• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Standar Penilaian Kriteria Green Building -GBCI

2.4.3. Kriteria dalam Greenship

Kriteria green building yang terdapat dalam Perangkat Penilaian Greenship Untuk Gedung Terbangun Versi 1.0 terdiri dari 41 kriteria kredit yang ditentukan oleh GBCI berdasarkan standar teori dan peraturan yang telah disesuaikan di Indonesia. Berikut adalah sebagian penjelasan mengenai kriteria kredit yang terdapat dalam Greenship:

2.4.3.1. Efek Pulau Bahang

Salah satu fenomena iklim yang menjadi isu global akhir-akhir ini adalah fenomena Pulau Bahang atau yang lebih dikenal dengan heat island effect. Fenomena ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti diantaranya penggunaan material pada area atap dan non-atap gedung sehingga mempengaruhi nilai albedo (daya refleksi panas matahari) sekitar gedung. Albedo adalah reflektivitas dari permukaan yang terintegrasi di seluruh belahan bumi dan panjang gelombang matahari. Semakin permukaan bahan berwarna gelap dan bertekstur kasar, maka nilai albedo akan semakin kecil. (Taha, 1992)

Greenship menetapkan nilai albedo yang baik adalah > 0,3. Berikut daftar nilai albedo pada beberapa jenis bahan:

Tabel 2.11. Nilai Albedo pada Beberapa Jenis Material

No Nama Bahan Nilai Albedo

1. Aspal 0,05 - 0,20 2. Beton 0,10 - 0,35 3. Paving blok 0,07 - 0,35 4. Rumput/semak 0,25 - 0,30 5 Pohon 0,15 - 0,18 6 Tanah 0,29*) Sumber: Kaloush et al (2008) *

Gambar 2.1. Nilai Albedo pada Beberapa Jenis Material

Sumber: Kaloush et al (2008)

Berikut ini rumus untuk menghitung nilai albedo pada lahan yang heterogen (GBCI, 2010):

Keterangan:

An= Nilai Albedo dari luasan Ln= Luas area (m2)

2.4.3.2. Manajemen Limpasan Air Hujan

Sumur resapan air hujan adalah prasarana untuk menampung dan meresapkan air hujan ke dalam tanah. Berdasarkan SNI 03-2453-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan, maka persamaan yang dipakai untuk menghitung volume air limpasan hujan, yaitu:

Vab = 0,855 Ctadah x Atadah x R/1000

Keterangan:

Vab = Volume andil banjir yang akan ditampung sumur resapan (m3) Ctadah = Koefisien limpasan dari bidang tadah (tanpa satuan)

Atadah = Luas bidang tanah (m2)

R = Tinggi hujan harian rata-rata (L/m2.hari)

Berikut adalah nilai koefisien aliran (C) dari masing-masing tata guna lahan:

Tabel 2.12. Nilai Koefisien Limpasan

No Tata Guna Lahan Nilai Albedo

1 Aspal, beton 0,70 - 0,95

2 Batu bata, paving 0,50 - 0,70

3 Atap 0,75 - 0,95

4 Tanah berpasir 0,05 - 0,10

5 Padang rumput 0,21

Sumber: McGuen (1989); Hassing (1995) dalam Rahayu (2013)

2.4.3.3. Intensitas Konsumsi Energi (IKE)

Menurut SNI 03-6196-2000 tentang Prosedur Audit Energi Pada Pembangunan Gedung, Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik adalah

satuan luas bangunan gedung. Menurut Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi dan Pengawasannya di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional, nilai IKE dari suatu bangunan gedung digolongkan dalam dua kriteria, yaitu untuk bangunan ber-AC dan bangunan tidak ber-AC. Berikut adalah kriteria IKE untuk gedung ber-AC:

