• Tidak ada hasil yang ditemukan

Krisis Nuklir Fukushima Dai-ichi

Sidik Permana

Institute for Science and Technology Studies Chapter Japan

E-mail: psidik@gmail.com 

Pada hari Jumat, 11 Maret 2011, pukul 14:46 waktu setempat, Jepang mengalami gempa berkekuatan 9 magnitude (skala Richter) yang berpusat di perairan Pasifik, sebelah timur pulau Honshu. Gempa ini merupakan gempa terbesar di Jepang sejak tahun 1900. Intensitas kekuatan gempa di daratan Jepang bervariasi seperti yang terlihat pada Gambar 1-a. Sekitar tiga menit kemudian, tsunami setinggi antara 6 hingga 14 meter menyapu pesisir timur Jepang. Wilayah yang mengalami kerusakan terparah adalah propinsi Miyagi. Kerusakan di wilayah ini mencapai 300 km2. Dua wilayah lain juga mengalami kerusakan yang parah, yaitu Fukushima (110 km2) dan Iwate (50 km2). Pesisir pantai, perumahan, perkantoran, sekolah, dan fasilitas kota lainnya tersapu. Gambar 1-b memperlihatkan gelombang tsunami yang menyapu wilayah perkotaan.

(a) (b)

Gambar 1. (a) Tanda merah ’x’ menunjukkan pusat gempa berkekuatan 9 magnitude  di timur Jepang,1 (b) gelombang tsunami yang menghantam pantai

Kepolisian Jepang melaporkan korban gempa dan tsunami berjumlah 26 ribu orang, dan 14.294 di antaranya meninggal. Korban tersebut sudah termasuk korban meninggal akibat gempa pada 7 dan 11 April. Dari korban-korban itu, sekitar 84% jasad dapat diidentifikasi (data 24 April 2011).2 Warga yang selamat, sekitar 200.000 orang, mengungsi di 1.000 tempat pengungsian. Selain itu, menurut Tokyo Shoko Research , lebih dari 30% perusahaan Jepang (1.135 perusahaan) mengalami kerusakan dan 50% di antaranya tidak dapat melakukan aktivitas bisnis.3

Dampak Gempa dan Tsunami terhadap PLTN di Jepang

Ketika gempa terjadi fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) secara otomatis berhenti beroperasi. Gempa tersebut menghentikan operasional pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik bahan bakar fosil, dan juga fasilitas transmisi dan distribusi listrik dari pembangkit. Ada sekitar 20 unit PLTA dan 15 unit pembangkit listrik bahan bakar fosil yang mati (shut down ). Pembangkit listrik ini sebagian dikelola oleh Tokyo Electric Power Corporation (TEPCO).4

Di Jepang, PLTN adalah pembangkit listrik yang penting karena 31 % listrik nasional dipasok oleh PLTN. Ada 54 unit PLTN yang beroperasi di Jepang.5 Empat belas unit PLTN di antaranya berada di daerah yang terkena dampak gempa dan tsunami, yaitu 3 unit di PLTN Onagawa, 4 unit di Fukushima Dai-ni, 1 unit di Tokai Dai-ni, dan 6 unit di Fukushima Dai-ichi (lihat Gambar 2). Keempat belas unit ini berhenti beroperasi ketika gempa terjadi, sedangkan sisanya, yaitu 40 unit reaktor, tetap beroperasi. Efek dari berhentinya puluhan pembangkit listrik ini adalah turunnya pasokan listrik hingga 20% dari total produksi listrik TEPCO dan Tohoku Electric Power Company. Persentase ini setara dengan 10 – 15 gigawatt (TEPCO) dan 2 – 3 gigawatt (Tohoku Electric ).6

Gambar 2. Peta status pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Jepang setelah gempa dan tsunami7

Krisis Nuklir di Fukushima Dai-ichi

PLTN yang mengalami krisis setelah bencana gempa dan tsunami adalah PLTN Fukushima Dai-ichi (Gambar 3). Krisis ini bersumber pada terganggunya proses pendinginan reaktor karena gelombang tsunami telah menyapu fasilitas pendingin Fukushima Dai-ichi. Dari enam unit di Fukushima Dai-ichi, tiga unit, yaitu unit 1 – 3, langsung shutdown  ketika gempa terjadi. Sedangkan unit 4 – 6 dalam keadaan tidak beroperasi karena sedang menjalani inspeksi.

