• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.2. Saran

Untuk mengembangkan hasil penelitian ini, berikut adalah beberapa saran yang dapat dilakukan untuk penelitian ke depannya:

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut sebagai penyempurnaan penelitian pada kriteria yang belum dapat dievaluasi karena ketidaklengkapan data primer maupun data sekunder.

2. Perlu dipastikan keakuratan jumlah poin untuk menentukan peringkat bangunan pada dokumen ringkasan Greenship untuk Gedung Terbangun Versi 1.0, karena hingga penelitian ini selesai tidak dapat ditemukan dokumen yang menjelaskan peringkat bangunan, sehingga penelitian ini merujuk pada Greenship untuk Gedung Baru Versi 1.1. untuk menentukan peringkat bangunan.

3. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya perlu melakukan wawancara kepada pihak Greenship-GBCI agar memahami kriteria green building

yang tertera pada Greenship dengan baik dan mudah.

4. Untuk pihak manajemen Gedung BPA USU, untuk memperoleh sertifikasi Perunggu sampai dengan Platinum dapat dilihat pada Lampiran.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan menjelaskan dasar-dasar teori yang menjadi landasan pendukung penelitian, yaitu literatur yang menjelaskan konsep green building dan sistem rating Greenship yang digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian, serta hasil penelitian yang up to date dan relevan dengan mengutamakan hasil penelitian pada jurnal ilmiah.

2.1. Definisi dan Terminologi

2.1.1. Green Building

Menurut Pitts (2004, dalam Hardjono, 2009:6), green building merupakan konsep yang menjadi solusi bagi dunia properti untuk mengambil peran dalam mengurangi dampak pada global warming.

Menurut Chen (2008, dalam Hardjono, 2009:6), green building adalah sebuah bangunan yang dalam pemanfaatannya (baik sejak saat direncanakan, didesain, dibangun, digunakan, maupun direnovasi) menggunakan sumber daya alam dan sumber energi secara minimalis, meminimalisasi limbah, dan ramah lingkungan.

Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 8 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan Bab I Pasal 1, bangunan ramah lingkungan (green building) adalah suatu bangunan yang menerapkan prinsip lingkungan dalam perancangan, pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaannya dan aspek penting penanganan dampak

perubahan iklim. Prinsip lingkungan yang dimaksud adalah prinsip yang mengedepankan dan memperhatikan unsur pelestarian fungsi lingkungan.

Menurut Green Building Council Indonesia/GBCI (2010), green building

adalah bangunan yang dimana sejak mulai dalam tahap perencanaan, pembangunan, pengoperasian hingga dalam operasional pemeliharaannya memperlihatkan aspek-aspek dalam melindungi, menghemat, serta mengurangi penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu dari kualitas udara di ruangan, dan memperhatikan kesehatan penghuninya yang semuanya berpegang pada kaidah pembangunan yang berkesinambungan.

Menurut Kriss (2014), green building adalah sebuah konsep holistik yang dimulai dengan pemahaman bahwa lingkungan yang dibangun dapat menimbulkan dampak, baik dampak positif dan dampak negatif pada lingkungan hidup, juga orang-orang yang tinggal di bangunan tersebut setiap hari. Green building adalah sebuah usaha untuk memperbesar dampak positif dan mencegah dampak negatif selama umur pakai bangunan.

Menurut Amran (2014), green building adalah bangunan berkelanjutan yang mengarah pada struktur dan pemakaian proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan hemat sumber daya sepanjang siklus hidup bangunan tersebut, mulai dari pemilihan tempat sampai desain, konstruksi, operasi, perawatan, renovasi, dan peruntuhan.

2.1.2. Penilaian

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008:1004), penilaian adalah proses, cara, perbuatan menilai. Penilaian dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu

proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi berupa data pengamatan, data sekunder, hasil wawancara dan pengukuran untuk mengetahui kondisi dari gedung yang ditinjau.

2.1.3. Kriteria

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008:761), kriteria adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu. Pengertian kriteria dalam penelitian ini adalah ukuran yang tercantum pada Greenship-GBCI sebagai tolok ukur penilaian green building.

2.1.4. Sistem Rating

Sistem rating adalah suatu alat berisi butir-butir dari aspek penilaian yang disebut rating dan setiap butir rating mempunyai nilai (credit point/poin nilai). Apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan butir rating, maka bangunan itu akan mendapatkan poin nilai dari butir tersebut. Bila jumlah semua poin nilai yang berhasil dikumpulkan mencapai suatu jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut dapat disertifikasi untuk tingkat sertifikasi tertentu (GBCI, 2012).

