• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN POLITIS DAN YURIDIS MENGENAI ASEAN

3.2. Krisis Pangan

ASEAN tetap berkomitmen untuk mengatasi kemungkinan terjadinya krisis pangan dengan meningkatkan koordinasi di antara negara-negara anggota serta menyiapkan anggaran yang bisa mendukung ketahanan pangan. Langkah antisipasi ke arah itu telah dilakukan diantaranya penyediaan lahan yang lebih baik dan teknologi maju yang diterapkan. Negara-negara anggota, tengah mempelajari antisipasi dengan kesiapan dana untuk saling menolong dalam penyediaan energi dan pangan. sebetulnya dampak inflasi cukup tinggi sehingga perlu diwaspadai pengaruhnya terhadap aspek pangan. Namun dalam pengamatannya, saat ini tidak ada negara di kawasan ASEAN yang mengalami situasi membahayakan seperti akibat gejolak harga pangan. Sisi lain dari dampak dari krisis pangan tersebut seperti yang tulisan dalam laporan yang dipublikasikan oleh Earth Policy Institute. Laporan bertajuk The Great Food Crisis of 2011, Presiden Earth Policy Institute, Lester R Brown mengungkapkan data-data yang dijadikan indikasi akan rawannya krisis pangan dunia. Dari sisi komsumsi, ketiga faktor tersebut menyebabkan kenaikan konsumsi pangan dalam jumlah yang besar. Dalam 25 tahun terhitung dari tahun 1990-2005, tercatat konsumsi pangan hanya 25 juta ton per tahun, namun kenaikan luar biasa yang angkanya melebihi konsumsi pangan selama lebih dari 25 tahun terjadi antara tahun 2005-2010. Ada tiga negara yang diprediksi akan terimbas krisis pangan paling parah yakni China, India dan Indonesia.

Lebih jauh, krisis pangan di masa depan diyakini akan menjadi salah satu penyebab konfrontasi atau perang antar negara. Menggantikan ideologi dan kepentingan politik lainnya. Makin menipisnya stok pangan dunia menjadi alasan konflik tersebut. Harga komoditas pangan utama dunia, seperti beras gandum, dan

36 Ibid.

jagung kian membungbung tinggi di luar jangkauan masyarakat. Hal itu memicu aksi protes diberbagai belahan dunia. Utamanya negara-negara yang berada di kawasan tersebut. Dalam dekade ini sekitar 840 juta manusia di seluruh dunia masih kekurangan pangan, 799 juta berada di negara-negara berkembang.

(Sumber data FOA).

Informasi ini diperkuat oleh Direktur Jendral Organisasi Pangan Dunia PBB (FOA), mengutip pemberitaan yang di sampaikan oleh Dr. Jacques Diouf, “Stok pangan dunia akan mengalami masa kritis. Stok yang ada akan mencapai level terendah yang belum pernah terjadi sejak tahun 1980. Untuk tahun ini sudah 5% lebih rendah dari tahun lalu”. Badan PBB untuk Urusan Pangan dan Pertanian (FAO) merilis indeks harga pangan dunia per Januari lalu naik 3,4 persen menjadi 231 poin. Itu merupakan angka tertinggi sejak 1990, saat FAO mulai memantau harga pangan dunia. FAO juga mengeluarkan data faktor-faktor penyebab naiknya harga pangan dalam tujuh bulan berturut-turut. Empat faktor itu adalah cuaca, tingginya permintaan, berkurangnya hasil panen, dan beralihfungsinya lahan tanaman pangan dari tadinya untuk sumber makanan manusia menjadi bahan bioenergi.

Peringatan mahalnya harga pangan juga datang dari Bank Dunia.

