• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tingkat eutrofikasi dan menganalisis status trofik dua situ bekas galian pasir yang terletak di Desa Cikahuripan.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan bentuk pengelolaan yang tepat bagi situ-situ bekas galian pasir agar tetap dapat memberikan fungsinya secara optimal dan berkelanjutan.

Gambar 1 Alur perumusan masalah eutrofikasi dua situ bekas galian pasir Hydromorfometri Unsur Hara Hidrodina mika Beban masukan Eutrofikasi Status trofik Perairan Kualitas air biomassa plankton Fitoplankton Zooplankton

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Situ Bekas Galian Pasir

Situ bekas galian pasir dapat juga disebut sebagai kolong galian pasir. Kolong adalah cekungan di permukaan tanah yang terjadi akibat proses penggalian bahan tambang atau tanah urug. Kolong yang telah habis bahan galiannya dapat berfungsi untuk menampung air sehingga membentuk badan air baru. Badan air tersebut memiliki ciri-ciri morfologi tebing yang curam, daerah litoral sempit, kedalaman air relatif dangkal, fluktuasi air 1-2 meter, wilayah tangkapan sempit, teluk sedikit, garis pantai pendek, badan air berbentuk elips atau persegi panjang dengan luas berkisar antara 0,5 hingga 5 ha, serta berlokasi di pedesaan (Krismono et al. 1998).

Lubang bekas penambangan pada awal pembentukannya belum dapat digunakan bagi keperluan manusia sehari-hari karena dikhawatirkan masih mengandung bahan pencemar yang tinggi. Seiring dengan bertambahnya usia kolong atau lubang bekas galian, kondisi biolimnologi kolam bekas galian tambang berubah menjadi hampir menyerupai habitat alami seperti kolam atau danau tua sehingga dapat digunakan untuk kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan iklim, kondisi hidrologi dan morfologi lubang galian, situ galian pasir memiliki dua tipe dasar yaitu perairan yang mengalir (flow-through) dan tergenang (terminal) (Garnier & Billen 1994). Situ galian pasir tipe mengalir dicirikan dengan memiliki sumber air baik air tanah maupun air permukaan yang memungkinkan pergantian air secara kontinu sedangkan tipe terminal sumber air yang mengisi situ tersebut tidak memungkinkan pergantian atau hanya berganti dengan jangka waktu yang sangat lama. Situ tipe terminal biasanya merupakan situ tadah hujan dimana kondisi perairan tergantung pada curah hujan dan penguapan.

3.2 Unsur hara 3.2.1 Nitrogen

Nitrogen anorganik terlarut di perairan dapat berbentuk gas nitrogen (N2), ammonia tidak terionisasi (NH3), ammonium (NH4+), nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), dan senyawa bentuk lain yang berasal dari limbah pertanian, pemukiman, dan limbah industri (Goldman & Horne 1983). Nitrogen dalam bentuk senyawa anorganik dimanfaatkan oleh tumbuhan menjadi protein nabati yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai pakan.

Pada umumnya nitrogen diserap oleh fitoplankton dalam bentuk nitrat dan ammonia. Fitoplankton lebih banyak menyerap ammonia jika dibandingkan dengan nitrat karena lebih banyak ditemukan di perairan baik dalam kondisi aerobic maupuan anaerobic. Senyawa-senyawa nitrogen sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut dalam air, pada saat kandungan oksigen rendah nitrogen berubah menjadi ammonia dan saat kandungan oksigen tinggi berubah menjadi nitrat.

3.2.2 Fosfor

Fosfor adalah unsur hara yang diperlukan oleh tumbuhan untuk berfotosintesis selain nitrogen. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Barbieri & Simona 2001). Fitoplankton hanya dapat menggunakan fosfor dalam bentuk fosfat untuk pertumbuhannya. Wetzel (2001) menjelaskan bahwa kisaran fosfat yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0,09 – 1,80 mg/liter.

Di perairan bentuk umum fosfor berubah secara terus menerus akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dengan bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Keberadaan fosfor diperairan alami biasanya relatif kecil, dengan kadar yang lebih sedikit daripada kadar nitrogen karena sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral dan bahan organik (Setacharnwit et al. 2003).

