• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

E. Kromatografi Lapis Tipis

(OHT) Kiranti®. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm).

Selama perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak baik berupa bimbingan, dukungan, semangat, kritik maupun saran. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

1. Ipang Djunarko, M.Si, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Sanata Dharma. 2. Christine Patramurti, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing sekaligus dosen

pembimbing akademik, atas bimbingan, masukan, perhatian, semangat, dan motivasi yang diberikan baik selama perkuliahan, penelitian maupun penyusunan skripsi ini.

3. Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen penguji atas segala arahan, masukan, kritik, dan saran yang telah diberikan kepada penulis

4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji atas segala arahan, masukan, kritik, dan saran yang telah diberikan kepada penulis.

5. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. yang telah bersedia memberikan senyawa standar yang berguna dalam penelitian.

viii peneliti bekerja di laboratorium.

8. Segenap dosen dan karyawan atas segala ilmu dan pengalaman yang diberikan, sehingga berguna dalam penyusunan skripsi ini.

9. Eliz dan Veny, sebagai rekan kerja penulis atas segala dukungan, kebersamaan, bantuan, dan semangat yang diberikan baik selama penelitian maupun saat penyusunan naskah skripsi.

10. Tere, Seno, Lilis, Upil, Lala, Pakdhe, K3n, Benny, dan Pace, sebagai teman seperjuangan di Laboratorium Kimia Analisis Instrumental atas semangat dan kebersamaannya

11. Lia, atas dukungan, semangat, bantuan, nasehat, kebersamaan, dan pengalaman berharga, baik selama perkuliahan, penelitian, maupun penyusunan skripsi.

12. Dinar, Anin, Fifi, dan Dika, atas dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

13. Yudi, Yemi, Veny, Lilis, dan Devina sebagai teman yang sering satu kelompok atas pengetahuan dan pengalaman yang diberikan.

14. Mas Bayu, atas ilmu dan pengalaman yang telah dibagikan sehingga sangat membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

15. Teman-teman kos Pelangi yang pernah menjadi teman seperjuangan di Yogyakarta.

ix 1 bulan di Ngaran, Bantul.

18. Teman-teman FST 07 atas pengalaman, suka duka, kekompakan dan kebersamaan yang pasti tak akan terlupakan.

19. Teman-teman angkatan 2007, atas pengalaman dan kebersamaannya selama ini.

20. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis, terimakasih atas bantuan yang diberikan selama ini sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk membantu penulis dalam perkembangan selanjutnya.

x

HALAMAN PENGESAHAN ...

HALAMAN PERSEMBAHAN ...

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA……….

PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI ... ABSTRACT... BAB I PENGANTAR ... A. Latar Belakang ... 1. Permasalahan... 2. Keaslian penelitian ... 3. Manfaat penelitian ... B. Tujuan Penelitian ...

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ...

A. Kurkumin... iii iv v vi vii x xiv xv xvi xvii xviii 1 1 3 4 4 5 6 6

xi

E. Kromatografi Lapis Tipis...

1. Tinjauan umum... 2. Sistem KLT... F. Densitometri... G. Validasi Metode... 1. Tinjauan umum... 2. Parameter validasi... H. Landasan Teori... I. Hipotesis...

BAB III METODE PENELITIAN ...

A. Jenis Rancangan Penelitian...

B. Variabel Penelitian...

C. Definisi Operasional...

D. Bahan Penelitian...

E. Alat Penelitian...

F. Tata Cara Penelitian...

1. Pembuatan pelarut (metanol pH 4)...

2. Pembuatan fase gerak ...

3. Pembuatan larutan baku kurkumin ...

4. Penetapan panjang gelombang maksimum ...

11 11 15 17 19 19 21 24 25 26 26 26 27 27 27 28 28 28 28 28

xii

dalam matriks sampel...

G. Analisis Hasil... 1. Selektivitas ... 2. Linearitas... 3. Akurasi... 4. Presisi... 5. Range...

6. Akurasi pengukuran baku dalam matriks sampel ...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...

A. Pembuatan metanol pH 4...

B. Pembuatan Fase gerak ...

C. Pembuatan Larutan Baku ...

D. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum...