Bahkan, The Bank mengungkapkan bahwa harga pangan di mancanegara kini berada dalam “level berbahaya.” Laporan Bank Dunia yang dimuat dalam jurnal edisi terbaru, Food Price Watch, selama Oktober 2010 hingga Januari 2011 menyatakan harga pangan di tingkat global naik 15 persen. Tingginya harga pangan ini membuat sekitar 44 juta orang miskin di penjuru dunia kian melarat sejak Juni 2010.

KTT Asean dan Krisis Pangan

Lalu bagaimana Indonesia dan Negara Negara ASEAN merespon ancaman krisis pangan tersebut? Sejauh ini Indonesia sudah melakukan sejumlah jurus agar efek negatif krisis pangan dapat diminimalisir.Bukti nyata yang diberikan Indonesia dalam menangani masalah pangan dibuktikan dalam penyelesaiankrisis pangan 2008 dengan menunjukkan ketahanan yang kuat terhadap dampak dari harga pangan yang tinggi . Indonesia misalnya telah membuat operasi pasar untuk menekan harga beras di pasar dalam negeri.

Indonesia juga akan mengimpor 1,3 juta ton beras pada tahun 2011. Sebagai hasil dari keberhasilan ini , suara Indonesia terdengar lebih baik di wilayah internasional .

Dunia ingin kita berbagi pengalaman kita dalam menghadapi ancaman krisis pangan dan ingin tahu strategi nasional kita di bidang ketahanan pangan. Ini adalah chip diplomatik berharga untuk mengejar agenda kita dan untuk mendorong masyarakat internasional untuk menangani masalah keamanan pangan di cara yang lebih baik . Yang banyak orang tergantung pada pertanian untuk mata pencaharian mereka. Sektor pertanian itu sendiri memberikan kontribusi sekitar 14 persen dari total saham dari PDB Indonesia pada tahun 2007 . Dengan demikian , peningkatan jumlah investasi di sektor pertanian berarti bahwa lebih banyak orang Indonesia akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk meringankan diri dari kemiskinan , memperkuat sektor pertanian dalam sistem ekonomi Indonesia , dan juga berkontribusi terhadap ketahanan pangan dunia yang lebih kuat .

Melihat hal tersebut sejumlah negara ASEAN dalam KKT yang baru melalui pertemuan di Jakarta menekankan pentingnya kerjasama antar negara untuk mengatasi krisis pangan regional. Presiden SBY menegaskan bahwa menipisnya stok pangan dunia di masa depan berpotensi mendasari konflik antar negara. Oleh karenanya sebelum konflik terjadi, SBY mengingatkan pemimpin ASEAN agar mengantisipasi stok pangan kawasan ASEAN. SBY menegaskan langkah untuk menjamin ketahanan pangan ini harus segera dilaksanakan.

Mengingat kondisi saat ini yang dihadapkan dengan harga pangan dan energi yang sangat fluktuatif dan cenderung meningkat di pasar dunia. Salah satu langkah cepat yang harus diambil adalah pelaksanaan ASEAN Integrated Food Security Framework secara komprehensif, utamanya dalam penelitian dan pengembangan, serta investasi dalam bidang pangan. SBY juga menekankan agar ASEAN mencari solusi yang inovatif dengan terus mengeksplorasi sumber-sumber energi baru dan terbarukan untuk meningkatkan keanekaragaman pasokan energi dan mengurangi konsumsi energi yang berdampak negatif pada lingkungan. “Implementasi program ASEAN Energy Efficiency and Conservation, dapat mempercepat pembangunan ekonomi dan sosial di negara-negara anggota ASEAN”.

Himbauan SBY kepada para pemimpin ASEAN akan menjadi sebuah “warning” bagi tiap negara yang di kawasan itu agar terbebas dari masalah krisis pangan. Keprihatinan yang ditunjukan SBY bukanlah satu retorika untuk menakut-nakuti, akan tetapi lebih pada pembangunan wacana kebersamaan agar terhindar dari masalah pangan. Negara-negara ASEAN juga dapat belajar dari negara kita bila memang ingin terbebas dari masalah krisis pangan.