3.3 Struktur Komunitas Fitoplankton

Fitoplankton merupakan kelompok plankton nabati atau plankton tumbuhan yang tersebar di perairan tawar maupun perairan laut dan payau. Odum (1993) mendefinisikan fitoplankton sebagai tumbuhan terapung kecil yang tersebar di seluruh kolom dimana cahaya matahari masih menembus kolom perairan

tersebut. Dalam jumlah yang banyak fitoplankton dapat menyebabkan warna air terlihat seperti warna pigmen utama dari fitoplankton yang sedang blooming.

Dalam ekosistem perairan, fitoplankton berperan sebagai produsen yaitu organisme yang mampu menghasilan makanan dari senyawa anorganik sederhana yang terdapat dalam perairan menjadi zat organik kompleks melalui proses fotosintesis. Dengan pigmen klorofil fitoplankton melaksanakan proses fotosintesis dengan memanfaatkan air, karbondioksida, cahaya matahari dan garam-garam hara untuk menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat. Fitoplankton umumnya merupakan kelompok alga yang berukuran mikroskopis. Dalam perairan fitoplankton dapat berbentuk filament, sel tunggal atau hidup berkoloni.

Odum (1993) menyatakan bahwa komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada lingkungan tertentu atau habitat fisik tertentu yang saling berinteraksi. Sedangkan stuktur komunitas adalah susunan individu dari berbagai jenis atau spesies yang terorganisir membentuk komunitas. Stuktur komunitas dapat dipelajari melalui satu atau dua aspek khusus seperti keragaman, zonasi, dan kelimpahan. Dalam suatu komunitas setiap organisme mempunyai satu dari tiga fungsi dasar yaitu sebagai produsen, konsumen dan pengurai.

Stuktur komunitas secara alami tergantung pada pola penyebaran organisme dalam ekosistem tersebut. Organisme di perairan dapat menyebar di perairan dengan cara hanyut atau mengikuti pergerakan air, bergerak aktif dengan cara berenang dan menempel pada benda-benda yang bergerak. Struktur komunitas plankton difokuskan pada penyelidikan distribusi, komposisi, kelimpahan biomassa plankton keanekaragaman, keseragaman dan dominansi. Indeks keanekaragaman fitoplankton dikatakan sebagai keheterogenan spesies dan merupakan ciri khas dari struktur komunitas, sedangkan indeks keseragaman dikatakan sebagai keseimbangan komposisi setiap spesies dalam suatu komunitas dan hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan.

Morfologi perairan (kedalaman dan luas), perubahan suhu, kecerahan, dan kandungan nutrien pada setiap perairan berbeda sehingga menimbulkan variasi kondisi bagi pertumbuhan biomasa dan komposisi spesies plankton (Wasielewska & Goldyn 2005). Status trofik perairan galian pasir pada saat terbentuk biasanya masih oligorofik kemudian akan berubah menjadi eutrofik, perubahan ini jelas

sangat mempengaruhi biomassa dan komposisi spesies plankton. Suatu jenis plankton tertentu akan bertahan terhadap perubahan lingkungan dan dapat dijadikan indikator perairan misalnya cyanobakteria.

Wetzel (2001) menyatakan bahwa pada danau oligitrofik memiliki keanekaragaman yang tinggi dan struktur komunitas fitooplankton didominasi oleh kelas Chrysophyceae, Cryptophyceae, Dinophyceae dan Bacillariophyceae. Selanjutnya dikatakan bahwa pada danau eutrofik struktur komunitas memiliki keanekaragaman yang menurun dan struktur komunitas fitoplankton didominasi oleh kelas Chlorophyceae, Cyanophyceae, Euglenophyceae dan Bacillariophyceae.

Kuantitas dan kualitas fitoplankton dalam kolom air selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya. Disetiap perairan terdapat perkembangan komunitas yang dinamin sehingga suatu spesies dapat lebih dominan dari pada spesies lainnya pada interval waktu yang relatif pendek sepanjang tahun. Spesies yang dominan pada satu bulan tertentu bisa menjadi spesies yang langka pada bulan berikutnya dan digantikan dengan spesies lain yang lebih dominan.