2.1.5. Rating

Menurut GBCI (2010), rating adalah bagian dari kategori, berisi muatan apa saja yang dinilai, tolok ukur apa saja yang harus dipenuhi, dan berapa nilai poin yang terkandung di dalamnya. (Selanjutnya rating disebut kriteria).

Menurut GBCI (2012), ada 3 (tiga) jenis kriteria berbeda yang terdapat dalam Greenship, yaitu:

a. Kriteria prasyarat adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan harus dipenuhi sebelum dilakukannya penilaian lebih lanjut berdasarkan kriteria kredit dan kriteria bonus. Apabila salah satu prasyarat tidak dipenuhi, maka kriteria kredit dan kriteria bonus dalam kategori yang sama dari gedung tersebut tidak dapat dinilai. Kriteria prasyarat ini tidak memiliki nilai seperti kriteria lainnya.

b. Kriteria kredit adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan tidak harus dipenuhi. Pemenuhan kriteria ini tentunya disesuaikan dengan kemampuan gedung tersebut. Bila kriteria ini dipenuhi, gedung yang bersangkutan mendapat nilai dan apabila tidak dipenuhi, gedung yang bersangkutan tidak akan mendapat nilai.

c. Kriteria bonus adalah kriteria yang hanya ada pada kategori tertentu yang memungkinkan pemberian nilai tambahan. Hal ini dikarenakan selain kriteria ini tidak harus dipenuhi, pencapaiannya dinilai cukup sulit dan jarang terjadi di lapangan.

2.2. Konsep dan Dasar Teori Green Building

Diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro pada tahun 1992 sebagai tanggapan terhadap masalah lingkungan hidup dan sumber daya alam yang memprihatinkan telah menghasilkan konsep Pembangunan Berkelanjutan yang mengandung tiga pilar utama yang saling terkait dan saling menunjang, yakni pembangunan ekonomi, pembangunan sosial,

dan pelestarian lingkungan hidup. Konferensi yang dihadiri 179 negara ini, termasuk Indonesia, juga menyepakati untuk melaksanakan konsep pembangunan baru untuk diterapkan secara global, yaitu Environmentally Sound and Sustainable Development atau Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan. (Ervianto, 2012:3)

Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (2007, dalam Ervianto, 2012: 33) menyebutkan bahwa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan sedang membangun telah memiliki cetak biru bagi sektor konstruksi sebagai

grand design dan grand strategy yang disebut dengan Konstruksi Indonesia 2030. Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa konstruksi Indonesia mesti berorientasi untuk tidak menyumbang pada kerusakan lingkungan namun justru menjadi pelopor perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan di seluruh habitat persada Indonesia, yang didiami oleh manusia dan seluruh makhluk lainnya secara bersimbiosis mutualisme.

Adapun beberapa peraturan yang telah dikeluarkan Pemerintah Indonesia terkait perkembangan Green Building di Indonesia, diantaranya:

1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 8 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan

2. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau

2.3. Manfaat Green Building

EPA (2014) menyebutkan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan Green Building diantaranya:

a. Manfaat Lingkungan

- meningkatkan dan melindungi biodiversitas dan ekosistem - memperbaiki kualitas air dan udara

- mengurangi aliran limbah

- konservasi dan restorasi sumber daya alam b. Manfaat Ekonomi

- mengurangi biaya operasional

- menciptakan, memperluas dan membentuk pasar untuk produk dan pelayanan ramah lingkungan

- memperbaiki produktivitas pengguna gedung - mengoptimalkan daur hidup performa ekonomi c. Manfaat Sosial

- meningkatkan kesehatan dan kenyamanan pengguna gedung - meningkatkan kualitas estetika

- meminimalkan ketegangan pada infrastruktur lokal - meningkatkan kualitas hidup secara umum

Adapun keuntungan yang diperoleh dari adanya usaha penerapan Green Building menurut Jerry Yudelson (2008:31) adalah sebagai berikut:

- menghemat listrik dan air, biasanya 30% - 50%, termasuk mengurangi

carbon footprint” dari penghematan listrik

- mengurangi biaya perawatan dari usaha pemeriksaan, pengujian instalansi dan usaha lainnya untuk meningkatkan dan memastikan integrasi kinerja sistem bekerja dengan semestinya

