• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

5.2 Unsur hara .1 Amonia Total

Amonia yang terukur di perairan adalah ammonia total yang terdiri dari amonia bebas (NH3-N) dan amonium (NH4-N). Distribusi vertikal amonia total Situ no 5 berkisar antara 0,46-1,12 mg/liter dengan nilai tertinggi pada kedalaman 7 m dan terendah pada permukaan. Pada situ no 6 konsentrasi ammonia total berkisar antara 0,27-0,51 mg/liter dengan konsentrasi tertinggi terukur pada kedalaman 12 m dan konsentrasi terendah terukur pada kedalaman kompensasi. Pada situ no 5 pola distribusi vertikal amonia menunjukkan peningkatan seiring dengan bertambahnya kedalaman, sedangkan pada situ no 6 terdapat pola yang sedikit berbeda namun konsentrasi tertinggi tetap pada bagian terdalam (Gambar 6). Distribusi vertikal ammonia secara umum akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman (Pratiwi et al. 2006). Hal ini berhubungan dengan kondisi perairan yang semakin dalam semakin turun konsentrasi oksigen terlarut sehingga menghambat proses nitrifikasi yang mengakibatkan nitrogen terbanyak dalam bentuk amonia.

Rata-rata konsentrasi amonia di kedua situ menunjukan nilai yang cukup tinggi. Tingginya nilai amonia pada kedua situ diduga berasal dari pemecahan nitrogen anorganik yang terdapat dalam air dan sedimen yang terjadi di dalam perairan (Walter et al. 2007). Selain itu kegiatan pertanian di tepian situ menyebabkan air tanah yang masuk ke perairan telah kaya akan nitrogen anorganik sebagai sumber amonia sebagai akibat dari penggunaan pupuk (Kattner et al. 2000) Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kandungan amonia di Situ no 5 dan Situ no 6 tidak berbeda nyata kecuali pada kedalaman kompensasi dan kedalaman di bawah kompensasi (7 meter untuk Situ no 5 dan 6 meter untuk Situ no 6). Pada kedalaman tersebut kandungan amonia Situ no 5 lebih tinggi jika dibandingkan dengan Situ no 6. Tingginya konsentrasi amonia tersebut dapat disebabkan lebih banyaknya bahan pembentuk amonia yang tersedia pada situ no 5 namun tidak diiringi ketersediaan oksigen yang cukup sehingga yang terjadi adalah bentuk amonia yang banyak.

5.2.2 Nitrit (NO2-N)

Distribusi vertikal konsentrasi nitrit pada Situ no 5 berada pada kisaran antara tidak terdeteksi-0,247 mg/liter (Gambar 7). Pada situ no 6 rata-rata kisaran konsentrasi nitrit berada pada nilai tidak terdeteksi-0,11 mg/liter (Lampiran 2). Pada perairan alami nitrit umumnya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit karena segera teroksidasi menjadi nitrat atau tereduksi menjadi amonia. Rata-rata konsentrasi nitrit pada kedua situ (Tabel 4) menunjukkan nilai yang cukup tinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diduga salah satunya adalah beban masukan nitrogen dari luar perairan yang cukup besar.

Gambar 7. Pola distribusi vertikal nitrit di situ bekas galian pasir Hasil uji statistik menunjukkan bahwa konsentrasi nitrit di kedua situ tidak berbeda nyata dengan nilai P>0,05 (Lampiran 3). Meskipun Situ no 6 terletak di daerah persawahan sehingga dimungkinkan menerima beban masukan nitrogen yang lebih tinggi, namun morfologi Situ no 6 yang menyebabkan situ tersebut memiliki retensi time 17 hari atau lebih cepat dari Situ no 5 (111,4 hari) membuat unsur hara lebih cepat terbilas sehingga tidak berpengaruh terhadap konsentrasi nitrogen.

5.2.3 Nitrat (NO3-N)

Nitrat nitrogen memegang peranan penting di perairan alami dengan peranannya sebagai unsur hara utama yang dibutuhkan makrofita air dan fitoplankton (Wetzel 2001). Hasil pengamatan selama penelitian mendapatkan konsentrasi nitrat pada situ no 5 berkisar antara 0,12-1,1 mg/liter, sedangkan pada situ no 6 konsentrasi nitrat berkisar antara 0,075-1,65 mg/liter (Lampiran 2). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi nitrat pada kedua situ tidak berbeda nyata (P>0,05).

