• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Karakteristik Perairan Pantai Kartini Rembang, Jawa Tengah

4.2.1.5. Kualitas Air Laut

Peruntukan pantai sebagai daerah wisata bahari dituntut memiliki kualitas air yang baik dan memenuhi standar baku mutu wisata yang telah ditetapkan bagi wisata bahari agar pengunjung dapat merasakan keindahan dan kenyamanan Pantai Kartini. Pengukuran kualitas air dilakukan siang hari di tiga stasiun pengamatan. Stasiun pengamatan pertama berada di depan muara Sungai Karang Geneng, stasiun kedua

berada di antara anjungan pada TRP Kartini, dan stasiun ketiga pada muara saluran buangan RW 4 Desa Tasik Agung. Hasil pengukuran dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk wisata bahari berdasarkan kep 51/MENLH/2004.

Hasil pengukuran kualitas air laut pada tiga stasiun pengamatan di Pantai Kartini Rembang, Jawa Tengah disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai beberapa parameter kualitas air laut di Pantai Kartini N

o

Parameter Satuan Stasiun

1 Stasiun 2 Stasiun 3 Baku Mutu (Kep51/MENLH/2004) A. B. A. FISIKA 1. 1 2. Kekeruhan NTU 12 11 12 5 3. 2 4. Suhu ºC 27 28 28 Alami B. KIMIA 1. 1 2. pH - 7 7 7 7-8.5 3. 2 4. Salinitas ‰ 33 33 30 Alami 3 DO mg/L 6.56 6.35 6.55 >5 5. 4 6. COD mg/L 17.55 11.81 12.82 C. BIOLOGI 1. 1 2. E-Coli 3. (Faecal) MPN/ 100 mL >2400 >2400 >2400 200

Sumber: Data primer (belum dipublikasikan)

a. Parameter fisika

Parameter fisika yang diukur adalah kekeruhan dan suhu. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air (Effendi 2003). Wisata pantai merupakan wisata yang objek/ daya tariknya bersumber dari potensi bentang laut maupun bentang darat pantai (Fandeli 2000). Salah satu potensi yang dapat dikembangkan dari pantai adalah air yang jernih. Hasil pengukuran menunjukkan nilai kekeruhan di tiga stasiun pengamatan yang melebihi baku mutu Kep 51/MENLH/2004, hal ini diduga diakibatkan limbah yang berasal dari pemukiman, perikanan, kegiatan pariwisata, maupun kapal yang mendarat di PPP Tasik Agung yang keseluruhannya bermuara di Pantai Kartini tanpa melalui proses pengolahan, yang mengakibatkan penumpukan bahan organik maupun nonorganik di

30

pantai sehingga berdampak pada tingginya kekeruhan di Pantai Kartini yang dapat menurunkan keindahan pantai.

Suhu air merupakan salah satu parameter yang sering diukur mengingat kegunaannya dalam mempelajari proses-proses fisika, kimia, dan biologi laut. Suhu air laut berkisar antara -2 ºC – 30 ºC (Mukhtasor 2007). Pengukuran suhu pada ketiga stasiun berkisar antara 27 ºC – 28 ºC, hal ini berarti suhu di perairan TRP Kartini sesuai dengan kisaran alami dan kisaran baku mutu Kep 51/MENLH/2004, sehingga dapat memberikan kondisi yang optimum bagi organisme yang terdapat di Pantai Kartini.

b. Parameter kimia

Parameter kimia yang diukur meliputi pH, salinitas, DO (Dissolved Oxygen), dan COD (Chemical Oxygen Demand). pH yang terdapat pada ketiga stasiun pengamatan sebesar 7, apabila dibandingkan dengan baku mutu air laut kategori wisata laut, maka pH pada Pantai Kartini sesuai dengan kisaran baku mutu yang ditetapkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pH di lokasi penelitian cocok untuk menunjang kehidupan organisme yang ada di sekitar lokasi penelitian Pantai Kartini.

Salinitas merupakan kandungan elemen-elemen kimia terlarut dalam air laut (Riley dan Skirrow 1975 in Sanusi 2006) dengan kisaran salinitas antara 30‰ – 40‰. Nilai pengukuran salinitas di Pantai Kartini berkisar antara 30‰ – 33‰, dengan nilai salinitas terendah sebesar 30‰, dikarenakan dekatnya lokasi pengambilan sampel dengan muara saluran buangan dari Desa Tasik Agung sehingga banyak masukan air tawar yang turut mempengaruhi salinitas laut menjadi lebih rendah.