E. Pengamatan NilaiRetardation Factor(Rf) dan Pembuatan Kurva Baku Kurkumin...

F. Validasi Metode Analisis...

1. Selektivitas... 2. Linearitas... 3. Akurasi... 4. Presisi... 30 30 30 31 31 31 31 31 32 32 33 33 34 36 41 41 44 44 45

xiii A. Kesimpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... BIOGRAFI PENULIS... 49 49 50 54 72

xiv Tabel III. Tabel IV. Tabel V. Tabel VI. Tabel VII. Tabel VIII. Tabel IX.

Kriteria CV yang dapat diterima……….... Data replikasi kurva baku kurkumin……….. Data replikasi kurva baku kurkumin dengan penyesuaian nilai AUC……… Perbandingan nilai Rfbaku dan sampel, serta nilai resolusi…..

Data %recovery……….

DataCoefficient of Variation(CV)……… Recoverydan CV baku kurkumin dalam matriks sampel……..

22 39 40 43 45 45 48

xv Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18.

Reaksi degradasi kurkumin………..

Produk fotodegradasi kurkumin...

Logo Obat Herbal Terstandar………...

Kiranti Sehat Datang Bulan………..

Gugus metilen aktif kurkumin………..

Spektra baku kurkumin konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, dan 175 ppm………...

Gugus kromofor dan auksokrom kurkumin...

Baku Kukumin 100 ppm...

Interaksi kurkumin dengan fase gerak………..

Interaksi hidrogen kurkumin dengan fase diam………….…...

Hubungan antara konsentrasi dengan AUC/100 (replikasi III)……….

Rfbaku kurkumin konsentrasi 100 ppm………

Rfsampel replikasi I……….

Rangekonsentrasi kurkumin………..

Kromatogram sampel tanpa penambahan baku kurkumin…….

Kromatogram sampel dengan penambahan baku kurkumin….. 8 9 10 11 32 35 35 36 37 37 41 43 44 46 47 47

xvi Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14.

Data penimbangan bahan..……….. Kromatogram seri baku kurkumin replikasi III…………...… Kromatogram validasi metode………. Contoh perhitungan kadar kurkumin………... Persamaan kurva baku dan gambar kurva baku kurkumin….. Nilai AUC dan contoh perhitunganrecoverykurkumin…….. Contoh perhitungan CV kurkumin……….. Kromatogram sampel tanpa penambahan baku kurkumin…... Kromatogram sampel dengan penambahan baku kurkumin… Contoh perhitungan resolusi……… Nilai AUC sampel dan sampel yang diadisi baku kurkumin... Contoh perhitunganrecoverybaku kurkumin dalam sampel.. Perhitungan CV kadar baku kurkumin dalam sampel……….

56 56 58 63 64 65 66 66 68 69 70 70 71

xvii

tradisional yang mengandung kurkumin adalah sediaan cair obat herbal terstandar merk ‘Kiranti”. Penetapan kadar kurkumin dapat dilakukan dengan metode KLT-densitometri. Oleh karena itu perlu dilakukan validasi metode terlebih dahulu untuk mengetahui metode yang digunakan dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya.

Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental-deskriptif. Dalam penelitian ini kurkumin dan senyawa-senyawa lain dalam sampel dipisahkan dengan metode KLT dengan fase diam silika gel G 60 dan fase gerak kloroform : asam asetat glasial (95:5), serta dengan jarak pengembangan sejauh 10 cm. Setelah pemisahan senyawa dengan metode KLT, kemudian dilakukan analisis kuantitatif dengan densitometer.

Parameter validasi yang diteliti adalah selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, danrange. Hasil penelitian menunjukkan metode ini memiliki selektivitas dan linearitas yang baik pada konsentrasi 50-175 ppm (r=0,9999), nilai recovery dan CV berturut-turut untuk konsentrasi kurkumin 50 ppm; 100 ppm; dan 175 ppm 98,95-101,10% dan 1,7%; 98,61-101,79% dan 0,7%; 100,18-103,83% dan 0,9%. Berdasarkan hasil tersebut, maka metode KLT-densitometri ini memiliki validitas yang baik untuk menetapkan kadar kurkumin dalam sampel.