Menurut standar operasional yang berlaku untuk PLTN, jika gempa dengan intensitas membahayakan terjadi maka semua unit PLTN yang tengah beroperasi harus secara otomatis shutdown . Selain PLTN Dai-ichi, shutdown  juga dialami oleh empat unit di PLTN Fukushima Dai-ni, tiga unit di PLTN Onagawa (milik Tohoku Electric Power Corporation ) dan satu unit di PLTN Tokai Dai-ni (milik Japan Atomic Power Corporation ). Setelah unit reaktor dihentikan, langkah selanjutnya adalah mendinginkan reaktor. Pendinginan ini diperlukan karena reaktor yang baru saja berhenti sebenarnya masih menyimpan panas akibat peluruhan produk fisi sebesar 7% dari tenaga total. Proses pendinginan ini memerlukan pasokan listrik yang ketika gempa terjadi juga mengalami shutdown  secara otomatis. Pasokan listrik kemudian disediakan

oleh generator diesel  darurat yang dapat beroperasi selama satu jam. Sayangnya, belum lama generator ini beroperasi, gelombang tsunami setinggi diatas 10 meter dan maksimum ketinggian 14-15 meter menyapu semua tangki bahan bakarnya. Ketinggian tsunami tersebut melebihi desain dasar PLTN Fukushima dai-ichi, yaitu sekitar 6 meter untuk menahan tsunami. Sebenarnya sudah ada saran dari pemerintah Jepang untuk meningkatkan desain standarnya dari gempa dan tsunami, akan tetapi PLTN Fukushima dai-ichi tidak selesai.8  Proses pendinginan mengalami kegagalan, dan di sinilah asal muasal krisis nuklir Fukushima, yaitu gagalnya proses pendinginan reaktor karena sistem pendingin tidak berfungsi.

(a) (b)

Gambar 3. (a) Kompleks PLTN Fukushima Dai-ichi,9 (b) gelombang tsunami memasuki kompleks PLTN10

Gagalnya generator diesel   darurat ini menyebabkan kosongnya pasokan air pendingin ke dalam reaktor. Akibatnya, teras reaktor kekurangan air dan beberapa bagian fuel rod   tidak terendam dan seiring dengan peningkatan temperatur, beberapa bagian fuel rod   mempunyai temperatur diperkirakan diatas 1000 derajat. Peningkatan temperatur ini merusakkan bahan selongsong pelindung bahan bakar (cladding zircalloy ) yang kemudian berinteraksi dengan uap air dan menghasilkan gas hidrogen. Saat ini sebagian kerusakan pada teras reaktor 1, 2, dan 3 bervariasi antara 25% hingga 70%, yang intinya disebabkan oleh kerusakan cladding .  Selain berkonsentrasi pada penstabilan unit reaktor 1 – 3, proses pendinginan juga dilakukan pada kolam bahan bakar bekas (spent fuel pool ) di unit 4 yang juga mengalami kenaikan temperatur dan kehilangan pasokan air pendingin. Sebagai konsekuensinya, proses pendinginan dilakukan secara manual dengan memompa air laut ke dalam reaktor tanpa proses pemindahan panas dan uap air ke bagian turbin. Proses pendinginan terus dilakukan dengan menggunakan air laut yang kemudian diganti oleh air biasa untuk mengurangi korosi akibat garam yang terkandung dalam air laut. Untuk beberapa saat, aliran air tidak dapat masuk ke dalam reaktor karena tekanan terlalu tinggi. Untuk mengurangi tekanan di dalam reaktor, venting   (proses mengeluarkan gas) dilakukan, dan seiring dengan proses venting tersebut sebagian gas hidorgen yang terbentuk di reaktor keluar disertai sebagian produk fisi berbentuk gas dan berkumpul diatas bagian atap bangunan reaktor. Ketika gas hidrogen ke luar dari reaktor, hidrogen ini berinteraksi dengan udara luar dan meledak. Ledakan ini meruntuhkan atap gedung unit reaktor. Jadi, tidak ada yang namanya ledakan nuklir. Yang terjadi adalah ledakan hidrogen.