Kerjasama dalam berbagi informasi dan upaya penanggulangan beberapa masalah akan menjadi satu kekuatan yang pasti jika negara-negara ASEAN ingin membesarkan kawasanya. Bukan tidak mustahil kawasan ASEAN akan menjadi kekuatan baru di dunia yang mampu menyelesaikan masalah pangan, terbebas dari masalah pangan dunia.

3.3. Konflik Perbatasan

Informal ASEAN Foreign Minister’s Meeting (pertemuan informal para Menlu ASEAN) dengan agenda tunggal pembahasan penyelesaian konflik Thailand dan Kamboja. Pertemuan informal para Menlu ASEAN kali ini, yang diprakarsai Indonesia selaku Ketua ASEAN, merupakan tindak lanjut dari hasil sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang meminta

Thailand dan Kamboja bekerjasama dengan ASEAN sebagai mediator untuk menuntaskan persoalan perbatasan melalui jalan damai.

Ditengah upaya negara-negara ASEAN mengimplementasikan kesepakatan yang tercantum dalam Piagam ASEAN dan proses pembentukan Komunitas ASEAN 2015, pertemuan informal para Menlu ASEAN kali ini memiliki arti yang sangat penting sebagai sebagai langkah awal untuk memperlihatkan kredibilitas ASEAN dalam menangani masalah internal kawasannya.37

3.4 Konflik Internal ASEAN

Sebagai suatu organisasi kerjasama regional, ASEAN yang didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 oleh lima negara yaitu Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand, terus tumbuh dan berkembang sebagai suatu organisasi yang semakin solid. Dari suatu organisasi yang longgar, ASEAN tumbuh dan berkembang menjadi organisasi yang berdasarkan hukum seperti tercermnin dari diratifikasinya Piagam ASEAN pada akhir tahun 2008.

Selain Piagam ASEAN, negara-negara ASEAN juga memiliki Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) yang ditandatangani di Bali tahun 1976. Melalui Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama negara anggota ASEAN menyepakati code of conduct atau aturan perilaku dalam pelaksanaan hubungan kerjasama antar negara anggota ASEAN yang meninggalkan kekerasan dan mengedepankan cara-cara damai dalam penyelesaian konflik di antara mereka.

Sayangnya, Piagam ASEAN dan Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama belum pernah sekalipun digunakan untuk menyelesaikan konflik antar negara-negara ASEAN. Bukan karena tidak ada konflik di negara-negara ASEAN, melainkan karena masih rendahnya rasa saling percaya di antara negara

37 Aris Heru Utomo, “ASEAN dan Penyelesaian Konflik Thailand-Kamboja”, http://politik.kompasiana.com/2011/02/22/asean-dan-penyelesaian-konflik-thailand-kamboja/ . Tulisan pegawai Kemenlu Ri di Kompasiana.

anggota. Negara-negara ASEAN yang bekonflik lebih memilih penyelesaian secara bilateral atau menyerahkan penyelesaian persoalan kepada lembaga internasional seperti Mahkamah Internasional yang berkedudukan di Den Haag.

Pada tahun 1996, ketika Indonesia dan Malaysia bersengketa mengenai masalah perbatasan di Sipadan dan Ligitan, keduanya membawa permasalahan tersebut ke Mahkamah Internasional. Sementara itu Filipina yang ditahun 1990-an tengah berupaya menyelesaikan konflik di Mindanao Selatan, pihak yang diundang untuk menyelesaikan adalah Organisasi Konperensi Islam (OKI).

Langkah Indonesia, Malaysia dan Filipina yang melibatkan lembaga internasional dalam penyelesaian konflik pada akhrnya diikuti pula oleh Kamboja. Bahkan Kamboja tidak perlu waktu lama unuk segera meminta bantuan DK PBB di New York.