3.4 Khlorofil-a

Khlorofil adalah katalisator fotosintesa yang penting dan terdapat sebagai pigmen hijau dalam jaringan tumbuhan fotosintesis. Khlorofil terdapat pada khloroplast dalam jumlah yang banyak dan terikat dengan protein namun mudah diekstrasi dalam pelarut lipid seperti aseton (Hatta 2007). Ekstrak khlorofil dari algae yang berbeda menunjukan sifat spektrumnya, khlorofil-a menyerap cahaya dengan panjang gelombang 430-670 nm sedangkan khlorofil-b menyerap cahaya dengan panjang gelombang 455-640 nm. Khlorofil sering digunakan untuk mengukur biomassa fitoplankton yang kemudian akan digunakan untuk mengevaluasi tahapan trofik suatu danau (Kasprzak et al. 2008).

3.5 Produktivitas primer

Produktivitas primer merupakan laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya akan energi dan berasal dari senyawa anorganik. Produktivitas primer disuatu sistem ekologi merupakan laju penyimpanan energi radiasi melalui aktivitas fotosisntesis dan kemosintesis dari produser atau organisme (terutama tumbuhan hijau) dalam bentuk bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan

pakan (Odum 1993). Sedangkan Wetzel (2001) menyatakan di dalam ekosistem akuatik sebagian besar produktivitas primer dilakukan oleh fitoplankton.

Produktivitas primer pada dasarnya tergantung pada aktivitas fotosintesis dari produsen primer oleh karena itu pendugaan produktivitas primer alami didasarkan pada pengukuran aktivitas fotosintesis yang terutama dilakukan alga. Fotosintesis sangat dipengaruhi oleh cahaya matahari, konsentrasi karbondioksida terlarut dan suhu perairan. Laju fotosintesis bertambah 2-3 kali lipat untuk kenaikan suhu sekitar 10oC (Barus 2002), meskipun demikian intensitas cahaya dan temperatur yang ekstrim cenderung memiliki pengaruh yang menghambat laju fotosintesis.

Secara sederhana fotosintesis adalah proses penyerapan energi cahaya dan karbondioksida serta pelepasan oksigen yang merupakan salah satu produk dari fotosintesis. Sebagai proses kebalikan dari fotosintesis adalah proses respirasi yaitu pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida beserta energi. Kedua proses inilah yang digunakan alam pengukuran produktivitas primer. Cara-cara yang umum digunakan dalam mengukur suatu produktivitas perairan adalah dngan menggunakan botol gelap dan botol terang. Botol terang digunakan untuk mengukur laju fotosisntesis sementara botol gelap digunakan untuk mengukur laju respirasi. Produktivitas primer dapat diukur sebagai produktivitas primer kotor dan produktivitas primer bersih.

Studi tentang produktivitas primer sangat penting dalam memahami aliran energi dan materi pada ekosistem pelagis. Fitoplankton merupakan dasar dari jaring makanan sehingga perubahan dalam biomassa, komposisi spesies dan pola produktivitas primer memiliki pengaruh pada seluruh komunitas termasuk ikan. Produktivitas primer merupakan cara yang cepat dan mudah untuk dapat menduga potensi ikan pada suatu perairan dan pengukuran produktivitas primer secara musiman akan memberikan hasil yang lebih baik dalam pendugaan potensi ikan ( Hooker et al. 2001 dalam Tilahun & Ahlgren 2009).

3.6 Eutrofikasi

Eutrofkasi merupakan proses peningkatan produksi biomassa produsen primer sehubungan dengan beban masukan unsur hara allochtonous. Peningkatan unsur hara di perairan akan meningkatkan produksi fitoplankton dan makrofita air

dan memperburuk kualitas air sehingga mengurangi umur guna suatu perairan (Chrisman et al. 2001) Proses eutrofikasi akan berlangsung secara bertahap dari oligotrofik, mesotrofik, eutrofik, hypertrofik, distrofik dan terakhir safrobik. Proses eutrofikasi suatu danau sangat ditentukan oleh proses fotosintesis, produksi biomassa fitoplankon dan mineralisasi bahan organik menjadi unsur hara (Sager 2009). Proses penentu eutrofikasi berlangsung secara dinamik dan berhubungan dengan tingkat beban masukan, eutrofikasi pembentukan biomassa fitoplankton dari unsur hara yang tersedia, trofodinamik sebagai penentu struktur komunitas ekosistem perairan dan cadangan oksigen terlarut. Akibat dari eutrofikasi yang tidak terkendali adalah deplesi oksigen, peningkatan produksi biologis, perubahan diversivikasi fitoplankton dan perubahan jejaring makanan.