Berdasarkan rata-rata distribusi vertikal terlihat penurunan konsentrasi nitrat dengan bertambahnya kedalaman (Gambar 8). Hal ini sesuai dengan pernyataan Goldman dan Horne (1983) tentang penyebaran nitrat yang berbeda disetiap kedalaman dan akan berkurang seiring dengan pertambahan kedalaman.

Nitrat merupakan hasil proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan dengan demikian pada kolom perairan yang kaya akan oksigen terlarut akan cenderung memiliki konsentrasi nitrat yang lebih tinggi.

Gambar 8. Distribusi vertikal konsentrasi N-NO3 di perairan situ bekas galian pasir

Konsentrasi nitrat pada situ no 5 dan itu no 6 selama empat periode pengamatan tergolong cukup tinggi dengan rata-rata konsentrasi melebihi 0,2 mg/liter (Tabel 4). Kegiatan pertanian dengan pemupukan unsur nitrogen di daerah sekitar situ galian pasir dapat meningkatkan konsentrasi nitrat air tanah (Kattner et al. 2000) yang menjadi sumber air situ galian pasir. Konsentrasi yang melebihi 0,2 mg/liter di kedua situ mampu menstimulir pertumbuhan fitoplankton dengan sangat cepat.

Tabel 4. Nilai rata-rata kualitas air di situ bekas galian pasir (mg/liter)

Stasiun Kedalaman

(m) Suhu DO NO2 NO3 Amonia TN PO4 TP

Situ no 5 Permukaan 25 9,51 0,09 0,59 0,46 0,78 0,07 0,14 Secchi 25 8,49 0,08 0,60 0,50 0,81 0,12 0,16 Kompensasi 24 7,73 0,10 0,48 0,82 1,15 0,05 0,09 7 23,7 3,51 0,09 0,53 1,12 1,48 0,07 0,10 16 21,3 2,44 0,09 0,44 0,91 1,05 0,05 0,12 Situ no 6 Permukaan 21,75 7,20 0,04 0,74 0,32 0,90 0,09 0,16 Secchi 21,75 7,43 0,06 0,54 0,33 0,75 0,13 0,17 Kompensasi 21,75 6,03 0,04 0,51 0,27 0,95 0,15 0,20 6 20,75 4,32 0,07 0,40 0,29 1,17 0,10 0,18 10 20,50 2,77 0,04 0,34 0,51 0,98 0,18 0,21

Berdasarkan konsentrasi nitrat pada kedua situ pun menunjukkan kondisi perairan yang eutrofik. Kadar nitrat di kedua situ tercatat melebihi 0,2 mg/liter sehingga mendukung percepatan proses eutrofikasi dengan menstimulir pertumbuhan fitoplankton secara cepat (Goldman & Horne 1983). Pada situ no 5 rata-rata konsentrasi nitrat sebesar 0,352 mg/liter dan konsentrasi nitrit sebesar 0,004 mg/liter pada tahun 2007 (Bapeda Kabupaten Cianjur 2007) menjadi 0,44–

0,60 mg/liter NO3 dan 0,08-0,10 mg/liter NO2 pada saat pengamatan menunjukkan peningkatan masukan nitrogen sebagai salah satu hal yang memicu percepatan proses eutrofikasi (Kagalau et al. 2008).

5.2.4 Fosfor

Distribusi kandungan fosfor di situ bekas galian pasir digambarkan oleh besarnya konsentrasi ortofosfat dan total fosfor. Dari hasil penelitian diperoleh distribusi vertikal konsentrasi ortofosfat di Situ no 5 berkisar antara 0,027-0,198 mg/liter, sedangkan konsentrasi total fosfor bernilai antara 0,037-0,27 mg/liter. Pada situ no 6, rata-rata konsentrasi ortofosfat bernilai antara tidak terdeteksi-0,340 mg/liter dan rata-rata konsentrasi total fosfor bernilai antara 0,075-0,346 mg/liter (Lampiran 2). Uji statistik menunjukkan bahwa konsentrasi ortofosfat dan total fosor di kedua situ tidak berbeda nyata (Lampiran 3).

