• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LATAR BELAKANG BERDIRINYA KSPPM

3.5 Dari KSPH Menjadi KSPPM

Beberapa warga gereja, aktifis mahasiswa, akademisi, serta pendeta-pendeta muda29

Pertemuan-pertemuan secara rutin dalam bentuk diskusi pun dilakukan. Kemudian perhatian berupa sumbangan pemikiran itu disalurkan dengan cara melihat secara kritis dampak pembangunan yang sedang berlangsung di Tapanuli khususnya ketermiskinan daerah Tapanuli akibat ketidakadilan program pembangunan pemerintah di zaman Orba. Dimana pada saat itu di daerah Tapanuli proyek pembangunan PLTA Asahan sedang berlangsung. Dampak pembangunan proyek tersebut menyebabkan banyak petani kehilangan tanahnya.

28

Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara (1985 – 1994), 2009.

menstudikan bermacam masalah yang muncul terutama dalam bidang hukum. Untuk mengefektifkan pertemuan-pertemuan, dipikirkan suatu badan yang bertanggung jawab mempersiapkan dan melaksanakannya. Maka beberapa orang yang berkeinginan luhur tersebut, membentuk Kelompok Studi Penyadaran Hukum (KSPH) pada 23 Februari 1983. Beberapa tokoh yang terlibat dalam pembentukan kelompok tersebut seperti Muktar Pakpahan dan Asmara Nababan.30

Setelah berjalan selama dua tahun, melalui studi-studi yang dilakukan bersama masyarakat serta refleksi badan pendiri KSPH menemukan permasalahan kemiskinan yang dihadapi masyarakat Tapanuli, bukan hanya masalah ketidakadilan hukum.

Setelah KSPH terbentuk maka kegiatan KSPH selanjutnya difokuskan pada penyadaran hukum. Adapun alasan KSPH memfokuskan pelayanan di bidang penyadaran hukum karena pada masa itu, kemiskinan dilihat sebagai akibat kurangnya pemahaman dan kesadaran hukum rakyat. Pendampingan hukum pun mulai dilakukan terhadap komunitas petani korban pembangunan PLTA Asahan (Proyek Inalum). Sedangkan pelaksanaan penyadaran hukum dilakukan dalam bentuk pelatihan melalui diskusi-diskusi yang diikuti oleh petani yang menjadi korban pembangunan dan petani yang tidak memiliki kasus. Adapun penyadaran hukum tersebut dinamakan Latihan Pokrol (LP) yang bekerjasama dengan Universitas HKBP Nommensen. Aktifitas yang dilakukan KSPH lainnya, seperti seri diskusi tentang tanah yang ditinjau dari Hukum Agraria; tanah yang ditinjau dari kebudayaan Batak serta tanah ditinjau dari perspektif teologia.

29

Adapun pendeta-pendeta yang aktif terlibat terdiri dari beberapa denominasi gereja seperti: Selamat Barus dan Borong Tarigan (GBKP), Nelson Siregar dan Gomar Gultom (HKBP), Mangisi Simorangkir (GKPI),Red Riahman Purba (GKPS)

30

Asmara Nababan yang sebelumnya berdomisili di Jakarta, setelah mengetahui dampak pembangunan yang sedang berlangsung hijrah ke Tapanuli. Hal ini dimanfaatkan para pendeta-pendeta muda yang progresif untuk mengadakan diskusi. Sedangkan Muktar Pakpahan yang pada saat itu berfropesi sebagai pengajar di fakultas hukum dan direktur Unit Bantuan Hukum di Universitas Nommensen telah terlibat didalam mendampingi korban pembangunan PLTA Asahan.

Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara (1985 – 1994), 2009.

Akan tetapi, karena kurangnya pengetahuan pertanian dan kurangnya sarana dan fasilitas yang tersedia untuk menunjang pertanian ke desa-desa.

Atas dasar evaluasi dan refleksi oleh badan pendiri KSPH, maka dalam rapat pleno yang dilaksanakan pada 23 Februari 1985 disepakati mengganti nama KSPH menjadi Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM). Kata ‘Kelompok Studi’ dipertahankan untuk menegaskan kekhasan dan menandakan kelanjutan dari KSPH. Adapun asal kata ‘Pengembangan Prakarsa Masyarakat’ berasal dari pemahaman bersama bahwa prakarsa masyarakat yang telah dirusak oleh kebijakan pemerintah yang cenderung menempatkan masyarakat sebagai objek. Jadi, prakarsa masyarakat harus ditumbuhkan. Sebab rakyat adalah subjek perubahan dan subjek pembangunan menuju kehidupan sejahtera dan berkeadilan. kata ‘Kelompok Studi’ dipertahankan untuk menegaskan kekhasan dan menandakan kelanjutan dari KSPH.