Langkah cepat Kamboja melaporkan permasalahan perbatasannya ke DK PBB tentu saja memunculkan kekhawatiran bahwa penyelesaian konflik perbatasan Thailand dan Kamboja akan diselesaikan atas bantuan pihak eksternal di luar ASEAN. Kalau sampai DK PBB mengabulkan permintaan Kamboja agar PBB membantu penyelesaian konflik perbatasannya dengan Thailand, maka muka ASEAN akan tercoreng dan keberadaan ASEAN kembali dipertanyakan.

Bagaimana mungkin ASEAN bisa berperan di forum global seperti yang tercermin dalam tema ASEAN 2011 “ASEAN Community in a Global Community of Nations”, jika mengelola konflik internal saja tidak berhasil.38

3.5. Masalah Hak Asasi Manusia

Salah satu inovasi baru yang terdapat dalam klausula-klausula ASEAN Charter adalah terkait ketentuan yang mengatur pemajuan dan perlindungan HAM, terutama amanat pembentukan Badan HAM ASEAN (ASEAN Human Rights Body). Dalam ASEAN Charter terdapat klausula-klausula yang memberikan harapan baru perlindungan HAM di ASEAN. Isu-isu HAM

38 Ibid.

tersebut antara lain terdapat pada preamble39, purposes (Pasal 1 ayat (7)40, principles (Pasal 2 ayat (2) (i)41 dan Pasal 1442 yang secara khusus mengatur tentang HAM.

Pada pembukaan (Preambule) ASEAN Charter yang telah disepakati, negara-negara ASEAN diamanatkan untuk mematuhi penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Pernyataan tersebut secara eksplisit dijabarkan dalam tujuan dan prinsip pembentukan ASEAN yaitu Pasal 1 ayat (7) dan Pasal 2 ayat (2) (i) bahwa ASEAN bertekad untuk memajukan melindungi HAM di kawasan ASEAN. Prinsip ini mengisyaratkan bahwa ASEAN harus berperan nyata dalam menjaga kesinambungan kawasan ASEAN dalam memberikan pemajuan dan perlindungan HAM. Untuk mendukung upaya itu, Pasal 14 Piagam ASEAN menegaskan bahwa agar selaras dengan tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip Piagam ASEAN terkait dengan pemajuan dan perlindungan HAM dan kebebasan fundamental, ASEAN wajib membentuk Badan HAM ASEAN, yang tugasnya sesuai dengan kerangka acuan yang akan ditentukan oleh pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN. Dengan demikian, pembentukan Badan HAM ASEAN merupakan sebuah keharusan yang harus dilakukan sebagai “ujung tombak” dalam mewujudkan tujuan dan prinsip-prinsip ASEAN tersebut.

Berdasarkan klausula-klausula yang terdapat dalam preamble, purposes, principles dan Pasal 14 tersebut, setidaknya ada dua fungsi dan mandat

39 ADHERING to the principles of democracy, the rule of law and good governance, respect for and protection of human rights and fundamental freedoms;

40 To strengthen democracy, enhance good governance and the rule of law, and to promote and protect human rights and fundamental freedoms, with due regard to the rights and responsibilities of the Member States of ASEAN;

41 Respect for fundamental freedoms, the promotion and protection of human rights, and the promotion of social justice;

42 1. In conformity with the purposes and principles of the ASEAN Charter relating to the promotion and protection of human rights and fundamental freedoms, ASEAN shall establish an ASEAN human rights body.