Konsentrasi ortofosfat pada Situ no 6 di lapisan permukaan memiliki nilai yang terendah sedangkan yang tertinggi berada pada kedalaman 10 m (Gambar 9). Rendahnya konsentrasi ortofosfat pada permukaan disebabkan oleh penggunaan unsur hara tersebut oleh fitoplankton. Adapun pada kedalaman 10 m, konsentrasi ortofosfat tinggi disebabkan oleh kurangnya penggunaan oleh fitoplankton mengendapnya fosfat bersama sedimen ke lapisan yang lebih dalam (Tuzun & Ince 2006). Air tanah yang merupakan sumber air situ bekas galian pasir juga menyumbangkan sediaan fosfat sehingga dasar perairan memiliki konsentrasi fosfat yang lebih kaya dari permukaan (Mirdana & Matvienko 2003).

Gambar 9. Distribusi vertikal konsentrasi Fosfor di perairan Situ bekas galian pasir

Kondisi yang berbeda ditemukan pada Situ no 5, konsentrasi ortofosfat tertinggi ditemukan pada kedalaman Secchi dan konsentrasi terendah pada kedalaman 16 m. Pada lapisan permukaan fitoplankton yang melimpah memanfaatkan ortofosfat sehingga konsentrasinya kecil. Konsentrasi ortofosfat yang lebih tinggi pada lapisan kedalaman Secchi kemungkinan disebabkan oleh kurangnya penggunaan oleh fitoplankton dan besarnya masukan ortofosfat dari kegiatan antropogenik bukan dari pelepasan sedimen, dimana situ no 5 merupakan lokasi pencucian sehingga banyak menerima masukan detergen sebagai sumber fosfor.

Konsentrasi fosfor merupakan salah satu indikator kondisi eutrofikasi (Walter et al. 2007). Berdasarkan nilai konsentrasi ortofosfat yang terukur selama pengamatan kedua stasiun penelitian memiliki kriteria kesuburan eutrofik karena rata-rata konsentrasi yang terukur melebihi nilai 0,051 mg/liter (Fachrul 1993 dalam Octorina et al. 2009)

5.2.5 Rasio N:P

Rata-rata nilai fosfat di kedua stasiun pengamatan menunjukkan angka lebih besar dari 0,005 mg/liter yang mengindikasikan bahwa fosfor tidak menjadi faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton (Warsa et al. 2006). Sedangkan

konsentrasi nitrogen juga menunjukkan angka lebih dari 0,02 mg/liter sehingga nitrogen pun tidak menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan fitoplankton. Jika kedua unsur tersebut memiliki konsentrasi yang melebihi batas, maka untuk menentukan unsur tersebut pembatas digunakan rasio N:P.

Dalam perhitungan rasio N:P dapat dibandingkan dengan nilai atom 16:1 atau nilai massa 7:1 (Bergstrom et al. 2005). Jika nilai rasio > 16:1 atau > 7:1 maka unsur P yang berpotensi sebagai faktor pembatas. Bila nilai rasio <16:1 atau < 7:1 maka unsur N yang berpotensi sebagai faktor pembatas. Pada penelitian ini digunakan cara yang lebih praktis yaitu dengan rasio massa N:P (dalam unit mg/liter).

Bila ditinjau dari hubungan rasio N:P, maka didapat bahwa pada Situ no 5 rasio N:P memiliki nilai < 7 pada permukaan dan kedalaman Secchi sedangkan sisanya memiliki nilai N:P > 7 (Tabel 5). Berarti pada perairan tersebut unsur N berpotensi sebagai pembatas pada kolom permukaan dan kedalaman Secchi dan P berpotensi sebagai unsur hara pembatas pada kedalaman kompensasi hingga 16 meter. Berdasarkan pada Situ no 6 rasio N:P memiliki nilai < 7 yang berarti unsur N yang lebih berpotensi sebagai faktor pembatas (Tabel 5).

