• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LATAR BELAKANG BERDIRINYA KSPPM

3.6 Strategi Pendampingan

Strategi pendampingan KSPPM senantiasa mengalami perubahan dari waktu ke waktu sejak berdiri. Hal ini disebabkan sesuai dengan perkembangan kondisi masyarakat yang juga ikut pengalami perubahan. Juga semakin bertambahnya informasi tentang kondisi masyarakat yang didampingi melalui hasil analisa para staf setelah sekian lama tinggal bersama dengan masyarakat. Namun secara prinsip,

Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara (1985 – 1994), 2009.

strategi dasar pendampingan KSPPM, yakni pengorganisasian masyarakat tidak pernah berubah. Yang berubah hanyalah pola pendekatan pelayanannya ke masyarakat.

Hal tersebut dapat dilihat sejak tahun 1983 dengan nama KSPH. Sesuai dengan namanya dan kebutuhan pada waktu itu, bidang penyadaran hukum menjadi prioritas utama. Tetapi dua tahun berikutnya, karena kebutuhan rakyat yang semakin berkembang, KSPH mengakomodasi kecenderungan tersebut dengan merubah nama menjadi KSPPM. Selanjutnya bidang program KSPPM bertambah menjadi lima bidang. Adapun bidang tersebut yakni, penyadaran hukum, perempuan, pertanian, lingkungan hidup dan infrastruktur.

Pendampingan masyarakat yang dilakukan oleh KSPPM cenderung bersifat sporadis, menyebar tapi tidak dilakukan secara intensif atau tidak berkelanjutan. Hal ini pun semakin diperkuat setelah dilakukan evaluasi program dan strategi pendampingan KSPPM ke masyarakat sejak berdiri hingga tahun 1992 yang sengaja dievaluasi oleh pihak diluar anggota KSPPM agar hasilnya objektif.

Adapun point yang paling penting dari hasil evaluasi tersebut adalah merubah model pendampingan “kutu loncat” menjadi “kutu maleo”32

32

Istilah ini diperkenalkan oleh Agus Rumanja dalam mengevaluasi strategi pendampingan KSPPM, dimana strategi pendampingan KSPPM yang sporadis atau berpencar-pencar menjadi pendekatan melekat pendampingan yang menetap dan berkelanjutan.

. Hal ini ditindaklanjuti KSPPM dengan mengubah bidang program menjadi empat bidang. Bidang yang pertama ialah advokasi. Yaitu merupakan aksi KSPPM di bidang hukum terhadap kelompok dampingannya. Bidang advokasi ini meliputi konsultasi hukum, bantuan hukum, lobby ( kegiatan mempengaruhi kebijakan yang merugikan rakyat di tingkat lokal, regional dan internasional), lingkungan dan jaringan kerja dengan lembaga lain.

Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara (1985 – 1994), 2009.

Bidang yang kedua ialah Pengembangan Swadaya Desa (PSD). Bidang ini difokuskan dalam rangka memampukan ekonomi rakyat di desa melalui kunjungan rutin yakni diskusi dan pengamatan di lapangan. Pengorganisasian masyarakat tercurah dalam pembentukan kelompok petani di bidang pertanian dan peternakan melalui pemanfaatan potensi yang ada di desa masing-masing, di samping Credit Union (CU) sebagai basis utama.

Bidang yang ketiga ialah Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Masyarakat (PSDMM). Bidang ini difokuskan dalam pengembangan sumber daya manusia dan masyarakat meliputi latihan, magang, orientasi dan koalisi. Latihan dan orientasi pengembangan pertanian maupun pengembangan peternakan yang diselenggarakan KSPPM untuk petani dampingannya.

Bidang yang keempat ialah Studi Penelitian Informasi dan Komunikasi (Stupenikom). Yang termasuk studi adalah kegiatan persiapan social dan penulisan daftar desa dampingan, evaluasi inter KSPPM dan studi kecenderungan yang berkembang di tingkat regional, nasional dan internasional. Penelitian meliputi dampak pembangunan desa, kasus Hak Azasi Manusia (HAM) dan demokrasi, serta bahan-bahan untuk diseminarkan. Selanjutnya, informasi dan komunikasi meliputi dokumentasi, publikasi dan jaringan komunikasi.