2. This ASEAN human rights body shall operate in accordance with the terms of reference to be determined by the ASEAN Foreign Ministers Meeting.

yang harus diemban oleh AICHR yaitu fungsi pemajuan (promotion) dan perlindungan (protection). Fungsi pemajuan HAM (promotion of human rights) merupakan fungsi Komisi HAM untuk melakukan penyebarluasan dan pendidikan HAM melalui memberikan informasi dan menyelenggarakan pendidikan HAM;

menyelenggarakan seminar, simposium, konferensi, diseminasi informasi untuk mengenalkan HAM dan terhadap lembaga nasional dan lokal; mengumpulkan dokumen dan melakukan studi dan penelitian mengenai masalah HAM di ASEAN;

memformulasikan dan menetapkan prinsip-prinsip dan aturan yang bertujuan menyelesaikan masalah hukum yang terkait dengan HAM; bekerjasama dengan lembaga baik wilayah di ASEAN, Asia atau internasional yang terkait dengan penyebarluasan dan perlindungan HAM; mempertimbangkan secara periodik laporan negara mengenai hukum atau tindakan yang diambil oleh negara untuk memberikan perlindungan terhadap hak dan kebebasan yang dijamin dalam Piagam ASEAN. Selanjutnya, fungsi perlindungan HAM (protection of human rights) berarti Komisi HAM harus bertanggungjawab memastikan perlindungan HAM dalam kondisi yang ditetapkan dalam Piagam dan sesuai aturan yang ditetapkan mengenai prosedur.43

Dimuatnya ketentuan HAM secara eksplisit tersebut, ASEAN Charter seakan membawa ”angin segar” bagi Negara-negara ASEAN dalam upaya perlindungan HAM, yaitu dengan pembentukan badan HAM tingkat regional kawasan Asia Tenggara. ASEAN Charter dapat dikatakan membawa angin segar bagi perlindungan HAM dikawasan ASEAN setidaknya ada dua alasan utama.

1. Berbeda dengan negara Eropa, Amerika dan Afrika selama ini di tingkat regional sudah memiliki badan HAM regional, negara Asia khususnya Asia Tenggara belum memiliki badan HAM tingkat regional.

2. Sejak berdiri 44 tahun lalu, penegakan HAM di ASEAN hanya ditekankan untuk memajukan HAM. Barulah dalam piagam ini semua negara akhirnya menyepakati bahwa penegakan HAM harus juga mencakup perlindungan

43 Harkristuti Harkrisnowo. 2008. ASEAN Human Rights Body: Suatu Catatan Ringkas. Makalah Lokakarya ASEAN human Rights Body, Berbagai telaah Strategis. Depok, 25 Mei 2011.

HAM yang ditegaskan dalam Pasal 14 dengan membentuk suatu badan HAM untuk memajukan dan meningkatkan perlindungan HAM dan kebebasan-kebebasan dasar (fundamental freedoms).

Akhirnya, ASEAN mencatat sejarah baru dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM sebagai amanat ASEAN Charter dengan ditandatanganinya Terms of Reference (ToR) ASEAN Intergovermental Commission on Human Rights (AICHR) sebagai hasil penyelenggaraan KTT ke-15 ASEAN yang berlangsung di Hua Hin, Thailand.44 Peresmian AICHR ini dilaksanakan di sela-sela pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-15 yang dihadiri oleh seluruh anggota komisi yang berjumlah 10 orang. Anggota AICHR merupakan perwakilan dari masing-masing negara anggota ASEAN, yakni Dr Sriprapha Petcharamesree dari Thailand yang ditetapkan sebagai Ketua AICHR, Rafendi Djamin (Indonesia), Om Yentieng (Kamboja), Bounkeut Sangsomsak (Laos), Awang Abdul Hamid Bakal (Malaysia), Kyaw Tint Swe (Myanmar), Rosario G. Manalo (Filipina), Richard Magnus (Singapura), dan Do Ngoc Son (Viet Nam).45 Pembentukan AICHR merupakan sebuah langkah maju dalam penguatan nilai-nilai HAM di ASEAN dan memberikan peluang yang lebih besar akan perbaikan implementasi dan penegakan HAM di ASEAN.

Masalah dan Tantangan AICHR

Secara filosofis dengan dibentuknya Badan HAM ASEAN ini, negara anggota akan lebih memilih penyelesaian regional daripada internasional.

