• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

5.1 Kualitas Air .1Suhu

Suhu perairan adalah salah satu parameter yang mengatur proses hidrodinamika suatu perairan. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, ketinggian dari permukaan laut, penutupan awan, aliran dan kedalaman air. Distribusi vertikal rata-rata suhu air pada Situ no 5 memiliki nilai antara 21,25-25oC sedangan rataan situ no 6 bernilai antara 20,5-21,75 oC (Gambar 3). Pola distribusi menunjukkan terjadi penurunan suhu sesuai dengan bertambahnya kedalaman yang disebabkan oleh semakin berkurangnya cahaya matahari yang masuk ke dalam badan air sehingga pemanasan berkurang. Nilai suhu tertinggi pada Situ no 5 terukur pada periode pengamatan ke empat sedangkan pada Situ no 6 terukur pada periode pertama (Lampiran 2). Tingginya nilai suhu yang terukur disebabkan pada periode pertama dan ke empat tersebut cuaca cukup cerah dan tidak terjadi hujan lebat pada hari sebelumnya.

Hasil uji statistik menunjukkan nilai rataan suhu pada situ no 5 pada permukaan, kedalaman Secchi dan kedalaman di bawah kedalaman kompensasi berbeda nyata dengan situ no 6 (P< 0,05), sedangkan pada kedalaman kompensasi tidak berbeda nyata (lampiran 3) dengan nilai P>0,05. Meskipun kedalaman kompensasi pada situ no 6 lebih dalam dari pada situ no 5 tetapi suhu keduanya tidak berbeda, hal ini dapat disebabkan karena kurangnya penetrasi cahaya akibat tertutupi bayangan fitoplankton yang lebih banyak pada situ no 5. Sehubungan hal tersebut maka pada kedalaman itu Situ no 5 dan Situ no 6 mendapatkan penetrasi cahaya yang hampir sama untuk memanaskan badan air.

Situ no 5 yang terletak pada daerah yang lebih tinggi dan memiliki aliran air yang lebih lambat sehingga matahari sempat lebih lama memanaskan air tersebut memiliki suhu yang lebih tinggi dari situ no 6. Perbedaan stratifikasi suhu antara kedua situ akan dapat menjelaskan variasi hidrokimia dan variasi biologi meskipun keduanya memiliki kondisi meteorologi yang sama (Tavernini et al. 2009). Penurunan suhu antar lapisan kedalaman pada kedua situ relatif kecil, perbedaan suhu air antara 0-10 m kurang dari 3 oC sehingga tidak ada gejala

stratifikasi suhu. Secara keseluruhan suhu pada kedua situ masih menunjang perkembangan fitoplankton yang membutuhkan suhu antara 20-30 oC.

Gambar 3. Pola distribusi Suhu di situ bekas galian pasir

5.1.2 pH

pH merupakan hasil pengukuran ion hidrogen dalam perairan yang menunjukkan kesetimbangan asam dan basa. Nilai pH di ke dua stasiun penelitian selama pengamatan berkisar antara 6-9 dimana nilai tersebut masih menunjang untuk kehidupan organisme perairan. Sepanjang waktu pengamatan nilai pH tidak menunjukkan variasi yang signifikan (Gambar 4). Hasil penelitian sebelumnya pada Situ no 5 menunjukkan nilai pH berkisar antara 6-9 (Octorina et al. 2009). Hal tersebut serupa dengan pengamatan Celik (2002) yang mendapatkan nilai pH pada situ bekas galian pasir di Texas dalam kurun waktu satu tahun tidak mengalami perubahan yang signifikan.

pH Situ No 5 0 2 4 6 8 10 1 2 3 4 Periode Pengamatan pH

Permukaan Kedalaman Secchi Dibawah secchi 7 m 16 m

pH Situ No 6 0 2 4 6 8 10 1 2 3 4 Periode Pengamatan pH

Permukaan Kedalaman Secchi Dibawah secchi 6 m 12 m

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Situ no 5 cenderung memiliki pH yang lebih tinggi dari Situ no 6 sehingga dapat dikatakan Situ no 5 lebih basa dari Situ no 6. pH berkaitan erat dengan alkalinitas dan karbondioksida, semakin tinggi nilai pH semakin besar alkalinitas dan semakin rendah karbondioksida (Boldan & Padovan 2002 dalam Octorina et al. 2009). Tingginya pH pada Situ no 5 sesuai dengan tingginya nilai alkalinitas yaitu lebih dari 40 mg/liter dan minimnya konsentrasi CO2, bahkan hingga tidak terdeteksi pada lapisan epilimnion (Octorina et al. 2009). Salah satu penyebab tingginya pH di Situ no 5 adalah perairan tersebut banyak mendapat masukan ion-ion OH- yang bersifat basa yang berasal dari sisa-sisa sabun pencucian kendaraan proyek penggalian pasir.