3.7 Status Trofik

Status trofik suatu perairan mengacu kepada kandungan zat hara yang terdapat dalam suatu ekosistem danau. Status trofik juga mengacu pada biomassa tumbuhan yang berada di perairan (Carson & Simpson 1996 dalam Walter et al. 2007) sehingga berhubungan dengan nilai produktivitas. Perairan dengan biomassa tumbuhan (produktivitas primer) rendah disebut sebagai perairan oligotrofik, dengan biomassa tumbuhan yang sedang disebut mesotrofik dan dengan biomassa tumbuhan yang tinggi disebut eutrofik (Walter et al. 2007). Berdasarkan status nutrien suatu perairan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu oligotrofik, mesotrofik dan eutrofik.

Kesuburan perairan tergenang umumnya disebabkan oleh pengkayaan unsur hara. Status trofik atau status nutrient dapat dijadikan indikasi kesuburan suatu badan air. Kondisi status trofik suatu perairan tergantung pada ketersediaan nitrogen dan fosfat sebab kedua unsur tersebut akan mempengaruhi biomassa fitoplankton dan saturasi oksigen. Konsentrasi oksigen terlarut rendah dan peningkatan biomassa fitoplankton merupakan ciri kualitas air memburuk pada danu eutrofik (Carpenter et al. 2001). Status trofik atau tingkat kesuburan dapat dinyatakan berdasarkan kandungan nitrogen total, fosfat total , khlorofil-a dan biomassa fitoplankton (Tabel 1).

Tabel 1 Tingkat kesuburan danau dan waduk berdasarkan kadar beberapa parameter kualitas air

Parameter Klasifikasi Kesuburan

Oligotrof Mesotrof Eutrof 1. Fosfor total (µg /liter) < 10 10 – 20 > 20 2. Nitrogen total (µg /liter) < 200 200 – 500 > 500

3. Klorofil (µg/liter) < 4 4 – 10 > 10

4. Kecerahan secchi disk (m) > 4 2 – 4 < 2 5. Persentase kadar oksigen

saturasi pada lapisan hipplimnion

> 80 10 – 80 < 10

6. Produksi fitoplankton

(g C/m²/hari) 7 - 25 75 – 250 350 - 700

3. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di areal penambangan pasir tepatnya di Kampung Awilarangan, Desa Cikahuripan, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Sebagai stasiun penelitian dipilih dua situ yaitu situ nomor 5 dan 6 (Lampiran 1). Penelitian dilakukan selama 2 bulan yaitu pada bulan Mei – Juli 2010 dengan jeda waktu pengambilan sampling 14 hari sekali sehingga total pengambilan sampel adalah 4 kali.

3.2 Penentuan Titik Sampling

Penentuan titik sampling dilakukan secara vertikal berdasarkan kedalaman perairan sedangkan secara horizontal tidak dilakukan karena berdasarkan hasil survey pendahuluan secara horizontal perairan diperkirakan bersifat homogen. Secara vertikal ditentukan 5 titik pengamatan yaitu untuk mewakili lapisan epilimnion adalah bagian permukaan dan kedalaman Secchi, kemudian titik kedalaman kompensasi, dan untuk mewakili lapisan hipolimnion diambil pada titik 7 meter dan 16 meter pada situ no 5. Sedangkan pada situ no 6 titik pengamatan pada permukaan, kedalaman Secchi, kedalaman kompensasi, 6 meter dan 10 meter.