Tabel 2.13. Kriteria IKE Bangunan Gedung ber-AC

Kriteria Keterangan

Sangat Efisien (4,17-7,92) Kwh.m2/bulan

a). Desain gedung sesuai standar tata cara perencanaan teknis konservasi energi

b). Pengoperasian peralatan energi dilakukan dengan prinsip-prinsip manajemen energi

Efisien (7,93-12,08) Kwh.m2/bulan

a). Pemeliharaan gedung dan peralatan energi dilakukan sesuai prosedur b). Efisiensi penggunaan energi masih mungkin ditingkatkan melalui

penerapan sistem manajemen energi terpadu Cukup Efisien

(12,08-14,58) Kwh.m2/bulan

a). Penggunaan energi cukup efisien melalui pemeliharaan bangunan dan peralatan energi masih memungkinkan

b). Pengoperasian dan pemeliharaan gedung belum mempertimbangkan prinsip konservasi energi

Agak Boros (14,58-19,17) Kwh.m2/bulan

a). Audit energi perlu dipertimbangkan untuk menentukan perbaikan efisiensi yang mungkin dilakukan

b). Desain bangunan maupun pemeliharaan dan pengoperasian gedung belum mempertimbangkan

Boros (14,58-19,17) Kwh.m2/bulan

a). Audit energi perlu dipertimbangkan untuk menentukan langkah-langkah perbaiakn sehingga pemborosan energi dapat dihindari b). Instalasi peralatan dan desain pengoperasian dan pemeliharaan tidak

mengacu pada penghematan energi Sangat Boros

(14,58-19,17) Kwh.m2/bulan

a). Agar ditinjau ulang atas semua instalasi/peralatan energi serta penerapan manajemen energi dalam pengelolaan bangunan

b). Audit energi adalah langkah awal yang perlu dilakukan

Sumber: Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi, 2002

2.4.3.4. Energi Baru Terbarukan

Energi terbarukan dapat diartikan sebagai bentuk dari kemampuan energi untuk meregenerasi secara alamiah. Sebagai contoh, cahaya matahari, angin, dan air yang mengalir merupakan sumber energi terbarukan. (Chiraz, 2004 dalam Rahayu, 2013)

Energi terbarukan merupakan energi yang dihasilkan dari sumber yang keberadaannya kontinyu atau dengan cepat dapat diperbaharui. Energi terbarukan cenderung ramah lingkungan, mengemisi CO2 dan gas rumah kaca dalam persentase rendah dibandingkan energi minyak atau fosil. Energi terbarukan yang bisa dimanfaatkan di Indonesia adalah energi surya, energi angin, energi air, energi panas bumi, serta energi yang berasal dari biomassa, seperti syngas, biogas, biofel, dan hydrogen cair. (Karyono, 2010 dalam Rahayu, 2013)

2.4.3.5. Penurunan Emisi Energi

Widhi (2013) menyebutkan bahwa sektor energi merupakan penyumbang terbesar gas rumah kaca khususnya CO2 dibandingkan sektor lain seperti transportasi dan industri. Emisi CO2 terbesar dari penggunaan energi listrik berasal dari aktivitas dalam gedung yaitu sebesar 70%.

Dengan mengetahui penggunaan daya listrik gedung, jumlah emisi CO2 (EE) dapat dihitung dengan mengalikan penggunaan listrik dengan faktor emisi (EF) berdasarkan letak wilayah. Hal ini disesuaikan dengan Amanat Peraturan Menteri ESDM no. 13 Tahun 2012 tentang Penghematan Pemakaian Listrik. (USAID Indonesia, 2014)

Avoided Emission EE = JP x EF

Dimana:

EE= Emisi Energi

Tabel 2.14. Faktor Emisi Grid untuk Tiap Wilayah

Sistem Interkoneksi Faktor Emisi (kg CO2-e/kWh)