Kata kunci : Kurkumin, KLT, densitometri, validasi metode, obat herbal terstandar

xviii

Medicine Kiranti . The determination of curcumin can be done with TLC-densitometry method. For that reason, it is important to get validation method first to know the appropriate method can be used to get trustable result.

This research is noneksperimental-descriptive research. In this research, curcumin and other compounds in the sample are separated using TLC method with the stationary phase silica gel G 60 and a mobile phase of chloroform: glacial acetic acid (95:5), along with range development for 10 cm. Then quantitative analysis with densitometer can be done.

Validation parameter which observed were specificity, linearity, accuracy, precision, and range. The result showed that this method has good specificity and linearity in the concentration 50-175 ppm (r=0,9999), recovery and CV value consecutively for the curcumin concentration 50 ppm, 100 ppm, and 175 ppm were 98,95-101,10% and 1,7%; 98,61-101,79% and 0,7%; 100,18-103,83% and 0,9%. With this result, it can be concluded that this TLC-densitometry method has good validity for quantitative analysis of curcumin in the sample.

Keywords: Curcumin, TLC, densitometry, validity method, scientific based herbal medicine

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isuback to natureserta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat. Penggunaan obat-obatan tradisional dipercaya oleh masyarakat memiliki efek samping yang relatif kecil bila dibandingkan obat sintesis (Sari, 2006). Walaupun demikian bukan berarti tanaman obat atau obat tradisional tidak memiliki efek samping yang merugikan, bila tidak disertai dengan ketepatan dosis (Katno dan Pramono,2010).

Kebijakan Badan Pengawasan Obat dan Makanan mengenai obat herbal adalah meningkatkan penjaminan keamanan obat herbal dengan mendorong perkembangan obat herbal sampai ke tingkat fitofarmaka atau setidaknya obat herbal terstandar (OHT). Perkembangan ini bertujuan untuk menjamin keamanan obat herbal sehingga obat herbal dapat dimasukkan dalam pengobatan formal.

OHT adalah obat herbal yang menggunakan bahan baku yang telah terstandar dan khasiatnya telah dibuktikan dengan uji praklinis. Standarisasi bahan baku diperlukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut (Hanani, 2010).

Salah satu senyawa yang berasal dari tanaman dan banyak digunakan sebagai bahan obat atau campuran obat tradisional adalah kurkumin. Kurkumin banyak terdapat pada tanaman Curcuma xanthorriza (temulawak) dan Curcuma

domesticae Val. (kunyit). Dalam tanaman Curcuma domesticae, kurkumin terdapat bersama dengan demetoksikurkumin dan bis-demetoksikurkumin, yang dikenal dengan nama kurkuminoid. Kurkumin memiliki stabilitas yang rendah, dimana kurkumin bersifat fotosensitif dan mudah terdegradasi dalam larutan. Oleh karena itu, perlu penjaminan mutu terhadap produk yang memiliki kandungan kurkumin karena dikhawatirkan kurkumin dalam produk terdegradasi selama proses distribusi dan penyimpanannya.

Salah satu obat tradisional yang mengandung kurkumin sebagai komposisi terbesarnya adalah sediaan cair OHT Kiranti®. Produk ini cukup banyak digunakan oleh masyarakat. Bahan baku yang digunakan dalam produk ini adalah simplisia. Standarisasi simplisia yang dilakukan meliputi: penetapan kadar minyak atsiri, penetapan kadar air, kadar abu larut air, kadar abu yang tidak larut air, kadar abu larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, susut pengeringan, dan bahan organik asing (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, 1995a). Standarisasi yang dilakukan belum mencakup analisis kadar zat aktif pada produk jadi. Oleh karena itu, penetapan kadar zat aktif dalam OHT Kiranti® perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah zat aktif yang nantinya mempengaruhi khasiat dari OHT tersebut.