DO (Dissolved Oxygen) atau oksigen terlarut merupakan gas yang sangat dibutuhkan di dalam laut bagi kehidupan organisme. Kelarutan O2 di dalam air dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas perairan. Dalam keadaan normal lapisan atas permukaan laut mengandung oksigen terlarut sebesar 4.5 - 9.0 mg/L (Sanusi 2006). Pengukuran DO pada tiga stasiun berkisar antara 6.35 mg/L - 6.56 mg/L yang apabila keseluruhan dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk wisata bahari

berdasarkan kep 51/MENLH/2004 diketahui ketiga stasiun yang diamati nilainya melebihi standar yang ditetapkan, hal ini menunjukkan kondisi perairan yang dapat menunjang kehidupan organisme yang ada di sekitar Pantai Kartini sehingga memudahkan dalam proses metabolisme.

COD (Chemical Oxygen Demand) menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (nonbiodegradable) menjadi CO2 dan H2O (Effendi 2003). Nilai COD tertinggi hasil pengukuran pada stasiun pertama yang berada di muara Sungai Karang Geneng yaitu sebesar 17.55 mg/L.

c. Parameter biologi

Parameter biologi yang diukur adalah Coliform (faecal). Coliform adalah bakteri berbentuk batang, gram negatif, dan tidak berspora. Coliform terdiri dari 4 genus utama dari familia Enterobacteriaceae: Citrobacter, Enterobacter, Escherichia dan Klebsiella. Coliform dapat tumbuh pada suhu -2 ⁰C – 50 ⁰C dan pada kisaran pH 4,4 - 9,0 (Jay 2000 in Firlieyanti 2005). Bakteri indikator sanitasi yang digunakan untuk mendeteksi kontaminasi faecal pada air dan sekaligus juga mendeteksi kemungkinan adanya intestinal patogen adalah Escherichia coli, sehingga dapat dijadikan indikasi kontaminasi faecal dan kemungkinan adanya patogen enteric (EPA 2002 in Firlieyanti 2005). Bakteri Escherichia coli disajikanpada Gambar 6.

Gambar 6. Bakteri Escherichia coli (Sumber : Firlieyanti 2005)

32

Pengukuran E. coli pada tiga stasiun pengamatan keseluruhannya >2400 MPN/100 mL, apabila dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk wisata bahari kadarnya melebihi baku mutu yang ditetapkan sebesar 200 MPN/100 mL. Kandungan E. coli yang tinggi pada Pantai Kartini diduga disebabkan adanya masukan limbah cair, terutama limbah cair domestik (sewage) yang umumnya mengandung bahan organik dan bakteri faecal coliform dalam konsentrasi tinggi tanpa melalui pengolahan. Limbah cair domestik (sewage) adalah air buangan dari rumah tangga, institusi, fasilitas komersial, dan fasilitas-fasilitas lain yang sejenis, yang bervariasi kuantitas dan komposisinya dari waktu ke waktu. Limbah ini mengandung bahan organik dan anorganik yang berbentuk cair, suspensi atau koloid. Setiap liter dari limbah domestik biasanya mengandung jutaan sel mikroba, dan kebanyakan mengandung bakteri yang berasal dari saluran pencernaan (Mukhtasor 2007).

Limbah cair domestik umumnya dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu limbah cair yang berasal dari air cucian seperti deterjen, minyak dan limbah cair yang berasal dari kakus seperti sabun, shampo, tinja, dan air seni. Limbah cair domestik ini menghasilkan senyawa organik berupa protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat (Fakhrizal 2000 in Mukhtasor 2007). Hasil pengamatan dan wawancara menunjukkan keseluruhan limbah cair yang masuk ke Pantai Kartini belum mengalami pengolahan. Fakhrizal (2000) in Mukhtasor (2007) menyatakan air limbah domestik yang belum diolah memiliki kandungan virus sebesar 100.000 partikel virus setiap liternya, dan lebih dari 120 jenis virus patogen yang terkandung, yaitu virus, protozoa, cacing, dan bakteri yang umumnya diwakili oleh Escherichia

coli.

Keberadaan E. coli yang melebihi kadar baku mutu yang ditetapkan pada Pantai Kartini dapat menjadi indikasi mengenai keberadaan patogen enteric (WHO 2004 in Firlieyanti 2005), yaitu bakteri penyebab infeksi saluran pencernaan seperti Vibrio

cholerae penyebab penyakit kolera, Shigella dysenteriae penyebab disentri bailer, Salmonella typhi dan parathypi penyebab demam tifoid dan paratifoid dan

Entamoeba histolytiaca penyebab disentri amuba (Firlieyanti 2005), sehingga apabila

hal ini tidak ditangani secara serius dapat membahayakan pengunjung yang datang ke kawasan wisata TRP Kartini, khususnya yang melakukan kegiatan wisata pantai seperti berenang, dan mandi air. Menurut Soeroto (1997) in Mukhtasor (2007) cemaran coliform kurang berbahaya bagi penduduk Indonesia, dibandingkan dengan pengunjung asing dikarenakan memiliki kekebalan yang berbeda terhadap penyakit di daerah tropis.