- meningkatkan nilai pendapatan operasional yang lebih tinggi dan hubungan masyarakat yang lebih baik

- keuntungan pajak

- pemegang saham yang lebih kompetitif sehingga memungkinkan nilai saham meningkat

- meningkatkan produktivitas, sebesar 3% - 5% - mengurangi ketidakhadiran sebesar 5%

- keuntungan manajemen resiko, termasuk penyewaan dan pemasaran yang lebih cepat, juga pengurangan paparan bau, bahan penyedap iritasi atau bahan beracun yang terkandung dalam bahan bangunan

- keuntungan pemasaran, terutama untuk pihak developer dan perusahaan produk konsumen

- keuntungan hubungan dengan masyarakat, terutama untuk pihak developer dan agen pemasaran untuk masyarakat

- rekrutmen pegawai yang lebih mudah dan retensi pegawai-pegawai kunci sehingga meningkatkan moral kerja

- insentif pengumpulan dana untuk kampus dan badan amal

- komitmen terhadap usaha perlindungan dan pelestarian lingkungan

2.4. Standar Penilaian Kriteria Green Building - GBCI

Dalam mendukung penyelenggaraan green building, tiap negara memiliki lembaga sertifikasi yang dilengkapi dengan sistem penilaian untuk menentukan apakah suatu bangunan dapat dinyatakan layak bersertifikat green building atau tidak.

Lembaga Konsil Bangunan Hijau Indonesia atau Green Building Council Indonesia adalah lembaga mandiri (non government) dan nirlaba (non-for profit) yang sudah mendapatkan izin dari Kementarian Negara Lingkungan Hidup untuk melakukan sertifikasi di Indonesia dengan sistem penilaian green building yang diberi nama Greenship.

Tabel 2.1. Sistem Penilaian Green Building di Beberapa Negara

Negara Standar Penilaian

Afrika Selatan Green Star SA Amerika Serikat LEED/ Green Globes Australia Green Star

Belanda BREEAM Netherlands

Brasil LEED Brasil/ AQUA

China GB ES (GB Evaluation Standard for Green Building)

Filipina BERDE

Finlandia PromisE

Hong Kong HKBEAM

India IGBC Rating System & LEED India Indonesia Greenship

Israel SI-5281

Italia Protocollo Itaca

Jepang CASBEE

Jerman DGNB

Kanada LEED/ Green Globes

Korea Selatan GBS (Green Building System) Malaysia GBI (Green Building Index)

Meksiko CMES

Perancis Care & Bio, Chantier Carbone, HQE

Portugal LiderA

Selandia Baru Green Star NZ Singapura Green Mark

Spanyol VERDE

Swiss Minergie

Taiwan EEWH

Uni Emirat Arab Pearls Rating System United Kingdom BREEAM

Sumber: Ervianto (2012)

2.4.1. Sistem Rating Greenship (Greenship Rating Tools)

Greenship merupakan standar bangunan hijau yang disusun oleh GBCI yang diberlakukan di Indonesia sebagai perangkat penilaian yang terdiri dari:

1. Greenship untuk rumah hunian 2. Greenship untuk gedung baru 3. Greenship untuk gedung terbangun 4. Greenship untuk interior ruangan

2.4.2. Sistem Rating Greenship untuk Gedung Terbangun Versi 1.0

(Greenship Rating Tools for Existing Building Version 1.0)

Penyusunan Greenship ini didukung oleh World Green Building Council

dan dilaksanakan oleh Komisi Rating dari GBCI, terdiri dari 6 (enam) kategori dengan total kriteria prasyarat sebanyak 10 kriteria dan kriteria kredit sebanyak 41 kriteria. Enam kategori Greenship yang dimaksud, yaitu:

1. Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ ASD)

2. Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation/ EEC) 3. Konservasi Air (Water Conservation/ WAC)

4. Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle/ MRC)

5. Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (Indoor Health and Comfort/ IHC) 6. Manajemen Lingkungan Bangunan (Building Environment Management/

BEM)

Tabel 2.2. Kriteria dalam Greenship untuk Gedung Terbangun

Kategori Kriteria

Prasyarat Kredit Bonus

ASD 2 8 - EEC 2 7 - WAC 1 8 - MRC 3 5 - IHC 1 8 - BEM 1 5 - Total Kriteria 10 41 - Sumber: GBCI (2011)