Tabel 5. Nilai N:P di situ bekas galian pasir

Stasiun Kedalaman Periode Pengamatan Rata-rata

1 2 3 4 Situ No 5 Permukaan 11,1 2,23 9,93 4,47 5,68 Secchi 5,56 2,51 6,69 4,8 5,11 Kompensasi 22,6 23,4 18,8 7,66 13,31 7 (m) 32,1 13,9 14,8 10,2 14,40 16 (m) 15,8 6,25 5,64 12,3 8,90 Situ No 6 Permukaan 2,43 2,94 7,25 8,19 5,59 Secchi 2,03 4,67 7,35 5,57 4,39 Kompensasi 2,8 7,42 6,79 5,27 4,72 6 (m) 4,22 14 9,74 5,5 6,45 10 (m) 3,15 5,28 2,76 8,95 4,58

Nilai N:P pada kedua situ menunjukkan adanya penambahan unsur hara nitrogen dan fosfor yang berlebihan, sehingga rasio massa N:P tidak sama dengan 7. Hal tersebut ditunjukan oleh kdanungan fosfat yang sangat tinggi pada Situ no 6 dan nitrogen yang tinggi pada Situ no 5. Namun pada kedua situ konsentrasi

nitrogen dan fosfat tergolong cukup tinggi yang mengindikasikan perairan eutrofik sehingga memungkinkan rasio N:P di perairan ini tidak berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton (Juhar 2008). Hal senada diungkapkan Basmi (1988) dalam Octorina et al. (2009) yang menyatakan bahwa pada perairan eutrofik meskipun konsentrasi unsur hara di perairan menurun tidak akan memberikan efek pertumbuhan yang minus pada fitoplankton karena ketersediaan unsur hara melebihi konsumsi optimal fitoplankton.

5.3 Struktur Komunitas Fitoplankton

Fitoplankton diperairan merupakan produsen primer yang memegang peranan penting dalam kesinambungan rantai makanan. Nilai beberapa parameter kualitas air terutama konsentrasi unsur hara mempengaruhi variasi dan kelimpahan fitoplankton dalam perairan. Selain ketersediaan unsur hara kelimpahan fitoplankton akan dipengaruhi oleh morfologi perairan, dengan demikian meskipun konsentrasi unsur hara yang terukur pada saat penelitian sama namun perbedaan morfologi perairan akan menyebabkan perbedaan kelimpahan fitoplakton.

Gambaran mengenai struktur komunitas fitoplankton di situ bekas galian pasir dilakukan dengan pencacahan dan penghitungan hingga tingkat genera. Pada Situ no 5 tercatat ditemukan empat kelas yaitu Chlorophyceae (12 genera), Bacillariophyceae (3 genera), Cyanophyceae (5 genera) dan Dinophyceae (3 genera) (Lampiran 4). Pada Situ no 6 juga ditemukan empat kelas yaitu Chlorophyceae (16 genera), Bacillariophyceae (12 genera), Cyanophyceae (15 genera) dan Dinophyceae (4 genera) (Lampiran 5). Distribusi vertikal rata-rata kelimpahan fitoplankton menunjukkan penurunan sesuai dengan kedalaman yang menggambarkan kelimpahan fitoplankton terkait dengan cahaya matahari (Tabel 6).

Pada Situ no 5 di kedalaman permukaan tercatat rata-rata kelimpahan fitoplankton yang tertinggi dari semua kedalaman yaitu 604.302 sel/liter dan didominansi oleh kelas Cyanophyceae sebesar 74,6%. Kelimpahan Bacillariphyceae 14,62% sedangkan Chlorophyceae 10,39% dan Dinophyceae 0,39%. Pada kedalaman Secchi rata-rata kelimpahan fitoplankton adalah 522.852 sel/liter yang juga didominansi oleh Cyanophyceae sebesar 83,96% lalu Bacillariophyceae 11,50%, Chlorophyceae 3,67% dan Dinophyceae 0,86% .

Tabel 6 Rata-rata kelimpahan fitoplankton di situ bekas galian pasir.

