulkan reaksi mix dan belum semua lapisan masyarakat dapat kami pegang untuk berkomunikasi..” (GA, 37 Tahun, CSR PT Krakatau Posco)

Efektivitas Komunikasi

Komunikasi dikatakan efektif bila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Hal yang dijadikan ukuran dalam komunikasi efektif yaitu pemahaman dan hubungan yang semakin baik (Tubbs dan Moss 1996). Efektivitas Komunikasi dalam penelitian ini diukur berdasarkan pemahaman responden terhadap informasi mengenai perusahaan dan CSR serta terciptanya hubungan yang semakin baik antara masyaraka dengan perusahaan. Efektivitas Komunikasi yang dikaji dalam penelitian ini terdiri Pemahamn dan Hubungan Baik. Tabel 8 menyajikan data mengenai jumlah dan presentase responden berdasarkan Efektivitas Komunikasi.

Tabel 8 Jumlah dan presentase responden berdasarkan pemahaman dan hubungan baik, Tahun 2016

Efektivitas Komunikasi Jumlah (orang) Presentase (%) Pemahaman

Rendah (< 11 selang rata-rata) Sedang (≤ 11 - < 21 selang rata-rata) Tinggi (≥ 21 selang rata-rata)

5 30 5 12.5 75.0 12.5 Hubungan Baik

Rendah (< 10 selang rata-rata) Sedang (≤10 - < 16 selang rata-rata) Tinggi (≥ 16 selang rata-rata)

5 30 5 12.5 75.0 12.5 n=40 Pemahaman

Pemahaman diukur berdasarkan penerimaan yang cermat atas informasi yang diperoleh responden terhadap profil perusahaan, produk yang dihasilkan perusahaan, dampak poses industri, program CSR, dan informasi yang disampaikan CSR. Pada Tabel 8 Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Efektivitas Komunikasi pemahaman responden dengan presentase tinggi terdapat pada pemahaman sedang dengan jumlah 30 dengan presentase 75 persen. Dan jumlah 5 persen pada pemahaman rendah dan tinggi dengan presentase (12.5 persen).

Pemahaman yang tinggi, dan sedang menunjukan bahwa komunikasi yang dilakukan antara pihak CSR degan responden baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dikatakan efekif. Sedangkan, pemahaman yang rendah menunjukan bahwa komunikasi yang dilakukan antara pihak CSR dengan responden baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dikatakan tidak efekif. Fakta dilapang menjukan bahwa walaupun semakin dekat jarak antara perusahaan dengan rumah responden dan intensifitas komunikasi CSR pada jarak yang dekat tidak menentukan tingkat pemahaman akan informasi menganai perusahaan terhadap responden, karena pemahaman kembali pada masing-masing individu. Hal tersebut didukung dengan pernyatan dua responden yang memiliki jarak bereda:

“..walaupun dekat (150 meter), Ibu belum pernah ikut program CSR, Ibu juga ga paham neng tentang program CSR dan profil perusahaan..” (SB, 39 Tahun, Pemerintah Desa)

“..jarak rumah Bapak dengan KP 4 KM, tapi Bapak selalu berkomunikasi dengan CSRdan ikut program CSR, Bapak juga paham KP kerjasama antara PT Krakatau Steel dengan Korea dan produk utamanya adaalah baja..” (AS, 44 Tahun, Pemerintah Desa)

Hubungan baik

Hubungan diukur berdasarkan intensivitas pertemuan dengan CSR, hubungan suasana psikologis dan penuh kepercayaan kepada CSR. Bila hubungan manusia dibayang-bayangi oleh kepercayaan, maka pesan yang disampaikan oleh komunikator yang paling kompeten pun bisa saja berubah makna atau didiskreditkan. Pada Tabel 8 Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Efektivitas Komunikasi didapat hasil hubungan yang baik dengan presentase tertinggi yaitu 75 persen pada hubungan yang sedang dan 12.5 persen pada tingkatan hubungan yang rendah dan tinggi. Semakin hari hubungan yang semakin baik semakin terlaksana seiring dengan berjalannya program CSR. Hal tersebut didukung dengan pernyatan dua informan:

“..Awal-awal mungkin masayrakat merasa aneh dan cuek, namun akhirnya setelah program berjalan, masyarakat menerima dan menyadari sehingga memberi respon yang baik, contohnya pada tahun 2014 karya binaan di sekolah-sekolah, mesjid dan madrasah membuka peluang bekerjasama..” (MIEH, 33 Tahun, CSR PT Krakatau Posco)

“..Hubungan dengan stakeholder sekitar perusahaan saya rasa cukup baik, program-program CSR yang dijalankan berjalan dengan baik dengan adanya kerjasama..” (ADP, 30 Tahun, CSR PT Krakatau Posco)

Hubungan Antara Faktor Internal dan Faktor Eksternal dengan Efektivitas Komunikasi

Hubungan antara faktor eksternal dan internal dengan efektivitas komunikasi CSR dianalisis dengan koefisien Rank Spearman ditunjukkan pada Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9 Nilai koefisien korelasi rank Spearman antara faktor interal dan faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi CSR PT Krakatau Posco, Tahun 2016 Efektivitas Komunikasi (rs) Pemahaman Hubungan Faktor Internal Umur -0.330* -0.067 tingkat pendidikan 0.276 0.072 Faktor Eksternal Jarak perusahaan 0.102 0.233 Dampak Aktivitas 0.000 -0.507* Kebijakan CSR 0.259 0.702*