Kenyataannya, pressure vessel   yang melindungi inti reaktor (core ) masih ada. Bangunan (containment vessel ) yang melindungi pressure vessel tersebut juga masih utuh. Pressure vessel tersebut merupakan bagian yang langsung melindungi teras reaktor. Ini berarti bahwa bahan bakar nuklir relatif aman di dalam reaktor meskipun sebagian pelindung bahan bakar (cladding zircaloy ) mengalami kerusakan akibat panas, kecuali sebagian kecil yang dikeluarkan oleh beberapa kali proses venting yang berasal dari partikel radioaktif gas. Saat ini, reaktor boleh dikatakan relatif stabil, dan dapat dikendalikan suhu dan tekanannya. Namun demikian,

banyaknya air yang dimasukkan ke dalam reaktor tanpa proses sirkulasi menyebabkan penumpukan air. Air yang menumpuk tersebut ada yang terkontaminasi dengan bahan radioaktif. Level radiasi yang tinggi biasanya disebabkan oleh air yang berinteraksi langsung dengan bahan bakar yang dalam keadaan normal, bahan bakar tersebut terlindungi oleh cladding zorcaloy   dan air hanya menerima panas dari hasil reaksi fisi. Bahan bakar tersebut berada dalam teras reaktor. Proses interaksi ini disebabkan oleh rusaknya selubung pelindung bahan bakar (cladding zircalloy ). Diperkirakan akibat ledakan hidrogen di unit 2, menyebabkan sebagian containment vessel  ikut rusak dan air yang tertampung di containmnet vessel  bocor. Air yang keluar sebagian tertampung dibawah turbin dan penampungan air lainnya, dan sebagian kecil keluar ke laut yang alirannya sudah berhasil dihentikan. Penanganan selanjutnya adalah menampung air yang terkontaminasi, dan tidak keluar ke lingkungan. Air yang terkontaminasi ini dapat juga dimurnikan oleh fasilitas khusus. Saat ini, beberapa upaya terus dilakukan, yaitu proses pendinginan, minimalisasi bahan radioaktif dari air yang terkontaminasi, purifikasi air, pembangunan instalasi penukar panas dan perbaikan turbin untuk sirkulasi air pendingin secara stabil. Proses perbaikan PLTN ini diperkirakan memakan waktu 6 sampai 9 bulan.

Sebenarnya, proses pendinginan reaktor pada saat keadaan normal bisa dilakukan dalam satu hari untuk mencapai kestabilan pendinginan. Apabila dalam keadaan darurat, dengan memakai generator diesel   darurat, backup   batere dan kemudian disambungkan dengan listrik ditempat yang sudah dikembalikan fungsinya yang sebelumnya berhenti akibat gempa, dapat dilakukan secara aman sampai mencapai keadaan pendinginan yang stabil selama satu hingga empat hari. Proses ini berhasil dilakukan di beberapa PLTN lain yaitu PLTN Fukushima Dai-ni (TEPCO),11  PLTN Onagawa (Tohoku Electric Power Corporation )12  dan PLTN Dai-ni Tokai (JAPC).13

Level Radiasi di Jepang

Radiasi yang terpancar dari bahan radioaktif ke lingkungan ada dua jenis, yaitu:

Paparan luar (eksternal) yaitu paparan langsung dari luar ke tubuh kita.