Stasiun Kedalaman

Persentase (%) Kelimpahan Total Kelimpahan

(sel/liter) Chloro Baciloro Cyano Dino

phyceae phyceae phyceae phyceae

Situ No 5 0 m 10,38 14,62 74,6 0,39 604.302 Secchi 3,67 11,5 83,9 0,36 522.852 Kompensasi 27,5 41,18 30,17 1,07 455.689 7 m 21,98 13,43 62,52 2,06 176.022 16 m 18,25 14,11 67,64 0 29.304 Situ No 6 0 m 93,56 1,05 4,89 0,49 121.088 Secchi 81,5 4,63 13,6 0,27 106.796 Kompensasi 56,27 9,38 34,24 0,12 84.437 6 m 42,15 20,87 36,52 0,46 23.823 10 m 88,92 2,91 6,74 1,44 7.678

Pada kedalaman kompensasi rata-rata kelimpahan fitoplankton adalah 455.689 sel/liter dan terjadi perubahan struktur komunitas dimana kelimpahan yang terbanyak berasal dari kelas Bacillariophyceae sebesar 41,18% kemudian Cyanophyceae 30,17% sedangkan Chlorophyceae 27,7% dan Dinophyceae 1,07%. Kedalaman 7 meter dan 16 meter rata-rata kelimpahan fitoplankton adalah 76.022 sel/liter dan 29.304 sel/liter. Pada kedalaman tersebut kembali Cyanophyceae tercatat sebagai kelas dengan kelimpahan terbanyak yaitu 62,52% dan 67,64%.

Pada seluruh kedalaman di Situ no 5 rata-rata kelimpahan yang terbanyak tercatat berasal dari kelas Cyanophyceae, kecuali pada kedalaman kompensasi ditemukan kelimpahan terbanyak dari kelas Bacillariophyceae. Pada lapisan permukaan dan kedalaman Secchi pendominansian oleh kelas Cyanophyceae berhubungan dengan laju penenggelaman dan kemampuan mengapung. Laju penenggelaman Cyanophyceae adalah 0,15 m/hari sedangkan Chlorophyceae dan Bacillariophyceae 0,4 m/hari. Kelas Cyanophyceae memiliki kemampuan mengapung paling tinggi sehingga banyak ditemukan di lapisan permukaan. Reynolds (1984) dalam Baksir (1999) menjelaskan kemampuan mengapung fitoplankton dibagi menjadi tiga kelompok yaitu positif, netral, dan negatif. Cyanophyceae memiliki kemampuan mengapung positif, Chlorophyceae memiliki kemampuan mengapung netral dan Bacillariophyceae memiliki kemampuan renang negatif. Selain itu bertahannya kelas Cyanophyceae dalam cahaya yang

terik diduga akibat lendir yang dimiliki kelas ini mampu melindungi mereka dari cahaya yang terik (Sperling et al. 2008)

Perubahan struktur komunitas di kedalaman kompensasi pada Situ no 5 rata-rata kelimpahan terbanyak berasal dari kelas Bacillariophyceae disebabkan karena kelas ini merupakan fitoplankton tipe teduh hingga banyak berkumpul pada lapisan ini. Namun kelas Cyanophyceae juga mampu menyaingi fitoplankton lain dalam pemanfaatan unsur hara dan cahaya bahkan hingga tahap ketersediaan unsur hara yang sangat kritis, dengan demikian kelimpahannya tercatat paling banyak di hampir seluruh kedalaman.

Ditinjau dari struktur komunitas fitoplankton pada Situ no 5 secara umum memiliki nilai keanekaragaman yang tergolong rendah dan juga terdapat pedominansian oleh salah satu kelas fitoplankton (Tabel 7). Pada seluruh kedalaman hampir didominansi oleh kelas Cyanophyceae, hal ini sesuai dengan kondisi perairan yang memiliki konsentrasi fosfat diatas 0,1 mg/liter, suhu tinggi, cahaya rendah dan cenderung basa (Pratiwi 2003). Melimpahnya Polycistis dari kelas Cyanophyceae dan Melosira dari kelas Bacillariophyceae menunjukkan bahwa Situ no 5 telah berstatus eutrofik. Status ini didukung dengan kondisi keragaman jenis yang rendah (Mason 1981 dalam Pratiwi 2003).