Kompensasi merupakan kedalaman yang memiliki intensitas cahaya sebesar 1% dari intensitas cahaya di permukaan. Umumnya kedalaman kompensasi ditentukan dengan menggunakan persamaan Beer-Lambert Law, namun kedalaman kompensasi pada penelitian ini ditentukan dengan cara kedalaman Secchi pada kedua situ dikalikan tiga. Pertimbangan dari penentuan kedalaman kompensasi ini adalah tidak tersedianya data mengenai koefisien peredupan cahaya matahari pada kedua situ yang diperlukan dalam persamaan Beer-Lambert Law. 3.3 Teknik Pengumpulan Data

3.3.1 Pengambilan Contoh Air

Contoh air diambil dari setiap titik pengamatan dengan menggunakan Kemmerer water sample yang miliki volume 4000 ml. Contoh air yang diambil dipisahkan pada wadah yang telah disediakan untuk dianalisis. Untuk pengukuran parameter kimia contoh air diberi pengawet H2SO4 hingga pH 2 sedangkan untuk

parameter fisika hanya di simpan pada suhu 4oC. Parameter fisika-kimia air yang diukur serta metodenya disajikan pada Tabel 2.

3.3.2 Nilai Debit Air dan Retention Time

Untuk mendapatkan nilai debit dan retention time digunakan formulasi sebagai berikut:

3.3.3 Pengukuran Kadar Oksigen Jenuh Saturasi

Menurut Effendi (2003), kadar oksigen jenuh akan tercapai jika kadar oksigen yang terlarut di perairan sama dengan kadar oksigen yang terlarut secara teoritis. Kadar oksigen tidak jenuh terjadi jika kadar oksigen yang terlarut lebih kecil daripada kadar oksigen secara teoritis. Kadar oksigen yang melebihi nilai jenuh disebut lewat jenuh (supersaturasi). Adapun perhitungan persen saturasi adalah sebagai berikut :

Keterangan :

DO : Konsentrasi oksigen terlarut (mg/liter)

DOt : Konsentrasi oksigen jenuh (mg/lliter) pada suhu tertentu dengan tekanan 760 mmHg(mg/liter)

3.3.4 Pengkuran Kelimpahan Biomassa Fitoplankton

Pengukuran kelimpahan dan biomassa plankton dilakukan dengan pengambilan sampel air pada berbagai strata kedalaman dengan menggunakan Kemerer Water Sampler bervolume 4000 ml sebanyak 20 liter. Contoh air tersebut disaring dengan menggunakan plankton net dengan ukuran mata jaring 35 µ. Contoh air yang tersaring sebanyak 30 ml dimasukan dalam botol koleksi yang telah dilabeli dan diberi pengawet lugol sebanyak 3 – 4 tetes hingga berwarna seperti teh kental. Sampel plankton selanjutnya diamati di bawah mikroskop dan diidentifikasi dengan menggunakan buku petunjuk Prescot (1970).

Kelimpahan plankton dinyatakan secara kuantitatif dalam jumlah sel/liter. Pencacahan dilakukan dengan metode sapuan. Untuk memperoleh nilai kelimpahan plankton digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

N :Kelimpahan plankton (sel/liter)

n :Jumlah pankton yang diamati pada Sedgwick Rafter Counting Call (sel) Vr :Volume air yang disaring pada botol contoh (30 ml)

Vo :Volume sampel pada Sedgwick Rafter Counting Call (1 ml) Vs :Volume air yang disaring (20 liter)

Tabel 2 Metode dan alat-alat yang digunakan dalam pengukuran masing-masing parameter

No Parameter Satuan Alat ukur Analisis

Fisika

1 Suhu oC Termometer In situ

2 Kecerahan cm Sechhi disk In Situ

Kimia

3 pH pH indikator In situ

4 DO mg/liter Titrasi In situ

5 NO2 mg/liter Spektro Lab

6 NO3 mg/liter Spektro Lab

7 NH3 mg/liter Spektro Lab

8 PO4 mg/liter Spektro Lab

9 Total P mg/liter Spektro Lab

10 Total N mg/liter Spektro Lab

11 Oksigen saturasi mg/liter

Biologi

12 Produktivitas primer mg C/m3/jam Titrasi In situ

13 Khlorofil-a mg/liter Spektro Lab

Biomassa fitoplankton dihitung berdasarkan prosedur analisis khlorofil-a dengan metode spektrofotometrik Boyd dan Tucker (1992) sebagai berikut :