Paparan dalam (internal) yaitu paparan yang terjadi di dalam tubuh akibat zat atau partikel radioaktif yang terserap ke dalam tubuh baik lewat aktivitas pernafasan, makan atau minum.

Umumnya, radiasi eksternal dan internal terjadi akibat tersebarnya partikel gas dari produk fisi seperti Iodine-131 dan Cesium-137. Partikel radioaktif lainnya tersimpan tidak ikut tersebar (atau terbang) karena berupa padatan. Radiasi yang keluar karena partikel-partikel radioaktif gas ini disebabkan oleh proses venting   dan sebagian berasal dari bocornya air pendinginan yang terkontaminasi di reaktor.

Level radiasi di udara, tanah, dan air terus dipantau oleh pemerintah Jepang.14  Mereka mengawasi level radiasi di 47 prefektur setiap hari. Pemerintah Jepang melihat adanya penurunan level radiasi. Pada 25 April 2011 misalnya, radiasi di kota Fukushima berada pada level 1,7 microSievert/jam. Prefektur Ibaraki (Mito) berada di level 0,12 microSv/jam. Di prefektur lain, levelnya di bawah 0,1 mciroSv/jam. Sebagai acuan, radiasi alami dari lingkungan dalam keadaan normal berkisar antara 0,05 – 0,1 microSv/jam.

Dari hasil pemantauan radiasi di luar daerah evakuasi (di atas radius 20 km dari Fukushima Dai-ichi) dan daerah perluasan evakuasi, level radiasi di banyak daerah sudah kembali ke level radiasi alami. Kita dapat mengukur radiasi dengan mengacu pada Gambar 4. Gambar ini memperlihatkan bahwa kita sehari-hari sebenarnya sudah berinteraksi dengan radiasi. Namun, meski dosis radiasinya kecil, jika terpapar dalam jangka waktu lama, ada kekhawatiran bahwa dampak akumulasinya akan berbahaya. Kekhawatiran ini sebenarnya tidak perlu terjadi karena setiap hari kita juga menerima radiasi dari alam dalam dosis yang kecil, dan dosis tersebut tidak akan berbahaya. Selain itu, kita dibantu oleh proses perbaikan sel tubuh yang terus menerus berlangsung. Apabila dibandingkan dengan proses pengobatan kesehatan menggunakan

radiasi atau perjalanan menggunakan pesawat udara, level radiasi alami ini masih dapat dikatakan jauh dari berbahaya. Perhatian utama para analis radiasi kesehatan adalah radiasi paparan langsung dengan level di atas 100 miliSv dalam satu kali paparan, seperti yang ada di lokasi PLTN Fukushima Dai-ichi.15  Dampak radiasi untuk radiasi di bawah level 100 miliSv belum diketahui. Radiasi internal dalam dosis yang sangat tinggi dapat mengakibatkan gangguan kelenjar tyroid, yang kemudian dapat menjadi kanker tyroid. Sumber radiasi internal bisa dari minuman, susu, sayuran ataupun terhirup oleh pernafasan kita. Kontrol yang diberikan pemerintah Jepang untuk distribusi makanan, minuman dan ikan telah dilakukan, sehingga yang beredar dipasar adalah bahan yang sudah aman.

Gambar 4. Diagram radiasi dalam kehidupan sehari-hari14 Penilaian skala INES pada Kecelakaan PLTN Fukushima daiichi

International Nuclear and Radiological Event Scale (INES) merupakan sebuah evaluasi yang dilakukan berdasarkan standar internasional terkait sebuah kejadian yang terjadi di sebuah fasilitas nuklir baik di pembangkit, fuel processing  dan fasilitas lainnya yang berkaitan. Penilaian ini dilakukan setelah kejadian dan berdasarkan data di lapangan yang dikumpulkan dan diperkirakan memenuhi kriteria INES pada berbagai level, dari level 0 sampai level 7 dengan mengacu kepada komponen radiasi yang dikeluarkan, kerusakan fasilitas (core   reaktor) atau kematian akibat radiasi langsung.16  Evaluasi bisa berubah bergantung data yang dikumpulkan dan bisa berubah bergantung dari sudut estimasi yang dilakukan.