Kondisi yang berbeda terjadi pada Situ no 6 baik dari sisi kelimpahan (Tabel 6) maupun struktur komunitas. Pada lapisan permukaan tercatat kelimpahan fitoplankton yang paling banyak dari seluruh kedalaman yaitu 121.088 sel/liter. Chlorophyceae merupakan penyusun utama komunitas dengan presentasi kelimpahan sebesar 93,56% lalu Cyanophyceae 4,89%, Bacillariophyceae 1,05% dan Dinophyceae 0,49%. Pada kedalaman Secchi kelimpahan fitoplankton sebesar 106.796 sel/liter masih didominansi oleh kelas Chlorophyceae dengan kelimpahan sebesar 81,50 %. Terdapat kenaikan presentasi kehadiran Cyanophyceae menjadi 13,60 % dan Bacillariophyceae 4,63 % lalu Dinophyceae sebesar 0,27%.

Tabel 7 Struktur komunitas fitoplankton di situ bekas galian pasir. Stasiun Penga matan Kedalaman H E C

Pengamatan Pengamatan Pengamatan

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Situ no 5 Permukaan 0,48 1,04 0,82 1,26 0,18 0,43 0,34 0,47 0,81 0,46 0,61 0,40 Secchi 0,12 0,75 1,31 0,17 0,06 0,29 0,57 0,08 0,96 0,69 0,36 0,95 Kompensasi 0,06 0,71 1,50 0,89 0,04 0,31 0,68 0,41 0,98 0,65 0,29 0,50 7 m 0,05 0,55 1,71 1,10 0,03 0,23 0,69 0,48 0,99 0,77 0,27 0,42 16 m 0,07 1,40 0,06 1,51 0,03 0,72 0,05 0,84 0,98 0,36 0,98 0,26 Situ no 6 Permukaan 1,41 1,20 1,66 0,85 0,49 0,43 0,65 0,30 0,33 0,40 0,24 0,60 Secchi 0,44 1,39 1,96 0,45 0,18 0,47 0,69 0,19 0,83 0,32 0,18 0,81 Kompensasi 1,99 1,23 0,34 0,86 0,72 0,45 0,19 0,41 0,18 0,37 0,87 0,58 6 m 1,82 1,49 0,87 1,38 0,76 0,56 0,62 0,66 0,20 0,31 0,50 0,29 10 m 1,33 0,27 1,28 0,05 0,53 0,20 0,71 0,07 0,33 0,40 0,24 0,60

Pada kedalaman kompensasi kembali terjadi perubahan penyusun struktur komunitas dari kelimpahan fitoplankton sebesar 84.437 sel/liter tetap Chlorophyceae sebagai kelas terbanyak dengan kelimpahan 56,27 % dan tetapi kelas Cyanophyceae pun semakin meningkat dengan kelimpahan sebesar 34,24%. Bacillariophyceae pun meningkat menjadi 9,38% dan Dinophyceae berkurang menjadi 0,12%. Pada kedalaman 6 meter kelimpahan fitoplankton yang tercatat adalah 23.823 sel/liter kelimpahan Chlorophyceae semakin berkurang menjadi 42,15% sedangkan Cyanophyceae dan Bacillariophyceae bertambah masing-masing menjadi 36,52% dan 20,87% lalu Dinophyceae sebesar 0,46%. Kedalaman 10 meter yang memiliki kelimpahan fitoplankton terendah yaitu 7678 sel/liter kembali kelas Chlorophyceae tercatat sebagai kelas terbanyak dengan presentase 88,92 %, Cyanophyceae 6,74%, Bacillariophyceae 2,91% dan Dinophyceae 1,44%.

Struktur komunitas pada situ no 6 menunjukkan kecenderungan nilai indeks keanekaragaman yang besar pada kolom perairan yang lebih dalam mengindikasikan semakin banyak genera yang ditemukan (Tabel 7). Keadaan ini mengindikasikan banyak genera fitoplankton yang bertipe teduh sehingga menyenangi daerah yang intensitas cahaya tidak begitu kuat. Namun lain halnya pada kedalaman 10 meter, penunurunan jumlah genera yang ditemukan pada kolom ini menunjukkan hanya tersisa genera-genera tertentu yang tahan pada kondisi kurang cahaya.

Perbedaan lainnya antara Situ no 6 dengan Situ no 5 adalah secara umum hampir tidak ada pedominansian pada Situ no 6. Meskipun nilai indeks keseragaman tidak menunjukkan nilai yang tinggi dominansi hampir tidak muncul karena ada beberapa genera yang memiliki jumlah yang tidak berbeda jauh.