Kriteria kredit memiliki poin tertentu yang apabila poin tersebut mampu dicapai gedung sesuai dengan total poin minimum yang diisyaratkan GBCI, gedung diberi sertifikasi dengan tingkat predikat seperti berikut:

Tabel 2.3. Tingkat Predikat Greenship untuk Gedung Baru

Predikat Minimum Poin Persentasi (%) Platinum 74 73 Emas 58 57 Perak 47 46 Perunggu 35 35 Sumber: GBCI (2012)

Adapun bangunan gedung yang sudah memperoleh sertifikasi sebagai bangunan hijau dari GBCI, diantaranya:

Tabel 2.4. Bangunan Gedung yang Tersertifikasi Greenship

No Nama Bangunan Gedung Kategori Predikat

1 Gedung Kantor Manajemen Pusat (Kampus), PT Dahana (Persero), Subang

Bangunan Baru Platinum 2 Institut Teknologi Sains Bandung (ITSB),

Bandung

Bangunan Baru Emas 3 Gedung Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta Bangunan Baru Platinum 4 Kantor Bank Indonesia, Solo Bangunan Baru Emas

5 Alamanda Tower, Jakarta Bangunan Baru Emas

6 “Main Office Building” PT Holcim Indonesia,

Tuban Plan

Bangunan Baru Emas

7 Wisma Subiyanto, Jakarta Bangunan Baru Emas

8 Green Office Park 6, Tangerang Bangunan Baru Emas 9 Menara BCA PT Grand Indonesia, Jakarta Bangunan Terbangun Platinum 10 Gedung Sampoerna Strategic Square, PT Buana

Sakti, Jakarta

Bangunan Terbangun Emas 11 German Centre Indonesia Bangunan Terbangun Emas 12 Sequis Centre, Jakarta Bangunan Terbangun Emas

2.4.2.1. Tepat Guna Lahan

Ketepatan penggunaan lahan erat kaitannya dengan pembangunan suatu kawasan. Hal ini diperlukan dalam perencanaan suatu bangunan karena mengingat dampak yang ditimbulkan suatu bangunan terhadap lingkungan sekitar. Semakin tepat pembangunan suatu kawasan, maka akan semakin kecil dampak negatif yang ditimbulkan. Semakin lengkap fasilitas dan infrastruktur dalam suatu kawasan, akan semakin mempermudah aksesibilitas dan efisiensi energi. Terciptanya efisiensi energi, terutama energi fosil, dapat mengakibatkan turunnya jejak karbon dan jejak ekologis, dan meningkatnya kualitas lingkungan hidup. (GBCI, 2010)

Dalam kategori ini terdapat 2 (dua) kriteria prasyarat dan 8 (delapan) kriteria kredit bernilai maksimal 16 poin, yaitu:

Prasyarat 1. Kebijakan manajemen tapak (Site Management Policy)

Prasyarat 2. Kebijakan pengurangan kendaraan bermotor (Motor Vehicle Reduction Policy)

Tabel 2.5. Kriteria dalam Kategori Tepat Guna Lahan (ASD)

ASD Kriteria Kredit Poin

Evaluasi 1 Aksesibilitas masyarakat (Community Accessibility) 2 2 Pengurangan kendaraan bermotor (Motor Vehicle Reduction) 1

3 Sepeda (Bicycle) 2

4 Lansekap pada Lahan (Site Landscaping) 3

5 Efek pulau panas (Heat Island Effect) 2

6 Manajemen limpasan air hujan (Stormwater Management) 2

7 Manajemen tapak (Site Management) 2

8 Lingkungan bangunan (Building Neighbourhood) 2

2.4.2.2. Efisiensi dan Konservasi Energi

Adanya kebutuhan energi yang besar dalam suatu gedung, secara tidak langsung akan menimbulkan emisi gas karbondioksida (CO2) dimana merupakan salah satu gas pembentuk efek rumah kaca. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus, maka pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya pemanasan global. Oleh karena itu diperlukan upaya efisiensi dan konservasi energi yang dilakukan di dalam suatu gedung. (Rahayu, 2014)

Dalam kategori ini terdapat 2 (dua) kriteria prasyarat dan 7 (tujuh) kriteria kredit bernilai maksimal 36 poin, yaitu:

Prasyarat 1. Kebijakan dan strategi manajemen energi (Policy and Energy Management Plant)