Dalam rangka merubah model pendampingan”kutu loncat” menjadi “kutu maleo” yaitu untuk membangun dan memperkuat organisasi rakyat seusai dengan rekomendasi hasil evaluasi KSPPM tahun 1992. Oleh karena itu sejak bulan Juli 1993 pendampingan yang dilakukan oleh KSPPM tidak lagi diarahkan pada pendampingan kelompok baru melainkan membangun dan memperkuat organisasi atau kelompok dampingan yang sudah ada. Hal ini dilakukan dengan pengwilayahan dengan tiga wilayah pendampingan, yakni wilayah Samosir, Toba, Humbang/Silindung. Staf

Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara (1985 – 1994), 2009.

ditempatkan di masing-masing wilayah dampingan dengan tujuan supaya dapat menjangkau semua kelompok dampingan, memungkinkan staf untuk mendalami isu di masing-masing wilayah dan intensif menguatkan organisasi rakyat.

Masing-masing wilayah dampingan mempunyai prioritas permasalahan. Wilayah Samosir yang meliputi seluruh Pulau Samosir. Lingkungan hidup khususnya eksploitasi hutan menjadi program yang diprioritaskan di wilayah ini. Wilayah Toba meliputi Lumban Julu, Porsea, Uluan, Silaen, Habinsaran, Laguboti dan Balige. Masalah lingkungan hidup khususnya dampak industri PT.IIU dan pertanian dalam rangka pemanfaatan lahan kering merupakan prioritas program di wilayah Toba. Sedangkan wilayah Humbang/Silindung meliputi Siborong-borong, Pagaran Sipultak, Lintong Nihuta, Dolok Sanggul, Sipahutar, Tarutung, Muara. Prioritas program di wilayah ini adalah pengembangan pertanian dan lingkungan hidup.

Berdasarkan pembagian wilayah pendampingan KSPPM atas hasil evaluator, maka KSPPM dalam programnya juga menggunakan strategi “desa model”. Desa model tersebut bertujuan menjadikan desa yang termasuk dalam kategori “desa model” sebagai desa percontohan bagi desa yang lain yang menjadi dampingan KSPPM. Selain untuk memotivasi desa yang lain untuk mengembangkan potensi desanya, desa model tersebut juga dapat menjadi tempat belajar bagi desa-desa lainnya.

Untuk menentukan desa yang akan dijadikan sebagai desa model, maka KSPPM melakukan studi terhadap enam desa yang dipilih sebagai nominasi dari tiga wilayah dampingan KSPPM. Dari keenam desa itulah ditentukan tiga desa yang menjadi desa model. Ada beberapa pertimbangan yang dilakukan dalam menentukan desa yang termasuk nominasi desa model. Pertama, desa tersebut terpencil Kedua, desa tersebut memiliki tantangan yang cukup tinggi untuk pengembangan desa (ada

Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara (1985 – 1994), 2009.

kasus hokum, pendapatan rendah). Ketiga, desa tersebut potensial untuk dikembangkan.

Keenam desa yang termasuk nominasi tersebut ialah Desa Baribaniaek Kecamatan muara, Aeknauli II Kecamatan Sipahutar, Sugapa Kecamatan Silaen, Dolok Martalitali Kecamatan Porsea, Situnjang Kecamatan Simanindo, Janji Maria Kecamatan Harianboho. Setelah diadakan studi terhadap desa tersebut, maka dipilih tiga desa sebagai desa model. Yaitu Desa Aek Nauli Kecamatan Sipahutar, Sugapa Kecamatan Silaen, Situnjang Kecamatan Simanindo.

Dalam implementasi program di lapangan, KSPPM membangun jaringan kerja dengan berbagai pihak, khususnya lembaga-lembaga yang sejenis dengan KSPPM atau yang memiliki visi yang sama. Lembaga-lembaga tersebut ditingkat regional seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut, Bitra, dan yang lainnya. KSPPM juga terlibat aktif dalam pembentukan jaringan LSM di Sumatera Utara yaitu Wahana Informasi Masyarakat (WIM). Untuk lembaga-lembaga tingkat nasional seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Bina Swadaya, Walhi, lembaga-lembaga Kristen yang tergabung dalam Jaringan Lembaga Pelayanan Kristen (JLPK), dan yang lainnya. Adapun jaringan kerja tersebut sifatnya kasuistik.

KSPPM yang didirikan oleh warga gereja, dalam pelayanannya di tengah- tengah masyarakat juga mengadakan kerjasama dengan gereja-gereja. Demikian juga dengan pemerintah. Yaitu dalam hal-hal yang bersifat teknis, KSPPM selalu menghubungi pemerintah setempat. Misalnya dalam kegiatan-kegiatan studi dalam bidang pertanian, pembangunan infrastruktur.

Roganda P. Simanjuntak : Peran KSPPM Dalam Membangun Prakarsa Masyarakat Di Tapanuli Utara (1985 – 1994), 2009.

Dokumen terkait