Keterangan :

Khlorofil-a: dalam mg/m3

A665 : Absorban pada panjang gelombang 665 nm A750 : Absorban pada panjang gelombang 750 nm V : Volume ekstrasi aseton (ml)

L : Panjang lintasan cahaya pada kuvet (cm) S : Volume contoh air yang disaring

3.4 Analisa Data

3.4.1 Indek keanekaragaman

Keanekaragaman plankton dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Legendre and Legendre 1983 dalam Barus 2002)

Diketahui:

Keterangan:

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener ni = Jumlah individu spesies ke-i

N = Jumlah total individu Kisaran indeks keanekaragaman:

H’ < 2.30 : keanekaragaman rendah, kesetabilan komunitas rendah

2.30 < H’ < 6.08 : keanekaragaman sedang, kesetabilan komunitas sedang

H’ > 6,08 : keanekaragaman tinggi, kesetabilan komunitas tinggi Legendre and Legendre (1983) dalam Barus (2002), menyatakan jika H’ = 0 maka komunitas terdiri dari satu genera atau spesies (spesies tunggal). Nilai H’

akan mendekati nilai yang besar jika semua spesies terdistribusi secara merata dalam komunitas.

3.4.2 Indeks Keseragaman

Untuk mengetahui penyebaran individu tiap genera yang mendominasi populasi maka digunakan indeks keseragaman Eveness sebagai berikut:

Keterangan:

E = indeks keseragaman

H’ = Indeks keanekaragaman

H’maks = ln S (S = Jumlah spesies yang ditemukan) Kriteria yang digunakan:

E < 0.4 : keseragaman kecil 0.4 < E < 0.6 : keseragaman sedang E > 0.6 : keseragaman tinggi

3.4.3 Indeks Dominansi

Dominasi jenis ditentukan dengan menggunakan indeks dominasi Simpson (Barus 2002), dengan persamaan:

Keterangan:

C = indeks dominansi simpson ni = Jumlah individu spesies ke-i N = Jumlah total individu

Pada umumnya perairan dengan keanekaragaman jenis yang rendah cendrung memiliki keseragaman yang rendah pula. Nilai indeks keseragaman (E) dan indeks dominasi (C) berkisar antara 0-1. Jika indeks keseragaman mendekati 0, maka nilai indeks dominasi akan mendekati 1. Hal ini jika keseragaman suatu populasi semakin kecil, maka ada kecendrungan suatu jenis mendominasi populasi tersebut (Odum 1993).

3.4.4 Stadia Suksesi

Untuk melihat stadia suksesi yang terjadi dalam komunitas fitoplankton digunakan analisis Rank Frequency Diagram. Dalam analisis ini tiap genus fitoplankton diurutkan (ranking) dan diplot sehingga membentuk pola yang akan dibandingkan dengan pola standar (Frontier 1985 ).

3.4.5 Produktivitas Primer

Produktivitas primer diukur dengan menggunakan metode botol gelap dan botol terang dan titrasi winkler. Kandungan oksigen terlarut dari botol inisial diukur pada saat akan dilakukan inkubasi. Sedangkan kandungan oksigen botol terang dan botol gelap di ukur setelah inkubasi selama 4 jam. Waktu inkubasi dilakukan didasarkan pada saat sinar matahari optimal yaitu pada pukul 10.00 –

14.00 WIB. Secara vertikal titik inkubasi berdasarkan kedalaman di bagi menjadi tiga titik yaitu pada permukaan, kedalaman Secchi dan kedalaman kompensasi Perhitungan produktivitas primer fitoplankton dilakukan menurut (Umaly dan Culvin 1988 dalam Hatta 2007) dengan menggunakan rumus :

Fotosintesis Bersih (mgC/m3/jam) = (O2 BT) – (O2 BA) x 1000 x 0,375 (PQ) x t

Keterangan : O2 BT = Oksigen terlarut botol terang

O2 BA = Oksigen terlarut botol awal t = Lama inkubasi

1000 = Konversi liter menjadi m3

0,375 = Koefisien konversi oksigen menjadi karbon (12/32)