Dalam sediaan ini selain terdapat kurkuminoid juga terdapat senyawa lain, seperti golongan minyak atsiri. Oleh karena itu digunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)-densitometri untuk penetapan kadar kurkumin dalam sediaan tersebut. Melalui metode KLT, kurkumin dapat dipisahkan dari senyawa kurkuminoid lainnya serta senyawa lain yang terdapat dalam sampel, sehingga

selanjutnya dapat ditetapkan kadarnya dengan metode densitometri. KLT cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi, karena metodenya sederhana, cepat dalam pemisahan, sensitif, kecepatan pemisahan tinggi, dan memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit (Khopkar, 1990).

Penelitian ini merupakan rangkaian dalam penelitian penetapan kadar kurkumin dengan metode KLT-Densitometri yang meliputi optimasi, validasi metode, dan aplikasinya pada sediaan OHT yang beredar di pasaran. Dalam hal ini peneliti mengambil bagian pada tahap validasi metode KLT-Densitometri untuk penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair OHT.

Metode penetapan kadar kurkumin dalam sediaan OHT ini menggunakan sistem yang diperoleh dari hasil optimasi yang dilakukan pada rangkaian penelitian ini. Suatu metode analisis harus divalidasi ketika suatu metode menggunakan sistem baru yang belum divalidasi sebelumnya. Validasi ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa metode analisis dengan sistem yang digunakan tersebut memenuhi parameter-parameter validasi yang meliputi selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan range sehingga dapat memberikan hasil analisis yang valid atau dapat dipercaya. Oleh karena itu, validasi metode merupakan tahapan yang penting untuk dilakukan sebelum metode ini diaplikasikan untuk analisis kadar kurkumin dalam OHT Kiranti®.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang maka diperoleh permasalahan sebagai berikut: apakah penetapan kadar kurkumin pada sediaan cair OHT Kiranti®dengan metode

KLT-Densitometri memenuhi parameter-parameter validasi yaitu selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, danrange?

2. Keaslian penelitian

Sejauh sepengetahuan penulis, penelitian validasi metode penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair OHT Kiranti® dengan metode KLT-densitometri belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian mengenai penetapan kadar kurkumin dengan metode KLT yang pernah dilakukan yaitu, penetapan kadar baku kurkumin (E-Merck) dengan metode KLT-densitometri dengan fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak kloroform:etanol:air suling (25:0,96:0,04) (Martono, 1996), penetapan kadar kurkuminoid secara simultan dalam sampel Curcuma menggunakan metode high performance thin layer chromatography (HPTLC) (Gupta, Gupta, and Kumar, 1999), standarisasi mutu dengan HPTLC terhadap adanya kurkuminoid dalam Curcuma longa L. (Paramasivam, Aktar, Poi, Banerjee, and Bandyopahyay, 2008).

Penelitian yang dilakukan penulis, menggunakan sistem KLT dengan fase gerak kloroform : asam asetat glasial (95:5). Sejauh sepengetahuan penulis sistem KLT yang digunakan tersebut belum pernah digunakan dalam penelitian sebelumnya.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah tentang penggunaan metode KLT-Densitometri pada penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair OHT.

b. Manfaat praktis. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan range metode penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair OHT Kiranti® secara KLT-Densitometri.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa penetapan kadar kurkumin dengan metode KLT-Densitometri memenuhi parameter-parameter validasi yaitu selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan range sehingga dapat digunakan untuk penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair OHT Kiranti®.

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Kurkumin

Kurkumin merupakan senyawa yang banyak terdapat dalam tanaman kunyit

(Curcuma longaL.)dan temulawak (Curcuma xanthorrhizaRoxb.) (Tonnesen, 1989;

Van der Goot, 1997). Di alam kurkumin umumnya ditemukan bersama demetoksikurkumin dan bis-demetoksikurkumin, yang dikenal dengan kurkuminoid (Tonnesen dan Karlsen, 1985).