Kebersamaan dalam arak-arakan itu didasarkan pada keyakinan atas tugas dan peran sebagai umat Kristiani yang ditempatkan di dunia. Pemahaman teologis ini berangkat dari kitab Lukas 4: 18-19.

“……..Untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta; untuk membebaskan orang-orang yang tertindas….”

Adapun yang menjadi visi dan misi KSPPM yaitu: Visi :

Terwujudnya masyarakat sipil yang berdaulat, pemerintahan yang bersih dan demokratis serta terciptanya ekonomi dan politik yang adil dengan menghargai kemajemukan dan keutuhan ciptaan.

Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara (1985 – 1994), 2009.

1. Memberdayakan rakyat dengan upaya penumbuhan dan pengembangan

prakarsa masyarakat.

2. Memampukan rakyat merubah sistem yang menindas dengan upaya

pencerdasan kritis.

3. Membangun rakyat yang kuat dan memiliki akses pada bidang ekonomi, sosial, budaya dan politik.

Mendahulukan yang terbelakang menjadi dasar bagi KSPPM untuk menentukan daerah dan komunitas yang akan didampinginya. Tentunya daerah dataran tinggi Toba atau daerah Tapanuli menjadi fokus daerah pendampingan karena daerah ini ditetapkan pemerintah sebagai peta kemiskinan. Komunitas petani yang merupakan kelompok dampingan KSPPM adalah petani yang menjadi korban ketidakadilan struktural, miskin, serta kurang mendapat pelayanan dari pemerintah atau lembaga lainnya.

Petani dapat dipahami berpotensi sebagai subjek untuk merubah dirinya dan menjadi kekuatan transformasi sosial dan KSPPM berperan sebagai lembaga yang membangkitkan serta mendorong pertumbuhannya secara berkelanjutan.31

Adapun bidang pelayanan KSPPM dalam upaya menumbuhkan prakarsa masyarakat, seperti bidang bantuan dan penyadaran hukum, bidang pertanian dan lingkungan hidup, bidang perekonomian, bidang infrastuktur, dan bidang perempuan. Sebagai badan hukum yang berbentuk yayasan, KSPPM dibentuk dan kembangkan oleh Badan Pendiri, yang merupakan anggota KSPPM. Adapun keanggotaan KSPPM Dalam hal ini KSPPM memposisikan dirinya sebagai ‘pendamping’ untuk membantu petani menemukan prakarsanya untuk menjadi subjek dalam pembangunan dirinya.

31

Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara (1985 – 1994), 2009.

sifatnya tertutup. Dimana seseorang hanya dapat diterima dalam rapat tahunan Badan Pendiri.

Dalam menentukan pokok program tiga tahunan KSPPM, badan pendiri mengadakan Rapat Paripurna sekali dalam setahun. Melalui rapat paripurna tersebut Badan Pendiri menentukan arah dan pola kerja pelayanan KSPPM mendampingi masyarakat. Pelayanan itu dikelola sehari-harinya oleh Badan Pengurus, yang dipilih dari anggota badan pendiri melalui Rapat Badan Pendiri. Badan Pengurus inilah yang menjabarkan lebih rinci bentuk pelayanan dan pendampingan KSPPM terhadap masyarakat. Untuk membantu badan pengurus dalam mengimplementasikan program- program yang telah disiapkan, maka pengurus dibantu oleh tenaga pelaksana penuh waktu (staf). Adapun staf yang membantu pengurus tersebut merupakan sarjana- sarjana yang dianggap mampu berbaur, belajar, dan mengabdi kepada masyarakat.

Untuk mendanai kegiatan KSPPM, Badan Pendiri telah menggariskan sumber dana KSPPM dari iuran Anggota dan berbagai bantuan yang tidak mengikat dan tidak melanggar ketentuan hukum. Pada prinsipnya KSPPM tetap memberikan kesempatan dan mendorong agar masyarakat berswadaya dalam membiayai kegiatannya. Akan tetapi, sejak KSPPM berdiri pada tahun 1985, KSPPM telah mendapat dukungan dana dari lembaga sosial gereja di Jerman yaitu Brieft For Die Welt (BFDW).

Dokumen terkait