Evaluasi yang dilakukan terhadap kecelakaan Fukushima Dai-ichi ini berdasarkan pada komponen-komponen INES yang berlaku terutama partikel radioaktif yang keluar dari fasilitas PLTN tersebut. Evaluasi tersebut dilakukan oleh NISA (Nuclear and Industrial Safety Agency (NISA) dan Japan Nuclear Energy Safety Organization (JNES) yang kemudian dikirim ke

International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai bahan laporan. Penetapan level INES dilakukan berdasarkan radioaktif yang keluar dari partikel I-131 (Yodium-131) yang dikeluarkan PLTN Fukushima dengan mengakumulasikan dari semua reaktor unit 1, 2, dan 3 menjadi sebuah kejadian dan berdasarkan dari estimasi total akumulasi radioaktif yang dikeluarkan. Penilaian sebelumnya yang diberikan untuk Fukushima Dai-ichi ini adalah level 5 INES karena didasarkan pada penilaian terpisah pada masing-masing unit sebagai satu peristiwa terpisah. Level 7 bisa diberikan karena berdasarkan sebuah peristiwa yang menghasilkan radioaktivitas ke lingkungan sebanyak lebih dari beberapa puluh ribu terabequerels dari I-131.15 Dari estimasi NISA dan JNES diperoleh nilai yang telah melebihi kuantitas level radiasi I-131 dalam INES level 7 tersebut. Dari hasil evaluasi NISA dan JNES didapatkan total akumulasinya sekitar 10% dari radiasi yang dikeluarkan oleh Chernobyl. Meskipun Fukushima sama dengan Chernobyl, yaitu ada di level 7 (level maksimum INES), tetapi level kerusakan core , radioaktif yang dikeluarkan, serta korban jiwa akibat langsung dari radiasi jauh di bawah dari kecelakaan Chernobyl.17  Dalam tragedi Fukushima Dai-ichi, operasi reaktor telah bisa dikontrol dan di-shutdown , kemudian proses pendinginan dilakukan beberapa saat sebelum akhirnya pendinginan gagal karena tsunami dan mengakibatkan kerusakan core   karena panas yang berasal dari sisa proses peluruhan produk fisi di core . Akan tetapi isi reaktor yang rusak masih di dalam teras reaktor, kecuali beberapa partikel radioaktif gas seperti I-131, Cs-137 yang keluar seiring dengan proses venting  dan air yang terkontaminasi yang tertampung di beberapa lokasi di Fukushima Dai-ichi. Karena evaluasi ini berdasarkan pada kejadian yang sudah terjadi akibat dari sejumlah partikel radioaktif yang dikeluarkan dari fasilitas PLTN Fukushima Dai-ichi, artinya tidak berefek dengan keadaan yang sudah ada sekarang. Yang ada saat ini adalah sisa-sisa radiasi yang masih ada disekitar yang terpancar dan jauh menurun dari beberapa waktu sebelumnya. Level radiasi yang tinggi di mana level radiasinya melebihi ambang batas berbahaya terutama di daerah evakuasi 20 km dan ditambah beberapa lokasi di atas 20 km seperti desa Kutsurao, kota Namie, desa Iitate, sebagian kota Kawamata dan sebagian kota Minami Souma. Artinya, penetapan level INES 5 menjadi 7 tidak memberikan efek langsung terhadap proses evakuasi dan proses perbaikan yang sedang berlangsung saat ini.

Referensi

1. Hayes G, Wald D. The 03/11/2011 Mw9.0 Tohoku, Japan earthquake. Educational slides. URL: http://earthquake.usgs.gov/learn/topics/Tohoku2011.pdf diakses 5 Mei 2011.