O O OCH3 OCH3 OH HO O O OCH3 OH HO O O OH HO

Gambar 1. Struktur molekul kurkuminoid (Aggarwal, Bhatt, Ichikawa, Ahn, Sethi, Sandur, Natarajan, Seeram, dan Shishodia, 2006)

kurkumin

demetoksikurkumin

bis-demetoksikurkumin

Kurkumin (1,7 – bis(4’hidroksi-3 metoksifenil)-1,6 heptadien, 3, 5-dion (Jaruga, 1998; Pan, 1999) memiliki berat molekul 368,126 g/mol (Tonnesen and Karlsen, 1983). Kurkumin tergolong senyawa diarilheptanoid dengan rumus molekul C21O6H2O (Tonnesen and Karlsen, 1985). Strukturnya yang rigid dan planar (adanya sistem konjugasi) membuat afinitas kurkumin terhadap lipid bilayer menjadi besar, dan juga bertanggung jawab terhadap warna kuning yang ada (Nakayama, 1997). Panjang gelombang 425 nm diketahui sebagai panjang gelombang serapan maksimum kurkumin dimana menghasilkan sensitivitas pengukuran paling baik (Paramasivamet al., 2008).

Kurkuminoid mempunyai aktivitas antiinflamasi (Kohli, Ali, Ansari, and Raheman, 2005). Kurkuminoid menghambat senyawa eicosanoid seperti prostaglandin, tromboksan dan prostasiklin dengan cara menghambat aktivitas enzim cyclooxygenase (COX). Kurkuminoid juga menghambat pembentukan senyawa leukotrien dengan menghambat aktivitas enzim lipooxygenase (LOX) (Kohli et al., 2005). Dari tiga senyawa kurkuminoid, kurkumin mempunyai aktivitas antiinflamasi yang paling kuat dibandingkan senyawa turunannya (Agnam, Samhoedi, Timmerman, Venie, Sugiyanto, and Goot, 1995).

Kurkumin memiliki 2 bentuk tautomer, yaitu bentuk enol dan keto (gambar 2). Dalam larutan, kurkumin terutama berada dalam bentuk enol.

Gambar 2.Tautomerisasi keto-enol kurkumin (Stankovic, 2004).

Bentuk keto Bentuk enol

OCH3 OCH3 H3CO

Sifat kimia kurkuminoid yang menarik adalah sifat perubahan warna akibat perubahan pH lingkungan. Dalam susana asam, kurkuminoid berwarna kuning atau kuning jingga, sedangkan dalam suasana basa berwarna merah (Tonnesen and Karlsen, 1985).

Stabilitas kurkumin sangat dipengaruhi oleh pH lingkungan. Dalam larutan berair dengan pH basa, kurkumin mengalami reaksi degradasi pada gugus metilen aktif pada senyawa tersebut. Degradasi ini terjadi bila kurkumin berada dalam lingkungan pH 8,5 – 10,0 dalam waktu yang relatif lama, walaupun hal ini tidak berarti bahwa dalam waktu yang relatif singkat tidak terjadi degradasi kurkumin (Tonnesen and Karlsen, 1985). Kurkumin dapat mengalami degradasi membentuk asam ferulat dan feruloilmetan. Feruloilmetan dapat terhidrolisis menghasilkan vanillin dan aseton (Stankovic, 2004).

Gambar 3.Reaksi degradasi kurkumin (Stankovic, 2004).

feruloilmetan asam ferulat

Instabilitas kurkumin juga dipengaruhi oleh adanya cahaya yang menyebabkan terjadinya degradasi fotokimia senyawa tersebut (Van der Goot, 1997; Supardjan, dan Meiyanto, 2002) dan oleh sinar ultraviolet (Bermawie, Rahardjo, Wahyuno, and Ma’mun, 2005).

Gambar 4.Poduk fotodegradasi kurkumin (Tonnesen and Greenhill, 1992).

B. Sediaan Cair Oral

Sediaan cair oral dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi. Larutan merupakan campuran homogen antara dua zat atau lebih. Emulsi adalah dua cairan yang tidak saling campur, dimana salah satu cairan terdistribusi dalam bentuk droplet di dalam cairan lainnya. Sedangkan suspensi merupakan sistem dispersi dimana partikel padat terdispersi dalam suatu pembawa (medium dispersi) (Aulton, 1988).