Prasyarat 2. Penggunaan energi minimum (Minimum Building Energy Performance)

Tabel 2.6. Kriteria dalam Kategori Efisiensi dan Konservasi Energi (EEC)

EEC Kriteria Kredit Poin

Evaluasi 1 Pengoptimalan efisiensi energi bangunan (Optimized Efficiency Building

Energy Performance) 16

2 Pengujian, komisioning ulang, atau retro-komisioning (Testing,

Recommissionng, or Retro-commissioning) 2

3 Pendayagunaan sistem energi (System Energy Performance) 12 4 Pengawasan energi (Energy Monitoring and Control) 3 5 Pelaksanaan dan pemeliharaan (Operation and Maintenance) 3 6 Energi terbarukan dalam tapak (On Site Renewable Energy) 5B 7 Penurunan emisi energi (Less Energy Emission) 3B

Sumber: GBCI, 2011

2.4.2.3. Konservasi Air

Sumber air dalam suatu gedung biasanya berasal dari PDAM dan air tanah. Apabila konsumsi air dalam gedung terus menerus dilakukan tanpa ada

kegiatan konservasi, maka kuantitas dan kualitas air bersih akan menurun, apalagi jika yang digunakan sebagai sumber yaitu air tanah. Oleh karena itu, perlu adanya usaha konservasi air dalam suatu gedung. Hal ini dapat dilakukan dengan banyak cara, diantaranya dengan sumber air alternatif, pemilihan alat pengatur keluaran air dan penghematan penggunaan air. (GBCI, 2010)

Dalam kategori ini terdapat 1 (satu) kriteria prasyarat dan 8 (delapan) kriteria kredit bernilai maksimal 20 poin, yaitu:

Prasyarat Kebijakan penggunaan air (Water Management Policy)

Tabel 2.7. Kriteria dalam Kategori Konservasi Air (WAC)

WAC Kriteria Kredit Poin

Evaluasi

1 Sub-meter air (Water Sub-Metering) 1

2 Pengawasan air (Water Monitoring Control) 2 3 Pengurangan penggunaan air (Fresh Water Efficiency) 8

4 Kualitas air (Water Quality) 1

5 Daur ulang air (Recycled Water) 5

6 Air minum (Potable Water) 1

7 Pengurangan penggunaan sumur dalam (Deep Well Reduction) 2 8 Efisiensi air keran (Water Tap Efficiency) 2B

Sumber: GBCI, 2011

2.4.2.4. Sumber dan Siklus Material

Siklus material dimulai dari tahap eksploitasi produk, pengolahan dan produksi, desain bangunan dan aplikasi yang efisien, hingga upaya memperpanjang masa akhir pakai produk material. (GBCI, 2010)

Dengan adanya sumber yang jelas dan pengelolaan siklus material yang baik, maka suatu pembangunan akan menjadi berkelanjutan sehingga dapat menjaga pelestarian alam.

Dalam kategori ini terdapat 3 (tiga) kriteria prasyarat dan 5 (lima) kriteria kredit bernilai maksimal 12 poin, yaitu:

Prasyarat 1. Refrigeran fundamental (Fundamental Refrigerant)

Prasyarat 2. Kebijakan pembelanjaan material (Material Purchasing Policy) Prasyarat 3. Kebijakan manajemen limbah (Waste Management Policy)

Tabel 2.8. Kriteria dalam Kategori Sumber dan Siklus Material (MRC)

MRC Kriteria Kredit Poin

Evaluasi

1 Penggunaan Non ODS (Usage Non ODS) 2

2 Pembelanjaan material (Material Purchasing Practice) 3 3 Manajemen limbah (Waste Management Practice) 4 4 Manajemen limbah beresiko (Hazardous Waste Management) 2 5 Manajemen barang bekas (Management of Used Good) 1

Sumber: GBCI, 2011

2.4.2.5. Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang

Kualitas udara dan kenyamanan dalam ruang erat kaitannya dengan kesehatan penggunaan gedung, atau yang sering disebut sebagai Sick Building Syndrome (SBS). Keadaan ini diakibatkan kualitas udara dan kenyamanan buruk. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan dan kontrol pada kualitas udara dan kenyamanan, sehingga kondisi ruangan menjadi nyaman dan dapat meningkatkan produktivitas kerja pengguna gedung. (GBCI, 2010)