Meskipun hasil uji statistik menyatakan bahwa kondisi nutrien pada kedua situ umumnya tidak berbeda nyata, namun struktur komunitas fitoplankton menunjukkan perbedaan komposisi, pada Situ no 5 didominasi oleh Cyanophyceae sedangkan pada Situ no 6 banyak ditemukan Chlorophyceae. Kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu suhu perairan dan ketersediaan cahaya matahari. Hal ini mengacu pada hasil penelitian Abrantes et al. (2006) yang menemukan perubahan komposisi fitoplankton di Danau Vela Portugal yang semula di dominasi oleh Chlorophyceae berubah menjadi Cyanophyceae ketika ada peningkatan suhu. Hasil pengukuran suhu pada saat penelitian menunjukkan bahwa Situ no 5 memiliki suhu yang lebih tinggi dari Situ no 6 sehingga perbedaan komposisi fitoplankton dapat dijelaskan berdasarkan perbedaan suhu. Faktor lain yang mungkin menjadi penyebab perbedaan komposisi adalah cahaya matahari. Pada Situ no 5 memiliki kecerahan yang lebih rendah dari pada situ no 6 sehingga Cyanophyceae yang mampu berkembang dalam kondisi cahaya yang sedikit memiliki peluang tumbuh lebih besar dibdaningkan kelas lain di perairan Situ no 5. Hal ini mengacu pada hasil penelitian Gurung et al. (2006) yang mengemukakan bahwa perbedaan padatan tersuspensi yang masuk ke perairan akan mempengaruhi tingkat kecerahan dan pada tingkat kecerahan rendah ditemukan lebih banyak Cyanophyceae yang berkembang di bandingkan Chlorophyceae.

Kebanyakan genera fitoplankton yang ditemukan pada kedua situ merupakan jenis yang tidak mempunyai daya gerak dan berasal dari kelas Cyanophyceae dan Chlorophyceae. Wasielka dan Goldyn (2005) menemukan bahwa komunitas fitoplankton pada perairan tergenang dapat didominansi oleh Cyanophyceae dan Chlorophyceae. Pada kedua situ jumlah genera dan kelimpahan Dinophyceae hanya sedikit ditemukan karena kelas ini memiliki pertumbuhan yang lebih lambat daripada Cyanophyceae dan Chlorophyceae.

Kondisi komunitas fitoplankton pada Situ no 5 berdasarkan Rank Frequency Diagram Frontier (Gambar 10) berada dalam stadia 1 yang menggambarkan keadaan produktivitas biologi rendah, kondisi tidak stabil (juvenile) yang ditunjukan dengan keanekaragaman rendah (H < 2,30) dan keseragaman yang juga rendah (Frontier 1985). Selanjutnya disebutkan ciri-ciri lain dari stadia ekosistem juvenile adalah kompetisi antar jenis tinggi serta rantai makanan dan organisme dalam keadaan tertekan. Kelabilan ekosistem pada Situ no 5 diperjelas dengan hadirnya genera yang mendominansi di hampir seluruh kedalaman (Hagnes 1972 dalam Baksir 1999) yaitu Policystis dari kelas Cyanophyceae.

Meskipun struktur komunitas Situ no 6 berbeda dengan Situ no 5 namun berdasarkan Rank Frequency Diagram Frontier (Gambar 11) kondisi ekosistemnya hampir serupa yaitu berada dalam stadia satu (juvenile). Ketidakstabilan ekosistem ditunjukan dengan nilai keanekaragaman yang tergolong rendah.

5.4 Khlorofil-a

Khlorofil-a merupakan katalisator fotosintesis yang terdapat pada semua jaringan tumbuhan dengan fungsi sebagai penyerap cahaya matahari. Sebaran tinggi rendahnya konsentrasi khlorofil-a terkait dengan kondisi fisik-kimia perairan terutama intensitas cahaya dan unsur hara. Konsentrasi khlorofil a pada Situ no 5 berkisar antara 2,38-81,396 mg/m3 dan Situ no 6 berkisar antara 0,859-15,708 mg/m3 (Lampiran 8). Distribusi vertikal nilai rata-rata khlorofil-a di kedua stasiun pengamatan menunjukkan penurunan sesuai dengan bertambahnya kedalaman perairan (Gambar 12). Hal tersebut menunjukkan densitas fitoplankton akan berkurang dengan berkurangnya intensitas cahaya seiring bertambahnya kedalaman. Penurunan produksi tersebut terjadi sebagai akibat penaungan sendiri sehingga peningkatan produktivitas akan terhambat meskipun jumlah unsur hara yang tersedia cukup (Wetzel 2001).