2. Over 26,000 dead or missing. NHK Report, Friday, April 24, 2011. URL: http://www3.nhk.or.jp/daily/english/24_14.html diakses 24 April 2011.

3. Over 30% of listed firms report damage. NHK Report, Friday, March 25, 2011.

4. Impact to TEPCO's Facilities due to Miyagiken-Oki Earthquake. Tokyo Electric Power Company (TEPCO) Press Release (Mar 11, 2011). URL: http://www.tepco.co.jp/en/press/corp-com/release/11031105-e.html diakses 2 Mei 2011.

5. Nuclear Energy Buyers Guide in Japan 2011. Japan Atomic Industrial Forum (JAIF). February 2011. URL : http://www.jaif.or.jp/english/buyersguide/jaif_buyersguide2011.pdf diakses 5 Mei 2011.

6. The path from Fukushima: short and medium-term impacts of the reactor damage caused by the Japan earthquake and tsunami on Japan’s electricity systems. Nautilus Institute for Security and

Sustainability report, 2011. URL:

http://www.nautilus.org/publications/essays/napsnet/reports/SRJapanEnergy.pdf diakses 5 mei 2011 7. Information on status of nuclear power plants in Fukushima. Japan Atomic Industrial Forum. 13 April

2011. URL: http://www.jaif.or.jp/english/news_images/pdf/ENGNEWS01_1302693266P.pdf diakses 4 Mei 2011.

8. Fukushima Daiichi Nuclear Power Plant Accident and Radiation Health Effects. Presentation at International center of Waseda University April 14, 2011. URL: http://www.f.waseda.jp/okay/news_en/news_content/Fukushima_Waseda_110420.pdf diakses 5 Mei 2011.

9. Resource Gallery / Nuclear Power Station, Tokyo Electric Power Company. URL : http://www.tepco.co.jp/en/news/gallery/nuclear-e.html diakses 5 Mei 2011.

10. TEPCO releases report on tsunami that hit Fukushima NPS: height of wave three times higher than

projected in plant design. JAIF. URL:

http://www.jaif.or.jp/english/news_images/pdf/ENGNEWS01_1303102145P.pdf diakses 4 Mei 2011. 11. TEPCO plant status of Fukushima daini nuclear power station (as of 4:00 pm April 16th). TEPCO.

URL: http://www.tepco.co.jp/en/press/corp-com/release/betu11_e/images/110416e5.pdf diakses 4 Mei 2011.

12. Press release, Tohoku Electric Power Company. URL: http://www.tohoku-epco.co.jp/emergency/8/1182598_1800.html diakses 5 Mei 2011.

13. Press release, Japan Atomic Power Company (JAPC). URL: http://www.japc.co.jp/tohoku/index.html diakses 5 Mei 2011

14. Reading of environmental radioactivity level (English version). Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology, Japan (MEXT). URL: http://www.mext.go.jp/english/incident/1303962.htm diakses 4 Mei 2011.

15. Brenner DJ, Doll R, Goodhead DT, Hall EJ, Land CE, Little JB, et al. Cancer risks attributable to low doses of ionizing radiation: assessing what we really know. Proc Natl Acad Sci U S A. 2003; 100(24):13761-6.

16. The International Nuclear and Radiological Event Scale, User’s Manual 2008 Edition. International Atomic Energy Agency. 2008. URL: http://www-pub.iaea.org/MTCD/publications/PDF/INES-2009_web.pdf diakses 5 Mei 2011.

17. INES (the International Nuclear and Radiological Event Scale) Rating on the Events in Fukushima Dai-ichi Nuclear Power Station by the Tohoku District - off the Pacific Ocean Earthquake. Ministry of Economy, Trade and Industry. News relese, April 12, 2011. URL: http://www.nisa.meti.go.jp/english/files/en20110412-4.pdf diakses 5 Mei 2011.

Dokumen terkait