3.4.6 Penentuan Status Tropik

Status trofik ditentukan dengan menggunakan TRIX (trofiks index). TRIX didefinisikan sebagai kombinasi linear logaritmik dari empat variabel yaitu khlorofil a, oksigen terlarut jenuh, total nitrogen dan total fosfor (Giovanardi and Vollenweider 2004). Distribusi data TRIX indeks dapat dianalisis dengan distribusi statistik yang memiliki keuntungan yaitu dapat dikombinasikan dengan dua atau lebih parameter yang dapat diinterpretasikan. Adapun formula yang digunakan adalah :

Keterangan :

k : scaling factor (10) n : jumlah parameter (4) U : batas atas (uper) L : batas bawah (lower) M : nilai rataan parameter

Dalam TRIX tropik index diukur dengan skala 0-10, semakin besar nilai indeks tersebut semakin tinggi tingkat eutrofikasi pada perairan tersebut. Nilai mendekati 10 menunjukan eutrofikasi yang kuat. Batas nilai indeks TRIX adalah : TRIX < 2 : oligotrofik

2 ≤ TRIX < 4 : mesotrofik

4 ≤ TRIX < 6 : eutrofik

TRIX ≥ 6 : hipereutrofik 3.4.7 Uji Statistik

Untuk menguji rata-rata parameter fisika, kimia dan biologi antara kedua situ digunakan uji t dua rata-rata dengan menggunakan aplikasi MINITAB 14.

4. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Lokasi penelitian terletak di kawasan proyek penggalian pasir di Kampung Awilarangan, Desa Cikahuripan, Kecamatan Gekbrong. Batas-batas wilayah Kecamatan Gekbrong yaitu di sebelah Utara Kabupaten Bogor, disekitar Selatan adalah Cibeber, di sebelah Barat adalah Kecamatan Sukalarang, dan di sebelah Timur adalah Kecamatan Warung Kondang. Situ no 5 terletak pada 107o01`49`` BT-6o52`31`` LS dengan ketinggian dari permukaan laut 853 dpl. Situ no 5 memiliki satu inlet berupa saluran air pembuangan limbah yang berasal dari pemukiman dan memiliki dua buah outlet. Situ no 6 terletak pada 107o02`08`` BT-6o52`31`` dengan ketinggian dari permukaan laut 824 dpl. Situ no 6 memiliki satu inlet berupa selokan yang berasal dari daerah persawahan dan memiliki satu buah outlet. Morfometri kedua situ secara lengkap disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Morfometri stasiun penelitian

Parameter Stasiun Situ no 5 Situ no 6 Kedalaman maksimum ( m) 25 12 Kedalaman rata-rata (m) 16,7 6,4 Luas ( m2) 43.331 34.654 Volume (m3) 721.833 222.873 Debit (m3/detik) 0,08 0,15

Retention time ( hari) 111,4 17

Kawasan ini memiliki curah hujan tahunan 2500-3000 mm, curah hujan tertinggi terjadi sekitar bulan November-Desember, sedangkan musim kemarau terjadi sekitar bulan Juli-September, suhu rata-rata 20-250C, kelembaban Udara antara 70%-90%, dan kecepatan angin 5–10 km/jam (Bapeda Kabupaten Cianjur 2007).

Situ-situ yang terbentuk di Kecamatan Gekbrong-Kabupaten Cianjur, umumnya ditambang oleh perusahaan-perusahaan swasta diantaranya adalah PT. Minerina Bhakti dan PT. Riyadi. Cara penambangan dilakukan dengan sistem

penerapan Modified Hydraulic Mining dengan mengunakan Exavator (sistem kering) kemudian disemprot air dengan monitor hingga terbentuk puip pasir selanjutnya dipompa ke unit pencucian (panglong), jenis tambang berupa deposit pasir hitam. Situ no 5 telah digenangi air sejak tahun 2000 dan baru sempurna terbentuk menjadi sebuah situ yaitu sekitar tahun 2005, sedangkan Situ no 6 telah

Dokumen terkait