Jawa-Madura-Bali (JAMALI) 0,823

Sumatera 0,687

Khatulistiwa (Sistem Kalbar) 0,732

Barito (Sistem Kalsel dan Kalteng) 0,900

Mahakam (Sistem Kaltim) 1,069

Minahasa-Kotamobagu 0,600

Sulawesi Selatan – Sulawesi Barat 0,746

Batam 0,836

Maluku, Nusa Tenggara dan Papua 0,800 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) 0,800

Sumber: Ditjen Ketenalistrikan, 2013 (dalam USAID Indonesia, 2014)

2.4.3.6. Sumber dan Siklus Material

Isu utama dari sumber dan siklus material adalah untuk menjaga keberlanjutan sumber daya alam dengan menerapkan tatanan dan pengelolaan yang baik. Untuk menjaga keberlanjutan dapat dilakukan dengan memperpanjang daur hidup material dimulai dari tahap eksploitasi, pengelolaan dan produksi. (Ervianto, 2012)

Dalam kategori sumber dan siklus material, penggunaan refrigeran dimasukkan ke dalam prasyarat utama. Tujuannya untuk mencegah pemakaian bahan perusak ozon yang memiliki nilai Ozone Depleting Potential (ODP) > 1.

Menurut Peraturan Menteri Perindustrian No.33/MIND/PER/4/2007 tentang Larangan Memproduksi Barang yang Menggunakan Bahan Perusak lapisan Ozon, yang dimaksud dengan Bahan Perusak Ozon (BPO) adalah senyawa kimia yang berpotensi dapat bereaksi dengan molekul ozon di lapisan stratosfer. BPO dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu chlorofluorocarbon

(CFC), hydro-chlorofluorocarbons (HFCs), halon, hydro-bromofluorocarbons

(HBFCs), methyl chloroform, carbon tetrachloride dan methyl bromide. Berikut adalah jenis-jenis refrigeran dan nilai ODP nya:

Tabel 2.15. Jenis Refrigeran dan Nilai ODP

No Refrigeran Group Atmospheric Life ODP 1 R11 CFC 130 1 2 R12 CFC 130 1 3 R22 HCFC 15 0,05 4 R134a HFC 16 0 5 R404a HFC 16 0 6 R410a HFC 16 0 7 R507 HFC 130 1 8 R290 HC < 1 0 9 R600a HC < 1 0

Sumber: Dreepaul dalam Rahayu (2013)

2.4.3.7. Kenyamanan Visual

Tujuannya untuk mencegah gangguan visual akibat pencahayaan yang tidak sesuai dengan akomodasi mata. Tolok ukurnya adalah dengan memenuhi tingkat pencahayaan (iluminasi) ruangan sesuai SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan.

Tabel 2.16. Tingkat Pencahayaan Rata-Rata yang Direkomendasikan

No Fungsi Ruangan Tingkat Pencahayaan (Lux) Perkantoran 1 Ruang direktur 350 2 Ruang kerja 350 3 Ruang computer 350 4 Ruang rapat 300 5 Ruang gambar 750 6 Ruang arsip 150

7 Ruang arsip aktif 300

Sumber: SNI 03-6197-2000

2.4.3.8. Tingkat Kebisingan

Tujuannya untuk menjaga tingkat kebisingan di dalam ruangan pada tingkat yang optimal. Tolok ukurnya adalah menunjukkan tingkat bunyi di ruang

Tabel 2.17. Baku Tingkat Kebisingan No Peruntukan Kawasan/ Lingkungan Kegiatan Tingkat Kebisingan (satuan DB) a. Peruntukan kawasan

1 Perumahan dan pemukiman 55

2 Perdagangan dan Jasa 70

3 Perkantoran dan Perdagangan 65

4 Ruang Terbuka Hijau 50

5 Industri 70

6 Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60

7 Rekreasi 70

b. Lingkungan Kegiatan

1 Rumah sakit atau sejenisnya 55 2 Sekolah atau atau sejenisnya 55 3 Tempat ibadah atau sejenisnya 55

Sumber: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996

Dokumen terkait