5.1.3 Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut merupakan faktor yang penting dalam metabolisme suatu mahluk hidup akuatik, sehingga bila ketersediannya dalam air tidak mencukupi akan dapat menghambat pertumbuhannya. Kdanungan oksigen terlarut di lapisan epilimnion dan hypolimnion selama pengamatan berkisar antara 1,93-10,95 mg/liter pada Situ no 5 dan 1,56-9,56 mg/liter pada Situ no 6 (lampiran 2). Distribusi vertikal oksigen terlarut menunjukkan semakin dalam perairan maka kelarutan oksigen akan semakin berkurang (Gambar 5). Hal tersebut berkaitan dengan semakin minimnya sumber oksigen yaitu hasil fotosintesis fitoplankton dan difusi dari udara serta semakin besarnya kebutuhan oksigen untuk penguraian bahan organik. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa konsentrasi oksigen antara situ no 5 dan no 6 pada setiap kedalaman tidak berbeda nyata (Lampiran 3). Tingginya suhu di Situ no 5 menyebabkan meningkatnya konsumsi oksigen oleh organisme air karena peningkatan metabolisme dan respirasi. Brown (1987) dalam Effendi (2003) menyatakan bahwa peningkatan suhu sebesar 1oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sebesar 10%. Dengan demikian walaupun kelimpahan fitoplanton yang tercatat lebih tinggi dari Situ no 6 tetapi konsumsi oksigen yang lebih besar di Situ no 5 menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut di kedua situ tidak berbeda.

Pada Situ no 5 terjadi penurunan yang drastis dari konsentrasi oksigen terlarut pada kedalaman di bawah zona euphotik. Kondisi ini mencerminkan suatu perairan berada dalam kondisi eutrofik. Seperti halnya dikemukankan oleh Sager

(2009) yang menyatakan pada bagian permukaan perairan terjadi kegiatan fotosintesis secara intensif yang menyebabkan kadar oksigen terlarut sangat tinggi, kemudian menurun drastis karena digunakan untuk mendekomposisi alga yang telah mati dan bahan organik lainnya. Oksigen terlarut sangat dipengaruhi oleh kdanungan bahan organik suatu perairan sehingga jika kandungan bahan organik cukup tinggi maka akan terjadi proses degradasi secara aerobik oleh bakteri sehingga menyebabkan defisit oksigen terlarut (Wetzel 2001).

Gambar 5. Pola distribusi vertikal Oksigen terlarut di situ bekas galian pasir

Pada Situ no 5 terjadi rata-rata oksigen terlarut saturasi menunjukkan fenomena oksigen terlarut super saturasi pada bagian permukaan dan kedalaman Secchi (Lampiran 3). Kondisi ini diperkirakan berhubungan dengan besarnya biomassa fitoplankton yang dicirikan dengan tingginya nilai khlorofil-a pada kedalaman tersebut (Lampiran 8). Hal serupa dilaporkan oleh Brooks et al. (2003) yang menemukan fenomena supersaturasi oksigen terlarut pada Danau Patzcuaro berhubungan dengan nilai khlorofil-a yang tinggi yaitu 44 mg/m3. Selain itu situ bekas galian pasir umumnya memiliki sumber oksigen selain dari hasil fotosintesis adalah melalui difusi dari udara terutama untuk bagian permukaan (Pincock & Holt 2006). Difusi oksigen atmosfer ke air terjadi pada kondisi air diam maupun bergolak karena tertiup angin, pada saat air bergolak terjadi peningkatan peluang bagi molekul air untuk bersentuhan dengan atmosfer (Wetzel 2001). Dengan demikian pada lapisan permukaan di situ bekas galian fenomena super saturasi

oksigen terlarut sangat memungkinkan jika dihubungkan dengan sumber oksigen yang banyak.

5.2 Unsur hara

Dokumen terkait