Penyelesaian regional dipilih karena aturan-aturan disesuaikan dengan kondisi kawasan. Badan HAM ASEAN ini membutuhkan landasan dan kedudukan yang kuat untuk dapat memberikan teguran. Muncul pertanyaan, apakah ruang lingkup kewenangan dan tugasnya mampu menyelesaikan perkara-perkara pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara-negara anggota ASEAN?, sementara prinsip

44 Yerdinand, 2009, AICHR dan Diplomasi Indonesia, http://portalhi.web.id/?p=280, (diakses pada 5November 2011)

45 Suara Karya, 2009, DIPLOMAT AICHR dan Penguatan Perlindungan HAM di ASEAN, http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=240518, Diakses pada 5November 2011.

dasar dalam ASEAN Charter adalah menghormati asas integritas teritorial, kedaulatan, non intervensi dan jatidiri nasional anggota ASEAN?

Jika dicermati di dalam TOR yang merupakan dasar pendirian AICHR, mandat AICHR yang disebutkan dalam TOR itu tidak seimbang. Dalam poin 4 TOR AICHR bagian mengenai Mandat dan Fungsi-fungsi, ada 14 hal yang merupakan mandat dan fungsi AICHR46. Dari 14 poin itu, tidak ada satu pun secara khusus dan detail terkait dengan perlindungan HAM, seperti keharusan

46 4.1. To develop strategies for the promotion and protection of human rights and fundamental freedoms to complement the building of the ASEAN Community

4.2. To develop an ASEAN Human Rights Declaration with a view to establishing a framework for human rights cooperation through various ASEAN conventions and other instruments dealing with human rights;

4.3. To enhance public awareness of human rights among the peoples of ASEAN through education, research and dissemination of information;

4.4. To promote capacity building for the effective implementation of international human rights treaty obligations undertaken by ASEAN Member States;

4.5. To encourage ASEAN Member States to consider acceding to and ratifying international human rights instruments;

4.6. To promote the full implementation of ASEAN instruments related to human rights;

4.7. To provide advisory services and technical assistance on human rights matters to ASEAN sectoral bodies upon request;

4.8. To engage in dialogue and consultation with other ASEAN bodies and entities associated with ASEAN, including civil society organisations and other stakeholders, as provided for in Chapter V of the ASEAN Charter;

4.9. To consult, as may be appropriate, with other national, regional and international institutions and entities concerned with the promotion and protection of human rights;

4.10. To obtain information from ASEAN Member States on the promotion and protection of human rights;

4.11. To develop common approaches and positions on human rights matters of interest to ASEAN;

4.12. To prepare studies on thematic issues of human rights in ASEAN;

4.13. To submit an annual report on its activities, or other reports if deemed necessary, to the ASEAN Foreign Ministers Meeting; and

4.14. To perform any other tasks as may be assigned to it by the ASEAN Foreign Ministers Meeting.

menyinkronkan peraturan perundangan sehingga selaras dengan perlindungan HAM, keharusan menyampaikan laporan periodik mengenai perlindungan HAM yang mendapat perhatian luas, apalagi mendorong keterbukaan negara-negara anggota ASEAN untuk menerima misi pemantau HAM dari ASEAN sebagai lembaga, ataupun badan-badan HAM yang sudah ada di beberapa negara anggota ASEAN.

Keempatbelas mandat dan fungsi AICHR tersebut jelas tidak seimbang dengan tujuan dibentuknya AICHR yaitu memajukan dan melindungi HAM dan kebebasan fundamental dari rakyat ASEAN. Peran AICHR lebih dominan pada fungsi promosi, bukan perlindungan. Dengan demikian, fungsi perlindungan dari komisi yang baru diresmikan itu di masa mendatang harus diperkuat. Karena jika fungsi perlindungan tidak diperkuat, AICHR hanya akan menjadi “macan yang tanpa taring/ompong”. Tanpa fungsi perlindungan yang kuat, AICHR tidak dapat memberikan sanksi apabila terdapat pelanggaran HAM yang terjadi di suatu negara.