*)ket : * signifikan pada taraf nyata 5% rs = koefisien korelasi rank Spearman

Seluruh peubah faktor internal dan faktor eksternal sebagai peubah independen diuji dengan menggunakan analissi uji rank Spearman yang dilakukan terhadap peubah dependent, yaitu efektivitas komunikasi. Berikut merupakan hipotesis uji hubungan (korelasi) faktor internal dan faktor eksternal terhadap efektivitas komunikasi:

Hasil pengujian dengan menggunakkan uji korelasi rank Spearman pada Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata (p ≤ 0.05) antara faktor inernal (umur) dengan pemahaman, dengan nilai koefisien sebesar -0,330. Hal ini menunjukkan bahwa semakin usia meningkat maka tingkat pemahaman rendah. Hal ini juga menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan nyata (p ≥ 0.05) antara faktor internal (umur) dengan efektivitas komunikasi yang (diukur dengan hubungan baik) dengan nilai koefisien sebesar 0.067. Hal ini menunjukkan bahwa umur tidak berkorelasi degan hubungan baik walaupun hasil menyatakan umur yang semakin meningkat. Hal ini didukung dengan pernyataan informan :

“..dalam berkomunikasi kami tidak membedakan memilih dalam segi umur, kami berkomunikasi dnegan masyarakat dengan semua kalangan, respon yang diberikan atau timbal-balik dari informasi atau pesan yang disampaikan juga beragam, tapi memang kami lebih sering berdiskusi dnegan usia yang tidak tergolong muda saya rasa masyarakat paham atas informasi yang disampaikan..” (GA, 37 Tahun, CSR PT Krakatau Posco)

Hasil pengujian dengan menggunakan uji korelasi rank Spearman pada Tabel 9 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata (p ≥ 0.05) antara faktor eksternal (jarak perusahaan) dengan pemahaman, dengan nilai koefisien sebesar 0,102. Hal ini menunjukkan bahwa jarak tidak memiliki hubungan nyata

terdapat hubungan nyata (p ≥ 0.05) antara faktor eksternal (jarak perusahaan) dengan efektivitas komunikasi yang (diukur dengan hubungan baik) dengan nilai koefisien sebesar 0.233. Hal ini menunjukkan bahwa jarak perusahaan tidak memiliki hubungan nyata (p ≥ 0.05) dengan hubungan baik. Pada penelitian di lapang didapat hasil, semakin dekat jarak dengan perusahaan dengan rumah maka dampak aktivitas semakin terasa, namun pada kenyataannya tidak semua masyarakat mengikuti atau paham mengenai perusahaan beserta dampaknya sehingga tidak terbinanya hubungan yang semakin baik.

Hasil pengujian dengan menggunakan uji korelasi rank Spearman pada Tabel 9 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata (p ≥ 0.05) antara faktor eksternal (dampak aktivitas) dengan pemahaman, dengan nilai koefisien sebesar 0.000. Hal ini juga menunjukan bahwa terdapat hubungan nyata (p ≤ 0.05) antara faktor eksternal (dampak aktivitas) dengan efektivitas komunikasi yang (diukur dengan hubungan baik) dengan nilai koefisien sebesar -0.507. Hal ini menunjukkan bahwa seamkin sedikit atau berkurang dampak aktivitas perusahaan yang dapat merusak lingkungan maka semakin tinggi intensif dengan hubungan yang semakin baik. Hal ini didukung oleh pendapat salah satu responden :

“..rumah saya deket banget (100 m) itu KS Posco bisa keliatan, perubahan lingkungannya terasa sekali, beberapa kali saya berdiskusi langsung dengan CSR dan pernah dilakukan penelitian tentang debu secara ilmiah oleh pihak perusahaan namun hasilnya mengatakan bukan karena perusahaan, semula masyarakat berdemo namun semakin kesini hubungan lumayan baik dengan perusahaan..” (MS, 50 Tahun, Tokoh Masyrakat)

Hasil pengujian dengan menggunakan uji korelasi rank Spearman pada Tabel 9 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata (p ≥ 0.05) antara faktor eksternal (kebijakan CSR) dengan pemahaman, dengan nilai koefisien sebesar 0,259. Hal ini juga menunjukan bahwa terdapat hubungan nyata (p ≤ 0.05) antara faktor eksternal (kebijakan CSR) dengan efektivitas komunikasi yang (diukur dengan hubungan baik) dengan nilai koefisien sebesar 0.702. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan CSR memiliki hubungan korelasi tinggi dengan hubungan baik, dan asumsi lainnya bahwa semakin positif atau menguntungkan dari kebijakan CSR terhadap masyarakat maka semakin berhubungan dengan hubungan baik. Hal ini didukung oleh pendapat salah satu responden :

“..hubungan masyarakat dengan perusahaan berada di tangan penanggung jawab sosial atau CSR, jika CSR mementingkan kepentingan masyarakat maka hubungan baik antara masayarakat dengan perusahaan terlaksana dengan baik pula..” (NMZ, 50 Tahun, LSM)

Secara umum hipotesis faktor internal (usia, tingkat pendidikan) memiliki hubungan nyata dengan efektivitas komunikasi (Pemahaman, hubungan yang semakin baik) diterima untuk aspek umur terhadap pemahaman saj dan hipotesis faktor eksternal (jarak perusahaan, aktivitas perusahaan, kebijakan CSR) memiliki hubungan nyata dengan efektivitas komunikasi (Pemahaman, hubungan yang semakin baik) diterima untuk aspek dampak aktivitas perusahaan terhadap hubungan dan kebijakan CSR dengan hubungan.

HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL

Dokumen terkait