Gambar 12. Pola distribusi vertikal khlorofil-a di perairan situ bekas galian pasir

Jika dibandingkan hasil uji statistik menunjukkan kosentrasi khlorofil-a yang terukur pada Situ No 5 lebih tinggi dari Situ no 6 (Lampiran 3). Kondisi ini dapat terbukti dengan lebih tingginya kelimpahan fitoplanton pada Situ no 5. Selain itu perbedaan biomassa fitoplanton antara kedua situ juga dapat diperkuat oleh perbedaan kecerahan perairan dan konsentrasi oksigen terlarut.

Meskipun jumlah unsur hara yang tersedia di kedua situ tidak berbeda nyata (Lampiran 3) namun morfologi situ yang berbeda menyebabkan biomassa

fitoplankton di kedua berbeda nyata. Debit Situ no 6 yang lebih besar dari Situ no 5 menyebabkan banyak fitoplankton hanyut ke arah outlet sehingga mengurangi biomassa fitoplankton.

Khlorofil-a selain digunakan untuk menduga biomassa algae juga dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesuburan perairan (Magadza 2008). Kisaran jumlah khlorofil-a 0-4 mg/m3 merupakan ciri perairan oligotrofik, kisaran 5-10 mg/m3 merupakan perairan mesotrofik dan kisaran 10-100 mg/m3 merupakan tipe eutropik. Konsentrasi khlorofil-a yang tercatat selama empat periode pengamatan meskipun menunjukkan penurunan konsentrasi pada periode dua dan tiga akibat terjadi hujan lebat namun tetap mengindikasikan perairan tersebut memiliki tipe eutrofik.

5.5 Produktivitas Primer

Hasil perhitungan produktivitas primer di Situ no 5 dan 6 menunjukkan penurunan nilai rata-rata produktivitas (Tabel 8) bersih sesuai dengan bertambahnya kedalaman yang mendanakan pengaruh cahaya terhadap produktivitas primer (Gambar 13). Selain itu pula biomassa fitoplankton yang lebih besar di lapisan permukaan mendukung tingginya hasil proses fotosintesis pada lapisan tersebut. Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai produktivitas primer pada kedua situ tidak berbeda nyata kecuali pada kedalaman Secchi, dimana Situ no 5 memiliki nilai yang lebih besar dari Situ no 6. Hal ini kemungkinan disebabkan karena letak kedalaman Secchi pada Situ no 5 hampir dekat dengan permukaan sehingga nilai produktivitasnya tidak jauh berbeda karena kondisi cahaya yang hampir sama, sedangkan pada Situ no 6 letaknya lebih dalam dari permukaan.

Gambar 13. Pola distribusi vertikal produktivitas primer di perairan situ bekas galian pasir

Tabel 8 Rata-rata produktivitas primer bersih kedua situ

Kedalaman Situ no 5 Situ no 6

mg C/m3/jam mg C/m2/jam mg C/m3/jam mg C/m2/jam Permukaan 169,63 115,47 161,47 39,27 Secchi 169,25 62,25 Kompensasi 56,02 16,61 5.6 Status Trofik

Situ galian pasir merupakan situ buatan berumur lebih muda dari pada perairan alami, demikian pula situ galian pasir yang berada di lokasi penelitian umumnya masih berumur dibawah 20 tahun. Pada tahun-tahun pertama setelah penggalian biasanya situ-situ galian pasir masih berstatus oligotropik (Kattner et al. 2000). Namun proses perubahan pada situ galian pasir umumnya lebih cepat dari perairan alami (Tavernini et al. 2009) terutama pada situ-situ yang terletak dekat pemukiman. Infiltrasi air tanah merupakan sumber air utama bagi situ galian pasir, namun masukan air limbah dan air hujan diduga memberian pengaruh pada

Dokumen terkait