Sediaan cair oral obat tradisional memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain: keseragaman volume, angka lempeng total tidak lebih dari 10, angka kapang khamir tidak lebih dari 10, mikroba patogen negatif, aflatoksin lebih lebih dari 30 bagian per juta (bpj), bahan tambahan, wadah dan penyimpanan, penandaan (Kementerian Kesehatan RI, 1994).

C. Obat Herbal Terstandar (OHT)

Merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan

khasiatnya secara ilmiah dengan uji pra klinik dan bahan bakunya telah distandarisasi.

OHT harus memenuhi kriteria: aman, klaim khasiat dibuktikan praklinik,dan telah dilakukan standarisasi bahan baku yang digunakan dalam produk jadi (Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2004).

Gambar 5. Logo obat herbal terstandar

(Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2004)

Bahan baku yang digunakan dalam produk jadi dapat berupa simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat tradisional dan belum

mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang

dikeringkan (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005). Standarisasi simplisia meliputi: penetapan kadar minyak atsiri, penetapan kadar abu,

penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan kadar abu yang larut air,

dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan bahan organik

asing, dan penetapan kadar tanin (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, 1995a).

D. Kiranti®

Kiranti Sehat Datang Bulan® merupakan OHT yang memiliki indikasi untuk mengatasi rasa nyeri, perasaan letih, bau badan tak sedap saat haid, keputihan dan membuat tubuh tetap fit sekaligus segar (Anonim, 2010).

Gambar 6. Kiranti Sehat Datang Bulan®(Anonim, 2010). Komposisi Kiranti Sehat Datang Bulan® terdiri dari: Curcumae domesticae Rhizoma(30 g), Tamarindi Pulpa (6 g), Kaempferiae Rhizoma (3 g), Arengae pinnata Fructose (3 g), Zingiberis Rhizoma (0,8 g), Paullinia cupana (0,23 g),Cinnamomi Cortex(0,1 g) dan air (hingga 150 mL) (Anonim, 2010).

E. Kromatografi Lapis Tipis 1. Tinjauan Umum

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh

lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu

dan didalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya

perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi atau

ditetapkan dengan metode analitik (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan,

1995b).

Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi di antara

dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase

gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang terelusi lebih awal atau lebih akhir. Umumya zat terlarut dibawa melalui media

pemisah oleh aliran pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam

dapat bertindak sebagai adsorben, seperti halnya adsorben alumina yang diaktifkan,

silika gel, dan resin penukar ion, atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan

dalam suatu penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam (Direktorat Jenderal

Pengawas Obat dan Makanan, 1995b).

Kromatografi lapis tipis (KLT) bersama-sama dengan kromatografi kertas

dengan berbagai macam variasinya pada umumnya merupakan kromatografi planar.

KLT dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. Pada KLT, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium, atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Rohman, 2009).

Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat (Rohman, 2009).

Pemilihan pelarut yang digunakan untuk senyawa yang akan dianalisis dengan metode KLT, harus dapat melarutkan analit dengan sempurna, mudah menguap, viskositas rendah, serta dapat membasahi lapisan penyerap (Sherma and Fried, 1996).

Deteksi bercak pemisahan pada KLT dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:

a. menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara kimia dengan seluruh solut yang mengandung gugus fungsional tertentu

sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang bercak dipanaskan terlebih

dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak

b. mengamati lempeng di bawah lampu ultraviolet dengan panjang gelombang 254

atau 366 nm untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluoresensi terang pada dasar yang berfluoresensi

c. menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu

dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak sebagai

bercak hitam kecoklatan

e. melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer (Gandjar

dan Rohman, 2007).

Pada kromatografi planar, senyawa yang berbeda dalam campuran sampel menempuh jarak yang berbeda sesuai dengan seberapa kuat mereka berinteraksi dengan fase diam dibandingkan dengan fase gerak. Semakin polar solut maka semakin tertahan kuat ke dalam adsorben polar (silika gel). Solut-solut non polar tidak mempunyai afinitas atau mempunyai sedikit afinitas terhadap adsorben polar, sementara solut-solut yang terpolarisasi memiliki afinitas yang kecil terhadap adsorben polar disebabkan adanya interaksi dipol atau

Dokumen terkait