Dalam menjalankan kerjanya, AICHR wajib berpedoman pada prinsip-prinsip47 menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah dan tidak campur tangan urusan dalam negeri negara-negara anggota ASEAN.

Prinsip-prinsip ini justru menjadi tidak selaras dengan standard HAM internasional sebagaimana yang dijabarkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), Deklarasi Wina yang seharusnya diadopsi AICHR dalam kerangka kerjanya seperti 'universality, indivisibility, interdependence and interrelatedness of all human rights'. 48

Berdasarkan TOR AICHR, pengambilan keputusan pada AICHR didasarkan pada konsultasi dan konsensus sesuai Pasal 20 Piagam ASEAN49.

47 respect for independence, sovereignty, equality, territorial integrity and national identity of all ASEAN Member States (Art. 2 a)

48 Yuval Ginbar. Human Rights in ASEAN-Settung Sail or Treading Water. Human Rights Law Review, September, Oxford University: 2010 Press. 514.

49 1. As a basic principles, decision-making in ASEAN shall be based on consultation and consensus

Prinsip dasar pengambilan keputusan dengan consensus dan konsultasi mempunyai kelemahan jika dikaitkan dengan perlindungan HAM karena akan dicampuri unsur politik dan kepentingan nasional masing-masing negara sehingga tujuan perlindungan HAM itu sendiri tidak akan tercapai.

Masalah selanjutnya yang muncul dengan terbentuknya AICHR ini adalah bagaimanakah AICHR ini dapat tetap memajukan dan melindungi HAM di ruang lingkup ASEAN sekaligus pada saat bersamaan mengakomodasi integritas dan kepentingan negara-negara ASEAN50. Dilema ini sungguh berat mengingat hampir semua negara anggota ASEAN memiliki persoalan HAM. Myanmar dengan rejim militernya yang otoriter dan penindasan etnis minoritasnya (Rohingya, dll)51, Thailand dengan kekerasan dan konflik di Thailand Selatan (Patani Darussalam) dan sengketa perbatasan dengan Kamboja, Malaysia dengan masalah diskriminasi rasial dan pemberlakuan internal security act-nya, Kamboja dengan berlarut-larutnya peradilan terhadap mantan petinggi Khmer Merah, Philippina dengan berlarutnya konflik dan macetnya perdamaian di Moro-Mindanao, juga Indonesia yang memiliki masalah dengan kemiskinan, pengangguran, serta pemenuhan hak-hak ekonomi, kesehatan dan pendidikan warganya. Dari masalah HAM di atas bahkan telah melewati pintu ruang

Masalah selanjutnya yang muncul dengan terbentuknya AICHR ini adalah bagaimanakah AICHR ini dapat tetap memajukan dan melindungi HAM di ruang lingkup ASEAN sekaligus pada saat bersamaan mengakomodasi integritas dan kepentingan negara-negara ASEAN50. Dilema ini sungguh berat mengingat hampir semua negara anggota ASEAN memiliki persoalan HAM. Myanmar dengan rejim militernya yang otoriter dan penindasan etnis minoritasnya (Rohingya, dll)51, Thailand dengan kekerasan dan konflik di Thailand Selatan (Patani Darussalam) dan sengketa perbatasan dengan Kamboja, Malaysia dengan masalah diskriminasi rasial dan pemberlakuan internal security act-nya, Kamboja dengan berlarut-larutnya peradilan terhadap mantan petinggi Khmer Merah, Philippina dengan berlarutnya konflik dan macetnya perdamaian di Moro-Mindanao, juga Indonesia yang memiliki masalah dengan kemiskinan, pengangguran, serta pemenuhan hak-hak ekonomi, kesehatan dan pendidikan warganya. Dari masalah HAM di atas bahkan telah melewati pintu ruang

Dokumen terkait