Dalam kategori ini terdapat 1 (satu) kriteria prasyarat dan 8 (delapan) kriteria kredit bernilai maksimal 20 poin, yaitu:

Tabel 2.9. Kriteria dalam Kategori Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (IHC)

IHC Kriteria Kredit Poin

Evaluasi 1 Introduksi udara di luar ruang (Outdoor Air Introduction) 2 2 Pengendalian asap rokok (Environmental Tobacco Smoke Control) 2

3 Pemantauan CO2 dan CO (CO2 and CO) 2

4 Polusi fisik dan kimiawi (Physical and Chemical Pollutants) 6 5 Polusi biologis (Biological Pollutants) 3

6 Kenyamanan visual (Visual Comfort) 1

7 Tingkat kebisingan (Accoustic Level) 1

8 Survey pengguna gedung (Building User Survey) 3

Sumber: GBCI, 2011

2.4.2.6. Manajemen Lingkungan Bangunan

Pengelolaan lingkungan bangunan diperlukan sejak awal gedung mulai direncanakan. Tujuannya untuk memudahkan dan mengarahkan desain yang berkonsep Green Building. Cakupan dalam kategori ini adalah pengelolaan sumber daya melalui rencana operasional konsep yang berkelanjutan, kejelasan informasi (data), dan penanganan dini yang membantu pemecahan masalah, termasuk manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep bangunan hijau untuk mendukung penerapan tujuan pokok dari kategori lain. (GBCI, 2010)

Dalam kategori ini terdapat 1 (satu) kriteria prasyarat dan 5 (lima) kriteria kredit bernilai maksimal 13 poin, yaitu:

Prasyarat Kebijakan operasional dan perawatan (Operation & Maintenance Policy)

Tabel 2.10. Kriteria dalam Kategori Manajemen Lingkungan Bangunan (BEM)

BEM Kriteria Kredit Poin

Evaluasi

1 Inovasi (Innovations) 5

2 Kebijakan Pemilik Proyek & Desain (Design Intent & Owner’s Project

Requirement) 2

3 Tim Pemeliharaan & Operasional Ramah Lingkungan (Green Operational &

Maintenance Team) 2

4 Kontrak Green (Green Occupancy/ Lease) 2

5 Operasional, Pemeliharaan, &Pelatihan (Operation & Maintenance Training) 2

2.4.3. Kriteria dalam Greenship

Kriteria green building yang terdapat dalam Perangkat Penilaian Greenship Untuk Gedung Terbangun Versi 1.0 terdiri dari 41 kriteria kredit yang ditentukan oleh GBCI berdasarkan standar teori dan peraturan yang telah disesuaikan di Indonesia. Berikut adalah sebagian penjelasan mengenai kriteria kredit yang terdapat dalam Greenship:

2.4.3.1. Efek Pulau Bahang

Salah satu fenomena iklim yang menjadi isu global akhir-akhir ini adalah fenomena Pulau Bahang atau yang lebih dikenal dengan heat island effect. Fenomena ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti diantaranya penggunaan material pada area atap dan non-atap gedung sehingga mempengaruhi nilai albedo (daya refleksi panas matahari) sekitar gedung. Albedo adalah reflektivitas dari permukaan yang terintegrasi di seluruh belahan bumi dan panjang gelombang matahari. Semakin permukaan bahan berwarna gelap dan bertekstur kasar, maka nilai albedo akan semakin kecil. (Taha, 1992)

Greenship menetapkan nilai albedo yang baik adalah > 0,3. Berikut daftar nilai albedo pada beberapa jenis bahan:

Tabel 2.11. Nilai Albedo pada Beberapa Jenis Material

No Nama Bahan Nilai Albedo

1. Aspal 0,05 - 0,20 2. Beton 0,10 - 0,35 3. Paving blok 0,07 - 0,35 4. Rumput/semak 0,25 - 0,30 5 Pohon 0,15 - 0,18 6 Tanah 0,29*) Sumber: Kaloush et al (2008) *

Gambar 2.1. Nilai Albedo pada Beberapa Jenis Material

Sumber: Kaloush et al (2008)

Berikut ini rumus untuk menghitung nilai albedo pada lahan yang heterogen (GBCI, 2010):

Keterangan:

An= Nilai Albedo dari luasan Ln= Luas area (m2)

2.4.3.2. Manajemen Limpasan Air Hujan

Sumur resapan air hujan adalah prasarana untuk menampung dan meresapkan air hujan ke dalam tanah. Berdasarkan SNI 03-2453-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan, maka persamaan yang dipakai untuk menghitung volume air limpasan hujan, yaitu:

Vab = 0,855 Ctadah x Atadah x R/1000

Keterangan:

Vab = Volume andil banjir yang akan ditampung sumur resapan (m3) Ctadah = Koefisien limpasan dari bidang tadah (tanpa satuan)

Atadah = Luas bidang tanah (m2)

R = Tinggi hujan harian rata-rata (L/m2.hari)

Berikut adalah nilai koefisien aliran (C) dari masing-masing tata guna lahan:

Tabel 2.12. Nilai Koefisien Limpasan

No Tata Guna Lahan Nilai Albedo

1 Aspal, beton 0,70 - 0,95

2 Batu bata, paving 0,50 - 0,70

3 Atap 0,75 - 0,95

4 Tanah berpasir 0,05 - 0,10

5 Padang rumput 0,21

Sumber: McGuen (1989); Hassing (1995) dalam Rahayu (2013)

2.4.3.3. Intensitas Konsumsi Energi (IKE)

Menurut SNI 03-6196-2000 tentang Prosedur Audit Energi Pada Pembangunan Gedung, Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik adalah

satuan luas bangunan gedung. Menurut Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi dan Pengawasannya di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional, nilai IKE dari suatu bangunan gedung digolongkan dalam dua kriteria, yaitu untuk bangunan ber-AC dan bangunan tidak ber-AC. Berikut adalah kriteria IKE untuk gedung ber-AC:

Tabel 2.13. Kriteria IKE Bangunan Gedung ber-AC

Kriteria Keterangan

Sangat Efisien (4,17-7,92) Kwh.m2/bulan

a). Desain gedung sesuai standar tata cara perencanaan teknis konservasi energi

b). Pengoperasian peralatan energi dilakukan dengan prinsip-prinsip manajemen energi

Efisien (7,93-12,08) Kwh.m2/bulan

a). Pemeliharaan gedung dan peralatan energi dilakukan sesuai prosedur b). Efisiensi penggunaan energi masih mungkin ditingkatkan melalui

penerapan sistem manajemen energi terpadu Cukup Efisien

(12,08-14,58) Kwh.m2/bulan

a). Penggunaan energi cukup efisien melalui pemeliharaan bangunan dan peralatan energi masih memungkinkan

b). Pengoperasian dan pemeliharaan gedung belum mempertimbangkan prinsip konservasi energi

Agak Boros (14,58-19,17) Kwh.m2/bulan

a). Audit energi perlu dipertimbangkan untuk menentukan perbaikan efisiensi yang mungkin dilakukan

b). Desain bangunan maupun pemeliharaan dan pengoperasian gedung belum mempertimbangkan

Boros (14,58-19,17) Kwh.m2/bulan

a). Audit energi perlu dipertimbangkan untuk menentukan langkah-langkah perbaiakn sehingga pemborosan energi dapat dihindari b). Instalasi peralatan dan desain pengoperasian dan pemeliharaan tidak

mengacu pada penghematan energi Sangat Boros

(14,58-19,17) Kwh.m2/bulan

a). Agar ditinjau ulang atas semua instalasi/peralatan energi serta penerapan manajemen energi dalam pengelolaan bangunan

b). Audit energi adalah langkah awal yang perlu dilakukan

Sumber: Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi, 2002

2.4.3.4. Energi Baru Terbarukan

Energi terbarukan dapat diartikan sebagai bentuk dari kemampuan energi untuk meregenerasi secara alamiah. Sebagai contoh, cahaya matahari, angin, dan air yang mengalir merupakan sumber energi terbarukan. (Chiraz, 2004 dalam Rahayu, 2013)

Energi terbarukan merupakan energi yang dihasilkan dari sumber yang keberadaannya kontinyu atau dengan cepat dapat diperbaharui. Energi terbarukan cenderung ramah lingkungan, mengemisi CO2 dan gas rumah kaca dalam persentase rendah dibandingkan energi minyak atau fosil. Energi terbarukan yang bisa dimanfaatkan di Indonesia adalah energi surya, energi angin, energi air, energi panas bumi, serta energi yang berasal dari biomassa, seperti syngas, biogas, biofel, dan hydrogen cair. (Karyono, 2010 dalam Rahayu, 2013)

2.4.3.5. Penurunan Emisi Energi

Dokumen terkait